Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/287

e-BinaAnak edisi 287 (5-7-2006)

Perceraian

   
______________________________e-BinaAnak______________________________
        Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak
        ==================================================

Daftar Isi:                                              287/Juli/2006
----------
   - SALAM DARI REDAKSI
   - ARTIKEL (1)         : Bila Orang Tua Bercerai
   - ARTIKEL (2)         : Perceraian Juga Terjadi pada Anak-Anak
   - TIPS                : Perceraian Orang Tua
   - BAHAN MENGAJAR      : Perceraian: Terkoyak
   - WARNET PENA         : Taman Bermain Anak-Anak
   - MUTIARA GURU

----------------------------------------------------------------------
 Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi:
  <staf-BinaAnak(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak(at)xc.org>
======================================================================

                      -=- SALAM DARI REDAKSI -=-

  Salam kasih,

  Berbagai stasiun televisi belakangan ini sering menayangkan kasus
  perceraian para artis. Yang memprihatinkan adalah bagaimana anak-
  anak mereka menjadi korban dari perpisahan ini. Tak jarang anak-anak
  itu menjadi bahan rebutan. Lebih parah lagi, mereka dijadikan alasan
  untuk bercerai. "Demi kebaikan anak-anak, kami harus bercerai,"
  begitu kira-kira mereka berkata.

  Kita tidak dapat menutup mata akan hal perceraian ini karena hal
  tersebut tidak hanya terjadi di kalangan artis saja. Mungkin saja
  hal ini terjadi di gereja kita, dan anak-anak korban perceraian
  tersebut adalah murid-murid sekolah minggu kita. Tentu saja kita
  tidak boleh menutup mata terhadap keadaan mereka. Anak-anak yang
  orang tuanya bercerai, mau tidak mau harus mendapatkan perhatian
  ekstra dari para pendidiknya. Apa yang guru-guru sekolah minggu
  lakukan dalam kasus ini? Silakan simak edisi perdana bulan ini yang
  membuka tema "Masalah-Masalah dalam Keluarga Anak SM".

  Selain masalah perceraian keluarga anak sekolah minggu, tiga topik
  berikut akan diulas bulan ini.
     1. Kekerasan terhadap Anak
     2. Keluarga yang Belum Percaya
     3. Masalah Disiplin

  Selamat melayani!

  Redaksi e-BinaAnak,
  Davida

           "Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah,
            tidak boleh diceraikan manusia." (Markus 10:9
           < http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Markus+10:9 >


                         -=- ARTIKEL (1) -=-

                       BILA ORANG TUA BERCERAI
                       =======================

  Perceraian dialami berbagai macam manusia, tetapi rata-rata terjadi
  pada mereka yang tidak bahagia dalam perkawinannya. Sikap orang tua
  yang cepat memutuskan menempuh jalan perceraian seringkali
  menunjukkan adanya semacam ketidakstabilan emosional pada dirinya.
  Bila demikian halnya, anak-anaknya juga akan ikut dihinggapi
  ketidakstabilan yang sama.

  Kesedihan orang tua yang bercerai sangat memengaruhi perkembangan
  anaknya. Seorang ibu yang karena kehancuran hatinya, bersikap acuh
  tak acuh terhadap suaminya yang datang menengok anak-anaknya, akan
  menyulitkan terciptanya hubungan ayah dan anak. Baik bagi si ayah
  maupun si anak, situasi tersebut akan terasa menegangkan dan sangat
  tidak memuaskan.

  Terkadang seorang ibu melarang anaknya untuk bertemu dengan ayahnya.
  Hal ini sangat berbahaya karena orang tua yang tidak nampak akan
  menjadi tumpuan terciptanya beraneka ragam khayalan pada anak.
  Situasi yang demikian dapat menjadi bumerang di kemudian hari, tidak
  hanya bagi anak, tetapi juga bagi orang tua yang tinggal bersamanya.

  Anak yang orang tuanya bercerai mempunyai problem emosional
  tersendiri. Ia merupakan korban dari dua orang tua yang mempunyai
  problem dan kesulitan yang mereka kira hanya dapat dipecahkan
  melalui perceraian. Akibatnya, jalan hidup anak telah terenggut oleh
  keputusan itu. Anak dari orang tua yang bercerai cenderung
  dibesarkan dalam kondisi sosial yang kurang sehat daripada anak-anak
  dalam rumah tangga normal.

  Penyelidikan para ahli telah membuktikan bahwa banyak anak yang
  terganggu jiwanya, dan banyak anak-anak nakal adalah anak-anak dari
  keluarga yang berantakan. Tetapi jika orang tua mampu memberi
  pemahaman kepada anak-anaknya tentang konflik yang mereka hadapi,
  kadang-kadang anak-anak tersebut akan dapat mengatasinya, meskipun
  tidak serta merta membebaskan mereka dari konflik. Biasanya, anak-
  anak yang orang tuanya bercerai lebih banyak terlibat dalam
  kenakalan dan kejahatan, secara individu atau kelompok. Terkadang
  bisa ditunjukkan pula bahwa anak-anak dari hasil perceraian (bahkan
  dari perkawinan yang gagal) cenderung lebih mudah menemui kegagalan
  dalam kehidupan perkawinannya sendiri.

  Ada alasan kuat mengapa orang tua sangat sukar untuk bisa rujuk
  kembali, dalam kasus ini adalah sang ibu. Dia sukar memenuhi
  keinginan sang anak karena setelah melalui kegagalan tersebut,
  masing-masing pihak menimpakan kesalahannya pada pihak-pihak lawan,
  dengan membesar-besarkan kesalahan pihak lawan dan meminimalkan
  kesalahan sendiri.

  Sejak dia memutuskan untuk bercerai, seorang ibu tidak ingin melihat
  ayah dari anaknya secara keseluruhan. Mereka tak mungkin bersatu
  kembali karena suaminya tak bertanggung jawab atau tidak setia. Dia
  ingin menjelaskan kepada teman-temannya bahwa sang ayah dari anaknya
  itu orang yang sulit dan dia juga ingin agar anaknya percaya akan
  hal tersebut, walaupun dia tahu bahwa tindakan yang dilakukannya itu
  tidak adil. Jadi, ketika sang anak menginginkan kembalinya sang
  ayah, pertentangan itu akan muncul kembali di hatinya.

  Anak dari orang tua yang bercerai seringkali adalah anak yang tidak
  mempunyai keyakinan diri karena situasi rumah yang tidak stabil.
  Ditambah lagi bila anak tersebut sering berpindah-pindah tempat
  tinggal karena alasan keluarga, atau karena orang tuanya hidup
  terpisah.

  Berbagai akibat perceraian yang sering dijumpai misalnya kesulitan
  pendidikan dan ekonomi, kurang atau tidak adanya pengawasan dari
  orang tua, pengabdian yang terbagi (anak-anak dijadikan tameng atau
  perisai dalam pertengkaran orang tua), kesulitan dalam menentukan
  sikap pengabdian terhadap lingkungan baru (problem orang tua tiri),
  penghancuran terhadap ide atau cita-citanya, kurangnya keyakinan
  emosional, dan sebagainya.

  Sekarang mari kita pikirkan mengapa seorang anak ingin agar kedua
  orang tuanya yang bercerai itu bisa rujuk kembali. Anak-anak seperti
  ini, sebelum perceraian terjadi, telah biasa hidup dengan kedua
  orang tua mereka. Mereka berpikir bahwa mereka masih membutuhkan
  kedua orang tuanya yang masing-masing memberi kepuasan batin
  tersendiri bagi si anak. Pikiran tentang kedua orang tuanya yang tak
  mungkin bersatu kembali itu sangat menakutkan mereka, setidak-
  tidaknya sampai ketika mereka akan menjadi terbiasa oleh perceraian
  dan segala konsekuensinya. Barangkali anak-anak setuju akan pendapat
  ibunya bahwa ayahnya memang salah. Tetapi jika sang ibu terlalu
  membesar-besarkan, anak akan memperkecil kesalahan si ayah dengan
  harapan keduanya mau rujuk kembali.

  Dr. Benyamin Spock dalam bukunya, "Raising Children In A Difficult
  Time", secara gamblang mengemukakan bahwa alasan lain mengapa
  seorang anak menonjolkan orang tua yang hidup terpisah darinya
  karena perceraian adalah karena mereka tahu bahwa mereka adalah
  keturunan kedua orang tuanya, yang menyandang bentuk fisik dan
  rohani yang sama dengan mereka berdua. Jika salah satunya bersifat
  buruk, mereka sendiri pun akan mengidap sifat buruk tersebut.
  Anggapan serupa ini seringkali dijumpai pada anak-anak yang
  mempunyai catatan kriminalitas.

  Mungkin sekali anak-anak menjadi marah kepada kedua orang tuanya
  karena mereka telah bercerai. Kemarahan ini harus dikeluarkannya
  secara langsung, tidak secara sembunyi-sembunyi, tetapi dengan kata-
  kata langsung. Pada umumnya, kaum pria maupun wanita yang bercerai
  akan kawin lagi. Dan keuntungan atau kerugian yang didapat anak-
  anak dalam kehidupan perkawinan kedua dari orang tuanya akan
  tergantung dari bagaimana pernikahan yang kedua itu sendiri
  berjalan.

  Seorang anak mungkin secara tiba-tiba meminta pada ibunya untuk
  mencari seorang ayah baru baginya. Sikap seperti ini pada dasarnya
  tidak berlawanan dengan cintanya terhadap sang ayah. Biasanya hal
  yang seperti ini timbul jika ayahnya tak dapat setiap hari berkumpul
  dengan mereka, entah karena tugas ataupun karena perceraian, karena
  mereka ingin memiliki seorang ayah seperti anak-anak lain, yakni
  ayah yang dapat berkumpul bersama mereka setiap hari.

  Bagaimanapun juga, tidak ada anak yang dilahirkan dengan telah
  memiliki satu kebiasaan. Kebiasaan tersebut merupakan hasil dari
  satu proses yang diterapkan oleh orang tuanya dalam perkembangan
  kepribadian anaknya. Bahkan sebenarnya, tak ada proses khusus yang
  diterapkan. Anak menyerap semua yang ada di sekelilingnya. Bila
  lingkungan baik, ia akan berkembang menjadi individu yang baik.
  Namun bila keadaannya tidak menguntungkan, misalnya dalam situasi
  broken home di mana orang tuanya hidup berpisah, ia akan berkembang
  sebagai pribadi yang akan menghindarkan diri dari kehidupan normal,
  menjadi anti sosial, agresif serta cenderung melakukan hal-hal yang
  sifatnya destruktif.

  Bahan diedit dari sumber:
  Judul buku : Butir-Butir Mutiara Rumah tangga
  Penulis    : Alex Sobur
  Penerbit   : Kanisius, Yogyakarta dan BPK Gunung Mulia, Jakarta
               1987
  Halaman    : 281 - 284


                         -=- ARTIKEL (2) -=-

               PERCERAIAN JUGA TERJADI PADA ANAK-ANAK
               ======================================
                     Artikel oleh: Kathi Mills

  Dalam enam bulan setelah kelahiran anak bungsuku, Chris, aku
  mendengar berita tentang dua pasangan di gereja kami yang akan
  bercerai. Aku tidak dapat memercayainya! Orang Kristen tidak boleh
  bercerai! Bagaimana dengan anak-anak? Bagaimana dengan kesaksian
  kristiani mereka? Kira-kira apa yang dipikirkan oleh mereka?

  Lalu beberapa waktu kemudian, perceraian itu terjadi padaku. Tiba-
  tiba aku menjadi ibu tunggal dari tiga anak, pencari nafkah tunggal
  untuk kebutuhan rumah tangga kami, orang yang bertanggung jawab atas
  semua anak secara fisik, emosi, dan rohani. Bahkan sebagai orang
  Kristen, semuanya ini hampir melebihi dari yang dapat aku tanggung.

  Setelah berpindah tempat tinggal, anak-anakku dan aku memutuskan
  untuk bergabung di sebuah gereja besar di mana hanya sedikit orang
  yang kami kenal. Hampir tak seorang pun yang memerhatikan situasi
  kami dan aku pun segan untuk menceritakannya kepada mereka. Namun,
  seorang guru sekolah minggu yang bijaksana dan cerdas mengetahui
  bahwa Chris memiliki beberapa masalah di dalam kelas, masalah yang
  sebelumnya dia lihat banyak terjadi pada anak-anak yang mengalami
  stres karena perceraian.

  Ia meneleponku dan itu merupakan awal dari segalanya, tidak hanya
  untukku sendiri, namun juga untuk anak-anakku. Karena ketajaman dan
  kemauannya untuk terlibat, anak-anakku dan aku belajar menjadi
  kelompok yang saling mendukung untuk keluarga-keluarga yang
  mengalami perpisahan dan perceraian. Kelompok ini bertemu seminggu
  sekali di gereja untuk memberikan kestabilan emosi dan pengarahan
  yang kami perlukan guna memulai perjalanan kami kembali seperti
  sediakala. Dan kegiatan ini membuka mata kami terhadap kenyataan
  bahwa kami tidak sendiri dalam situasi yang menyakitkan ini. Ada
  banyak keluarga Kristen yang hancur akibat perceraian.

  Apa yang membuat guru sekolah minggu yang perhatian ini mengetahui
  masalah kami? Dia telah memerhatikan pola perilaku yang umum terjadi
  pada anak-anak yang menghadapi perceraian.

  1. Anak-anak yang mudah bergaul dan ramah seringkali menjadi mudah
     murung, menarik diri, dan cemberut. Mereka mungkin meluapkannya
     dengan menangis atau meledakkan kemarahannya jika terpancing
     sedikit saja.

  2. Anak-anak yang dulunya cukup aman di sekolah minggu menjadi
     penakut, suka menangis, dan merengek-rengek sampai orang tua
     mereka kembali.

  3. Anak-anak yang mengalami perceraian bisa melampiaskannya kepada
     anak-anak lain -- memukul, menggigit, menendang, atau memberi
     nama sebutan lain.

  4. Anak-anak ini mungkin menarik diri mereka sendiri, menolak untuk
     bergabung pada saat "sharing" dengan anak-anak lain.

  Meskipun tanda-tanda ini tidak selalu muncul pada anak-anak yang
  mengalami perceraian (kalaupun muncul, bisa disebabkan oleh masalah
  lain), perilaku mereka sangat perlu diperhatikan.

  Jika menurut Anda salah satu anak di kelas Anda mengalami
  perceraian, apa yang dapat Anda lakukan?

  1. Jika Anda tahu salah satu atau kedua orang tua benar-benar merasa
     nyaman atas keterlibatan dan perhatian Anda, lakukanlah dengan
     sangat hati-hati dan banyak-banyaklah berdoa. Jelaskan kepada
     orang tua itu tentang perhatian Anda terhadap perilaku anak di
     dalam kelas. Biarkan orang tua bercerita semau mereka. Jangan
     menyelidik.

  2. Jika Anda mendapati bahwa anak ini benar-benar mengalami
     perceraian, pekalah terhadap kebutuhannya dan masalah-masalah
     perilakunya di dalam kelas. Anak-anak korban perceraian
     membutuhkan kasih dan perlu mendapatkan keyakinan dari orang
     dewasa dalam kehidupan mereka. Sedikit pelukan, kata-kata
     hiburan, dan sedikit tambahan perhatian dapat menimbulkan hal-hal
     yang luar biasa.

  3. Carilah kelompok pendukung untuk keluarga yang bercerai dari
     gereja Anda atau gereja lain maupun dari komunitas yang ada. Jika
     kesempatan itu muncul, bersiap-siaplah untuk menawarkan informasi
     ini.

  Anda tidak dapat berharap akan bisa menyelesaikan semua masalah dan
  menyembuhkan luka anak-anak yang ada di kelas Anda, namun Anda dapat
  peka terhadap masalah dan luka itu. Kenyataan yang menyedihkan
  adalah bahwa perceraian bukanlah masalah yang terbatas pada dunia
  sekuler saja, namun juga terjadi di gereja. Anda dapat mendoakan
  anak-anak ini dan keluarganya, meminta Tuhan untuk menunjukkan
  kepada Anda apa yang dapat Anda lakukan untuk anak-anak korban
  perceraian ini.

  [Kathi Mills adalah seorang pengarang dan editor yang tinggal di
   Santa Paula, California bersama dengan suaminya, Larry, dan anak
   bungsunya, Chris.] (t/ratri)

  Bahan diterjemahkan dari sumber:
  Judul buku   : Sunday School Smart Pages
  Judul artikel: Divorce Happens to Children Too
  Editor       : Wes dan Sheryl Haystead
  Penerbit     : Gospel Light, Ventura, California, USA 1992
  Halaman      : 167


                             -=- TIPS -=-

                         PERCERAIAN ORANG TUA
                         ====================

  Banyak anak korban perceraian yang menyalahkan diri mereka sendiri
  atas konflik yang terjadi. Mereka percaya jika mereka berperilaku
  lebih baik, perceraian itu tidak akan terjadi. Anak-anak harus
  diingatkan berulang-ulang bahwa perceraian itu merupakan perpisahan
  orang tua dan bukan antara orang tua dan anak. Karena beberapa
  perceraian melibatkan orang tua yang kasar, pernyataan bahwa betapa
  ayah dan ibu masih mencintai anak-anak mereka tidak selalu tepat.
  Jadi, sudah seharusnya guru bersikap seperi berikut ini.
     1. Memaklumi jika anak menangis dan bersedih.
     2. Memahami luapan kemarahan dan kesedihan anak.
     3. Bersedia mendengarkan.
     4. Tetap memerhatikan, tanpa mengatakan yang tidak semestinya
        tentang situasi di rumah.

  Pada saat seperti ini anak akan mengalami "shock", ketidakpercayaan,
  kesedihan, dan kesepian; khawatir tentang dunianya yang berubah; dan
  akan malu karena merasa berbeda dari teman-teman sekelasnya. Anak-
  anak ini akan menunjukkan kemarahan dan mungkin bingung untuk setia
  kepada ayah atau ibunya. Pada saat seperti ini, guru harus benar-
  benar mengawasi, memerhatikan tingkah laku anak, dan mengamati
  apakah anak mengalami depresi atau menarik diri dari teman-temannya.
  Suasana hati yang benar-benar berubah termasuk perubahan tingkah
  laku yang radikal bisa menunjukkan perlunya penanganan secara
  profesional. Staf pastoral gereja mungkin dapat menawarkan bantuan
  konseling atau memberikan referensi sumber-sumber lain.

  Guru yang ingin membangun hubungan yang bermanfaat dengan anak dari
  keluarga yang retak harus bijaksana untuk mengingat beberapa hal
  berikut.
     1. Jangan mencoba untuk mengisi peran orang tua yang tidak ada.
     2. Waspadalah karena orang tua yang baru saja bercerai mudah
        mendapat kritikan dan mudah goyah.
     3. Waspadalah pada orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh anak
        setelah memperjuangkannya.
     4. Sarankan untuk mengikuti konseling pada konselor profesional.

  Beberapa tahun yang lalu perceraian adalah hal yang jarang terjadi
  karena perpisahan memberikan kesan yang buruk bahwa keluarga yang
  pecah itu akan tersingkir dari "masyarakat yang terhormat". Sekarang
  ini, sulit untuk menemui sebuah keluarga besar yang tidak terdapat
  barang satu perceraian di dalamnya. Karena perceraian sudah menjadi
  hal yang umum, kita menjadi tidak peka terhadap akibat-akibatnya,
  khususnya terhadap anak. Dunia anak korban perceraian berubah
  selamanya; dalam sekejap saja anak bisa kehilangan orang tua, kakek,
  nenek, bibi, paman, dan saudara-saudara sepupu. Dia mungkin menjauhi
  teman-temannya, gereja, sekolah, dan rumah. Hanya sedikit pengalaman
  dalam hidup yang berdampak sangat luar biasa seperti perceraian
  orang tuanya. Dahulu gereja mungkin tidak memedulikan anak yang
  seperti ini, namun kini gereja harus membuka tangannya lebar-lebar
  untuk merangkul anak-anak yang menderita karena pengalaman
  ini.(t/ratri)

  Bahan diterjemahkan dari sumber:
  Judul buku   : The Complete Handbook for Children`s Ministry
  Judul artikel: Parent in Divorce
  Penulis      : Dr. Robert J. Choun dan Dr. Michael S. Lawson
  Penerbit     : Thomas Nelson Publishers, Nashville, USA 1993
  Halaman      : 146 - 147


                        -=- BAHAN MENGAJAR -=-

                         PERCERAIAN: TERKOYAK
                         ====================

  REFLEKSI UNTUK ORANG TUA/GURU

  Kata lain dari perceraian adalah pemutusan atau pemotongan, seperti
  pada kata amputasi. Maknanya tidak jauh berbeda. Selalu ada rasa
  sakit, yang semakin sakit bila sebuah keluarga (saya memakai istilah
  ini secara luas) mengalami perpecahan.

  Entah perpecahan itu terjadi dalam pernikahan, hubungan orang tua
  dan anak, gereja, masyarakat, atau negara, dinamikanya hampir selalu
  sama. Saat sebuah hubungan dibangun dengan sungguh-sungguh, dengan
  saling memberi dan menerima janji serta kepercayaan, tiba-tiba
  terjadilah pengkhianatan atau kekecewaan, kebisuan, kesalahpahaman,
  kecurigaan, dan impian yang hancur yang menggoncangkan fondasi dan
  merobohkan dinding.

  Yesus berbicara sangat keras mengenai perceraian karena Dia tahu
  akibatnya. Dia datang untuk mendamaikan dua pihak yang terlibat
  dalam perceraian terbesar. Ketika manusia memutuskan untuk keluar
  dari keluarga Allah dengan berbuat dosa, bagian dari diri Allah yang
  tersayat dan luka terbuka itu terlihat pada tangan dan kaki Kristus.

  Kita tidak dipanggil untuk menghakimi orang lain, namun sebagai
  orang Kristen kita dipanggil untuk mengasihi orang lain dengan
  anugerah dan belas kasihan seperti yang kita terima dari Allah.
  Mungkin kita tidak selalu dapat menjawab pertanyaan dari mereka yang
  terluka, namun kita dapat berusaha agar hadirat Tuhan yang
  memulihkan nyata dalam perbuatan dan perkataan kita.

  REFLEKSI UNTUK SELURUH ANGGOTA KELUARGA/KELAS GSM

  Tak seorang pun berencana untuk mengakhiri pernikahan mereka dengan
  perceraian. Pada kenyataannya, orang tidak menghendaki hal ini
  terjadi. Tentu saja anak-anak menjadi takut dan bingung ketika
  orang tua mereka memutuskan untuk bercerai. Terkadang anak-anak
  mengira merekalah yang bersalah sebab mereka sering membuat gaduh,
  tidak merapikan rumah, atau lupa membuang sampah. Tetapi itu semua
  tidak benar. Orang tua memutuskan untuk bercerai karena diri mereka
  sendiri. Memang menyedihkan, tetapi sama sekali bukan karena anak-
  anak!

  Allah tahu persis bagaimana rasanya mengalami perceraian. Ketika
  Allah menciptakan manusia, Dia ingin kita hidup bersama dengan-Nya,
  saling mengasihi dan selalu bahagia, tetapi bukan demikian yang
  terjadi. Namun, Allah tidak pernah menyerah begitu saja. Dia bahkan
  mengirim Anak-Nya sendiri, Yesus, untuk membawa kita kembali pada-
  Nya.

  Hari 1: Adam dan Hawa Mengkhianati Kepercayaan Allah
  (Kejadian 3:8-24)

  a. Mengapa Allah menyuruh laki-laki dan perempuan itu meninggalkan
     Taman Eden dan segala cara hidup mereka?
  b. Sebutkan tiga peraturan terpenting dalam keluargamu. Apa yang
     akan terjadi jika kamu melanggar peraturan-peraturan itu?

  Hari 2: Ketidaktaatan Ratu Wasti (Ester 1:10-22)

  a. Apa yang dikhawatirkan raja mengenai apa yang dipikirkan orang
     ketika Ratu menolak untuk datang?
  b. Pada perikop ini kita hanya diberi satu sisi dari kisah tersebut.
     Bicarakanlah apa yang terjadi ketika ada kesalahpahaman dalam
     keluarga Anda. Mintalah tiap-tiap anggota keluarga membagikan apa
     yang mereka ingat dan bagaimana persoalan itu dapat diatasi.

  Hari 3: Setialah (Maleakhi 2:10-16)

  a. Sebutkan dua hal yang dibenci Tuhan!
  b. Allah menginginkan kita setia dalam segala hal yang kita lakukan.
     Ceritakanlah tentang seorang sahabatmu dan bagaimana kamu
     menyatakan kesetiaanmu padanya.

  Hari 4: Ajaran tentang Perceraian (Markus 10:1-9)

  a. Bagaimana Yesus menjelaskan bahwa Musa mengizinkan perceraian?
  b. Pada siapakah kamu merasa paling dekat? Apa yang membuatmu
     merasa dekat?

  Hari 5: Seorang Perempuan Kedapatan Berbuat Zinah (Yohanes 8:1-11)

  Perzinahan dan pelanggaran susila merupakan perkecualian terhadap
  perceraian yang Yesus nyatakan. Hal ini membuat tindakan Yesus
  tampak semakin menarik perhatian. Lihat Matius 19:9!

  a. Apa yang akan terjadi pada perempuan itu seandainya Yesus tidak
     ada di sana?
  b. Kita semua pernah melakukan hal-hal yang memalukan. Yesus
     mengasihi kita dan Dia selalu menyertai kita apa pun yang sedang
     kita hadapi. Berdoalah bersama supaya Allah membantu kita untuk
     terus melangkah tanpa rasa malu dan bersalah. Berdoalah juga agar
     Allah membantumu untuk tidak melakukan hal-hal yang membuatmu
     malu.

  Hari 6: Kekudusan Pernikahan (1 Korintus 7:10-17)

  a. Bagaimana Paulus mendorong jemaat Korintus untuk menjalani
     kehidupan mereka?
  b. Kita didorong untuk hidup seperti apa yang telah Allah tetapkan
     bagi kita. Bagikanlah pemikiran-pemikiranmu mengenai kehidupan
     seperti yang apa telah Allah tetapkan bagimu dan bagaimana kamu
     menjalaninya.

  Bahan diedit dari sumber:
  Judul buku : Belajar Bersama
  Penulis    : Janise Y. Cook
  Penerbit   : Yayasan Gloria, Yogyakarta 1999
  Halaman    : 67 - 69


                         -=- WARNET PENA -=-

                       TAMAN BERMAIN ANAK-ANAK
                       =======================
                       http://www.unikids.co.id

  Situs ini adalah salah satu situs tempat bermain maya anak-anak
  Indonesia. Kehadiran situs ini patut disambut dengan gembira karena
  selama ini anak-anak harus puas dengan situs berbahasa asing. Selain
  menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantarnya, situs ini juga
  dapat memenuhi harapan anak-anak memiliki cara pandang tersendiri
  tentang dunia anak. Dengan teknologi "shockwave multimedia", situs
  ini berusaha menghadirkan interaktivitas bagi anak-anak. Situs ini
  tidak hanya dapat dipakai sebagai tempat bermain dan bersenang-
  senang melainkan dapat dipakai sebagai wahana hiburan dan belajar.
  Anak-anak akan menemukan petualangan menarik di situs ini, seperti
  kisah Webby Si Penjelajah dan Koko Kuya Momon. Untuk bergembira
  bersama dengan anak-anak Anda, silakan berkunjung ke situs web taman
  bermain anak-anak ini.

  [Sumber: ICW edisi 44/1999
   Arsip : http://www.sabda.org/publikasi/icw/044/]


                         -=- MUTIARA GURU -=-

       "Saya yakin Tuhan melarang perceraian karena Tuhan tahu
       dampak dari perceraian itu terlalu pahit, baik bagi yang
       melakukannya, korbannya, pasangannya atau anak-anaknya."
               - Kutipan Paul Gunadi dari gurunya -


----------------------------------------------------------------------
               Staf Redaksi: Davida, Ratri, dan Lisbet
       Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
                 Copyright(c) e-BinaAnak 2006 -- YLSA
        http://www.sabda.org/ylsa/  ~~ http://katalog.sabda.org/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                  No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
======================================================================
Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`)
Alamat berlangganan : <subscribe-i-kan-BinaAnak(at)xc.org>
Alamat Berhenti     : <unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)xc.org>
Arsip e-BinaAnak    : http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/
Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen:  http://www.sabda.org/pepak/
------------- PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN ANAK --------------

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org