Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/215 |
|
e-BinaAnak edisi 215 (9-2-2005)
|
|
><> Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak <>< ================================================== Daftar Isi: Edisi 215/Pebruari/2005 ----------- o/ SALAM DARI REDAKSI o/ ARTIKEL (1) : Sekitar Pemberian Hukuman o/ ARTIKEL (2) : Prinsip Hukuman o/ AKTIVITAS : Berjalan di Jalan yang Benar o/ DARI ANDA UNTUK ANDA : Referensi Renungan Harian untuk Anak o/ MUTIARA GURU o/----------------------------------------------------------------o/ Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi: <staf-BinaAnak@sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak@xc.org> ______________________________________________________________________ o/ SALAM DARI REDAKSI --------------------------------------------o/ Salam damai, Tugas guru Sekolah Minggu, selain memberikan pengetahuan Firman dan membagikan kasih Kristus adalah mendisiplin anak. Salah satu cara untuk mendisiplin anak adalah dengan memberi hukuman, yaitu ketika anak melakukan kesalahan. Banyak ahli pendidik yang mengatakan bahwa memberi hukuman seharusnya menjadi upaya terakhir yang dilakukan guru/orangtua untuk tujuan agar anak jera dan tidak mengulang lagi kesalahannya. Namun, ternyata tidak semua pendidik setuju dengan pemberian hukuman pada anak. Nah, untuk itu, kami hadirkan ulasan yang berjudul "Seputar Pemberian Hukuman" dan "Prinsip Hukuman", yang akan menolong orangtua/guru menentukan sejauh mana perlu memberikan hukuman pada anak. Silakan menyimaknya. Untuk melengkapi bahan sajian tentang pemberian hukuman, pada Kolom Aktivitas kami sajikan bahan permainan yang berjudul "Berjalan di Jalan yang Benar". Kami harap, Anda dan anak-anak didik Anda akan menikmati permainan ini bersama-sama. Ok, segera simak dan selamat mendisiplin anak-anak Anda! (Ra) Tim Redaksi "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:5b-6) < http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Ibrani+12:5-6 > ______________________________________________________________________ o/ARTIKEL (1) ----------------------------------------------------o/ -o- SEKITAR PEMBERIAN HUKUMAN -o- ========================= Hukuman pada hakikatnya adalah suatu "penderitaan" yang sengaja dilakukan guna memberikan suatu asosiasi dengan perbuatan tidak baik, yang dilakukan oleh seorang anak. Jadi, jika penderitaan tersebut tidak dirasakan, anak belum merasa dihukum. Dengan demikian, agar hukuman benar-benar tepat, salah satu syarat yang harus dipenuhi ialah adanya suatu penderitaan yang dirasakan oleh si anak. Tujuan jangka pendek dari menjatuhkan hukuman itu ialah untuk menghentikan tingkah laku yang salah; sedangkan tujuan jangka panjangnya ialah mengajar dan mendorong anak-anak untuk menghentikan sendiri tingkah laku mereka yang salah itu, dengan mengarahkan dirinya sendiri. Anak-anak ingin dikoreksi, tetapi mereka menghendaki koreksi dalam suatu semangat umum yang bersifat menolong dan mengasuh mereka. Dengan menjalankan suatu aturan, Anda menolong anak-anak untuk memahami batas-batas mereka, dan dengan demikian membangun serta mengembangkan pengendalian diri sendiri. Bila hukuman itu tidak dikaitkan dengan disiplin, dalam artian jika hukuman tidak dikaitkan dengan peraturan yang Anda buat, maka sifatnya akan berubah menjadi merugikan. Menjatuhkan hukuman pada seorang anak dapat bersifat merugikan, apabila sebenarnya anak tidak bersalah sedikit pun juga. Jika anak memandang orangtuanya semata- mata sebagai orang yang ditakuti, bukan orang yang dapat melindunginya, maka hal ini juga kurang sehat. Hukuman dapat pula membawa akibat yang merugikan bila tidak dilakukan dengan segera. Bila kita lihat, ada beberapa orangtua yang menganggap bahwa menghukum anak dengan cara memukul merupakan suatu cara yang paling ampuh. Karena pukulan akan memberikan suatu perasaan tidak enak pada anak, sehingga anak cenderung untuk tidak mengulangi perbuatannya. Namun bagaimanapun juga, memberikan hukuman fisik sebaiknya dihindarkan, meskipun hanya berupa jeweran atau pukulan kecil. Hukuman-hukuman fisik ini, seberapa pun ringannya, akan memberikan akibat buruk bagi perkembangan anak selanjutnya. Si anak cenderung berkembang sebagai anak yang agresif. Karena mungkin saja, ia akan meniru semua tindakan kekerasan yang pernah Anda lakukan padanya. Terutama bila ia menghadapi suatu hal yang dianggap menghalangi keinginannya, atau bila ia menghadapi anak lain yang lebih muda usianya, dan lebih lemah daripada dirinya. Sebetulnya, pada kebanyakan anak, pukulan pada jari atau telapak tangannya sudah akan menolong, tetapi tindakan ini lebih tepat dilakukan pada anak-anak yang sudah menjalin hubungan yang serasi dengan orangtuanya. Dengan kata lain, anak-anak yang sudah mampu membina hubungan yang harmonis, dalam arti anak sudah dapat dengan mudahnya diajak berkomunikasi, atau anak yang sudah dapat menerima baik segala perlakuan orangtuanya. Cara ini tepat pula jika diterapkan pada anak-anak yang bersifat "alim" dan mudah menyesuaikan dirinya, sehingga belalakan mata atau kerutan kening ibunya, misalnya, sudah mampu menghapuskan kelakuannya yang buruk. Tetapi, menurut pengamatan para ahli, menyentik atau memukul telapak tangannya pun sudah dianggap tindakan yang berlebihan. Anak-anak yang demikian tidak begitu sulit diberi pengertian bahwa ayah dan ibu tidak akan memukulnya (walaupun ia telah lebih dulu memukul), karena memang pada dasarnya siapa pun tidak boleh "ringan tangan" terhadap anak. Anak-anak munafik biasanya dibentuk oleh kebiasaan orangtuanya sendiri dalam mendidik. Misalnya, karena orangtua tersebut punya kebiasaan menghukum anak dengan cara kekerasan, sehingga si anak takut mengakui dan bertanggung jawab terhadap kesalahannya. Sedangkan pukulan-pukulan itu sendiri, kalau terlalu sering ditimpakan pada anak, lama-kelamaan tidak ada manfaatnya sama sekali. Apalagi kalau pukulan itu Anda lakukan pada saat emosi Anda sedang mendidih, maka hasilnya hanya rasa penyesalan saja. Bagi mereka yang kontra, antara lain mengatakan bahwa memukul lebih banyak menimbulkan efek negatif daripada positif. Seorang anak sering sengaja mengada-ada, bertingkah laku nakal untuk memancing perhatian orangtuanya. Oleh karena itu, agar anak tidak melakukan hal-hal yang memancing hukuman sebagai perhatian, seyogyanyalah kalau orangtua tidak melupakan anak yang baik dan penurut dengan memuji tindakan-tindakan mereka yang menyenangkan. Apabila menerima pukulan "sama" dengan mendapat perhatian, anak akan berlomba-lomba mendapatkan perhatian dari orangtuanya. Supaya efektif, hukuman harus diberikan langsung setelah anak melakukan kesalahan. Percuma saja menghukum anak satu atau dua hari kemudian, setelah ia melakukan kesalahan karena si anak tidak akan bisa melihat hubungan antara kesalahannya dengan hukuman tersebut. Hukuman badan yang terlalu sering diberikan, juga menyebabkan anak seakan-akan "kebal" terhadap hukuman tersebut. Dalam hal ini, hukuman badan sudah kehilangan fungsi dan artinya sebagai alat untuk menegakkan disiplin. Hukuman yang berupa tidak mau memperhatikan anak selama beberapa jam, dianggap sebagai jenis hukuman yang bermanfaat dan paling baik. Hukuman itu akan bertambah berat jika disertai dengan kata-kata, "Sekarang ibu tidak sayang lagi padamu," seperti yang amat sering dipakai oleh orangtua sebagai ancaman terhadap anak. Seorang ibu mengatakan, "Saya tahu bahwa kata-kata itu merupakan hukuman yang paling berat bagi anak saya. Tetapi, hukuman tersebut satu-satunya jenis hukuman yang masih membawa hasil. Biasanya, setelah dua tiga menit, ia akan datang menghampiri saya dengan penuh rasa sesal." Bila orangtua tidak berhati-hati dalam memberikan hukuman fisik, anak bisa menganggap tindakan ini sebagai suatu bentuk penolakan terhadap dirinya. Hal ini akan mengakibatkan anak tidak merasa dekat dengan orangtuanya. Terkadang pula, anak sudah terlalu besar untuk dipukul. Orangtua sering melupakan hal ini, sedangkan anak merasa malu dan sakit hati karena merasa diperlakukan seperti anak kecil. Dalam keadaan semacam ini, harga diri seorang anak tersentuh. Ia akan merasa terhina, karena orangtuanya membuat dirinya menjadi kecil. Bila keadaan ini terjadi berulang kali, maka perkembangan anak tentu akan dipengaruhi. Ukurlah berat ringannya hukuman sesuai dengan kesalahan anak. Selalu bersikap keras sekali atau selalu bersikap halus membuat anak tidak menyadari kesalahan yang "keterlaluan" dan yang sekali-kali tidak boleh dilakukan. Dr. Charles Schaefer, berpendapat bahwa suatu hukuman yang logis, haruslah proporsional atau seimbang besar/kerasnya terhadap pelanggaran. Jadi, seorang anak belasan tahun yang menghilangkan suatu barang, umpamanya, sangatlah tidak layak kalau mendapat hukuman kerja tambahan selama satu bulan. Tentu saja, hal ini sudah keterlaluan, yang akan menimbulkan perasaan dan kemauan yang negatif, serta rasa dendam karena ketidakadilan hukuman itu. Usahakanlah untuk memperoleh suatu keseimbangan antara besar kelakuan yang salah itu dengan hukuman. Namun, hukuman-hukuman juga janganlah sedemikian ringannya, sehingga seperti tidak berpengaruh atau tidak terasa oleh anak, dan juga jangan terlalu kuat sehingga merusak. Dalam hal ini, jelaslah bahwa hukuman-hukuman harus direncanakan sebelumnya. Dalam "saat-saat yang panas" dimana orangtua sedang marah dan emosi, biasanya sangat sukar atau malah tidak mungkin, untuk menentukan hukuman-hukuman yang layak. Jika emosi sedang tinggi, maka ada suatu tendensi untuk mengakibatkan dan menimbulkan "pikiran yang tambah panas dan gelap", bukannya tambah terang, mengenai suatu problema. Bahan diedit dari sumber: Judul Buku: Butir-butir Mutiara Rumah Tangga Penulis : Alex Sobur Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1987 Halaman : 48 - 52 ______________________________________________________________________ o/ ARTIKEL (2) ---------------------------------------------------o/ -o- PRINSIP HUKUMAN -o- =============== Pemberian hukuman, sebaiknya cara terakhir yang digunakan dalam mendisiplin anak. Dewasa ini, hampir semua pendidik Barat menentang pemberian hukuman secara fisik sebab tindakan itu hanya menyelesaikan masalah sementara waktu saja dan memberi akibat sampingan yang tidak baik. Tidak semua penggunaan hukuman atau hukuman fisik itu tidak berfaedah. Alkitab mengajarkan, "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya menghajar dia pada waktunya" (Amsal 13:24), dan juga, "Jangan menolak didikan dari anakmu, ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati" (Amsal 23:13-14). Tetapi bukan berarti bahwa orangtua atau guru boleh dengan semena-mena menggunakan haknya untuk memukul anak. Ada empat alasan mengapa hukuman fisik tidak dapat diterima. PERTAMA, secara tidak sadar memberi pukulan mengajar anak untuk memukul. KEDUA, bila orangtua kehabisan akal, lalu dengan emosi dan kekerasan, ia memukul. KETIGA, dari hasil penyelidikan terhadap seekor tikus. Bila tikus tidak tersesat baru diberi makanan, hasilnya akan lebih baik dibanding bila tikus tersesat, lalu diberi aliran listrik. Jadi disimpulkan bahwa hukuman tidak mendatangkan hasil. KEEMPAT, memukul dapat melukai harga diri seorang anak, mengurangi kepercayaannya terhadap pendidik, bahkan menghindari dan membencinya. JENIS HUKUMAN FISIK Ada 3 jenis hukuman fisik: 1. Dipukul ------- Kalau hukuman fisik tidak dapat dihindari, lakukan dengan kepala dingin dan jangan dalam keadaan marah. Terhadap anak usia 15-18 tahun, masih boleh dikenakan hukuman fisik yang ringan. Pilihlah alat yang digunakan dengan cermat, yang penting bukan dalam suasana marah sehingga memukul dengan keras, menjewer, atau menonjoknya. James C. Dobson menentang memukul anak dengan tangan, karena tangan adalah perantara kasih. Ia juga berpendapat bahwa hukuman fisik hanya sampai batas anak merasa sakit dan berteriak, baru ada hasilnya dan bukan memukulnya dengan kejam. Jangan menunggu bila ingin menggunakan hukuman fisik, apakah perlu atau tidak dan bukan dengan mengatakan, "Nanti, tunggu ayahmu pulang, baru kamu dipukul.", 2. Diasingkan ---------- Orang dewasa sering menggunakan pengasingan sebagai hukuman untuk anak. Anak diasingkan dari anak lain, tidak diizinkan bermain supaya dengan tenang, anak dapat mengintrospeksi dirinya sendiri. Tetapi dalam jangka waktu tertentu, datang dan tanyakanlah kepada anak, apakah ia memerlukan bantuan dan menguraikan dengan jelas harapan orangtua atas perilaku mereka. Dalam menerapkan hukuman, perlu diperhatikan jangka waktunya karena bila waktunya terlalu panjang atau terlalu pendek, akan kehilangan fungsi hukumannya. Karena setiap anak itu berbeda sifat, maka penerapan hukuman ini sebaiknya dilakukan dengan fleksibel. Waktu jangan lebih dari 10- 15 menit, tempat harus aman, dan jangan ada barang yang membuat anak senang melewati waktu itu. 3. Didamprat --------- Ada anak yang sangat peka, yang tidak perlu menggunakan hukuman fisik atau bentuk lain. Hanya dengan perkataan saja, ia sudah berubah. Hukuman dengan cara mendamprat ini termasuk kritikan, ajaran, teguran yang keras, agar anak merasa bersalah dan malu. Bagi anak yang nakal, hukuman ini tidak berguna. Menggunakan hukuman ini juga harus berhati-hati karena omelan yang berlebihan akan melukai harga diri anak itu, membuat jurang antara anak dan orangtua. USULAN Cara apa pun yang digunakan harus masuk akal, baru dapat hasil yang baik. Di bawah ini beberapa usulan: 1. Gunakan cara lain dahulu. ------------------------- Sebelum menggunakan hukuman fisik, gunakanlah terlebih dahulu cara penghukuman yang lain. 2. Peringatkanlah terlebih dahulu. ------------------------------- Pertama kali anak melakukan kesalahan, jangan langsung dihukum, lebih baik mencari waktu untuk menjelaskan peraturan yang ada terlebih dahulu. Jangan menghukum anak dalam keadaan tidak tahu, tetapi setelah diingatkan dan diperingatkan masih berbuat salah, baru dihukum. 3. Dengan kasih sebagai motivasi. ------------------------------ Hukuman tidak mengandung aniaya, hukuman harus dilakukan atas dasar kasih dan perhatian, hukuman harus digunakan dalam keadaan yang sadar dan bukan dalam keadaan emosional dan marah. 4. Pertahankan hubungan yang baik. ------------------------------- Hukuman hanya bisa dilaksanakan saat adanya hubungan yang baik antara anak dan yang menghukum; jika tidak, hasilnya tidak mungkin baik. 5. Memegang waktu. --------------- Hukuman harus segera ditindaklanjuti. Pengalaman membuktikan makin panjang waktunya, semakin kurang hasilnya. 6. Mengendalikan tingkat hukuman. ------------------------------ Tingkat hukuman harus tepat. Jangan terlalu keras atau terlalu ringan. Hukuman fisik yang terlalu ringan tidak akan ada faedahnya, tetapi bila terlalu keras akan meninggalkan bekas di dalam hati anak. Akibatnya, semuanya tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. 7. Penjelasan yang gamblang. ------------------------- Setelah hukuman diberikan, sebaiknya orangtua atau guru memberikan penjelasan mengapa mereka dihukum dan dilarang melakukan sesuatu, sehingga hasilnya akan lebih baik, selain mendidik anak untuk mengatasi masalah. 8. Secara aktif berkomunikasi. --------------------------- Setelah menghukum anak, harus ada komunikasi yang baik dengan anak. Umumnya, setelah dihukum, seorang anak ingin kembali menjalin hubungan yang baik dengan orangtua atau guru. Jangan mundur, dan sebaiknya manfaatkan kesempatan itu untuk menyatakan kasih bahwa anak itu sangat berharga di dalam hati Anda, hukuman itu diberikan semata-mata karena kasih. 9. Menghadapi masalahnya, bukan manusianya. ---------------------------------------- Hukumlah perilaku anak yang salah dan bukan menghukum orangnya. Sewaktu menghukum anak, jangan melihat pribadinya, supaya jangan merusak hubungan kita dengan mereka. Apabila mereka gagal dalam belajar, kita harus membantu pelajaran mereka, bukan menganggap mereka anak yang bodoh. Allah menciptakan satu bagian tubuh yang banyak dagingnya yang dapat terhindar dari luka-luka karena pukulan, yaitu pantat. "Di bibir orang berpengertian terdapat hikmat, tetapi pentung tersedia bagi punggung orang yang tidak berakal budi" (Amsal 10:13). "Hukuman bagi si pencemooh tersedia dan pukulan bagi punggung orang bebal" (Amsal 19:29). "Cemeti adalah untuk kuda, kekang untuk keledai, dan pentung untuk punggung orang bebal" (Amsal 26:3). Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai "punggung". Bahan diedit dari sumber: Judul Buku: Menerobos Dunia Anak Penulis : DR. Mary Go Setiawani Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993 Halaman : 60 - 63 ______________________________________________________________________ o/ AKTIVITAS -----------------------------------------------------o/ -o- BERJALAN DI JALAN YANG BENAR -o- ============================ Persiapan: ---------- 1. Sebatang kapur tulis. 2. Sebuah kursi atau buku nyanyian. 3. Tiga atau empat lembar kertas berisi ayat Alkitab (Yesaya 30:21). 4. Permainan ini diadakan di ruangan terbuka dan cukup luas. Cara Bermain: ------------- Pemimpin permainan membuat sebuah garis start, dan juga dua garis sejajar yang panjangnya kurang dari 10 meter, serta lebarnya 20 cm di lantai. Pada ujung kedua garis sejajar itu diletakkan sebuah buku nyanyian atau sebuah kursi yang merupakan "jalan yang benar" yang harus ditempuh. Pemimpin membuat "jalan" yang sama kira-kira tiga sampai empat buah, kemudian meletakkan kursi atau buku nyanyian di ujung "jalan itu". Para peserta dibagi menjadi tiga sampai empat kelompok. Setiap kelompok memilih satu orang dari anggotanya untuk mengawasi kelompok yang lain. Kemudian, setiap kelompok berbaris ke belakang dan menghadap ke "jalan" itu. Ketika permainan dimulai, orang pertama dari masing- masing kelompok membawa kertas yang sudah berisi ayat Alkitab dengan melewati "jalan" itu. Ujung kaki yang satu harus menempel pada tumit kaki yang lain secara bergiliran. Apabila ia tiba di kursi atau buku nyanyian itu, kakinya harus menyentuh kursi atau buku nyanyian tersebut. Kemudian ia berjalan mundur dengan cara yang sama sampai pada garis start dan memberikan kertas itu kepada peserta berikutnya. Yang dianggap sebagai pelanggaran ialah apabila: - Kakinya menginjak garis batas "jalan". - Ia berjalan di luar "jalan". Apabila salah satu syarat di atas dilanggar, orang yang sudah sempat maju ke depan harus mulai lagi dari garis start dan yang mundur harus mulai dari kursi atau buku nyanyian. Yang menjadi pemenangnya ialah kelompok yang paling cepat menyelesaikan "perjalanan" itu. Tujuan: ------- Sebagai orang Kristen, kita wajib berjalan di jalan yang benar, sebab itulah salah satu perlengkapan rohani kita untuk dapat mengalahkan serangan dari si Iblis (Efesus 6:14). Bahan dikutip dari sumber: Judul Buku: 100 Permainan dan 500 Kuis Alkitab Penulis : Dr. Mary Go Setiawani dan Rachmiati Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1994 Halaman : 56 - 57 ______________________________________________________________________ o/ DARI ANDA UNTUK ANDA ------------------------------------------o/ Dari: Rahmadi Prasetyo <Prast_sby@> >Anak saya 7 tahun, sekarang kelas 2 SD. Dia lagi senang membaca >Alkitab. Apakah ada buku renungan PA secara harian khusus untuk >anak-anak? >Trims. GBU! >Pras Redaksi: Pasti merupakan satu sukacita bagi Anda sekeluarga melihat buah hati Anda mulai tertarik dengan Firman Tuhan. Umur 3-4 tahun adalah usia yang tepat untuk menanamkan kesukaan pada buku (meskipun anak baru bisa melihat gambarnya saja). Pada umur 6-7 tahun anak sudah sangat mampu membaca buku sendiri. Berikut ini beberapa buku yang bisa Anda berikan kepada anak Anda: 1. Judul Buku : Alkitab Komik Penulis : Rob Suggs Penerbit : Gospel Press 2. Judul Buku : Bertumbuh dalam Kasih (Berseri) Penulis : Tim Pelayanan Efata Penerbit : Yayasan Andi 3. Judul Buku : Kumpulan Cerita Alkitab Hosana Penulis : Angela dan Ken Abraham Penerbit : Alice Saputra Communications Co. Selain buku-buku di atas, pasti masih ada buku-buku lain yang bagus untuk anak-anak. Nah, jika rekan-rekan e-BinaAnak mengetahui informasi tentang buku-buku tersebut, silakan kirimkan infonya kepada kami di: ==> staf-BinaAnak@sabda.org ______________________________________________________________________ o/ MUTIARA GURU --------------------------------------------------o/ Hukuman menyatakan motivasi atau sikap yang salah dibalik perkataan atau tingkah laku seorang anak. Hukuman menjelaskan kesalahan dan megajarkan yang benar. o/----------------------------------------------------------------o/ Staf Redaksi: Davida, Ratri, dan Lisbeth Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) e-BinaAnak 2005 -- YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati o/----------------------------------------------------------------o/ Anda terdaftar dengan alamat email: $subst('Recip.EmailAddr') Untuk berlangganan kirim e-mail ke: <subscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org> Untuk berhenti kirim e-mail ke: <unsubscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org> Untuk Arsip e-BinaAnak: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://www.sabda.org/pepak/ ><> --------- PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN ANAK --------- <><
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |