Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/40hari/9 |
|
Doa 40 Hari 2018 edisi 9 (13-5-2018)
|
|
40 HARI MENGASIHI BANGSA DALAM DOA -- MINGGU, 13 MEI 2018 ALKITAB: DI BUMI INDONESIA Orang-orang Kristen yang mula-mula menginjak bumi Indonesia, sudah mempunyai Alkitab. Namun, Alkitab itu tidak dapat dipahami oleh penduduk yang mereka temui di sini. Bahkan, orang Portugis yang tiba di Nusantara sebelum orang Belanda, pada waktu itu belum memiliki Alkitab yang lengkap dalam bahasa mereka sendiri. Kitab Perjanjian Baru pun dalam bahasa Portugis belum ada. Anehnya, hal itu baru dikerjakan di sini. Jodo Ferreira D'Almeida masih seorang anak ketika ia meninggalkan tanah airnya, negeri Portugis. Pada umur 14 tahun, sambil tinggal di Malaka, ia mengaku percaya kepada Tuhan Yesus. Dua tahun kemudian, pada tahun 1644, ia pun mulai menerjemahkan Kitab Perjanjian Baru. Pada tahun 1651, D'Almeida pindah ke Jakarta. Di kota itu, sama seperti di Malaka sebelumnya, ia melayani kerohanian anak buah kapal-kapal yang sedang berlabuh, dan juga menginjili budak-budak yang berbahasa Portugis. D'Almeida pun meneruskan pekerjaannya sebagai penerjemah Firman Tuhan. Perjanjian Baru dalam bahasa Portugis hasil karyanya sudah selesai pada tahun 1654. Sang penerjemah pada waktu itu baru berumur 26 tahun. Dari tahun 1656 sampai dengan tahun 1663, D'Almeida menjadi pendeta di Sri Lanka dan di India. Lalu, ia kembali ke Jakarta, dan selama sisa hidupnya menggembalakan sidang jemaat yang berbahasa Portugis di situ. Terjemahannya berkali-kali dikoreksi, dan akhirnya jadi dicetak di Belanda pada tahun 1681. Menjelang ajalnya pada tahun 1691, D'Almeida masih rajin menerjemahkan Perjanjian Lama. Ia baru sampai kepada Yehezkiel 48:21 pada saat tutup usia. Orang-orang lain lalu menyempurnakan terjemahannya, yang baru dicetak setengah abad kemudian. Sampai sekarang, Alkitab D'Almeida (dengan banyak revisi) masih tetap dipakai oleh umat Kristen di negeri Portugis dan negeri Brasilia. Firman Allah Dalam Bahasa Melayu Akan tetapi, tiga abad yang lalu di bumi Indonesia, bahasa Portugis makin lama makin kurang dipakai. Yang sudah menjadi bahasa perdagangan di seluruh kepulauan, dan juga di semenanjung benua Asia yang menonjol dekat pulau Sumatera, adalah bahasa Melayu. Sepanjang sejarah terjemahan Firman Allah ke dalam bahasa Melayu, nama-nama yang dijunjung tinggi adalah nama-nama orang Belanda, orang Inggris, dan orang Jerman. Tentu saja tiap penerjemah itu banyak ditolong oleh orang-orang setempat, dari Tanah Melayu atau dari bumi Indonesia; sayang sekali, nama-nama penolong itu sebagian besar tidak disebut-sebut. Namun, kita dapat mengucap syukur, karena pasti ada di antara mereka yang percaya akan isi Kitab Suci yang telah turut mereka kerjakan sehingga nama-nama mereka "tertulis di dalam kitab kehidupan Anak Domba" (Wahyu 21:27). Albert Cornelisz Ruyl berlayar dari Belanda pada tahun 1600. Sebagai seorang pedagang pembantu, ia banyak berkesempatan belajar bahasa Melayu. Sebagai seorang Kristen, ia memakai pengetahuannya itu untuk mulai menerjemahkan Firman Allah. Pada tahun 1612, Ruyl sudah mengerjakan Kitab Injil Matius. Hasil karyanya itu baru diterbitkan 17 tahun kemudian. Menurut catatan Lembaga Alkitab Inggris dan Luar Negeri, "Edisi ini mungkin sekali menandakan pertama kali dalam sejarah bahwa sebuah kitab dari Alkitab diterjemahkan dan dicetak dalam sebuah bahasa yang bukan bahasa Eropa, khusus sebagai alat pengabaran Injil." Ruyl juga menerjemahkan Kitab Injil Markus, yang dicetak di Belanda pada tahun 1638. Lalu, pada tahun 1651 terbitlah keempat Kitab Injil dan Kisah Para Rasul. Di samping hasil karya Ruyl, sisanya dikerjakan dan kesemuanya direvisi oleh Jan van Hasel, seorang pengurus Kumpeni (sebutan untuk VOC, perusahaan dagang Hindia Belanda - Red), dan Justus Heurnius, seorang pendeta di Jakarta. Versi kuno ini dicetak dalam bahasa Melayu di kolom sebelah kanan, dan bahasa Belanda di kolom sebelah kiri. Dan, Kumpenilah yang membiayai semuanya. Doa Bapa Kami (dari Matius 6:9-13) dalam terjemahan A.C.Ruyl (1612, 1629, 1651) berbunyi sebagai berikut: "Bappa kita, jang berdudok kadalam surga : bermumin menjadi akan namma-mu. Radjat-mu mendatang kahendak-mu menjadi di atas bumi seperti di dalam surga. Berila kita makannanku sedekala hari. Makka ber-ampunla pada-kita doosa kita, seperti kita ber-ampun akan siapa ber-sala kapada kita. D'jang-an hentar kita kapada setana seitan, tetapi muhoon-la kita dari pada iblis." Kawan-kawan sekerja Ruyl, yaitu Van Hasel dan Heurnius, juga menerbitkan Kitab Mazmur dalam bahasa Melayu pada tahun 1652. Dan, sepuluh tahun setelah itu, muncullah sebuah nama baru dalam sejarah terjemahan Alkitab: Ds. Daniel Brouwerius. Brouwerius adalah seorang pendeta, dulu di Belanda, kemudian di Indonesia. Rupanya ia mula-mula berpendapat bahwa tugas terjemahan sebaiknya dimulai dengan kitab pertama: Pada tahun 1662 terbitlah Kitab Kejadian hasil karyanya. Lalu, ia mengalihkan perhatiannya kepada tulisan-tulisan yang lebih langsung memberikan Injil Kristus. Nama Albert Cornelisz Ruyl harus dihormati, oleh karena dialah yang mula-mula menerjemahkan sebuah kitab dari Firman Allah ke dalam bahasa Melayu. Dan, nama Daniel Brouwerius harus dihormati, oleh karena dialah yang mula-mula menerjemahkan seluruh Kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Melayu. Hasil karyanya itu dicetak di Amsterdam pada tahun 1668. Namun demikian, harus juga diakui bahwa terjemahan Brouwerius itu banyak kelemahannya. Rupanya ia kurang mendengar dan kurang menguasai bahasa yang dipakai di pasar. Ia pun gemar memasukkan kata-kata dari bahasa Portugis: crus untuk "salib," sanctus untuk "kudus," spiritus untuk "roh," Deos untuk "Allah." Umumnya pembaca masa kini akan menemukan bahwa terjemahan Ruyl, walaupun menurut tahun asalnya lebih kuno, tetapi lebih mudah ditangkap artinya daripada terjemahan Brouwerius. Doa bapa Kami dalam terjemahan D. Brouwerius (1668) berbunyi sebagai berikut: "Bappa cami, jang adda de Surga, Namma-mou jaddi bersacti. Radjat-mou datang. Candati-mou jaddi bagitou de boumi bagimanna de surga. Roti cami derri sa hari hari bri hari ini pada cami. Lagi ampon doosa cami, bagaimanna cami ampon capada orang jang salla pada cami. Lagi jangan antarken cami de dalam tsjobahan, hanja lepasken cami derri jang djahat." Mungkin kita tidak merasa heran bahwa terjemahan-terjemahan tadi tak lama dapat memuaskan umat Kristen di bumi Indonesia. Menjelang akhir abad ke17, sudah ada suara-suara yang menuntut agar ada usaha baru untuk menyalin Firman Allah ke dalam kata-kata yang tidak merupakan teka-teki untuk pembaca bahasa Melayu. Usaha baru itu dibebankan kepada salah seorang yang paling terkenal dalam sejarah terjemahan Alkitab: Dr. Melchior Leydekker. Selengkapnya: http://www.sabda.org/sejarah/artikel/alkitab_di_bumi_indonesia.htm POKOK DOA:
Diambil dari:
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |