Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/226

e-BinaAnak edisi 226 (28-4-2005)

Kemandirian

      ><>  Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak  <><
          ==================================================

Daftar Isi:                                       Edisi 226/April/2005
----------
    o/ SALAM DARI REDAKSI
    o/ ARTIKEL              : Membangun Kemandirian Anak
    o/ TIPS                 : Mendidik Anak agar Mandiri
    o/ BAHAN MENGAJAR       : Haruskah Kita Kerja
    o/ DARI ANDA UNTUK ANDA : Koreksi Arsip e-BinaAnak
    o/ MUTIARA GURU

o/----------------------------------------------------------------o/
 Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi:
     <staf-BinaAnak@sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak@xc.org>
______________________________________________________________________
o/ SALAM DARI REDAKSI --------------------------------------------o/

  Salam kasih dalam penyertaan Yesus Kristus,

  Seorang guru SM mengeluh karena sering melihat anak-anak didiknya
  belum bisa mandiri ketika ada di Sekolah Minggu. Ada banyak kali
  guru SM kerepotan meladeni anak-anak tersebut, khususnya ketika
  mereka perlu ke kamar mandi, memakai sepatu, atau membereskan alat-
  alat tulis yang dipakai di kelas. Kesulitan anak untuk mandiri
  sering bermula dari rumah karena orangtuanya kurang mendidik mereka
  untuk bisa mandiri. Bagaimana guru SM dapat membantu orangtua,
  khususnya ibu, agar dapat menolong anaknya memiliki sikap yang
  mandiri? Beberapa sajian e-BinaAnak minggu ini kami sengaja hadirkan
  untuk menolong orangtua mendidik anaknya agar bisa memiliki sikap
  mandiri.

  Sebagai guru SM, Anda bisa memakai bahan-bahan ini untuk menjadi
  bahan diskusi dengan orangtua anak. SM bisa mengadakan acara-acara
  khusus dengan orangtua murid untuk saling sharing sehingga dapat
  terjalin hubungan yang lebih erat antara orangtua dan Sekolah
  Minggu. Kalau hal itu belum memungkinkan, guru bisa membagikan
  (copy) bahan-bahan ini kepada orangtua untuk bisa dibaca dan
  dipelajari di rumah.

  Bagi guru SM yang kreatif, Anda juga bisa mempelajari bahan-bahan
  ini dan mengaplikasikannya dalam setiap kesempatan di kegiatan
  Sekolah Minggu Anda. Melalui pengajaran dan teladan Anda, kami yakin
  anak-anak juga akan dapat belajar tentang kemandirian. Selamat
  berkreasi. (Yul)

  Tim Redaksi

     "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka
  pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu."
                             (Amsal 22:6)
            < http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Amsal+22:6 >

______________________________________________________________________
o/ ARTIKEL -------------------------------------------------------o/

                  -o- MEMBANGUN KEMANDIRIAN ANAK -o-
                      ==========================

  Rasanya kita masih ingat dengan lagu yang berbunyi:
     When I was just a little girl I asked my mother what will I be
     will I be pretty will I be rich that`s what she said to me.
     Queserra, serra what ever will be,
     will be the future is not us to see, queserra, serra.

  "Terserahlah Nak," kata kita, "terserah apa jadinya, sebab masa
  depan kita tidak di tangan kita."

  Lagu yang berbicara tentang sikap enteng menghadapi hidup ini
  nampaknya makin lama makin tidak masuk akal dalam kehidupan kita.
  Betapa tidak? Sadar atau tidak sadar, saat ini sebenarnya kita
  sedang didorong untuk menyanyikan lagu yang versinya berbanding
  terbalik dengan nyanyian tadi. Lagu yang berbicara tentang
  pemaksimalan diri agar bisa mengikuti persaingan dan memacu diri
  mencapai puncak dalam hidup ini.

  Anak-anak kita dipacu untuk menyongsong masa depan yang mapan,
  memiliki nilai lebih dan meyakinkan. Beberapa unsur yang sekarang
  ini ada di seputar anak-anak kita (secara khusus dampaknya terasa di
  kota-kota besar) adalah:
     - perkembangan teknologi yang cepat berganti serta canggih,
     - jam aktivitas di luar rumah yang panjang antara ayah dan ibu,
     - tuntutan yang tinggi untuk mencapai masa depan yang mapan,
     - kekerasan yang makin meningkat dan beragam,
     - jauhnya jarak kegiatan anggota keluarga satu dengan yang lain.
  Semua ini menimbulkan ketegangan dalam diri orangtua. Fungsi anak
  sebagai pengejar ilmu pengetahuan murni, membuat ia diperlengkapi
  dengan sekian banyak les tambahan. Sebagai akibat kesibukan
  tersebut, anak menjadi dibebaskan dari tanggung jawab serta latihan
  sosialisasi yang lain.

  Jauhnya jarak dan kesempatan berkumpul yang makin terbatas antara
  suami dan istri, orangtua dan anak, sementara kekerasan ada di mana-
  mana, menimbulkan tingginya tingkat kecemasan di hati orangtua.

  Kita cenderung untuk memberikan proteksi lengkap kepada anak-anak --
  kalau tidak bisa dikatakan berlebihan. Di pihak lain, anak-anak
  sendiri pada akhirnya terbiasa dengan proteksi tersebut. Dengan
  dampingan "baby sitter" atau paling tidak para pembantu sebagai
  payung rasa aman dari orangtua yang keduanya bekerja.

  Anak-anak pada akhirnya mempunyai atau menciptakan banyak "excuse"
  dalam hidupnya. Sementara itu orangtua juga cenderung untuk
  memberikan banyak toleransi terhadap kelalaian anak di banyak segi
  kehidupan (menaruh sepatu tidak pada tempatnya, tidak membantu
  mencuci piring, malas membereskan kamar sendiri, dll.)

  Untuk menjawab pertanyaan mendasar mengenai sebenarnya apa peran
  orangtua/para pendidik dalam membangun kemandirian anak, berikut ini
  beberapa hal yang dapat menjadi perenungan kita bersama:

  1. Anak yang mandiri adalah anak yang diberi kesempatan untuk
     menerima dan menjadi dirinya sendiri. Orangtua yang memperlakukan
     anak-anak menurut kekhasan mereka masing-masing adalah orangtua
     yang belajar bersikap positif menghadapi berbagai perbedaan
     karakter, kepandaian, ataupun penampilan anak. Jangan memberi
     pembanding yang tidak adil di antara anak-anak. Ajarkan anak-anak
     untuk percaya bahwa dirinya "istimewa" dalam kekhasan mereka
     masing-masing. Dalam hal ini latihan melalui setiap peristiwa
     dalam hidupnya merupakan persiapan untuk membangun citra diri
     anak. Pembanding yang sehat di tengah kompetisi dengan teman-
     teman dan anggota keluarga yang lain akan menolong anak menemukan
     dirinya. Masa depan anak akan bertumbuh bersama proses
     pembentukan kepribadiannya di samping semua bekal fasilitas ilmu.
     Bimbingan rohani menjadi sangat penting dalam membekali anak
     untuk mampu mengaktualisasikan kemandiriannya.

  2. Membangun komunikasi pribadi anak dengan Tuhan. Orangtua yang
     mendidik anak dalam kehidupan rohani yang kuat sejak masa kanak-
     kanak adalah orangtua yang dengan bijaksana mengantarkan anaknya
     pada suatu landasan yang teguh. Sebab di tengah pelbagai situasi
     ketika anak jauh dari orangtuanya atau ketika ia harus menjawab
     sendiri perubahan-perubahan dalam hidup yang tidak selalu dapat
     segera diatasinya, ia akan selalu menemukan rasa aman dalam
     hubungan spiritual yang kokoh dengan Tuhan. Kita belajar dari
     Samuel dan Timotius, kedua anak yang sejak masa kecil menerima
     bimbingan rohani yang kokoh dari ibunya, pada saat menghadapi
     perbagai pengaruh lingkungan, mereka dapat berdiri tangguh,
     mandiri, mampu menghadapi, dan melewati setiap pengaruh yang ada
     di sekitar hidupnya.

  3. Latihan ketrampilan praktis, disiplin, dan tangung jawab dalam
     berbagai sektor kehidupan akan menolong anak merasa aman dengan
     dirinya. Dalam hal ini, orangtua yang pada umumnya lebih banyak
     memberi waktu dan perhatian awal kepada anak di masa pertumbuhan,
     mempunyai andil yang cukup besar. Misalnya, biarkan anak-anak
     mengerjakan hal-hal yang menjadi tanggung jawab di rumah.

  4. Melatih anak untuk mengambil keputusan terhadap hal-hal tertentu
     dalam hidup dan melatih sikap menghadapi kekecewaan dan penolakan
     yang bisa saja terjadi akibat keputusan tersebut.

  5. Jangan memindahkan kecemasan dan rasa bersalah orangtua dengan
     menutup kesempatan anak untuk bersosialisasi. Kadang-kadang dalam
     ketakutan, orangtua menjadi berlebih-lebihan dalam memberi
     fasilitas perlindungan kepada anak sehingga membuat anak menjadi
     gugup dan resah.

  Menutup tulisan ini marilah kita bersama membangun karakter mandiri
  anak-anak melalui kesabaran, keteguhan hati, dan iman yang teguh
  kepada Tuhan. Biarlah hikmat memperlengkapi setiap kebijakan yang
  diambil orangtua untuk anak-anaknya, seperti kata Amsal 22:6,
  "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada
  masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu."

  Bahan diedit dari sumber:
  Nama Situs        : BPK Penabur
  Alamat URL        : http://www1.bpkpenabur.or.id/kwiyata/79/pokok1.htm
  Judul Artikel Asli: Peran Ibu dalam Mengaktualisasikan
                         Kemandirian Anak
  Penulis Artikel   : Ny. Hilda Pelawi, S.Th.

______________________________________________________________________
o/ TIPS ----------------------------------------------------------o/

                  -o- MENDIDIK ANAK AGAR MANDIRI -o-
                      ==========================

  Orangtua mana yang tidak mau melihat anaknya tumbuh menjadi anak
  yang mandiri. Tampaknya memang itulah salah satu tujuan yang ingin
  dicapai orangtua dalam mendidik anak-anaknya.

  Sikap mandiri sudah dapat dibiasakan sejak anak masih kecil, seperti
  memakai pakaian sendiri, menalikan sepatu, dan bermacam pekerjaan-
  pekerjaan kecil sehari-hari lainnya. Kedengarannya mudah, namun
  dalam praktiknya pembiasaan ini banyak hambatannya. Tidak jarang
  orangtua merasa tidak tega atau justru tidak sabar melihat si kecil
  yang berusaha menalikan sepatunya selama beberapa menit, namun belum
  juga memperlihatkan keberhasilan. Atau, langsung memberi segudang
  nasihat, lengkap dengan cara pemecahan yang harus dilakukan, ketika
  anak selesai menceritakan pertengkarannya dengan teman sebangku.
  Memang masalah yang dihadapi anak sehari-hari dapat dengan mudah
  diatasi dengan adanya campur tangan orangtua. Namun, cara ini
  tentunya tidak akan membantu anak untuk menjadi mandiri. Ia akan
  terbiasa "lari" kepada orangtua apabila menghadapi persoalan, dengan
  perkataan lain ia terbiasa tergantung pada orang lain, untuk hal-hal
  yang kecil sekalipun.

  Lalu, upaya apa yang dapat dilakukan orangtua untuk membiasakan anak
  agar tidak cenderung menggantungkan diri pada seseorang, serta mampu
  mengambil keputusan? Di bawah ini ada beberapa hal yang dapat Anda
  terapkan untuk melatih anak menjadi mandiri.

  1. Beri kesempatan memilih.
     ------------------------
     Anak yang terbiasa berhadapan dengan situasi atau hal-hal yang
     sudah ditentukan oleh orang lain, akan malas untuk melakukan
     pilihan sendiri. Sebaliknya, bila ia terbiasa dihadapkan pada
     beberapa pilihan, ia akan terlatih untuk membuat keputusan
     sendiri bagi dirinya. Misalnya, sebelum menentukan menu di hari
     itu, ibu memberi beberapa alternatif masakan yang dapat dipilih
     anak untuk makan siangnya. Demikian pula dalam memilih pakaian
     yang akan dipakai untuk pergi ke pesta ulang tahun temannya,
     misalnya. Kebiasaan untuk membuat keputusan-keputusan sendiri
     dalam lingkup kecil sejak dini akan memudahkan untuk kelak
     menentukan serta memutuskan sendiri hal-hal dalam kehidupannya.

  2. Hargailah usahanya.
     -------------------
     Hargailah sekecil apa pun usaha yang diperlihatkan anak untuk
     mengatasi sendiri kesulitan yang ia hadapi. Orangtua biasanya
     tidak sabar menghadapi anak yang membutuhkan waktu lama untuk
     membuka sendiri kaleng permennya. Terutama bila saat itu ibu
     sedang sibuk di dapur, misalnya. Untuk itu sebaiknya orangtua
     memberi kesempatan padanya untuk mencoba dan tidak langsung turun
     tangan untuk membantu membukakannya. Jelaskan juga padanya bahwa
     untuk membuka kaleng akan lebih mudah kalau menggunakan ujung
     sendok, misalnya. Kesempatan yang Anda berikan ini akan dirasakan
     anak sebagai penghargaan atas usahanya, sehingga akan
     mendorongnya untuk melakukan sendiri hal-hal kecil seperti itu.

  3. Hindari banyak bertanya.
     ------------------------
     Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan orangtua, yang sebenarnya
     dimaksudkan untuk menunjukkan perhatian pada si anak, dapat
     diartikan sebagai sikap yang terlalu banyak mau tahu. Karena itu
     hindari kesan cerewet. Misalnya, anak yang baru kembali dari
     sekolah akan kesal bila diserang dengan pertanyaan-pertanyaan
     seperti, "Belajar apa saja di sekolah?", dan "Mengapa seragamnya
     kotor? Pasti kamu habis berkelahi lagi di sekolah!" dan
     seterusnya. Sebaliknya, anak akan senang dan merasa diterima
     apabila disambut dengan kalimat pendek, "Halo anak ibu sudah
     pulang sekolah!" Sehingga kalaupun ada hal-hal yang ingin ia
     ceritakan, dengan sendirinya anak akan menceritakan pada
     orangtua, tanpa harus di dorong-dorong.

  4. Jangan langsung menjawab pertanyaan.
     ------------------------------------
     Meskipun salah satu tugas orangtua adalah memberi informasi serta
     pengetahuan yang benar kepada anak, namun sebaiknya orangtua
     tidak langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
     Sebaliknya, berikan kesempatan padanya untuk menjawab pertanyaan
     tersebut. Dan tugas Andalah untuk mengkoreksinya apabila salah
     menjawab atau memberi penghargaan kalau ia benar. Kesempatan ini
     akan melatihnya untuk mencari alternatif-alternatif dari suatu
     pemecahan masalah. Misalnya, "Bu, kenapa sih, kita harus mandi
     dua kali sehari?" Biarkan anak memberi beberapa jawaban sesuai
     dengan apa yang ia ketahui. Dengan demikian, anak terlatih untuk
     tidak begitu saja menerima jawaban orangtua, yang akan diterima
     mereka sebagai satu jawaban yang baku.

  5. Dorong untuk melihat alternatif.
     --------------------------------
     Sebaiknya anak pun tahu bahwa untuk mengatasi suatu masalah,
     orangtua bukanlah satu-satunya tempat untuk bertanya. Masih
     banyak sumber-sumber lain di luar rumah yang dapat membantu untuk
     mengatasi masalah yang dihadapi. Untuk itu, cara yang dapat
     dilakukan orangtua adalah dengan memberitahu sumber lain yang
     tepat untuk dimintai tolong, untuk mengatasi suatu masalah
     tertentu. Dengan demikian, anak tidak akan hanya tergantung pada
     orangtua, yang bukan tidak mungkin kelak justru akan menyulitkan
     dirinya sendiri. Misalnya, ketika si anak datang pada orangtua
     dan mengeluh bahwa sepedanya mengeluarkan bunyi bila dikendarai.
     Anda dapat memberi jawaban, "Coba ya, nanti kita periksa ke
     bengkel sepeda.", 6. Jangan patahkan semangatnya.
     ----------------------------
     Tak jarang orangtua ingin menghindarkan anak dari rasa kecewa
     dengan mengatakan "mustahil" terhadap apa yang sedang diupayakan
     anak. Sebenarnya apabila anak sudah mau memperlihatkan keinginan
     untuk mandiri, doronglah ia untuk terus melakukannya. Jangan
     sekali-kali Anda membuatnya kehilangan motivasi atau harapannya
     mengenai sesuatu yang ingin dicapainya. Jika anak minta izin
     kepada Anda, "Bu, Andi pulang sekolah mau ikut mobil antar-
     jemput, bolehkan?" Tindakan untuk menjawab, "Wah, kalau Andi mau
     naik mobil antar-jemput, kan Andi harus bangun pagi dan sampai di
     rumah lebih siang. Lebih baik tidak usah deh, ya." Jawaban
     seperti itu tentunya akan membuat anak kehilangan motivasi untuk
     mandiri. Sebaiknya ibu berkata "Andi mau naik mobil antar-jemput?
     Wah, kedengarannya menyenangkan, ya. Coba Andi ceritakan pada Ibu
     mengapa Andi mau naik mobil antar-jemput." Dengan cara ini,
     paling tidak anak mengetahui bahwa orangtua sebenarnya mendukung
     untuk bersikap mandiri. Meskipun akhirnya, dengan alasan-alasan
     yang Anda ajukan, keinginannya tersebut belum dapat dipenuhi.

  Bahan diedit dari sumber:
  Nama Situs : indobulletin
  Alamat URL : http://www.indobulletin.com/

______________________________________________________________________
o/ BAHAN MENGAJAR ------------------------------------------------o/

                     -o- HARUSKAH KITA KERJA -o-
                         ===================

  "Saya benci kerja!" teriak Diana. "Saya tidak mau mengerjakan tugas-
  tugas saya. Saya tidak mau membantu mencuci piring atau membersihkan
  kamar saya. Saya tidak akan pernah mau kerja lagi."

  Menurut kamu, apakah tindakan Diana itu benar?

  Renungan Singkat tentang Pekerjaan:
  -----------------------------------

  1. Pernahkah kamu merasa benci bekerja seperti Diana? Pernahkah kamu
     ingin berhenti melakukan tugas-tugasmu di rumahmu?

  2. Apakah yang akan kamu katakan kepada Diana? Menurut kamu, apakah
     tindakan Diana itu benar atau salah? Mengapa?

  Ibu dah ayah saling berpandangan. "Menurutmu, apakah kami juga harus
  berhenti bekerja?" tanya ibu.

  "Saya kira kita boleh berhenti bekerja," kata ayah. "Tetapi kalau
  kamu tidak mempersiapkan makan pagi, makan siang ataupun makan
  malam, kita semua akan kelaparan."

  "Dan kalau kamu tidak bekerja, kita tidak akan mempunyai uang untuk
  membeli makanan," kata ibu.

  "Apakah yang akan terjadi jika kamu berhenti mencuci pakaian atau
  membersihkan rumah kita atau berhenti menjaga agar seprai-seprai
  kita selalu bersih?" tanya ayah. "Sungguh tidak menyenangkan kalau
  kita tinggal di rumah yang kotor dan acak-acakan."

  "Itu benar," kata ibu. "Jika ayah berhenti bekerja, tentu kita harus
  menjual rumah dan mobil kita. Maka kita pun tidak akan mempunyai
  tempat tinggal atau mobil lagi untuk bepergian."

  "Dan karena ibu tidak mempunyai rencana untuk bekerja, maka ia juga
  tidak akan mempunyai pekerjaan," kata ayah. "Jadi saya kira kita
  tidak akan mempunyai rumah, mobil, makanan, pakaian, binatang
  peliharaan, dan segala hal yang lainnya!"

  "Sudah! Sudah!" kata Diana. "Saya tidak mau kehilangan semua ini.
  Saya mau membantu ayah dan ibu bekerja."

  Renungan Singkat tentang Allah dan Kamu:
  ----------------------------------------

  1. Apakah Allah akan memberi kita sebuah rumah dan mobil, juga
     pakaian dan makanan jika kita tidak bekerja untuk mendapatkannya?
     Mengapa tidak?

  2. Apakah adil jika beberapa anggota keluarga bekerja sementara
     beberapa anggota keluarga yang lain tidak bekerja? Apakah adil
     jika kamu tidak melakukan apa pun agar rumahmu tetap bersih
     sementara ayah dan ibumu bekerja keras untuk menjaganya?

  3. Pekerjaan yang bagaimanakah yang dapat kamu lakukan untuk
     menolong ayah dan ibumu di rumah? Maukah kamu melakukannya?
     Menurut kamu, apakah hal ini akan menyukakan hati Allah?

  Bacaan Alkitab:
  ---------------
  Mazmur 90:16,17

  Kebenaran Alkitab:
  ------------------
  Kamu akan makan jika kamu bekerja (Mazmur 128:2).

  Doa:
  ----
  Terima kasih, ya Tuhan Yesus, atas semua pemberian-Mu. Terima kasih
  karena Engkau telah memberi kesempatan kepada saya untuk mengerjakan
  dan melakukan bagian saya agar saya memperoleh hasilnya dan
  memeliharanya. Amin.

  Bahan diedit dari sumber:
  Judul Buku: 100 Renungan Singkat untuk Anak-anak
  Penulis   : V. Gilbert Beers
  Penerbit  : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1986
  Halaman   : 158 - 159

______________________________________________________________________
o/ DARI ANDA UNTUK ANDA ------------------------------------------o/

  Dari: Eko K. Sitepu <eko@>
  >Yth. Pengasuh Bina Anak
  >Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih atas hadirnya Bina
  >Anak ini karena besar sekali manfaatnya bagi perkembangan sekolah
  >minggu di lingkungan gereja saya.
  >
  >Saya sudah mencetak sebagian bina anak ini untuk kemudian saya
  >berikan kepada guru SM digereja saya supaya mereka memiliki bahan
  >untuk mengajar. Untuk edisi 112 tahun 2003 saya lihat ada sedikit
  >kerusakan, mohon kepada pengasuh agar dapat memperbaikinya supaya
  >saya dapat mencetak edisi tersebut.
  >
  >Terima kasih atas perhatiannya, semoga Tuhan memberkati saudara
  >sekalian. Amin.
  >Salam,
  >Eko K. Sitepu

  Redaksi:
  Puji Tuhan untuk setiap berkat yang Anda dan rekan-rekan pelayanan
  dapatkan melalui e-BinaAnak.
  Mohon maaf, memang ada kesalahan pada arsip e-BinaAnak Edisi
  112/2003. Puji Tuhan, saat ini file tersebut sudah kami benahi dan
  sudah siap untuk Anda cetak :)

  Bagi rekan-rekan lain yang sedang mengunjungi situs arsip e-BinaAnak
  atau Situs PEPAK dan kebetulan menemukan "error" jangan segan untuk
  memberitahukannya kepada kami. Untuk itu sebelum dan sesudahnya,
  kami mengucapkan terima kasih untuk bantuan Anda.

______________________________________________________________________
o/ MUTIARA GURU --------------------------------------------------o/

            Kemandirian anak tidak terbentuk begitu saja,
      perlu kerjasama dan kerja keras para orangtua dan pendidik,
                  dan penyerahan penuh kepada Tuhan.
                              - Welni -

o/----------------------------------------------------------------o/
               Staf Redaksi: Davida, Yulia, dan Lisbeth
      Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
                 Copyright(c) e-BinaAnak 2005 -- YLSA
                       http://www.sabda.org/ylsa/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
o/----------------------------------------------------------------o/

Untuk berlangganan kirim e-mail ke: <subscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org>
Untuk berhenti kirim e-mail ke:   <unsubscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org>
Untuk Arsip e-BinaAnak:    http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/
Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen:  http://www.sabda.org/pepak/
><> --------- PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN ANAK --------- <><

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org