Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/255 |
|
e-BinaAnak edisi 255 (17-11-2005)
|
|
><> Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak <>< ================================================== Daftar Isi: Edisi 255/Nopember/2005 ---------- o/ SALAM DARI REDAKSI o/ ARTIKEL : Anak dan Video Games o/ TIPS : Permainan Anak -- Menghibur atau Menghancurkan? o/ STOP PRESS! : Konsultasi Nasional dan Pameran Pelayanan Anak Beresiko o/ MUTIARA GURU o/----------------------------------------------------------------o/ Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi: <staf-BinaAnak@sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak@xc.org> ______________________________________________________________________ o/ SALAM DARI REDAKSI --------------------------------------------o/ Sua dalam kasih sayang Sang Guru Agung, Jumlah mainan anak sekarang jauh lebih banyak dibandingkan dengan mainan anak di zaman `doeloe`. Jika dulu adalah mainan tradisional yang dibuat dengan kulit jeruk atau kaleng bekas, maka sekarang kebanyakan adalah mainan elektronik. Tapi apapun bentuknya, mainan anak merupakan salah satu alat yang secara langsung atau tidak langsung membawa dampak pertumbuhan bagi kehidupan anak. Dampak itu bisa baik, tapi juga bisa buruk. Berkembangnya berbagai macam mainan elektronik anak sekarang ini, banyak dinilai para pendidik sebagai alat yang justru membawa dampak negatif pada anak. Mengapa demikian? Apa yang harus kita, sebagai pendidik dan orangtua, lakukan? Untuk mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan di atas, maka e-BinaAnak edisi 255 secara khusus menyajikan Artikel dan Tips yang membahas tentang "Video Games". Selain itu, bagi Anda yang terlibat dalam aktivitas pelayanan anak beresiko, silakan menyimak informasi penting di Kolom Stop Press. Selamat membaca. Tuhan memberkati! (Har). "Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. (Matius 18:6) < http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Matius+18:6 > ______________________________________________________________________ o/ TIPS ----------------------------------------------------------o/ -o- ANAK DAN VIDEO GAME -o- =================== Dulu waktu masih kecil kita bermain di playground, sekarang anak- anak kita bermain di play-station. Dulu kita bermain di lapangan, kejar-kejaran, petak umpet dan sebagainya, sekarang anak-anak bermain petak umpet di play-station, mereka bisa mencari musuh, saling mengalahkan, dan sebagainya. Tentunya semua ini membawa pengaruh terhadap anak-anak. Yang pertama harus kita sadari adalah bahwa benda-benda ini sebetulnya tidak harus berkonotasi atau berarti negatif dan jelek. Jadi saya juga tidak setuju dengan reaksi yang berlebihan dari orang yang mengenyahkan play-station atau video game. Banyak hal-hal yang baik dari benda-benda ini asalkan kita tahu bagaimana mengatur dan memanfaatkannya. Secara umum video game dan play-station terdiri dari beberapa jenis: Yang pertama adalah untuk hiburan. Ada game yang memang hanya bersifat hiburan, tidak ada tantangan-tantangan dan yang diperlukan hanya konsentrasi. Misalnya, beberapa tahun yang lalu, (mungkin lebih 10 tahun yang lalu) diperkenalkan PacMan yang makan-makan. Dari PacMan ini dikembangkan banyak sekali game yang tidak memerlukan terlalu banyak tantangan, syaratnya hanya konsentrasi. Yang penting adalah ada unsur hiburannya setelah kita menang, kita main, kita senang dapat nilai dan sebagainya. Yang kedua adalah unsur misteri. Cukup banyak video game dan play- station game yang memuat aspek-aspek misteri. Di sini si pemain misalnya harus mencari jalan keluar, atau misalkan ada yang mencari harta karun, dia pun harus melalui begitu banyak jebakan dan hal-hal yang berbahaya supaya bisa sampai di tujuannya untuk mendapatkan harta karun itu. Dia harus memecahkan banyak sekali persoalan karena tidak gampang untuk direka. Jadi si anak harus berpikir, harus mencoba ini dan itu, perlu konsentrasi yang tinggi dan usaha untuk bisa menaklukkan tantangan. Hal ini sebetulnya mempunyai aspek yang positif bagi anak. Karena dengan berusaha mengatasi tantangan dalam game tersebut, kreativitas anak bisa tumbuh. Memang game yang memuat misteri bisa mengasah kreativitas anak dan daya pemecahan problemnya. Dia harus memikirkan banyak unsur dari banyak sudut, sebab jalan keluarnya muncul dari tempat-tempat yang biasanya tak terduga. Hal-hal itu yang harus dia pikirkan dan tidak ada yang boleh luput dari pengamatannya. Kartun memang lebih mudah buat si anak untuk mencernanya sebagai sesuatu yang tidak riil. Karena dia tahu dia bukanlah kartun, dan kartun bukanlah dia, sehingga dia memang masih bisa memisahkan dirinya di kartun itu. Video game dan play-station game setahu saya masih menggunakan kartun, jadi dampaknya tetap tidak sekuat kalau itu benar-benar diperankan oleh manusia. Walaupun akhir-akhir ini animasinya makin halus saja seperti manusia, apalagi ada tiga dimensinya. Yang juga cukup sering dimainkan adalah yang berjenis pertandingan. Dalam pertandingan ini, terdapat 2 orang yang bertanding atau berkelahi. Kadang-kadang cukup sadis, misalnya dipukul hingga kepalanya copot, atau waktu ditusuk darahnya muncrat. Meskipun hanya kartun, tetap bagi saya cukup sadis dan berdarah. Pertandingan dalam play-station juga bisa demikian, misalnya salah satu pihak hendak mengalahkan musuh perang di udara dengan pesawat terbang atau memasuki benteng musuh dengan cara-cara yang pandai, jadi game pertandingan pada intinya adalah berusaha mengalahkan musuhnya. Ini bisa juga mempunyai dampak, kalau dia terlalu sering bermain dengan hal-hal yang bersifat keras seperti perkelahian atau pukul-memukul. Itu harus kita waspadai, jangan sampai membawa dampak negatif pada anak. Ada juga game yang memang khusus dibuat untuk mendidik. Misalnya ada yang melatih anak untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Ia harus mencari arti dari kata-kata yang khusus, dan nanti dijelaskan artinya. Waktu dia menekan tombol yang benar maka akan keluar pujian, "Kamu telah melakukannya dengan tepat dan sekarang mulai lagi yang baru." Atau misalnya program yang menolong anak untuk mengasah kemampuan matematisnya. Jadi mereka diberikan contoh atau soalnya, lalu si anak harus memecahkannya kemudian diberitahu bagaimana menyelesaikan masalahnya. Hal-hal itu adalah hal-hal yang positif, belum lagi anak-anak bisa juga melihat gambar tentang bumi dan sebagainya sehingga menambah wawasan anak. Jadi ada game yang memang bersifat sangat edukatif, itu juga baik untuk dilihat oleh anak-anak kita. Dalam hal ini peran orangtua sangat besar. Agar anak-anak bisa memainkan video game atau play-station dengan aman, orangtua perlu memperhatikan dampak dari game itu terhadap anak-anak karena setiap anak unik dan tidak sama. Ada anak yang memang dasarnya agak pasif, agak lembut, agak penurut, tapi ada anak yang dasarnya agak keras dan sifatnya secara fisik agresif sekali. Jika mereka menonton pertandingan atau memainkan game yang bersifat pertandingan berkelahi, memukul sampai kepalanya lepas dan sebagainya, itu bisa berdampak, bisa pula tidak. Kalau mulai berdampak, orangtua bisa menegur si anak dan berkata, "Saya melihat sejak kamu menonton atau memainkan game ini kamu menjadi lebih agresif. Kamu cenderung suka memukul adikmu dan mau memukul kakakmu, saya berikan peringatan. Kalau engkau masih begitu, baik di rumah maupun di sekolah tidak boleh lagi menonton atau memainkan game ini." Dengan teguran-teguran itu si anak dilatih untuk mengontrol dirinya sehingga tidak terlalu agresif. Tapi kalau ia tetap masih agresif setelah kita berikan teguran, kita mulai kurangi dan berkata, "Hari ini kamu tidak boleh main. Kamu hanya boleh main besok, jadi 2 hari sekali." Masih agresif lagi kita tambahkan hukuman menjadi 3 hari sekali, jadi tidak 100% dihentikan sehingga ia tidak boleh main sama sekali. Kita mengurangi hukumannya supaya si anak bisa belajar untuk mengendalikan energinya itu. Ada pula salah satu jenis permainan yang di dalamnya anak berusaha menang dan akhirnya selalu menang, sehingga itu terbawa di dalam kehidupannya. Kalau ada anak yang karena permainan itu jadi mau menang sendiri terus, itu pun perlu diperhatikan orangtua. Orangtua perlu mengamati perilaku anak, apakah makin susah mengalah. Kalau makin susah mengalah, dapat langsung kita kaitkan dengan permainan- permainan itu. Dan kita katakan, "Saya akan kurangi waktu bermain play-station." Dengan demikian kita menggunakan permainan untuk memberikan sanksi atau membentuk perilakunya. Jadi bentuk-bentuk permainan memang bisa kita manfaatkan untuk membentuk perilaku anak. Sebab cukup banyak permainan yang menyuburkan insting kompetitif anak. Artinya menanamkan konsep jangan sampai kalah, engkau harus menang. Kalau tidak hati-hati anak akan mulai menyerap insting kompetitif ini dengan berlebihan, sehingga dalam kehidupannya dia susah untuk mengalah. Kalau sifat yang tidak mau kalah makin tertanam, yang dikhawatirkan adalah dia menghalalkan segala cara untuk dapat menang. Sebab harus disadari kita sendiri pun jika memainkan satu permainan pasti ingin menang, tapi memang kita tidak terlalu ditantang seperti kalau kita main video game. Jika dalam pertandingan kita kalah dan teman yang menang, tentu kita merasa kesal, kita mau menang lagi, menang lagi, apalagi jika mainnya berdua. Dengan demikian akan muncul godaan untuk menghalalkan segala cara, misalnya dengan cara kasar, dengan meninju supaya kita bisa mengalahkan dia. Orangtua perlu memperhatikan semua dampak itu pada perilaku dan nilai-nilai hidup si anak. Kalau mulai kelihatan perilakunya terpengaruh dan berubah, orangtua harus membuat sanksi-sanksi. Ada juga pengaruh lainnya, kalau sudah melihat dan bermain video game atau play-station, anak-anak jadi malas untuk pergi atau bergaul dengan teman-temannya. Ini sering kali saya jumpai pada anak-anak saya. Ketika teman-temannya datang, mereka hanya duduk berjam-jam di depan televisi untuk bermain game. Padahal, dulu mereka sering bermain lari-larian ke sana ke sini. Jadi unsur ini juga harus kita seimbangkan, jangan sampai terlalu cepat puas kalau anak-anak kita bisa duduk diam di depan gamenya. Kita perlu anjurkan dia untuk bermain di luar, untuk lari ke sana, ke sini karena itulah yang sehat buat anak-anak. Karena daya khayal anak memang kuat, maka dengan sering memainkan permainan seperti itu, daya khayalnya akan bertambah. Pada saat ini anak-anak memang masih hidup dalam khayalannya, belum hidup 100% dalam dunia realitasnya. Namun kalau tidak hati-hati dia akan mengkhayalkan bahwa itulah kenyataan yang terjadi dalam hidup, misalnya mencari harta karun, bahwa di hutan itu ada banyak harta dan sebagainya, dia pikir itu nyata. Bahkan terkadang bisa terbawa sampai ke mimpi, sehingga dia tidak bisa tidur dengan nyenyak dan terbangun pada tengah malam. Jadi dampak pada anak-anak, seperti susah tidur atau khayalan yang makin menggila juga perlu mendapat perhatian orangtua. Kalau memang khayalannya makin liar, kita harus kurangi, dan kita juga harus selektif terhadap jenis game yang dia mainkan. Kadang-kadang anak juga harus dipaksa untuk keluar dari keterikatan dan pengaruh permainan itu. Anak-anak perlu mendapatkan pembatasan waktu, jadi tidak ada istilah main sepuasnya. Bahkan pada hari libur pun anak-anak perlu mendapatkan batasan, sekurang-kurangnya ada dua alasan mengapa kita harus membatasi mereka: YANG PERTAMA, berlama-lama di depan layar itu tidak baik bagi mata. Walaupun sudah dilakukan usaha dengan dibuatnya suatu layar tambahan untuk mengurangi radiasi, tapi tetap akan ada radiasi yang terpancar keluar. Mata justru akan lebih berfungsi baik kalau sering digunakan melihat jauh, itu sebabnya orang-orang yang tinggal di alam yang masih asri cenderung mempunyai mata yang baik, karena dia terbiasa memiliki ruang penglihatan jauh sekali. Sedangkan anak-anak yang hidup di kota-kota besar yang disuruh belajar, membaca, menulis, atau membuat paper di depan komputer biasanya akan memakai kacamata pada usia muda. Misalkan, saya melihat begitu banyak orang Singapura yang memakai kacamata, itu kesan yang saya lihat jelas sekali. Saya tidak mempunyai data yang pasti, tetapi begitu banyak anak di sana yang menggunakan kacamata, orang dewasa juga sangat banyak yang berkacamata. Saya kira itu semua dampak dari melihat dengan dekat, layar televisi kita lihat dari jarak yang dekat, video game dan sebagainya kita lihat dengan jarak misalnya 1 meter sampai 2 meter. Berjam-jam dan kita jumlahkan dalam 1 minggu, dalam 1 tahun dan sebagainya akan bisa merusak mata anak. YANG KEDUA, bermain di depan televisi atau di depan video game pasti akan mengurangi waktu bermain anak. Juga waktu anak untuk berinteraksi dengan orang tua. Makin sedikit peluang anak untuk bercakap-cakap dengan kita karena dia akan sibuk bermain game. Dan permainan itu benar-benar seperti candu, tidak bisa lepas sampai dia menemukan jalannya baru dia puas. Sehingga akhirnya akan sangat mengurangi waktu interaksi di rumah. Orangtua harus bisa menjaga keseimbangan ini, boleh main tapi dibatasi. Dalam rumah kami, setelah anak-anak pulang sekolah dan habis makan, biasanya kami izinkan main selama 1 jam atau paling lama 2 jam. Setelah itu memulai jam belajar atau les sampai malam. Kalau sudah malam biasanya kami tidak izinkan lagi untuk main. Ada orangtua yang berpendapat daripada anaknya bergaul atau berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal, lebih aman kalau anaknya di rumah, main video game. Pandangan itu ada betulnya, dari pada anak kita keluyuran ke mana-mana tidak ada arahnya lebih baik di rumah. Tapi orangtua harus mengerti apa yang dilakukan anak di rumah, karena apa yang dilakukan anak di rumah itu juga penting. Kalau dia menghabiskan berjam-jam di depan layar monitor memainkan gamenya, itu sangat tidak sehat. Karena dia kehilangan waktu untuk bersosialisasi. Permainan seperti ini bisa menimbulkan sifat individualistis yang lebih tinggi, karena anak kurang memiliki kesempatan untuk bersosialisasi. Itu pasti akan mengakibatkan ketimpangan, dia kurang bisa menempatkan diri pada orang lain, tidak bisa mengerti pemikiran orang lain, atau pun berempati pada perasaan orang, karena dia hanya terus-menerus melihat dari sudut pandangnya sendiri. Jangan sampai play-station membunuh kesempatan si anak untuk bermain dengan teman-temannya. Sumber diedit dari: Judul Buku : Televisi, Video Game dan Anak Judul Artikel: Anak dan Video Game Penulis : Paul Gunadi Penerbit : Literatur SAAT, Malang, 2004 Halaman : 17 - 25 ______________________________________________________________________ o/ TIPS ----------------------------------------------------------o/ -o- PERMAINAN ANAK -- MENGHIBUR ATAU MENGHANCURKAN? -o- =============================================== Dunia anak adalah dunia permainan. Seorang anak akan tumbuh dengan wajar bila ia dibiarkan bebas berkembang dengan segala permainan yang ada untuk menciptakan kreativitas dan imajinasinya. Para pendidik sepakat bahwa proses belajar yang paling cepat dan efektif bagi anak adalah bermain. Namun, sadarkah para orangtua dan pendidik, bila ada permainan anak-anak yang justru dapat menghancurkan masa depannya? Apakah ini tidak terlalu nampak mengada-ada? Dalam seminar Bahaya Permainan Anak yang diadakan oleh Gerakan Peduli Anak Indonesia (GPAI) di Auditorium Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya pada 10 Nopember 2000 lalu, Dra. Magdalena Pranata Santoso, MSi memberikan masukan perihal beberapa permainan anak yang dianggap cukup berbahaya bagi perkembangan jiwa serta karakter seorang anak. Selain itu, ia juga mengungkapkan beberapa fakta yang terjadi berkaitan dengan akibat yang ditimbulkan oleh permainan anak. Ini bukan terjadi di manca negara, melainkan terjadi di Indonesia, di negeri kita. Menyitir kitab Markus 10:14 dan Matius 18:6,10,14 tentang kerinduan Tuhan Yesus agar setiap anak kecil itu tidak disesatkan dan juga tidak terhilang, Magdalena, yang juga staf pendidik di Universitas Kristen Petra Surabaya ini mengungkapkan iblis selalu ingin menyesatkan anak-anak. Dan, jalan yang paling mudah untuk menyesatkan mereka adalah melalui permainan, karena memang itulah dunia mereka. Lantas, ibu seorang putra ini memberi 4 (empat) peringatan. PERTAMA, dunia anak dan dunia permainan adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Yang memberikan peluang untuk kemungkinan yang bersifat negatif adalah ketika anak bermain dengan memakai sarana yang salah dan tidak mendidik. Salah satu poin yang dibahas di sini adalah perihal Kotak Mainan Elektronik, seperti televisi, video player, VCD player, nintendo, play station, dan lain-lain. Yang menjadi masalah bukanlah sarananya, melainkan pada materinya. Ketika materi yang dimunculkan melalui kotak mainan elektronik itu bersifat negatif, pengaruhnya dalam diri anak pasti sangat kuat. Anak dipengaruhi dan belajar sesuatu yang negatif pula. Hal inilah yang akan segera mempengaruhi perilaku, karakter bahkan kepribadiannya. KEDUA, keluarga modern yang ayah dan ibunya bekerja merasa perlu mencari semacam pengganti posisi orang tua untuk anaknya. Pengganti itu bisa saja baby sitter, nenek, pembantu, kakak sulung atau juga ‘guru’ lainnya. Mereka inilah yang nantinya memberikan atau mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Kebetulan, anak-anak adalah murid yang baik. Mereka cepat sekali belajar dan beradaptasi, serta mengembangkan daya fantasi mereka. Bila guru kehidupan itu tidak mengajarkan nilai-nilai kebenaran Allah, kita bisa membayangkan apa yang akan terjadi nantinya. KETIGA, sesungguhnya guru yang menggantikan posisi ayah dan ibu di rumah sudah ada. Mungkin keberadaannya tidak kita sadari, namun dapat kita rasakan. Ia hadir di rumah kita karena kita sendirilah yang telah mengundang guru itu ke rumah kita. Namanya, Guru Elektronik. Kehadirannya kita beli dengan harga mahal, namun kita tak dapat mengendalikannya. Apalagi saat ia mengajarkan kekerasan, sihir, okultisme, fantasi seksual, kekejaman dan sebagainya. Anak- anak terlanjur jatuh cinta pada permainan yang mengajarkan taktik berperang, taktik menyerang, dll.. Menurut Dr. Arnold Goldstein, direktur pusat agresi di Syracuse University, bila anak bermain dengan kekerasan, hal itu akan meningkatkan risiko si anak untuk memakai agresi dalam kehidupan nyata. Apa ini ada hubungannya dengan kerusuhan yang merebak di tanah air belakangan ini? KEEMPAT, kita sudah sepatutnya menyadari bahwa dunia realita dan fantasi amat tipis batasnya. Nilai-nilai kenikmatan, kebebasan, individualistis, materialistis, kekerasan, kesuksesan sangat mendominasi pola pikir dan gaya hidup masyarakat. Lalu, nilai apakah yang sudah kita ajarkan pada anak-anak kita? Adakah rasa hormat dan mengasihi Allah, adakah cinta kasih, adakah tanggung jawab, taat pada otoritas, kebaikan, kejujuran, kesetiaan, keberanian, keadilan, kepedulian sosial, persahabatan dan lain-lain? Mencermati keempat hal di atas, Magdalena mengajak sekitar 500 peserta seminar yang hadir untuk membuat komitmen. 1. Menerima peran orangtua dan pendidik sebagai sebuah tanggung jawab hidup serius di hadapan Tuhan. Maksudnya, para pendidik Kristen, termasuk orangtua harus dapat mendidik anak di jalan Tuhan. Karena permainan elektronik lebih menarik bagi anak-anak, maka orangtua dan guru seharusnya memberikan figur dan teladan yang lebih kuat dalam hidup anak. 2. Menyadari bahwa dunia bermain sangat penting dan kuat dalam mempengaruhi kehidupan anak-anak. Sebagai orangtua dan pendidik Kristen, sudah sepatutnya kita turut melindungi anak-anak dari bahaya permainan itu. 3. Harus ada kerja sama antara orangtua, guru, dan juga rohaniwan. Untuk itu, perlu dipersiapkan perpustakaan yang dilengkapi dengan hadirnya program TV, VCD, video games, play station serta permainan anak yang didesain dengan nilai-nilai yang benar. 4. Menyadari bahwa panggilan utama orangtua dan para pelayan anak adalah untuk membawa anak-anak dan membimbing mereka sejak kecil agar menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat pribadinya. Satu pertanyaan untuk direnungkan, kemana anak kita akan pergi bila malam ini mereka meninggal dunia? <fanny/warningnews.com> Bahan diedit dari sumber: Judul Artikel : Permainan Anak -- Menghibur atau Menghancurkan? Penulis Artikel : Fanny Nama Milis : Forum Diskusi e-BinaGuru Alamat Subscribe: subscribe-i-kan-binaguru(at)xc.org ______________________________________________________________________ o/ STOP PRESS! ---------------------------------------------------o/ -o- KONSULTASI NASIONAL DAN PAMERAN PELAYANAN ANAK BERESIKO -o- ======================================================= Jaringan Peduli Anak Bangsa (JPAB) bermitra dengan beberapa lembaga Kristiani yang bergerak di bidang Pelayanan Anak Beresiko tanggal 23 - 26 Nopember 2005 akan menyelenggarakan KONSULTASI NASIONAL & PAMERAN PELAYANAN ANAK BERESIKO. Acara ini akan diadakan di Graha Bethel, Jl. Ahmad Yani No. 65 Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Acara ini bertujuan untuk mempertemukan, memperkenalkan, mengkomunikasikan dan membangun kerjasama antara lembaga-lembaga pelayanan anak beresiko dari seluruh wilayah di Indonesia dengan gereja dan lembaga donor sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi anak beresiko di Indonesia. Acara ini akan dihadiri oleh : 1. 200 Hamba Tuhan dari seluruh Indonesia. 2. 70 Lembaga pelayanan anak beresiko dari seluruh Indonesia. 3. 3000 pengunjung pameran selama 3 hari. 4. Kunjungan siswa/i SLTP sampai dengan Perguruan Tinggi dalam rangka Study Tour. Dalam Pameran ini juga diselenggarakan seminar-seminar yang membahas berbagai isu tentang pelayanan anak beresiko dan presentasi dari berbagai lembaga yang melayani anak beresiko. Berbagai isu yang diseminarkan, antaranya adalah: 1. Potret situasi anak di Indonesia & produk hukum yang berhubungan dengan anak. 2. Pemahaman anak beresiko di Indonesia dalam sudut pandang muslim (Best Practices Fatayah NU.) 3. Child abuse di sekitar kita. 4. Biblical Perspective tentang anak. 5. Mengembangkan Advokasi yang efektif di sekitar Indonesia. 6. Issue anak beresiko di Indonesia & tanggapan Civil Society. 7. Korban HIV/AIDS siapa yang peduli. 8. Kepedulian Masyarakat Indonesia terhadap anak beresiko. Narasumber dari seminar di atas adalah: 1. Tri Budiarjo (JPAB) 2. Stephen Tong (Ketua Sinode GRII) 3. Hj. Susi Tosari Widjaya (Pimpinan Pusat Muslimat NU) 4. Magdalena Sitorus (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) 5. Arist Merdeka Sirait (Sekretaris Komnas Perlindungan Anak) 6. Astrid G. Dionisio (Unicef Indonesia) 7. Nafsiah Mboi (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dan Komnas Perempuan) 8. Johannes Watilete (Bala Keselamatan) 9. Bunga Kobong (Sahabat Peduli) 10. Romo Mudji Sutrisno 11. Jan Sihar Aritonang (PGI) Untuk acara pameran dan presentasi GRATIS, sedangkan seminar dikenakan biaya sebesar Rp 10.000,- setiap sesi. Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi : - Sdri. Martha Ardina : 08158760085 - Sdr. Andre : 08135620387 - Sekretariat PPAB : (021) 4526235 / 70779840 ______________________________________________________________________ o/ MUTIARA GURU --------------------------------------------------o/ Permainan mungkin menyenangkan hati anak, tetapi waspadalah, jangan sampai permainan itu membuat anak melakukan yang tidak menyenangkan hati Tuhan. o/----------------------------------------------------------------o/ Staf Redaksi: Davida, Ratri, dan Lisbet Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) e-BinaAnak 2005 -- YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ ~~ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati o/----------------------------------------------------------------o/ Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`) Alamat berlangganan : < subscribe-i-kan-BinaAnak(at)xc.org > Alamat Berhenti : < unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)xc.org > Arsip e-BinaAnak : http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://www.sabda.org/pepak/ ><> --------- PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN ANAK --------- <><
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |