Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/562

e-BinaAnak edisi 562 (30-11-2011)

Bertumbuh Bersama Anak (V)

___e-BinaAnak (Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak)____

DAFTAR ISI
ARTIKEL: BERTUMBUH SECARA SPIRITUAL DAN KARAKTER
MUTIARA GURU

Shalom,

Tujuan kehidupan orang Kristen adalah serupa dengan Kristus. Tuntutan
ini ditujukan, baik kepada orang dewasa maupun anak-anak. Dalam proses
menjadi serupa dengan Kristus, spiritual dan karakter kita dikuduskan
oleh Tuhan. Untuk itu, kita perlu selalu belajar dan bertumbuh dalam
spiritual dan karakter. Bagaimana kita bertumbuh secara spiritual dan
karakter, dapat Anda simak melalui artikel yang kami sajikan dalam
edisi kali ini.

Selamat menyimak, Tuhan Yesus memberkati.

Pemimpin Redaksi e-BinaAnak,
Fitri Nurhana
< fitri(at)in-christ.net >
< http://pepak.sabda.org/ >

          ARTIKEL: BERTUMBUH SECARA SPIRITUAL DAN KARAKTER

"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu
untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi
mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang
yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula
untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya
itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang
ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka
yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang
dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya." (Roma 8:28-30)

Kalau kacamata kita sudah berpusat pada diri kita sendiri, maka
kebaikannya selalu baik menurut kita. Kadang-kadang kalau ada
kesulitan, orang mengatakan: Tuhan pasti punya maksud yang baik di
balik itu semua. Tetapi kalau maksud baiknya tidak sesuai dengan
maunya kita, maka kita akan protes lagi pada Tuhan.

Apa maksud "baik" di sini? Di dalam NIV Study Bible, kata "goodness
for good" untuk orang-orang pilihan itu adalah semakin menyerupai
Kristus. Ternyata di dalam kesulitan, Tuhan terus memoles kita dan
membentuk kita, sehingga kita semakin menyerupai Kristus. Bukan
baik-baik seperti menurut kita. Kadang-kadang kalau sudah benar-benar
susah, kita akan mengatakan bahwa ada maksud yang indah. Tetapi indah
menurut maksud siapa?

Seorang utusan Injil meninggalkan anak dan istrinya dan bersama
seorang teman pergi ke pedalaman. Belum ada jiwa yang ia injili atau
yang menerima keselamatan dari Tuhan, tetapi mereka berdua sudah
dibunuh. Rencana indah apa kalau sudah seperti itu? Kalau membawa
Kabar Baik ke pedalaman Afrika, lantas orang sekampung diselamatkan,
kemudian kita mati, tidak apa-apa. Kalau belum mulai sudah mati, itu
namanya mati konyol. Apa yang baik kalau seperti itu!

Banyak kali yang terjadi dalam hidup, kita mengatakan bahwa Tuhan
memunyai rencana yang baik. Sekali lagi: kita tidak berpusat pada diri
sendiri -- apa yang enak, apa yang senang dan nyaman menurut saya;
tetapi apa yang Allah mau. Dalam hal ini "for good" itu, "good"-nya
adalah "To the Lighness of His Son". Bukan kalau kita menyerupai
Kristus, maka kita kita bisa langsung membuat mukjizat. Tetapi dalam
hal moral dan karakter. Semakin hari kita semakin dipoles menyerupai
Kristus.

Dalam Roma 8:30, ada kata dipilih, dipanggil, dibenarkan, dan
dimuliakan. Kalau hari ini di dalam ruangan ini kita bisa berkumpul
sebagai orang percaya, saya pikir tidak ada harta yang lebih berharga
di dunia ini selain keselamatan kita. Bahwa kita boleh hidup di dalam
Kristus. Ini adalah mukjizat yang paling ajaib, bahwa orang berdosa
seperti kita, sampah di mata Tuhan boleh menjadi mutiara berharga di
mata-Nya. Ini luar biasa.

Semakin tahun saya melihat pengajaran kepada anak-anak semakin sulit.
Untuk metode, kita memang bisa menyampaikan dengan gaya mereka. Tetapi
kita harus berani memberikan kepada mereka sesuatu (content) yang
keras, dalam arti jangan selalu memberikan yang lembut-lembut, yang
menghibur, itu tidak akan menghasilkan apa pun, kecuali mental yang
melempem, yang tidak berkembang sebagaimana harusnya. Misalnya, waktu
kita mengajar, memotivasi, apalagi ketika kita mengajar "Character
Building", itu tidak bisa banyak teori. Misalnya tentang bagaimana
memerhatikan orang. Tidak cukup anak hanya mendengar suara orang,
mereka juga harus tahu perasaan orang. Caranya bagaimana? Kalau ada
orang sedang berbicara kamu harus lihat matanya, mukanya, supaya kalau
dia senang atau tidak senang, kamu bisa tahu.

Pada waktu mengajar tidak bisa terlalu banyak teori, tetapi harus
banyak motivasi. Mengapa setelah kita mengajar, kita merasa begitu
lelah? Karena pada waktu kita mengajar, hati kita harus ada di sana,
sehingga pada waktu mengajar mereka, pastikan bahwa mereka tahu bahwa
kita tidak ada motivasi lain, tidak mencari pujian karena kita
mengajarnya enak atau apa pun, tetapi satu hal bahwa kalau kamu keluar
dari kelas ini dan kamu tidak berubah, maka kamu langsung berurusan
dengan Tuhan, karena gurumu sudah omong. Hal-hal seperti itu menantang
mereka.

Kitab Yesaya mengatakan, "Allah akan memberi kita hati yang taat".
Kita diubahkan. Itu masuk ke masa pengudusan atau penyucian
(Sanctivication). Hidup dalam pengudusan ini berarti pikiran kita
harus diubah. Kita menjadi milik Allah, akal budi kita diubah (ini
proses) dan kita belajar menyenangkan Tuhan dengan hidup sesuai
firman-Nya. Untuk apakah semua itu? Kadang sebagai orang tua, kita
malu kalau anak kita urakan. Kita maunya anak itu rapi, duduknya sopan
dan tenang, yang tahu aturan, bilang terima kasih kalau menerima
sesuatu, dll..

Oleh sebab itu, sebagai orang tua kita tidak terlepas dari jebakan
keinginan agar anak-anak kita memunyai penampilan yang sempurna. Ke
mana pun mereka pergi, paling tidak orang-orang bisa bilang, "Anaknya
baik-baik ya?" Ada rasa bangga untuk hal ini. Tetapi di dalam
penyucian/pengudusan tidak sedangkal itu yang ingin kita capai. Bukan
hanya agar anakku punya moral yang baik, anakku bisa bertegur sapa,
anakku bisa memunyai mulut yang manis dan menyenangkan orang lain.
Pengudusan lebih dari pada itu, karena menyangkut tujuan kekal
(eternal goal). Tujuan untuk masa kita dimuliakan. Pengudusan memiliki
pengertian semakin menyerupai Kristus dalam moral dan karakter. Dalam
ayat 29 dikatakan bahwa supaya Kristus menjadi yang sulung dari banyak
saudara. Jadi, tidak hanya dari segi moral dan etika anak-anak kita
dikatakan baik.

Saya jadi teringat pada murid-murid saya: mereka sering bingung ketika
saya bertanya, "Kamu yakin kalau kamu sudah diselamatkan? Kalau
tiba-tiba nanti sore kita dipanggil Tuhan, apakah kamu siap?" Mereka
tidak berani menjawab. Ini menakutkan bagi saya yang sudah mengajar
berulang-ulang pada mereka. Muncul pertanyaan dalam hati, "Mengapa?"
"Apa yang membuat mereka seperti ini?" Akhirnya, saya ubah pertanyaan
dengan, "Siapa yang pernah menerima Kristus dalam hati dan siapa yang
tahu bahwa sekarang Tuhan Yesus ada di dalam hati?" Banyak yang angkat
tangan. Ketika saya menanyakan mengapa tadi kalian tidak angkat
tangan? Mereka menjawab, "Kan kami masih suka bohong, masih suka
bicara jorok." Akhirnya saya mengerti mengapa tadi mereka tidak berani
menjawab. Ternyata mereka pikir bahwa kalau mereka sudah menerima
Kristus, mereka sudah tidak bisa bohong.

Saya jelaskan pada mereka bahwa di masa pengudusan ini, ketika sudah
menerima Kristus, bukan berarti kita langsung masuk surga. Tetapi kamu
harus mengadakan perlawanan terhadap dirimu, terhadap dosa. Kamu tidak
berdiam diri saja. Setiap hari perang, bukan melawan orang, tetapi
memerangi segala sesuatu yang muncul di dalam diri kita untuk tidak
taat kepada Tuhan. Roh itu yang harus terus dilawan. Kamu tidak boleh
menyerah. Kalau kamu jatuh, kamu boleh mengaku di hadapan Tuhan,
tetapi jangan biarkan dirimu jatuh dengan sengaja. Akhirnya, anak-anak
mulai mengerti bahwa masa-masa pengudusan itu adalah masa-masa kita
terus berperang. Sampai kapan? Sampai nanti Tuhan bilang "STOP".

Sebagai orang tua, kita juga harus cukup mengerti bahwa ini adalah
masa-masa yang sulit. Kita yang sudah dewasa saja, yang "self
control"-nya sudah lebih besar daripada anak-anak, kita masih juga
mengalami jatuh-bangun, dsb.. Apalagi bagi anak-anak yang masih sangat
muda dan masih kecil. Di sinilah masa-masa kita belajar dan bertumbuh.
Di sini juga kita harus mengajarkan kepada anak-anak untuk bertobat
setiap saat. Begitu salah, langsung minta ampun pada Tuhan. Itu akan
cukup menjaga langkah mereka. Suatu kali mereka bersalah atau berdosa,
Roh Kudus pasti mengingatkan, dan pada saatnya mereka akan berkata
Tuhan ampunilah saya.

Bagaimanapun masa-masa ini adalah masa-masa pembentukan atau
"pemolesan". Banyak hal yang negatif di dalam hidup kita harus
dilepas. Kita adalah manusia yang lebih senang berada di dalam
"comfort zone" (zona aman/zona nyaman kita). Merasa nyaman dengan
keadaan kita yang sekarang, dengan alasan: kalau sudah enak dengan
keadaan sekarang, mengapa kita harus berubah? Untuk berubah itu bukan
hal yang mudah. Ini harus cukup kita pahami.

Kemudian kata "pertumbuhan". Kalau kita katakan kita bertumbuh, anak
kita bertumbuh, apa artinya itu? Bertumbuh di sini berbeda dengan
pertumbuhan fisik. Kalau anak semakin besar ,mereka akan semakin
mandiri dan bisa mengerjakan segala sesuatunya sendiri, makin
independen. Tetapi bertumbuh secara rohani bagi seorang Kristen
berbeda. Semakin dewasa maka dependensinya kepada Tuhan, itu semakin
jadi. Semakin mengutamakan Tuhan, apa-apa Tuhan.

Pada waktu baru bertobat saya punya masalah dan datang pada pembimbing
saya. Beliau hanya mengatakan "berdoa saja". Pada waktu itu saya
sangat jengkel. Sepertinya, dia tidak punya jalan lain selain berdoa.
Apa tidak ada jalan atau cara lain? Tetapi itu merupakan ciri-ciri
dari orang yang dewasa rohani. Semakin dewasa, semakin dia "dependent"
(bergantung) kepada Allah.

Satu hal yang sangat melegakan adalah bukan soal seberapa besarnya aku
bertumbuh, tetapi apakah aku bertumbuh. Mengapa? Karena dalam
kehidupan Kristen, kalau tidak maju, kita mundur. Tidak ada diam di
tempat. Pada saat kita merasa tidak bertumbuh, kita "stag". Itu bukan
berhenti tetapi kita sedang mundur teratur. Jadi, pastikan kita selalu
maju. Anak-anak juga begitu. Kita tidak bisa menuntut mereka atau
membandingkan mereka. Setiap anak unik, setiap anak memunyai masa
pertumbuhannya sendiri dan Tuhan tahu itu. Apa yang harus kita lakukan
sebagai orang tua? Doakan dan minta Tuhan untuk memberikan
pertumbuhan.

Apakah salah kalau kita memunyai mimpi/cita-cita/harapan untuk
anak-anak kita? Tidak, tidak salah. Itu wajar dan positif. Tuhan bisa
pakai cara itu. Tetapi cara kita untuk melihat anak kita sudah dewasa
secara rohani atau belum, adalah dengan memberikan dia masalah.
Melalui penyelesaian masalah yang ia lakukan, apakah firman Tuhan,
dll. yang sudah kita sampaikan atau ajarkan kepadanya, dia terapkan
dalam penyelesaian masalah tersebut. Maka kita akan tahu "warna" anak
itu (apakah sudah matang atau belum). Untuk anak-anak yang terbuka
kita akan lebih gampang mendeteksinya.

"Familly devotion". Kita sering menjadikan "family devotion" itu
sebagai sesuatu yang kaku, semua harus duduk diam dan tegak, tidak
boleh tidur-tiduran, membuka Alkitab, dan tidak boleh bicara dengan
yang lain. Anak-anak yang sudah kelas 6 ke atas akan merasa sedang
dihukum dengan keharusan tersebut. Dia sangat tidak menyukainya dan
akan menghindarinya. Namun di satu sisi, itu keharusan agar anak tahu
bahwa di dalam keluarga ini, berlaku hukum Tuhan yang setiap hari kita
bicarakan. Setiap hari juga kita mengucap syukur pada Tuhan. Kalau ada
masalah kita pasti mengadunya pada Tuhan.

Di keluarga saya sendiri, saya bergumul dengan hal ini. Saya tidak mau
anak-anak merasa "muak" atau jenuh dan tidak menikmati hal ini,
sehingga yang saya lakukan adalah, setiap malam berkumpul di tempat
tidur Papi-Mami. Kadang-kadang saya tidak baca Alkitab, tetapi
memulainya dengan menanyakan ada cerita apa yang mau diceritakan, dan
saya juga bisa memulainya terlebih dahulu. Misalnya menceritakan
kekesalan terhadap salah seorang murid, tetapi saya coba
menyelesaikannya dengan berdoa minta kekuatan dari Tuhan. Jadi, kami
hanya "share" saja. Namun inilah waktu yang mereka tunggu-tunggu.
Kalau saya sedang lelah dan mau langsung istirahat, mereka akan minta
"ngobrol" dulu. Kita tidak harus selalu membaca Alkitab, tetapi
melalui kasus-kasus yang ada, bagaimana kita sebagai orang tua
memberikan arahan yang tentunya berdasarkan firman Tuhan. Tetapi
kebiasaan membaca Alkitab juga harus ada. Maka, kami menentukan untuk
melakukannya pada hari-hari tertentu. Ada kebiasaan dalam keluarga
kami untuk baca Alkitab sama-sama, doa sama-sama, dan siapa pun yang
ada masalah didoakan sama-sama. Judulnya bukan persekutuan tetapi
"ngobrol".

Diambil dari:
Judul buku: Mendidik Anak Sesuai Zaman dan Kemampuannya:
            Kumpulan Pembelajaran Institut Konseling Parenting Terapan
Judul asli artikel: Spiritualitas dan Karakter
Penulis: Tidak dicantumkan
Editor: Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha
Penerbit: Layanan Konseling Keluarga dan Karir (LK3), Tangerang 2007
Halaman: 151 -- 156

                              MUTIARA GURU

"Kurangnya waktu bersama dapat menjadikan musuh paling berbahaya bagi
keluarga yang sehat." (Gary J. Oliver)

Kontak: < binaanak(at)sabda.org >
Redaksi: Fitri Nurhana, Melina Martha, dan Truly Almendo Pasaribu
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/binaanak >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org