Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/215

e-BinaAnak edisi 215 (9-2-2005)

Mendisiplin dengan Hukuman

     ><>  Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak  <><
          ==================================================

Daftar Isi:                                    Edisi 215/Pebruari/2005
-----------
    o/ SALAM DARI REDAKSI
    o/ ARTIKEL (1)          : Sekitar Pemberian Hukuman
    o/ ARTIKEL (2)          : Prinsip Hukuman
    o/ AKTIVITAS            : Berjalan di Jalan yang Benar
    o/ DARI ANDA UNTUK ANDA : Referensi Renungan Harian untuk Anak
    o/ MUTIARA GURU

o/----------------------------------------------------------------o/
 Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi:
     <staf-BinaAnak@sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak@xc.org>
______________________________________________________________________
o/ SALAM DARI REDAKSI --------------------------------------------o/

  Salam damai,

  Tugas guru Sekolah Minggu, selain memberikan pengetahuan Firman dan
  membagikan kasih Kristus adalah mendisiplin anak. Salah satu cara
  untuk mendisiplin anak adalah dengan memberi hukuman, yaitu ketika
  anak melakukan kesalahan. Banyak ahli pendidik yang mengatakan bahwa
  memberi hukuman seharusnya menjadi upaya terakhir yang dilakukan
  guru/orangtua untuk tujuan agar anak jera dan tidak mengulang lagi
  kesalahannya. Namun, ternyata tidak semua pendidik setuju dengan
  pemberian hukuman pada anak. Nah, untuk itu, kami hadirkan ulasan
  yang berjudul "Seputar Pemberian Hukuman" dan "Prinsip Hukuman",
  yang akan menolong orangtua/guru menentukan sejauh mana perlu
  memberikan hukuman pada anak. Silakan menyimaknya.

  Untuk melengkapi bahan sajian tentang pemberian hukuman, pada Kolom
  Aktivitas kami sajikan bahan permainan yang berjudul "Berjalan di
  Jalan yang Benar". Kami harap, Anda dan anak-anak didik Anda akan
  menikmati permainan ini bersama-sama.

  Ok, segera simak dan selamat mendisiplin anak-anak Anda! (Ra)

  Tim Redaksi

         "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan,
      dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya,
         dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."
                           (Ibrani 12:5b-6)
          < http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Ibrani+12:5-6 >

______________________________________________________________________
o/ARTIKEL (1) ----------------------------------------------------o/

                  -o- SEKITAR PEMBERIAN HUKUMAN -o-
                      =========================

  Hukuman pada hakikatnya adalah suatu "penderitaan" yang sengaja
  dilakukan guna memberikan suatu asosiasi dengan perbuatan tidak
  baik, yang dilakukan oleh seorang anak. Jadi, jika penderitaan
  tersebut tidak dirasakan, anak belum merasa dihukum. Dengan
  demikian, agar hukuman benar-benar tepat, salah satu syarat yang
  harus dipenuhi ialah adanya suatu penderitaan yang dirasakan oleh si
  anak.

  Tujuan jangka pendek dari menjatuhkan hukuman itu ialah untuk
  menghentikan tingkah laku yang salah; sedangkan tujuan jangka
  panjangnya ialah mengajar dan mendorong anak-anak untuk menghentikan
  sendiri tingkah laku mereka yang salah itu, dengan mengarahkan
  dirinya sendiri. Anak-anak ingin dikoreksi, tetapi mereka
  menghendaki koreksi dalam suatu semangat umum yang bersifat menolong
  dan mengasuh mereka. Dengan menjalankan suatu aturan, Anda menolong
  anak-anak untuk memahami batas-batas mereka, dan dengan demikian
  membangun serta mengembangkan pengendalian diri sendiri.

  Bila hukuman itu tidak dikaitkan dengan disiplin, dalam artian jika
  hukuman tidak dikaitkan dengan peraturan yang Anda buat, maka
  sifatnya akan berubah menjadi merugikan. Menjatuhkan hukuman pada
  seorang anak dapat bersifat merugikan, apabila sebenarnya anak tidak
  bersalah sedikit pun juga. Jika anak memandang orangtuanya semata-
  mata sebagai orang yang ditakuti, bukan orang yang dapat
  melindunginya, maka hal ini juga kurang sehat. Hukuman dapat pula
  membawa akibat yang merugikan bila tidak dilakukan dengan segera.

  Bila kita lihat, ada beberapa orangtua yang menganggap bahwa
  menghukum anak dengan cara memukul merupakan suatu cara yang paling
  ampuh. Karena pukulan akan memberikan suatu perasaan tidak enak pada
  anak, sehingga anak cenderung untuk tidak mengulangi perbuatannya.

  Namun bagaimanapun juga, memberikan hukuman fisik sebaiknya
  dihindarkan, meskipun hanya berupa jeweran atau pukulan kecil.
  Hukuman-hukuman fisik ini, seberapa pun ringannya, akan memberikan
  akibat buruk bagi perkembangan anak selanjutnya. Si anak cenderung
  berkembang sebagai anak yang agresif. Karena mungkin saja, ia akan
  meniru semua tindakan kekerasan yang pernah Anda lakukan padanya.
  Terutama bila ia menghadapi suatu hal yang dianggap menghalangi
  keinginannya, atau bila ia menghadapi anak lain yang lebih muda
  usianya, dan lebih lemah daripada dirinya.

  Sebetulnya, pada kebanyakan anak, pukulan pada jari atau telapak
  tangannya sudah akan menolong, tetapi tindakan ini lebih tepat
  dilakukan pada anak-anak yang sudah menjalin hubungan yang serasi
  dengan orangtuanya. Dengan kata lain, anak-anak yang sudah mampu
  membina hubungan yang harmonis, dalam arti anak sudah dapat dengan
  mudahnya diajak berkomunikasi, atau anak yang sudah dapat menerima
  baik segala perlakuan orangtuanya. Cara ini tepat pula jika
  diterapkan pada anak-anak yang bersifat "alim" dan mudah
  menyesuaikan dirinya, sehingga belalakan mata atau kerutan kening
  ibunya, misalnya, sudah mampu menghapuskan kelakuannya yang buruk.

  Tetapi, menurut pengamatan para ahli, menyentik atau memukul telapak
  tangannya pun sudah dianggap tindakan yang berlebihan. Anak-anak
  yang demikian tidak begitu sulit diberi pengertian bahwa ayah dan
  ibu tidak akan memukulnya (walaupun ia telah lebih dulu memukul),
  karena memang pada dasarnya siapa pun tidak boleh "ringan tangan"
  terhadap anak.

  Anak-anak munafik biasanya dibentuk oleh kebiasaan orangtuanya
  sendiri dalam mendidik. Misalnya, karena orangtua tersebut punya
  kebiasaan menghukum anak dengan cara kekerasan, sehingga si anak
  takut mengakui dan bertanggung jawab terhadap kesalahannya.
  Sedangkan pukulan-pukulan itu sendiri, kalau terlalu sering
  ditimpakan pada anak, lama-kelamaan tidak ada manfaatnya sama
  sekali. Apalagi kalau pukulan itu Anda lakukan pada saat emosi Anda
  sedang mendidih, maka hasilnya hanya rasa penyesalan saja.

  Bagi mereka yang kontra, antara lain mengatakan bahwa memukul lebih
  banyak menimbulkan efek negatif daripada positif. Seorang anak
  sering sengaja mengada-ada, bertingkah laku nakal untuk memancing
  perhatian orangtuanya. Oleh karena itu, agar anak tidak melakukan
  hal-hal yang memancing hukuman sebagai perhatian, seyogyanyalah
  kalau orangtua tidak melupakan anak yang baik dan penurut dengan
  memuji tindakan-tindakan mereka yang menyenangkan. Apabila menerima
  pukulan "sama" dengan mendapat perhatian, anak akan berlomba-lomba
  mendapatkan perhatian dari orangtuanya.

  Supaya efektif, hukuman harus diberikan langsung setelah anak
  melakukan kesalahan. Percuma saja menghukum anak satu atau dua hari
  kemudian, setelah ia melakukan kesalahan karena si anak tidak akan
  bisa melihat hubungan antara kesalahannya dengan hukuman tersebut.
  Hukuman badan yang terlalu sering diberikan, juga menyebabkan anak
  seakan-akan "kebal" terhadap hukuman tersebut. Dalam hal ini,
  hukuman badan sudah kehilangan fungsi dan artinya sebagai alat untuk
  menegakkan disiplin.

  Hukuman yang berupa tidak mau memperhatikan anak selama beberapa
  jam, dianggap sebagai jenis hukuman yang bermanfaat dan paling baik.
  Hukuman itu akan bertambah berat jika disertai dengan kata-kata,
  "Sekarang ibu tidak sayang lagi padamu," seperti yang amat sering
  dipakai oleh orangtua sebagai ancaman terhadap anak. Seorang ibu
  mengatakan, "Saya tahu bahwa kata-kata itu merupakan hukuman yang
  paling berat bagi anak saya. Tetapi, hukuman tersebut satu-satunya
  jenis hukuman yang masih membawa hasil. Biasanya, setelah dua tiga
  menit, ia akan datang menghampiri saya dengan penuh rasa sesal."

  Bila orangtua tidak berhati-hati dalam memberikan hukuman fisik,
  anak bisa menganggap tindakan ini sebagai suatu bentuk penolakan
  terhadap dirinya. Hal ini akan mengakibatkan anak tidak merasa dekat
  dengan orangtuanya. Terkadang pula, anak sudah terlalu besar untuk
  dipukul. Orangtua sering melupakan hal ini, sedangkan anak merasa
  malu dan sakit hati karena merasa diperlakukan seperti anak kecil.
  Dalam keadaan semacam ini, harga diri seorang anak tersentuh. Ia
  akan merasa terhina, karena orangtuanya membuat dirinya menjadi
  kecil. Bila keadaan ini terjadi berulang kali, maka perkembangan
  anak tentu akan dipengaruhi.

  Ukurlah berat ringannya hukuman sesuai dengan kesalahan anak. Selalu
  bersikap keras sekali atau selalu bersikap halus membuat anak tidak
  menyadari kesalahan yang "keterlaluan" dan yang sekali-kali tidak
  boleh dilakukan.

  Dr. Charles Schaefer, berpendapat bahwa suatu hukuman yang logis,
  haruslah proporsional atau seimbang besar/kerasnya terhadap
  pelanggaran. Jadi, seorang anak belasan tahun yang menghilangkan
  suatu barang, umpamanya, sangatlah tidak layak kalau mendapat
  hukuman kerja tambahan selama satu bulan. Tentu saja, hal ini sudah
  keterlaluan, yang akan menimbulkan perasaan dan kemauan yang
  negatif, serta rasa dendam karena ketidakadilan hukuman itu.
  Usahakanlah untuk memperoleh suatu keseimbangan antara besar
  kelakuan yang salah itu dengan hukuman. Namun, hukuman-hukuman juga
  janganlah sedemikian ringannya, sehingga seperti tidak berpengaruh
  atau tidak terasa oleh anak, dan juga jangan terlalu kuat sehingga
  merusak.

  Dalam hal ini, jelaslah bahwa hukuman-hukuman harus direncanakan
  sebelumnya. Dalam "saat-saat yang panas" dimana orangtua sedang
  marah dan emosi, biasanya sangat sukar atau malah tidak mungkin,
  untuk menentukan hukuman-hukuman yang layak. Jika emosi sedang
  tinggi, maka ada suatu tendensi untuk mengakibatkan dan menimbulkan
  "pikiran yang tambah panas dan gelap", bukannya tambah terang,
  mengenai suatu problema.

  Bahan diedit dari sumber:
  Judul Buku: Butir-butir Mutiara Rumah Tangga
  Penulis   : Alex Sobur
  Penerbit  : BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1987
  Halaman   : 48 - 52

______________________________________________________________________
o/ ARTIKEL (2) ---------------------------------------------------o/

                       -o- PRINSIP HUKUMAN -o-
                           ===============

  Pemberian hukuman, sebaiknya cara terakhir yang digunakan dalam
  mendisiplin anak. Dewasa ini, hampir semua pendidik Barat menentang
  pemberian hukuman secara fisik sebab tindakan itu hanya
  menyelesaikan masalah sementara waktu saja dan memberi akibat
  sampingan yang tidak baik. Tidak semua penggunaan hukuman atau
  hukuman fisik itu tidak berfaedah. Alkitab mengajarkan, "Siapa tidak
  menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi
  anaknya menghajar dia pada waktunya" (Amsal 13:24), dan juga,
  "Jangan menolak didikan dari anakmu, ia tidak akan mati kalau engkau
  memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi
  engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati" (Amsal
  23:13-14). Tetapi bukan berarti bahwa orangtua atau guru boleh
  dengan semena-mena menggunakan haknya untuk memukul anak.

  Ada empat alasan mengapa hukuman fisik tidak dapat diterima.
  PERTAMA, secara tidak sadar memberi pukulan mengajar anak untuk
  memukul. KEDUA, bila orangtua kehabisan akal, lalu dengan emosi dan
  kekerasan, ia memukul. KETIGA, dari hasil penyelidikan terhadap
  seekor tikus. Bila tikus tidak tersesat baru diberi makanan,
  hasilnya akan lebih baik dibanding bila tikus tersesat, lalu diberi
  aliran listrik. Jadi disimpulkan bahwa hukuman tidak mendatangkan
  hasil. KEEMPAT, memukul dapat melukai harga diri seorang anak,
  mengurangi kepercayaannya terhadap pendidik, bahkan menghindari dan
  membencinya.

  JENIS HUKUMAN FISIK

  Ada 3 jenis hukuman fisik:

  1. Dipukul
     -------
     Kalau hukuman fisik tidak dapat dihindari, lakukan dengan kepala
     dingin dan jangan dalam keadaan marah. Terhadap anak usia 15-18
     tahun, masih boleh dikenakan hukuman fisik yang ringan. Pilihlah
     alat yang digunakan dengan cermat, yang penting bukan dalam
     suasana marah sehingga memukul dengan keras, menjewer, atau
     menonjoknya. James C. Dobson menentang memukul anak dengan
     tangan, karena tangan adalah perantara kasih. Ia juga berpendapat
     bahwa hukuman fisik hanya sampai batas anak merasa sakit dan
     berteriak, baru ada hasilnya dan bukan memukulnya dengan kejam.
     Jangan menunggu bila ingin menggunakan hukuman fisik, apakah
     perlu atau tidak dan bukan dengan mengatakan, "Nanti, tunggu
     ayahmu pulang, baru kamu dipukul.", 2. Diasingkan
     ----------
     Orang dewasa sering menggunakan pengasingan sebagai hukuman untuk
     anak. Anak diasingkan dari anak lain, tidak diizinkan bermain
     supaya dengan tenang, anak dapat mengintrospeksi dirinya sendiri.
     Tetapi dalam jangka waktu tertentu, datang dan tanyakanlah kepada
     anak, apakah ia memerlukan bantuan dan menguraikan dengan jelas
     harapan orangtua atas perilaku mereka. Dalam menerapkan hukuman,
     perlu diperhatikan jangka waktunya karena bila waktunya terlalu
     panjang atau terlalu pendek, akan kehilangan fungsi hukumannya.
     Karena setiap anak itu berbeda sifat, maka penerapan hukuman ini
     sebaiknya dilakukan dengan fleksibel. Waktu jangan lebih dari 10-
     15 menit, tempat harus aman, dan jangan ada barang yang membuat
     anak senang melewati waktu itu.

  3. Didamprat
     ---------
     Ada anak yang sangat peka, yang tidak perlu menggunakan hukuman
     fisik atau bentuk lain. Hanya dengan perkataan saja, ia sudah
     berubah. Hukuman dengan cara mendamprat ini termasuk kritikan,
     ajaran, teguran yang keras, agar anak merasa bersalah dan malu.
     Bagi anak yang nakal, hukuman ini tidak berguna. Menggunakan
     hukuman ini juga harus berhati-hati karena omelan yang berlebihan
     akan melukai harga diri anak itu, membuat jurang antara anak dan
     orangtua.

  USULAN

  Cara apa pun yang digunakan harus masuk akal, baru dapat hasil yang
  baik. Di bawah ini beberapa usulan:

  1. Gunakan cara lain dahulu.
     -------------------------
     Sebelum menggunakan hukuman fisik, gunakanlah terlebih dahulu
     cara penghukuman yang lain.

  2. Peringatkanlah terlebih dahulu.
     -------------------------------
     Pertama kali anak melakukan kesalahan, jangan langsung dihukum,
     lebih baik mencari waktu untuk menjelaskan peraturan yang ada
     terlebih dahulu. Jangan menghukum anak dalam keadaan tidak tahu,
     tetapi setelah diingatkan dan diperingatkan masih berbuat salah,
     baru dihukum.

  3. Dengan kasih sebagai motivasi.
     ------------------------------
     Hukuman tidak mengandung aniaya, hukuman harus dilakukan atas
     dasar kasih dan perhatian, hukuman harus digunakan dalam keadaan
     yang sadar dan bukan dalam keadaan emosional dan marah.

  4. Pertahankan hubungan yang baik.
     -------------------------------
     Hukuman hanya bisa dilaksanakan saat adanya hubungan yang baik
     antara anak dan yang menghukum; jika tidak, hasilnya tidak
     mungkin baik.

  5. Memegang waktu.
     ---------------
     Hukuman harus segera ditindaklanjuti. Pengalaman membuktikan
     makin panjang waktunya, semakin kurang hasilnya.

  6. Mengendalikan tingkat hukuman.
     ------------------------------
     Tingkat hukuman harus tepat. Jangan terlalu keras atau terlalu
     ringan. Hukuman fisik yang terlalu ringan tidak akan ada
     faedahnya, tetapi bila terlalu keras akan meninggalkan bekas di
     dalam hati anak. Akibatnya, semuanya tidak akan mencapai hasil
     yang diinginkan.

  7. Penjelasan yang gamblang.
     -------------------------
     Setelah hukuman diberikan, sebaiknya orangtua atau guru
     memberikan penjelasan mengapa mereka dihukum dan dilarang
     melakukan sesuatu, sehingga hasilnya akan lebih baik, selain
     mendidik anak untuk mengatasi masalah.

  8. Secara aktif berkomunikasi.
     ---------------------------
     Setelah menghukum anak, harus ada komunikasi yang baik dengan
     anak. Umumnya, setelah dihukum, seorang anak ingin kembali
     menjalin hubungan yang baik dengan orangtua atau guru. Jangan
     mundur, dan sebaiknya manfaatkan kesempatan itu untuk menyatakan
     kasih bahwa anak itu sangat berharga di dalam hati Anda, hukuman
     itu diberikan semata-mata karena kasih.

  9. Menghadapi masalahnya, bukan manusianya.
     ----------------------------------------
     Hukumlah perilaku anak yang salah dan bukan menghukum orangnya.
     Sewaktu menghukum anak, jangan melihat pribadinya, supaya jangan
     merusak hubungan kita dengan mereka. Apabila mereka gagal dalam
     belajar, kita harus membantu pelajaran mereka, bukan menganggap
     mereka anak yang bodoh. Allah menciptakan satu bagian tubuh yang
     banyak dagingnya yang dapat terhindar dari luka-luka karena
     pukulan, yaitu pantat. "Di bibir orang berpengertian terdapat
     hikmat, tetapi pentung tersedia bagi punggung orang yang tidak
     berakal budi" (Amsal 10:13). "Hukuman bagi si pencemooh tersedia
     dan pukulan bagi punggung orang bebal" (Amsal 19:29). "Cemeti
     adalah untuk kuda, kekang untuk keledai, dan pentung untuk
     punggung orang bebal" (Amsal 26:3). Dalam bahasa Indonesia
     diterjemahkan sebagai "punggung".

  Bahan diedit dari sumber:
  Judul Buku: Menerobos Dunia Anak
  Penulis   : DR. Mary Go Setiawani
  Penerbit  : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993
  Halaman   : 60 - 63

______________________________________________________________________
o/ AKTIVITAS -----------------------------------------------------o/

                 -o- BERJALAN DI JALAN YANG BENAR -o-
                     ============================

  Persiapan:
  ----------
  1. Sebatang kapur tulis.
  2. Sebuah kursi atau buku nyanyian.
  3. Tiga atau empat lembar kertas berisi ayat Alkitab (Yesaya 30:21).
  4. Permainan ini diadakan di ruangan terbuka dan cukup luas.

  Cara Bermain:
  -------------
  Pemimpin permainan membuat sebuah garis start, dan juga dua garis
  sejajar yang panjangnya kurang dari 10 meter, serta lebarnya 20 cm
  di lantai. Pada ujung kedua garis sejajar itu diletakkan sebuah buku
  nyanyian atau sebuah kursi yang merupakan "jalan yang benar" yang
  harus ditempuh.

  Pemimpin membuat "jalan" yang sama kira-kira tiga sampai empat buah,
  kemudian meletakkan kursi atau buku nyanyian di ujung "jalan itu".
  Para peserta dibagi menjadi tiga sampai empat kelompok. Setiap
  kelompok memilih satu orang dari anggotanya untuk mengawasi kelompok
  yang lain.

  Kemudian, setiap kelompok berbaris ke belakang dan menghadap ke
  "jalan" itu. Ketika permainan dimulai, orang pertama dari masing-
  masing kelompok membawa kertas yang sudah berisi ayat Alkitab dengan
  melewati "jalan" itu. Ujung kaki yang satu harus menempel pada tumit
  kaki yang lain secara bergiliran.

  Apabila ia tiba di kursi atau buku nyanyian itu, kakinya harus
  menyentuh kursi atau buku nyanyian tersebut. Kemudian ia berjalan
  mundur dengan cara yang sama sampai pada garis start dan memberikan
  kertas itu kepada peserta berikutnya. Yang dianggap sebagai
  pelanggaran ialah apabila:
     - Kakinya menginjak garis batas "jalan".
     - Ia berjalan di luar "jalan".

  Apabila salah satu syarat di atas dilanggar, orang yang sudah sempat
  maju ke depan harus mulai lagi dari garis start dan yang mundur
  harus mulai dari kursi atau buku nyanyian. Yang menjadi pemenangnya
  ialah kelompok yang paling cepat menyelesaikan "perjalanan" itu.

  Tujuan:
  -------
  Sebagai orang Kristen, kita wajib berjalan di jalan yang benar,
  sebab itulah salah satu perlengkapan rohani kita untuk dapat
  mengalahkan serangan dari si Iblis (Efesus 6:14).

  Bahan dikutip dari sumber:
  Judul Buku: 100 Permainan dan 500 Kuis Alkitab
  Penulis   : Dr. Mary Go Setiawani dan Rachmiati
  Penerbit  : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1994
  Halaman   : 56 - 57

______________________________________________________________________
o/ DARI ANDA UNTUK ANDA ------------------------------------------o/

  Dari: Rahmadi Prasetyo <Prast_sby@>
  >Anak saya 7 tahun, sekarang kelas 2 SD. Dia lagi senang membaca
  >Alkitab. Apakah ada buku renungan PA secara harian khusus untuk
  >anak-anak?
  >Trims. GBU!
  >Pras

  Redaksi:
  Pasti merupakan satu sukacita bagi Anda sekeluarga melihat buah hati
  Anda mulai tertarik dengan Firman Tuhan. Umur 3-4 tahun adalah usia
  yang tepat untuk menanamkan kesukaan pada buku (meskipun anak baru
  bisa melihat gambarnya saja). Pada umur 6-7 tahun anak sudah sangat
  mampu membaca buku sendiri. Berikut ini beberapa buku yang bisa Anda
  berikan kepada anak Anda:

  1. Judul Buku          : Alkitab Komik
     Penulis             : Rob Suggs
     Penerbit            : Gospel Press

  2. Judul Buku          : Bertumbuh dalam Kasih (Berseri)
     Penulis             : Tim Pelayanan Efata
     Penerbit            : Yayasan Andi

  3. Judul Buku          : Kumpulan Cerita Alkitab Hosana
     Penulis             : Angela dan Ken Abraham
     Penerbit            : Alice Saputra Communications Co.

  Selain buku-buku di atas, pasti masih ada buku-buku lain yang bagus
  untuk anak-anak. Nah, jika rekan-rekan e-BinaAnak mengetahui
  informasi tentang buku-buku tersebut, silakan kirimkan infonya
  kepada kami di:
  ==> staf-BinaAnak@sabda.org

______________________________________________________________________
o/ MUTIARA GURU --------------------------------------------------o/

          Hukuman menyatakan motivasi atau sikap yang salah
          dibalik perkataan atau tingkah laku seorang anak.
       Hukuman menjelaskan kesalahan dan megajarkan yang benar.

o/----------------------------------------------------------------o/
               Staf Redaksi: Davida, Ratri, dan Lisbeth
      Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
                 Copyright(c) e-BinaAnak 2005 -- YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
o/----------------------------------------------------------------o/
Anda terdaftar dengan alamat email: $subst('Recip.EmailAddr')
Untuk berlangganan kirim e-mail ke: <subscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org>
Untuk berhenti kirim e-mail ke:   <unsubscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org>
Untuk Arsip e-BinaAnak:    http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/
Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen:  http://www.sabda.org/pepak/
><> --------- PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN ANAK --------- <><

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org