Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/119 |
|
e-BinaAnak edisi 119 (26-3-2003)
|
|
><> Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak <>< Daftar Isi: Edisi 119/Maret/2003 ----------- o/ SALAM DARI REDAKSI o/ ARTIKEL (1) : Membantu Anak Memahami Makna Kematian o/ ARTIKEL (2) : Menghadapi Masalah Kematian o/ TIPS MENGAJAR : Proses-proses Kesedihan o/ BAHAN MENGAJAR : Kamar Nomor 205 o/ DARI ANDA UNTUK ANDA : Surat dari Pengunjung Situs PEPAK ********************************************************************** Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi: <submit-BinaAnak@sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak@xc.org> ********************************************************************** o/ SALAM DARI REDAKSI Syalom, Sebagai bahasan terakhir dari tema "Kematian", kami suguhkan topik "Menghadapi Masalah Kematian". Apa yang harus kita lakukan apabila anak kita atau murid kita mengalami dukacita karena harus menghadapi kematian dari keluarga/kerabat/binatang kesayangannya? Perasaan sedih dan kehilangan yang mereka alami kemungkinan akan terus ada dan membekas dalam hati mereka. Banyak dari mereka yang tidak dapat mengatasi perasaan dukacita tersebut. Sebagai orangtua dan guru mereka, apa yang dapat kita lakukan? Simaklah dua Artikel dan Tips yang kami sajikan minggu ini yang berjudul "Membantu Anak Memahami Makna Kematian", "Menghadapi Masalah Kematian", dan "Proses-proses Kesedihan." Bahan Mengajar minggu ini yang berjudul "Kamar Nomor 205" merupakan satu bahan menarik yang dapat Anda pakai untuk mengajarkan kepada anak-anak mengenai sikap apa yang harus dimiliki oleh orang percaya dalam menghadapi masalah kematian. Sehubungan dengan masalah "Kematian" dan dukacita, Anda juga dapat menyimak dua edisi Publikasi e-Konsel terakhir (036/2003, 037/2003) dengan tema "Konseling Bagi Mereka yang Berkabung". Silakan lihat arsipnya di: ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/036/ Selamat melayani! Tim Redaksi "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21) < http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Filipi+1:21 > ********************************************************************** o/ ARTIKEL (1) MEMBANTU ANAK MEMAHAMI MAKNA KEMATIAN ===================================== Betapa paniknya Atik dan adiknya Edo menyaksikan marmut mereka mati. Setiap pagi ibu mereka menjemur sejenak marmut kesayangan ini bersama kandangnya di taman berumput agar makin sehat. Hari itu, ketika keluar rumah, sang ibu rupanya lupa memasukkan marmut ini ke tempat yang lebih teduh. Akibatnya, marmut kepanasan dan akhirnya mati. Atik dan Edo pun berdebat mengenai apa yang harus mereka lakukan atas marmut yang sudah tidak bergerak dengan tubuh kaku itu. Mereka membawa bangkai marmut ke sana kemari dan akhirnya memaksa ibu membawa marmut itu ke dokter. Ketika ibu berusaha membuang bangkai marmut, Atik dan Edo menjerit dan menangis. Mereka tidak habis mengerti mengapa marmut yang lucu itu harus di buang. Mereka sangat sedih ketika mereka harus berpisah dengan sang marmut. Kejengkelan mereka terbangkit karena ibu seolah tidak berbuat banyak untuk membuat sang marmut bergerak kembali. Beberapa hari kemudian, ibu membeli lagi seekor marmut. Hal ini membuat Atik dan Edo merasa senang. Meskipun demikian, di benak mereka berdua terbentuk konsep yang kurang tepat. Mereka berpikir bahwa marmut yang di beli ini adalah marmut yang dulu telah mati itu. Atik maupun Edo belum mampu memahami bahwa marmut yang dulu mati itu tidak pernah dapat hidup kembali. Tentu ada perbedaan besar antara kematian hewan piaraan dengan kematian manusia. Salah satunya adalah bahwa jiwa manusia berharga di mata Allah dan karena itu Allah menyelamatkan manusia melalui Anak-Nya yang tunggal Tuhan Yesus Kristus. Sedangkan binatang diciptakan untuk hidup manusia. Meskipun ada perbedaan ini, bila anak dapat mengalami sendiri situasi matinya hewan piaraan dan belajar darinya, anak juga akan memiliki konsep yang lebih tepat mengenai kematian. Kecenderungan umumnya orangtua dalam situasi matinya hewan piaraan kesayangan ataupun orang dekat adalah melindungi anak dari perasaan sedih. Orangtua mungkin akan menyembunyikan fakta tentang kematian misalnya dengan mengatakan bahwa si marmut (atau hewan lainnya) sakit parah dan perlu dirawat dalam jangka waktu yang sangat panjang. Orangtua lainnya mungkin segera membelikan marmut yang mirip sehingga tertanam kesan pada anak bahwa binatang piaraan pada dasarnya tidak berbeda dari mainan yang dapat bergerak yang tidak memiliki kehidupan. Tentu orangtua bermaksud baik dengan tidak mengijinkan anak mengalami kesedihan dan rasa takut yang berkepanjangan. Meskipun demikian, akan lebih sehat bagi anak bila ia diijinkan mengalami kesedihan ini dan memperoleh konsep yang lebih tepat soal kematian. Pernyataan kesedihan secara terbuka akan membantu anak belajar bagaimana meredakan dan mengontrol emosinya. Apa dampak yang mungkin dialami anak bila mereka tidak diberikan fakta yang sebenarnya? 1. Anak marah karena merasa dibohongi orangtuanya. ----------------------------------------------- Kita sering berpikir bahwa suatu fakta dapat disembunyikan dari anak dan suatu ketika anak akan melupakannya. Padahal yang lebih sering terjadi adalah anak tidak pernah melupakan hal itu dan secara diam-diam marah terhadap orangtuanya ketika tahu bahwa orangtuanya tidak mengatakan fakta yang sebenarnya. Anak mungkin tidak akan sampai pada pemikiran bahwa orangtua tidak ingin melihat mereka sedih. Yang mereka ingat adalah bahwa orangtua telah berbohong pada mereka. 2. Anak memperoleh konsep yang salah dalam jangka waktu yang lama. --------------------------------------------------------------- Ada kalanya konsep yang salah ini berakibat munculnya pemikiran dan perasaan yang kurang logis. Sebagai contoh, anak yang diberitahu bahwa marmut yang mati itu sebenarnya tidur panjang maka mungkin anak tidak lagi berani tidur karena takut tidak akan pernah bangun lagi. Bagi sebagian kita, berbincang mengenai masalah kematian adalah sesuatu yang menimbulkan perasaan yang sangat tidak nyaman. Bahkan dalam budaya tertentu, topik mengenai kematian cenderung dihindari. Namun sama halnya dengan pertanyaan anak mengenai kelahiran dan dari mana mereka berasal, pertanyaan mengenai kematian juga selalu akan anak tanyakan. Karena itu tak ada jalan lain kecuali kita mempersiapkan diri menjawab pertanyaan mereka. Berbincang mengenai kematian, Charles Schaefer dan Theresa Foy DiGeronimo dalam bukunya "How to Talk to Your Kids About Really Important Things" (1994), menyatakan bahwa tujuan kita dalam perbincangan mengenai kematian dengan anak adalah: 1. Membantu anak-anak belajar memandang kematian sebagai sesuatu yang alami, yang sama sekali bukan merupakan hal yang misterius atau menakutkan. 2. Membantu anak-anak menyiapkan diri menghadapi pengalaman kematian yang tak terhindarkan, seperti kematian hewan piaraan atau kematian orang dekat mereka. Dari sudut pandang kristiani, pemahaman mengenai kematian mempermudah anak memahami pandangan Alkitab mengenai kasih Allah. Anak akan lebih mudah diberi penjelasan mengenai dosa dan penebusan Tuhan Yesus Kristus di atas kayu salib. Anak yang memahami arti kematian juga lebih memiliki kemampuan menghadapi krisis atas kematian orang-orang yang dekat dengan mereka. Bahan diedit dari sumber: Judul Buku : Majalah Eunike, Edisi 07/Triwulan IV Penulis Artikel: Heman Elia, M.Psi. Penerbit : Yayasan Eunike, Jakarta, 2002 Halaman : 8 - 10 ********************************************************************** o/ ARTIKEL (2) MENGHADAPI MASALAH KEMATIAN =========================== Menghadapi masalah kematian tidaklah mudah, tetapi di dalam kebudayaan yang mengagungkan kemudahan, masalah belajar menghadapi kematian menjadi lebih sulit lagi. Apalagi jarang ada orang dewasa yang memberi teladan. Dan bagi anak-anak yang baru mulai belajar tentang kematian, matinya binatang kesayangan, meninggalnya seorang kerabat, atau sahabat, merupakan pengalaman yang meninggalkan bekas yang dalam, membingungkan dan menggoncangkan jiwa. Cara yang terbaik untuk menolong anak dalam mengatasi kedukaan bergantung pada beberapa faktor, termasuk umur anak, bagaimana akrabnya anak itu dengan orang yang baru meninggal, dan suasana ketika meninggalnya orang itu. Tetapi sebelum Anda dapat menolong anak Anda, Anda sendiri perlu menyadari bagaimana respons atau reaksi Anda sendiri terhadap kejadian itu. Biasanya dukacita itu dialami dalam beberapa tahap, baik oleh anak- anak maupun oleh orang dewasa. Terutama sekali, kita perlu menyadari bahwa betapapun kuatnya iman kita kepada Allah, kemungkinan besar kita akan mengalami beberapa tahap penolakan dan kemarahan terhadap keadaan itu dan lebih baik hal itu dihadapi dan diatasi daripada dipendam. Walaupun kita tidak usah menyembunyikan perasaan-perasaan itu dari anak-anak -- mereka perlu mengetahui bahwa kita juga merasakannya -- kita perlu bersandar pada orang dewasa lainnya untuk mengkaji perasaan hati kita dan menolong kita supaya kita dapat menerima kenyataan itu. Sekali-kali jangan membuat anak agar berperan sebagai penghibur atau penasihat. Seorang anak kecil mungkin sekali akan mengajukan berbagai pertanyaan tentang kematian jika ada binatang kesayangannya yang mati. Pertanyaan itu harus dijawab sejujur-jujurnya, tanpa harus mengelak ataupun memerinci yang tidak perlu. Dalam menghadapi kematian seseorang yang dekat dengannya seorang anak yang masih kecil cenderung untuk memberi reaksi dengan menyalahkan dirinya sendiri, karena mungkin ia teringat bahwa ia pernah marah terhadap orang yang meninggal itu dan dengan demikian menganggap bahwa kematian itu merupakan kesalahannya. Anak itu harus ditolong untuk menyadari bahwa perasaannya itu tidak ada kaitannya dengan kejadian itu. Ia juga harus ditolong untuk mengatasi perasaan bahwa ia ditolak -- bahwa yang meninggal itu dengan sengaja telah meninggalkan dia. Jika kematian itu terjadi sebagai akibat suatu penyakit atau terjadi di rumah sakit, harus diperhatikan agar anak itu tidak mempunyai anggapan bahwa hubungan antara penyakit dan kematian erat sekali. Jika tidak demikian maka anak itu akan merasakan ketakutan yang dahsyat setiap kali ia jatuh sakit atau masuk rumah sakit. Kepada anak kecil tidak boleh diajarkan bahwa kematian itu adalah tidur yang lelap sehingga orang yang meninggal itu tidak akan bangun lagi. Banyak anak yang diajarkan demikian selalu merasa takut apabila ia harus tidur pada waktu malam. Masih terus dipermasalahkan apakah anak boleh menyaksikan upacara penguburan atau tidak; anak-anak yang sudah berumur lima atau enam tahun sudah dapat mengerti dan sudah dapat menghadapi pengalaman yang demikian itu. Selama masa sesudah kematian, anak harus tetap tinggal bersama di rumah walaupun orang tua mereka memperlihatkan bahwa mereka masih berdukacita. Seorang anak merasa berdukacita, jadi ia perlu melihat orang lain yang sedang berdukacita. Pada umur kira-kira delapan tahun, seorang anak mulai mengerti bahwa kematian itu tidak dapat dielakkan dan juga kejadian itu tidak dapat diulangi kembali. Pada tahap ini ia perlu mendapat kebebasan untuk mengemukakan dan membicarakan pokok itu. Jangan mengejek atau mempermalukan, tapi kita harus peka terhadap ketakutan atau kekuatiran yang dialaminya. Perasaan malu, ragu-ragu, atau sikap agresif dalam usia ini sering sekali merupakan ungkapan dari perasaan takut atau kuatir anak itu. Akan merupakan pengalaman yang baik jika anak dapat ikut hadir dalam upacara atau kebaktian penguburan atau kebaktian untuk mengenang orang yang meninggal. Persiapkan dia dengan membicarakan setiap butir acara yang ada, dan jelaskan kepadanya bahwa maksudnya ialah untuk memberi kesempatan kepada kaum keluarga dan para sahabat untuk mengenang hal-hal yang baik tentang kehidupan orang yang meninggal. Kalau ada acara penutupan peti, berilah anak itu kesempatan untuk memilih apakah ia mau melihat atau tidak. Seorang remaja sudah dapat lebih mengerti arti selengkapnya dari kematian dan sifat kematian yang merupakan akhir dari kehidupan di dunia ini. Dalam masa remaja yang sudah penuh dengan pergolakan emosi ini, seorang anak remaja memerlukan peluang untuk dapat mengutarakan perasaannya secara bebas tanpa ada tuduhan atau penghakiman. Orang muda itu mungkin ingin menyendiri guna menyusun pemikiran-pemikirannya, dan mungkin ingin berkonsultasi dengan orang dewasa lain atau malah kawan-kawan sebayanya untuk memperoleh dukungan emosional. Dalam setiap tahap usia, anak Anda perlu mengerti tentang kematian dengan sebaik-baiknya sejauh kesanggupannya dan di dalam konteks iman. Alkitab mengajarkan bahwa: - kematian itu universal (Mazmur 89:49; Ibrani 9:27) - sebagai akibat dosa (Roma 6:23; Yakobus 1:15) - dan merupakan musuh (Lukas 22:39-44; Matius 26:36-44; 1Korintus 15:26) [Red.: - dan maut itu sudah dikalahkan! (1Korintus 15:55)] Dalam menghadapi kematian, orang-orang Kristen juga akan berdukacita, namun bukan tanpa pengharapan (1Tesalonika 4:13). Dengan teladan Anda, doronglah anak Anda untuk mengakui kepada Allah setiap perasaan marah, takut, atau perasaan memberontak yang ada. Dan redakan perasaan-perasaan itu dengan mengingat akan janji-janji Allah, kehadiran-Nya yang memelihara, dan kasih-Nya yang tanpa pamrih itu. Anda perlu menyetujui pandangan anak Anda bahwa memang apa yang terjadi dalam kehidupan ini tidak semuanya nampak adil atau konsisten. Jika Anda bersikap realistik maka hal itu akan melepaskan anak Anda dari perasaan bersalah karena bertanggung jawab atas kematian yang terjadi itu. Bersama-sama berharaplah akan janji dalam Mazmur 23:4 dan 116:15. Sesuatu yang masih merupakan rahasia itu menakutkan, tetapi orang- orang beriman dijanjikan akan mendapat pengawalan (Yohanes 14:1-3) dan juga dijanjikan akan dibangkitkan (1Tesalonika 4:13-18; 1Korintus 15:51,52). Kita orang-orang dewasa tidak dapat sepenuhnya mengerti tentang kematian, tetapi kita dapat mempercayakan diri kepada Allah waktu kita menghadapi hal itu. Walaupun kehadiran Allah pada waktu kita sedang berduka itu sangat membesarkan hati, tetapi hal itu tidak dapat seluruhnya menghapuskan dukacita kita itu. Kita ini masih tetap manusia biasa. Ketika Anda memberi teladan dalam hal secara sukarela mempercayakan diri Anda kepada Allah pada waktu Anda menghadapi segala ketidakpastian dalam kehidupan ini, anak Anda akan belajar bahwa wajarlah kalau ada sesuatu yang melukai hati, jadi kita boleh mengakui perasaan kita yang sebenarnya dan juga boleh mengungkapkannya tanpa perlu malu. Dengan menolong anak Anda belajar bagaimana mengatasi masalah kematian, Anda sedang membebaskan dia supaya ia dapat menikmati hidup ini. Sumber: Judul Buku: 40 Cara Mengarahkan Anak Pengarang : Paul Lewis Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1997 Halaman : 67 - 71 ********************************************************************** o/ TIPS MENGAJAR TAHAP-TAHAP DUKACITA ==================== Pada jaman dahulu untuk mempelajari kematian seseorang yang dicintai, seseorang melalui tahap-tahap berikut ini: terkejut, kebingungan, harapan, dan akhirnya penerimaan. Tahap-tahap tersebut ditandai dengan sifat-sifat yang dapat diprediksikan sebagai berikut: 1. Terkejut -------- Mati rasa, tidak mempunyai tujuan. Tanda-tanda fisik termasuk kelemahan, sakit kepala, tubuh terasa sakit, dan mungkin pingsan. 2. Kebingungan ----------- Marah, rasa bersalah, takut, rasa ketidakpastian, tawar menawar dengan Tuhan, menangis, panik, keasyikan pada kenangan dan kenangan dengan orang yang sudah meninggal. Tanda-tanda fisik termasuk insomia, tidak nafsu makan, dan rasa gugup. 3. Harapan ------- Awal dari pikiran yang positif. 4. Penerimaan ---------- Penyesuaian diri, rekonstruksi, membuka diri terhadap pekerjaan, dan berinteraksi. Pada setiap tahap, orang-orang yang mendukung mereka yang berkabung, perlu menerima perasaan yang mereka rasakan dan memberikan dukungan yang positif dan dukungan spiritual. Namun hampir selalu sekumpulan pendengar yang diam lebih mengobati, daripada menjadi guru yang bermaksud baik. Kita diharapkan untuk bersedih tetapi disarankan untuk tidak bersedih seperti orang yang beristirahat yang tidak mempunyai harapan (1Tesalonika 4:13). Pekerjaan orang yang berdukacita adalah bersedih, dan pekerjaan keluarga gereja adalah memberi dukungan yang membesarkan hati. Karena kesedihan adalah bagian/tahap dalam sebuah proses perbaikan ke keadaan yang normal, dimana hal ini benar-benar merupakan kesedihan yang "baik". Para guru dapat memberi dukungan pada murid yang bersedih dengan: ----------------------------------------------------------------- 1. Mendengarkan. 2. Membantu mereka untuk menerima kenyataan rasa kehilangan mereka. 3. Mendorong mereka untuk mengekspresikan perasaan berkabungnya dengan cara yang baik. 4. Menganjurkan/mendorong mereka untuk makan makanan yang bergizi, tidur, berolahraga, dan mengadakan sosialisasi dengan masyarakat seperti biasanya. 5. Memberikan kenangan yang baik akan orang yang disayangi yang sudah meninggal. 6. Menjadi tanda untuk menyangkal kesedihan, kemarahan yang lama, tanda-tanda fisik, atau melanjutkan untuk menarik diri dari teman-teman. Mungkin juga membutuhkan konseling secara profesional. Tidak semua orang yang meninggal akan masuk ke surga. Sangat sulit bagi kita menerima kenyataan bahwa orang yang kita cintai meninggal sebelum menjadi orang yang percaya. Satu hal yang pasti diketahui bahwa orang yang suka menyembah berhala akan masuk kedalam neraka. Tetapi kemungkinan orang yang kita sayangi, sebaik apapun dia juga menghadapi siksaan kekal, karena tidak ada seorang pun yang mengetahui status rohani pribadi orang lain, sedekat apapun kita dengan mereka. Orang-orang yang berdukacita hanya dapat mengharapkan yang terbaik untuk mereka yang sudah meninggal. Dalam kasus orang-orang yang tidak percaya, kita hanya dapat menyediakan jawaban alkitabiah dan rasa simpati yang tulus. Allah itu penuh dengan rasa belas kasihan, tetapi Dia juga adil. Banyak orang dewasa berpikir bahwa anak-anak lebih cepat menyesuaikan diri terhadap rasa kehilangan daripada mereka, tetapi lebih tergantung pada kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba, tingkat persiapan, dan umur serta kepekaan anak. Walaupun tingkat-tingkat kesedihan dapat diprediksikan, tetapi waktunya bervariasi antara orang yang satu dengan yang lainnya. Jika anak itu kehilangan saudara kandungnya, orangtua bisa menarik diri dari yang lainya, dan melimpahi anak yang masih ada dengan kasih sayang. Ini adalah saat yang tepat bagi Gereja untuk melayani seluruh keluarga. Bahan diterjemahkan dari sumber: Judul Buku : Children's Ministry: How To Reach and Teach the Next Generation Judul Artikel Asli : The Grieving Process Pengarang : Dr. Robert J. Choun and Michael S. Lawson Penerbit : Thomas Nelson Publishers, USA, 1993 Halaman : 158 - 159 [Red.: Untuk belajar lebih dalam tentang "Grief Process" dan 5 langkahnya dipandang dari perspektif kristiani, Anda bisa membaca edisi e-Konsel 037/2003 yang akan terbit pada tanggal 1 April 2003. Temanya adalah "Konseling Bagi Mereka yang Berkabung (2)". Untuk subscribe ==> subscribe-i-kan-konsel@xc.org ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/ ] ********************************************************************** o/ BAHAN MENGAJAR Bahan mengajar berikut ini dapat menjadi satu pilihan cerita ketika kita ingin memberikan contoh tentang bagaimana seharusnya kita sebagai orang Kristen yang menghadapai kematian. Cerita ini juga dapat menjadi satu bahan cerita untuk PASKAH. KAMAR NOMOR 205 =============== Oleh: Esther Bau obat bius tercium di sepanjang lorong rumah sakit, Ishak berjalan perlahan-lahan. Ia sengaja berlambat-lambat. Tuk ... tuk ... tuk .... Terdengar pelan suara sepatunya di lantai. Rasanya tak ingin masuk ke kamar 205 tempat Neneknya menderita karena sakit kanker. Nenek tercinta. Ia sayang sekali sama Nenek. Akibat sakit rambut Nenek hampir botak. Tubuhnya semakin lemah. Terkadang ia mengeluh tubuhnya sakit. Ah, kasihan Nenek .... Tuk ... tuk ... tuk ... tuk .... Ishak sudah sampai di depan pintu kamar nomor 205. Pintu kamar agak terbuka sedikit. Ia hendak mendorong pintu. Tapi, samar-samar didengarnya suara orang bercakap-cakap. Ia menangkap satu dua kata tentang "mati", "takut". Ia jadi penasaran. Apa yang sedang dibicarakan oleh Ayah dan Nenek? Mengapa tiba-tiba perasaannya jadi gelisah? Sebenarnya Ishak ingin membatalkan niatnya untuk masuk dan menunggu saja di luar sampai mereka selesai. Tetapi rasa ingin tahunya tentang keadaan Nenek membuat ia terpaksa menguping dari balik pintu. Walaupun ia tahu tidak pantas menguping pembicaraan orang. Terdengar suara Ayah, "Mami, aku ngerti perasaan Mami. Karena itu kami selalu menemani Mami." Kemudian terdengar suara Nenek. Pelan dan agak terputus-putus. "Aku tahu penyakitku ... nggak bisa sem ... buh. Tapi aku takut Sam. Akhir-akhir ini aku sering takut." Nenek memanggil Ayah dengan "Sam", singkatan dari Samuel. "Iya, Mam. Aku tahu .... Kami kan selalu ada dekat Mami. Dan Tuhan juga pasti selalu menyertai Mami." kata Ayah. Tampaknya Ayah berusaha menenangkan Nenek. "Aku ini rasanya ... berdosa, Sam. Kok takut ... mati .... Aku ini kan percaya ... Kristus ...." Jantung Ishak rasanya hampir berhenti berdetak mendengar kata-kata Nenek. Apa...?! Nenek akan mati...?! Ia tak tahan lagi. Segera didorongnya pintu dengan tiba-tiba dan berlari menghampiri Nenek sambil berseru, "Nenek nggak boleh mati ...!!" Ayah dan Nenek terkejut. Mereka tidak menyangka Ishak mendengar percakapan mereka. "Ishak ...." sapa Nenek. "Nek, kenapa Nenek bilang begitu? Nenek bilang Nenek sebentar lagi pulang. Nenek juga sudah janji mau kasih aku hadiah kalau aku lulus ujian karate ...." "Ishak, Ishak ...." Ayah memotong perkataan Ishak sekaligus menenangkannya. "Tenang dulu Is. Nenek nanti makin sedih lihat Ishak begini. Sini, duduk dekat sini," Ayah menarik kursi ke sebelahnya buat Ishak duduk. Ishak menurut. "Ishak, sebenarnya tadi kamu nggak boleh menguping pembicaraan Ayah dan Nenek," tegur Ayah. "Maaf, Yah. Tadi sih aku mau duduk di luar waktu dengar Ayah lagi bicara. Tapi aku dengar kok Nenek bilang ...," Ishak ragu-ragu meneruskan. Sesaat mereka terdiam. Tampak Ayah dan Nenek jadi serba salah. Apakah Ishak perlu mengetahui hal yang sebenarnya akan terjadi? "Hmm ...." Ayah menarik nafas panjang. Akhirnya Nenek yang lebih dulu bicara, "Sam,... Ishak perlu tahu." Ayah memandang Nenek, masih agak ragu. Tapi lalu menganggukkan kepala. "Baiklah, kalau Mami ijinkan," katanya. "Is, kamu sudah cukup besar. Kami pikir kamu perlu tahu yang sebenarnya. Menurut dokter, sakitnya Nenek sulit sembuh. Tenang Is .... Lebih baik kamu dengarkan Ayah dulu, Is," kata Ayah ketika dilihatnya Ishak hendak memotong. "Ini memang berat buat kita semua. Walaupun begitu kita yakin Tuhan akan menguatkan kita menghadapi hal ini. Nah, Is, bukan cuma kamu yang sedih. Nenek juga sama sedihnya, karena harus berpisah dengan kamu." "Nenek ...." Ishak memeluk tangan Neneknya sambil menangis. "Ishak,... jangan menangis, Is. Sini, Nenek mau tanya. Ishak ngerti nggak ... artinya kematian?" tanya Nenek. "Artinya ...," Ishak mengusap pipinya yang basah. "Artinya kita dipanggil Tuhan Yesus buat ke surga," Jawab Ishak. "Pintar ...." Puji Nenek. "Betul, Is. Setiap anak Tuhan pasti suatu saat akan dipanggil pulang, "Rumah" kita sebenarnya adalah di surga. Jadi kita cuma pisah untuk sementara saja. Nanti kita akan ketemu lagi di surga," kata Ayah. "Tapi, tapi kenapa Nenek takut pulang ke surga? Kan enak tinggal di surga. Sama-sama Tuhan Yesus." "Is," tegur Ayah. Nenek tertawa kecil, "Betul kamu Is. Nenek nggak usah ... takut ya." "Begini, Is, Ayah jelaskan," kata Ayah. "Walaupun kita tahu kita akan ke surga, tapi waktu menghadapi kematian kita bisa merasa takut. Tapi kita percaya Tuhan pasti akan menenangkan kita. Sehingga akhirnya kematian itu nggak lagi menakutkan, Firman Tuhan bilang, maut sudah nggak ada sengatnya lagi. Maksudnya, sudah nggak bisa mengalahkan kita lagi. Sebab sudah dikalahkan Tuhan Yesus. Ini berarti setiap orang percaya pasti akan masuk surga." "Oh, iya..." kata Nenek seperti teringat sesuatu, "Sebentar lagi ... Paskah." "Astaga ...! Sampai lupa kalau empat hari lagi Paskah," Ayah ikut berseru. Hampir bersamaan dengan itu Ayah baru menyadari ada perubahan dalam diri Nenek. "Mami, aku senang melihat Mami nggak secemas tadi," katanya. Benar. Wajah Nenek tampak lebih cerah. "Iya, Sam. Rasanya ... aku sekarang sudah siap ... buat ke surga," ujar Nenek sambil terenyum. "Tuhan kita sudah ... menang ... menang ... Dia bangkit dari ... kematian. Sam, aku ... aku sudah siap, Sam." Ayah dan Ishak terharu mendengarnya. Kemudian mereka bersama-sama mengucap syukur kepada Tuhan. Tuhan Yesus sudah menang. Hai maut dimanakah sengatmu? Sekarang kamar 205 kosong. Tidak ada lagi Nenek disana. Sekalipun ada pasien, pasti bukan Nenek karena ia sudah di surga. Sumber: Judul Buku: Majalah Anak "Kita", Edisi 47, 1997 Penerbit : Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta Halaman : 24 - 25 ********************************************************************** o/ DARI ANDA UNTUK ANDA Dari: Joko Tri Mulyono <jacknated@> >Salam sejahtera dalam kasih Tuhan Yesus Kristus, >saya sangat begitu tertarik tentang artikel-artikel/segala sesuatu >dalam site ini karena, saat ini di komisi anak kami sangat >membutuhkan berbagai hal tentang pelayanan anak baik bagi anak >ataupun guru-guru sekolah miggunya, >terimakasih tuhan memberkati. Redaksi: Surat dari Saudara Joko mewakili beberapa netters yang sudah mengunjungi Situs PEPAK (Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen). Apakah Anda juga ingin mendapatkan berkat dari Situs PEPAK? Silakan kunjungi Situs PEPAK dan temukan banyak hal yang menarik dan berguna seputar guru Kristen, anak, murid, dan orangtua. Jangan lupa untuk memberitahukan tentang situs ini kepada handai taulan Anda :) Alamat Situs PEPAK ==> http://www.sabda.org/pepak/ ********************************************************************** Untuk berlangganan kirim e-mail ke: <subscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org> Untuk berhenti kirim e-mail ke: <unsubscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org> Untuk Arsip e-BinaAnak: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://www.sabda.org/pepak/ ********************************************************************** Staf Redaksi: Davida, Oeni, Ratri, dan Poer Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) e-BinaAnak 2003 YLSA
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |