Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/119

e-BinaAnak edisi 119 (26-3-2003)

Menghadapi Masalah Kematian

     ><>  Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak  <><


Daftar Isi:                                       Edisi 119/Maret/2003
-----------
    o/ SALAM DARI REDAKSI
    o/ ARTIKEL (1)          : Membantu Anak Memahami Makna Kematian
    o/ ARTIKEL (2)          : Menghadapi Masalah Kematian
    o/ TIPS MENGAJAR        : Proses-proses Kesedihan
    o/ BAHAN MENGAJAR       : Kamar Nomor 205
    o/ DARI ANDA UNTUK ANDA : Surat dari Pengunjung Situs PEPAK

**********************************************************************
 Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi:
    <submit-BinaAnak@sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak@xc.org>
**********************************************************************
o/ SALAM DARI REDAKSI

  Syalom,

  Sebagai bahasan terakhir dari tema "Kematian", kami suguhkan topik
  "Menghadapi Masalah Kematian". Apa yang harus kita lakukan apabila
  anak kita atau murid kita mengalami dukacita karena harus menghadapi
  kematian dari keluarga/kerabat/binatang kesayangannya? Perasaan
  sedih dan kehilangan yang mereka alami kemungkinan akan terus ada
  dan membekas dalam hati mereka. Banyak dari mereka yang tidak dapat
  mengatasi perasaan dukacita tersebut. Sebagai orangtua dan guru
  mereka, apa yang dapat kita lakukan? Simaklah dua Artikel dan Tips
  yang kami sajikan minggu ini yang berjudul "Membantu Anak Memahami
  Makna Kematian", "Menghadapi Masalah Kematian", dan "Proses-proses
  Kesedihan."

  Bahan Mengajar minggu ini yang berjudul "Kamar Nomor 205" merupakan
  satu bahan menarik yang dapat Anda pakai untuk mengajarkan kepada
  anak-anak mengenai sikap apa yang harus dimiliki oleh orang percaya
  dalam menghadapi masalah kematian.

  Sehubungan dengan masalah "Kematian" dan dukacita, Anda juga dapat
  menyimak dua edisi Publikasi e-Konsel terakhir (036/2003, 037/2003)
  dengan tema "Konseling Bagi Mereka yang Berkabung". Silakan lihat
  arsipnya di:  ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/036/

  Selamat melayani!

  Tim Redaksi

                  "Karena bagiku hidup adalah Kristus
               dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21)
            < http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Filipi+1:21 >


**********************************************************************
o/ ARTIKEL (1)

                MEMBANTU ANAK MEMAHAMI MAKNA KEMATIAN
                =====================================

  Betapa paniknya Atik dan adiknya Edo menyaksikan marmut mereka mati.
  Setiap pagi ibu mereka menjemur sejenak marmut kesayangan ini
  bersama kandangnya di taman berumput agar makin sehat. Hari itu,
  ketika keluar rumah, sang ibu rupanya lupa memasukkan marmut ini ke
  tempat yang lebih teduh. Akibatnya, marmut kepanasan dan akhirnya
  mati.

  Atik dan Edo pun berdebat mengenai apa yang harus mereka lakukan
  atas marmut yang sudah tidak bergerak dengan tubuh kaku itu. Mereka
  membawa bangkai marmut ke sana kemari dan akhirnya memaksa ibu
  membawa marmut itu ke dokter. Ketika ibu berusaha membuang bangkai
  marmut, Atik dan Edo menjerit dan menangis. Mereka tidak habis
  mengerti mengapa marmut yang lucu itu harus di buang. Mereka sangat
  sedih ketika mereka harus berpisah dengan sang marmut. Kejengkelan
  mereka terbangkit karena ibu seolah tidak berbuat banyak untuk
  membuat sang marmut bergerak kembali.

  Beberapa hari kemudian, ibu membeli lagi seekor marmut. Hal ini
  membuat Atik dan Edo merasa senang. Meskipun demikian, di benak
  mereka berdua terbentuk konsep yang kurang tepat. Mereka berpikir
  bahwa marmut yang di beli ini adalah marmut yang dulu telah mati
  itu. Atik maupun Edo belum mampu memahami bahwa marmut yang dulu
  mati itu tidak pernah dapat hidup kembali.

  Tentu ada perbedaan besar antara kematian hewan piaraan dengan
  kematian manusia. Salah satunya adalah bahwa jiwa manusia berharga
  di mata Allah dan karena itu Allah menyelamatkan manusia melalui
  Anak-Nya yang tunggal Tuhan Yesus Kristus. Sedangkan binatang
  diciptakan untuk hidup manusia. Meskipun ada perbedaan ini, bila
  anak dapat mengalami sendiri situasi matinya hewan piaraan dan
  belajar darinya, anak juga akan memiliki konsep yang lebih tepat
  mengenai kematian.

  Kecenderungan umumnya orangtua dalam situasi matinya hewan piaraan
  kesayangan ataupun orang dekat adalah melindungi anak dari perasaan
  sedih. Orangtua mungkin akan menyembunyikan fakta tentang kematian
  misalnya dengan mengatakan bahwa si marmut (atau hewan lainnya)
  sakit parah dan perlu dirawat dalam jangka waktu yang sangat
  panjang. Orangtua lainnya mungkin segera membelikan marmut yang
  mirip sehingga tertanam kesan pada anak bahwa binatang piaraan pada
  dasarnya tidak berbeda dari mainan yang dapat bergerak yang tidak
  memiliki kehidupan.

  Tentu orangtua bermaksud baik dengan tidak mengijinkan anak
  mengalami kesedihan dan rasa takut yang berkepanjangan. Meskipun
  demikian, akan lebih sehat bagi anak bila ia diijinkan mengalami
  kesedihan ini dan memperoleh konsep yang lebih tepat soal kematian.
  Pernyataan kesedihan secara terbuka akan membantu anak belajar
  bagaimana meredakan dan mengontrol emosinya.

  Apa dampak yang mungkin dialami anak bila mereka tidak diberikan
  fakta yang sebenarnya?

  1. Anak marah karena merasa dibohongi orangtuanya.
     -----------------------------------------------
     Kita sering berpikir bahwa suatu fakta dapat disembunyikan dari
     anak dan suatu ketika anak akan melupakannya. Padahal yang lebih
     sering terjadi adalah anak tidak pernah melupakan hal itu dan
     secara diam-diam marah terhadap orangtuanya ketika tahu bahwa
     orangtuanya tidak mengatakan fakta yang sebenarnya. Anak mungkin
     tidak akan sampai pada pemikiran bahwa orangtua tidak ingin
     melihat mereka sedih. Yang mereka ingat adalah bahwa orangtua
     telah berbohong pada mereka.

  2. Anak memperoleh konsep yang salah dalam jangka waktu yang lama.
     ---------------------------------------------------------------
     Ada kalanya konsep yang salah ini berakibat munculnya pemikiran
     dan perasaan yang kurang logis. Sebagai contoh, anak yang
     diberitahu bahwa marmut yang mati itu sebenarnya tidur panjang
     maka mungkin anak tidak lagi berani tidur karena takut tidak akan
     pernah bangun lagi.

  Bagi sebagian kita, berbincang mengenai masalah kematian adalah
  sesuatu yang menimbulkan perasaan yang sangat tidak nyaman. Bahkan
  dalam budaya tertentu, topik mengenai kematian cenderung dihindari.
  Namun sama halnya dengan pertanyaan anak mengenai kelahiran dan dari
  mana mereka berasal, pertanyaan mengenai kematian juga selalu akan
  anak tanyakan. Karena itu tak ada jalan lain kecuali kita
  mempersiapkan diri menjawab pertanyaan mereka.

  Berbincang mengenai kematian, Charles Schaefer dan Theresa Foy
  DiGeronimo dalam bukunya "How to Talk to Your Kids About Really
  Important Things" (1994), menyatakan bahwa tujuan kita dalam
  perbincangan mengenai kematian dengan anak adalah:

  1. Membantu anak-anak belajar memandang kematian sebagai sesuatu
     yang alami, yang sama sekali bukan merupakan hal yang misterius
     atau menakutkan.

  2. Membantu anak-anak menyiapkan diri menghadapi pengalaman
     kematian yang tak terhindarkan, seperti kematian hewan piaraan
     atau kematian orang dekat mereka.

  Dari sudut pandang kristiani, pemahaman mengenai kematian
  mempermudah anak memahami pandangan Alkitab mengenai kasih Allah.
  Anak akan lebih mudah diberi penjelasan mengenai dosa dan penebusan
  Tuhan Yesus Kristus di atas kayu salib. Anak yang memahami arti
  kematian juga lebih memiliki kemampuan menghadapi krisis atas
  kematian orang-orang yang dekat dengan mereka.

  Bahan diedit dari sumber:
  Judul Buku     : Majalah Eunike, Edisi 07/Triwulan IV
  Penulis Artikel: Heman Elia, M.Psi.
  Penerbit       : Yayasan Eunike, Jakarta, 2002
  Halaman        : 8 - 10


**********************************************************************
o/ ARTIKEL (2)

                      MENGHADAPI MASALAH KEMATIAN
                      ===========================

  Menghadapi masalah kematian tidaklah mudah, tetapi di dalam
  kebudayaan yang mengagungkan kemudahan, masalah belajar menghadapi
  kematian menjadi lebih sulit lagi. Apalagi jarang ada orang dewasa
  yang memberi teladan. Dan bagi anak-anak yang baru mulai belajar
  tentang kematian, matinya binatang kesayangan, meninggalnya seorang
  kerabat, atau sahabat, merupakan pengalaman yang meninggalkan bekas
  yang dalam, membingungkan dan menggoncangkan jiwa.

  Cara yang terbaik untuk menolong anak dalam mengatasi kedukaan
  bergantung pada beberapa faktor, termasuk umur anak, bagaimana
  akrabnya anak itu dengan orang yang baru meninggal, dan suasana
  ketika meninggalnya orang itu. Tetapi sebelum Anda dapat menolong
  anak Anda, Anda sendiri perlu menyadari bagaimana respons atau
  reaksi Anda sendiri terhadap kejadian itu.

  Biasanya dukacita itu dialami dalam beberapa tahap, baik oleh anak-
  anak maupun oleh orang dewasa. Terutama sekali, kita perlu menyadari
  bahwa betapapun kuatnya iman kita kepada Allah, kemungkinan besar
  kita akan mengalami beberapa tahap penolakan dan kemarahan terhadap
  keadaan itu dan lebih baik hal itu dihadapi dan diatasi daripada
  dipendam. Walaupun kita tidak usah menyembunyikan perasaan-perasaan
  itu dari anak-anak -- mereka perlu mengetahui bahwa kita juga
  merasakannya -- kita perlu bersandar pada orang dewasa lainnya untuk
  mengkaji perasaan hati kita dan menolong kita supaya kita dapat
  menerima kenyataan itu. Sekali-kali jangan membuat anak agar
  berperan sebagai penghibur atau penasihat.

  Seorang anak kecil mungkin sekali akan mengajukan berbagai
  pertanyaan tentang kematian jika ada binatang kesayangannya yang
  mati. Pertanyaan itu harus dijawab sejujur-jujurnya, tanpa harus
  mengelak ataupun memerinci yang tidak perlu. Dalam menghadapi
  kematian seseorang yang dekat dengannya seorang anak yang masih
  kecil cenderung untuk memberi reaksi dengan menyalahkan dirinya
  sendiri, karena  mungkin ia teringat bahwa ia pernah marah terhadap
  orang yang meninggal itu dan dengan demikian menganggap bahwa
  kematian itu merupakan kesalahannya. Anak itu harus ditolong untuk
  menyadari bahwa perasaannya itu tidak ada kaitannya dengan kejadian
  itu. Ia juga harus ditolong untuk mengatasi perasaan bahwa ia
  ditolak -- bahwa yang meninggal itu dengan sengaja telah
  meninggalkan dia.

  Jika kematian itu terjadi sebagai akibat suatu penyakit atau terjadi
  di rumah sakit, harus diperhatikan agar anak itu tidak mempunyai
  anggapan bahwa hubungan antara penyakit dan kematian erat sekali.
  Jika tidak demikian maka anak itu akan merasakan ketakutan yang
  dahsyat setiap kali ia jatuh sakit atau masuk rumah sakit. Kepada
  anak kecil tidak boleh diajarkan bahwa kematian itu adalah tidur
  yang lelap sehingga orang yang meninggal itu tidak akan bangun lagi.
  Banyak anak yang diajarkan demikian selalu merasa takut apabila ia
  harus tidur pada waktu malam.

  Masih terus dipermasalahkan apakah anak boleh menyaksikan upacara
  penguburan atau tidak; anak-anak yang sudah berumur lima atau enam
  tahun sudah dapat mengerti dan sudah dapat menghadapi pengalaman
  yang demikian itu. Selama masa sesudah kematian, anak harus tetap
  tinggal bersama di rumah walaupun orang tua mereka memperlihatkan
  bahwa mereka masih berdukacita. Seorang anak merasa berdukacita,
  jadi ia perlu melihat orang lain yang sedang berdukacita.

  Pada umur kira-kira delapan tahun, seorang anak mulai mengerti bahwa
  kematian itu tidak dapat dielakkan dan juga kejadian itu tidak dapat
  diulangi kembali. Pada tahap ini ia perlu mendapat kebebasan untuk
  mengemukakan dan membicarakan pokok itu. Jangan mengejek atau
  mempermalukan, tapi kita harus peka terhadap ketakutan atau
  kekuatiran yang dialaminya. Perasaan malu, ragu-ragu, atau sikap
  agresif dalam usia ini sering sekali merupakan ungkapan dari
  perasaan takut atau kuatir anak itu.

  Akan merupakan pengalaman yang baik jika anak dapat ikut hadir
  dalam upacara atau kebaktian penguburan atau kebaktian untuk
  mengenang orang yang meninggal. Persiapkan dia dengan membicarakan
  setiap butir acara yang ada, dan jelaskan kepadanya bahwa maksudnya
  ialah untuk memberi kesempatan kepada kaum keluarga dan para sahabat
  untuk mengenang hal-hal yang baik tentang kehidupan orang yang
  meninggal. Kalau ada acara penutupan peti, berilah anak itu
  kesempatan untuk memilih apakah ia mau melihat atau tidak.

  Seorang remaja sudah dapat lebih mengerti arti selengkapnya dari
  kematian dan sifat kematian yang merupakan akhir dari kehidupan di
  dunia ini. Dalam masa remaja yang sudah penuh dengan pergolakan
  emosi ini, seorang anak remaja memerlukan peluang untuk dapat
  mengutarakan perasaannya secara bebas tanpa ada tuduhan atau
  penghakiman. Orang muda itu mungkin ingin menyendiri guna menyusun
  pemikiran-pemikirannya, dan mungkin ingin berkonsultasi dengan orang
  dewasa lain atau malah kawan-kawan sebayanya untuk memperoleh
  dukungan emosional.

  Dalam setiap tahap usia, anak Anda perlu mengerti tentang kematian
  dengan sebaik-baiknya sejauh kesanggupannya dan di dalam konteks
  iman. Alkitab mengajarkan bahwa:
       - kematian itu universal (Mazmur 89:49; Ibrani 9:27)
       - sebagai akibat dosa    (Roma 6:23; Yakobus 1:15)
       - dan merupakan musuh    (Lukas 22:39-44; Matius 26:36-44; 1Korintus 15:26)
       [Red.: - dan maut itu sudah dikalahkan! (1Korintus 15:55)]

  Dalam menghadapi kematian, orang-orang Kristen juga akan
  berdukacita, namun bukan tanpa pengharapan (1Tesalonika 4:13).
  Dengan teladan Anda, doronglah anak Anda untuk mengakui kepada Allah
  setiap perasaan marah, takut, atau perasaan memberontak yang ada.
  Dan redakan perasaan-perasaan itu dengan mengingat akan janji-janji
  Allah, kehadiran-Nya yang memelihara, dan kasih-Nya yang tanpa
  pamrih itu.

  Anda perlu menyetujui pandangan anak Anda bahwa memang apa yang
  terjadi dalam kehidupan ini tidak semuanya nampak adil atau
  konsisten. Jika Anda bersikap realistik maka hal itu akan melepaskan
  anak Anda dari perasaan bersalah karena bertanggung jawab atas
  kematian yang terjadi itu.

  Bersama-sama berharaplah akan janji dalam Mazmur 23:4 dan 116:15.
  Sesuatu yang masih merupakan rahasia itu menakutkan, tetapi orang-
  orang beriman dijanjikan akan mendapat pengawalan (Yohanes 14:1-3)
  dan juga dijanjikan akan dibangkitkan (1Tesalonika 4:13-18; 1Korintus 15:51,52). Kita orang-orang dewasa tidak dapat sepenuhnya
  mengerti tentang kematian, tetapi kita dapat mempercayakan diri
  kepada Allah waktu kita menghadapi hal itu.

  Walaupun kehadiran Allah pada waktu kita sedang berduka itu sangat
  membesarkan hati, tetapi hal itu tidak dapat seluruhnya menghapuskan
  dukacita kita itu. Kita ini masih tetap manusia biasa. Ketika Anda
  memberi teladan dalam hal secara sukarela mempercayakan diri Anda
  kepada Allah pada waktu Anda menghadapi segala ketidakpastian dalam
  kehidupan ini, anak Anda akan belajar bahwa wajarlah kalau ada
  sesuatu yang melukai hati, jadi kita boleh mengakui perasaan kita
  yang sebenarnya dan juga boleh mengungkapkannya tanpa perlu malu.

  Dengan menolong anak Anda belajar bagaimana mengatasi masalah
  kematian, Anda sedang membebaskan dia supaya ia dapat menikmati
  hidup ini.

  Sumber:
  Judul Buku: 40 Cara Mengarahkan Anak
  Pengarang : Paul Lewis
  Penerbit  : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1997
  Halaman   : 67 - 71


**********************************************************************
o/ TIPS MENGAJAR

                         TAHAP-TAHAP DUKACITA
                         ====================

  Pada jaman dahulu untuk mempelajari kematian seseorang yang
  dicintai, seseorang melalui tahap-tahap berikut ini: terkejut,
  kebingungan, harapan, dan akhirnya penerimaan. Tahap-tahap tersebut
  ditandai dengan sifat-sifat yang dapat diprediksikan sebagai
  berikut:

  1. Terkejut
     --------
     Mati rasa, tidak mempunyai tujuan. Tanda-tanda fisik termasuk
     kelemahan, sakit kepala, tubuh terasa sakit, dan mungkin pingsan.

  2. Kebingungan
     -----------
     Marah, rasa bersalah, takut, rasa ketidakpastian, tawar menawar
     dengan Tuhan, menangis, panik, keasyikan pada kenangan dan
     kenangan dengan orang yang sudah meninggal. Tanda-tanda fisik
     termasuk insomia, tidak nafsu makan, dan rasa gugup.

  3. Harapan
     -------
     Awal dari pikiran yang positif.

  4. Penerimaan
     ----------
     Penyesuaian diri, rekonstruksi, membuka diri terhadap pekerjaan,
     dan berinteraksi.

  Pada setiap tahap, orang-orang yang mendukung mereka yang berkabung,
  perlu menerima perasaan yang mereka rasakan dan memberikan dukungan
  yang positif dan dukungan spiritual. Namun hampir selalu sekumpulan
  pendengar yang diam lebih mengobati, daripada menjadi guru yang
  bermaksud baik. Kita diharapkan untuk bersedih tetapi disarankan
  untuk tidak bersedih seperti orang yang beristirahat yang tidak
  mempunyai harapan (1Tesalonika 4:13). Pekerjaan orang yang
  berdukacita adalah bersedih, dan pekerjaan keluarga gereja adalah
  memberi dukungan yang membesarkan hati. Karena kesedihan adalah
  bagian/tahap dalam sebuah proses perbaikan ke keadaan yang normal,
  dimana hal ini benar-benar merupakan kesedihan yang "baik".

  Para guru dapat memberi dukungan pada murid yang bersedih dengan:
  -----------------------------------------------------------------
  1. Mendengarkan.
  2. Membantu mereka untuk menerima kenyataan rasa kehilangan mereka.
  3. Mendorong mereka untuk mengekspresikan perasaan berkabungnya
     dengan cara yang baik.
  4. Menganjurkan/mendorong mereka untuk makan makanan yang bergizi,
     tidur, berolahraga, dan mengadakan sosialisasi dengan masyarakat
     seperti biasanya.
  5. Memberikan kenangan yang baik akan orang yang disayangi yang
     sudah meninggal.
  6. Menjadi tanda untuk menyangkal kesedihan, kemarahan yang lama,
     tanda-tanda fisik, atau melanjutkan untuk menarik diri dari
     teman-teman. Mungkin juga membutuhkan konseling secara
     profesional.

  Tidak semua orang yang meninggal akan masuk ke surga. Sangat sulit
  bagi kita menerima kenyataan bahwa orang yang kita cintai meninggal
  sebelum menjadi orang yang percaya. Satu hal yang pasti diketahui
  bahwa orang yang suka menyembah berhala akan masuk kedalam neraka.
  Tetapi kemungkinan orang yang kita sayangi, sebaik apapun dia juga
  menghadapi siksaan kekal, karena tidak ada seorang pun yang
  mengetahui status rohani pribadi orang lain, sedekat apapun kita
  dengan mereka. Orang-orang yang berdukacita hanya dapat mengharapkan
  yang terbaik untuk mereka yang sudah meninggal.

  Dalam kasus orang-orang yang tidak percaya, kita hanya dapat
  menyediakan jawaban alkitabiah dan rasa simpati yang tulus.
  Allah itu penuh dengan rasa belas kasihan, tetapi Dia juga adil.

  Banyak orang dewasa berpikir bahwa anak-anak lebih cepat
  menyesuaikan diri terhadap rasa kehilangan daripada mereka,
  tetapi lebih tergantung pada kehilangan yang terjadi secara
  tiba-tiba, tingkat persiapan, dan umur serta kepekaan anak.
  Walaupun tingkat-tingkat kesedihan dapat diprediksikan, tetapi
  waktunya bervariasi antara orang yang satu dengan yang lainnya.
  Jika anak itu kehilangan saudara kandungnya, orangtua bisa menarik
  diri dari yang lainya, dan melimpahi anak yang masih ada dengan
  kasih sayang. Ini adalah saat yang tepat bagi Gereja untuk melayani
  seluruh keluarga.

  Bahan diterjemahkan dari sumber:
  Judul Buku         : Children's Ministry:
                       How To Reach and Teach the Next Generation
  Judul Artikel Asli : The Grieving Process
  Pengarang          : Dr. Robert J. Choun and Michael S. Lawson
  Penerbit           : Thomas Nelson Publishers, USA, 1993
  Halaman            : 158 - 159

  [Red.: Untuk belajar lebih dalam tentang "Grief Process" dan 5
   langkahnya dipandang dari perspektif kristiani, Anda bisa membaca
   edisi e-Konsel 037/2003 yang akan terbit pada tanggal 1 April 2003.
   Temanya adalah "Konseling Bagi Mereka yang Berkabung (2)".
   Untuk subscribe ==> subscribe-i-kan-konsel@xc.org
                   ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ ]


**********************************************************************
o/ BAHAN MENGAJAR

  Bahan mengajar berikut ini dapat menjadi satu pilihan cerita ketika
  kita ingin memberikan contoh tentang bagaimana seharusnya kita
  sebagai orang Kristen yang menghadapai kematian. Cerita ini juga
  dapat menjadi satu bahan cerita untuk PASKAH.

                           KAMAR NOMOR 205
                           ===============
                            Oleh: Esther

  Bau obat bius tercium di sepanjang lorong rumah sakit, Ishak
  berjalan perlahan-lahan. Ia sengaja berlambat-lambat.

  Tuk ... tuk ... tuk .... Terdengar pelan suara sepatunya di lantai.
  Rasanya tak ingin masuk ke kamar 205 tempat Neneknya menderita
  karena sakit kanker. Nenek tercinta. Ia sayang sekali sama Nenek.
  Akibat sakit rambut Nenek hampir botak. Tubuhnya semakin lemah.
  Terkadang ia mengeluh tubuhnya sakit. Ah, kasihan Nenek ....

  Tuk ... tuk ... tuk ... tuk ....

  Ishak sudah sampai di depan pintu kamar nomor 205. Pintu kamar agak
  terbuka sedikit. Ia hendak mendorong pintu. Tapi, samar-samar
  didengarnya suara orang bercakap-cakap. Ia menangkap satu dua kata
  tentang "mati", "takut". Ia jadi penasaran. Apa yang sedang
  dibicarakan oleh Ayah dan Nenek? Mengapa tiba-tiba perasaannya jadi
  gelisah?

  Sebenarnya Ishak ingin membatalkan niatnya untuk masuk dan menunggu
  saja di luar sampai mereka selesai. Tetapi rasa ingin tahunya
  tentang keadaan Nenek membuat ia terpaksa menguping dari balik
  pintu. Walaupun ia tahu tidak pantas menguping pembicaraan orang.

  Terdengar suara Ayah, "Mami, aku ngerti perasaan Mami. Karena itu
  kami selalu menemani Mami." Kemudian terdengar suara Nenek. Pelan
  dan agak terputus-putus. "Aku tahu penyakitku ... nggak bisa sem ...
  buh. Tapi aku takut Sam. Akhir-akhir ini aku sering takut."

  Nenek memanggil Ayah dengan "Sam", singkatan dari Samuel.

  "Iya, Mam. Aku tahu .... Kami kan selalu ada dekat Mami. Dan Tuhan
  juga pasti selalu menyertai Mami." kata Ayah. Tampaknya Ayah
  berusaha menenangkan Nenek.

  "Aku ini rasanya ... berdosa, Sam. Kok takut ... mati .... Aku ini
  kan percaya ... Kristus ...."

  Jantung Ishak rasanya hampir berhenti berdetak mendengar kata-kata
  Nenek. Apa...?! Nenek akan mati...?! Ia tak tahan lagi. Segera
  didorongnya pintu dengan tiba-tiba dan berlari menghampiri Nenek
  sambil berseru, "Nenek nggak boleh mati ...!!"

  Ayah dan Nenek terkejut. Mereka tidak menyangka Ishak mendengar
  percakapan mereka.

  "Ishak ...." sapa Nenek.

  "Nek, kenapa Nenek bilang begitu? Nenek bilang Nenek sebentar lagi
  pulang. Nenek juga sudah janji mau kasih aku hadiah kalau aku lulus
  ujian karate ...."

  "Ishak, Ishak ...." Ayah memotong perkataan Ishak sekaligus
  menenangkannya. "Tenang dulu Is. Nenek nanti makin sedih lihat Ishak
  begini. Sini, duduk dekat sini," Ayah menarik kursi ke sebelahnya
  buat Ishak duduk. Ishak menurut.

  "Ishak, sebenarnya tadi kamu nggak boleh menguping pembicaraan Ayah
  dan Nenek," tegur Ayah.

  "Maaf, Yah. Tadi sih aku mau duduk di luar waktu dengar Ayah lagi
  bicara. Tapi aku dengar kok Nenek bilang ...," Ishak ragu-ragu
  meneruskan. Sesaat mereka terdiam. Tampak Ayah dan Nenek jadi serba
  salah. Apakah Ishak perlu mengetahui hal yang sebenarnya akan
  terjadi?

  "Hmm ...." Ayah menarik nafas panjang.

  Akhirnya Nenek yang lebih dulu bicara, "Sam,... Ishak perlu tahu."
  Ayah memandang Nenek, masih agak ragu. Tapi lalu menganggukkan
  kepala.

  "Baiklah, kalau Mami ijinkan," katanya. "Is, kamu sudah cukup besar.
  Kami pikir kamu perlu tahu yang sebenarnya. Menurut dokter, sakitnya
  Nenek sulit sembuh. Tenang Is .... Lebih baik kamu dengarkan Ayah
  dulu, Is," kata Ayah ketika dilihatnya Ishak hendak memotong.

  "Ini memang berat buat kita semua. Walaupun begitu kita yakin Tuhan
  akan menguatkan kita menghadapi hal ini. Nah, Is, bukan cuma kamu
  yang sedih. Nenek juga sama sedihnya, karena harus berpisah dengan
  kamu."

  "Nenek ...." Ishak memeluk tangan Neneknya sambil menangis.

  "Ishak,... jangan menangis, Is. Sini, Nenek mau tanya. Ishak ngerti
  nggak ... artinya kematian?" tanya Nenek.

  "Artinya ...," Ishak mengusap pipinya yang basah. "Artinya kita
  dipanggil Tuhan Yesus buat ke surga," Jawab Ishak.

  "Pintar ...." Puji Nenek.

  "Betul, Is. Setiap anak Tuhan pasti suatu saat akan dipanggil
  pulang, "Rumah" kita sebenarnya adalah di surga. Jadi kita cuma
  pisah untuk sementara saja. Nanti kita akan ketemu lagi di surga,"
  kata Ayah.

  "Tapi, tapi kenapa Nenek takut pulang ke surga? Kan enak tinggal di
  surga. Sama-sama Tuhan Yesus."

  "Is," tegur Ayah.

  Nenek tertawa kecil, "Betul kamu Is. Nenek nggak usah ... takut ya."

  "Begini, Is, Ayah jelaskan," kata Ayah. "Walaupun kita tahu kita
  akan ke surga, tapi waktu menghadapi kematian kita bisa merasa
  takut. Tapi kita percaya Tuhan pasti akan menenangkan kita. Sehingga
  akhirnya kematian itu nggak lagi menakutkan, Firman Tuhan bilang,
  maut sudah nggak ada sengatnya lagi. Maksudnya, sudah nggak bisa
  mengalahkan kita lagi. Sebab sudah dikalahkan Tuhan Yesus. Ini
  berarti setiap orang percaya pasti akan masuk surga."

  "Oh, iya..." kata Nenek seperti teringat sesuatu, "Sebentar lagi ...
  Paskah."

  "Astaga ...! Sampai lupa kalau empat hari lagi Paskah," Ayah ikut
  berseru.

  Hampir bersamaan dengan itu Ayah baru menyadari ada perubahan dalam
  diri Nenek. "Mami, aku senang melihat Mami nggak secemas tadi,"
  katanya. Benar. Wajah Nenek tampak lebih cerah.

  "Iya, Sam. Rasanya ... aku sekarang sudah siap ... buat ke surga,"
  ujar Nenek sambil terenyum. "Tuhan kita sudah ... menang ...
  menang ... Dia bangkit dari ... kematian. Sam, aku ... aku sudah
  siap, Sam."

  Ayah dan Ishak terharu mendengarnya. Kemudian mereka bersama-sama
  mengucap syukur kepada Tuhan. Tuhan Yesus sudah menang. Hai maut
  dimanakah sengatmu?

  Sekarang kamar 205 kosong. Tidak ada lagi Nenek disana.
  Sekalipun ada pasien, pasti bukan Nenek karena ia sudah di surga.

  Sumber:
  Judul Buku: Majalah Anak "Kita", Edisi 47, 1997
  Penerbit  : Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta
  Halaman   : 24 - 25


**********************************************************************
o/ DARI ANDA UNTUK ANDA

  Dari: Joko Tri Mulyono <jacknated@>
  >Salam sejahtera dalam kasih Tuhan Yesus Kristus,
  >saya sangat begitu tertarik tentang artikel-artikel/segala sesuatu
  >dalam site ini karena, saat ini di komisi anak kami sangat
  >membutuhkan berbagai hal tentang pelayanan anak baik bagi anak
  >ataupun guru-guru sekolah miggunya,
  >terimakasih tuhan memberkati.

  Redaksi:
  Surat dari Saudara Joko mewakili beberapa netters yang sudah
  mengunjungi Situs PEPAK (Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen).
  Apakah Anda juga ingin mendapatkan berkat dari Situs PEPAK?
  Silakan kunjungi Situs PEPAK dan temukan banyak hal yang menarik dan
  berguna seputar guru Kristen, anak, murid, dan orangtua. Jangan lupa
  untuk memberitahukan tentang situs ini kepada handai taulan Anda :)
  Alamat Situs PEPAK ==> http://www.sabda.org/pepak/


**********************************************************************
Untuk berlangganan kirim e-mail ke: <subscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org>
Untuk berhenti kirim e-mail ke:   <unsubscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org>
Untuk Arsip e-BinaAnak:    http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/
Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen:  http://www.sabda.org/pepak/
**********************************************************************
               Staf Redaksi: Davida, Oeni, Ratri, dan Poer
       Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
              Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
                   Copyright(c) e-BinaAnak 2003 YLSA

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org