Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/570

e-BinaAnak edisi 570 (1-2-2012)

Kemurahan Hati (I)

___e-BinaAnak (Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak)____

DAFTAR ISI
ARTIKEL: MENGAJARKAN MURAH HATI KEPADA ANAK
WARNET PENA: KERYGMA KIDZ: RENUNGAN HARIAN ANAK ONLINE

Shalom,

Murah hati adalah salah satu sifat dari buah Roh. Apakah sikap murah
hati itu? Bagaimana cara mengajarkan sikap murah hati kepada anak?
e-BinaAnak edisi Februari 2012 akan membahas hal-hal seputar murah
hati, untuk memperlengkapi Anda ketika mengajarkan tentang murah hati
kepada anak-anak Anda. Jadi, jangan sampai Anda melewatkan satu pun
dari sajian kami. Simaklah dengan baik bahan-bahan yang kami sajikan
dalam setiap edisi. Tuhan Yesus memberkati.

Staf Redaksi e-BinaAnak,
Santi Titik Lestari
< http://pepak.sabda.org/ >

              ARTIKEL: MENGAJARKAN MURAH HATI KEPADA ANAK
                   Diringkas oleh: Santi Titik L.

Apakah kita termasuk orang tua yang berpikir bahwa anak-anak kita bisa
dengan sendirinya menghasilkan buah Roh, jika kita sudah membawa
mereka ke sekolah minggu? Atau jika kita sudah membacakan Alkitab
setiap hari pada mereka? Atau jika kita sudah mendoakannya siang dan
malam?

Buah Roh adalah hasil dari karya Roh Kudus dari seorang yang memiliki
dan mengikuti kehendak Kristus. Namun, untuk menghasilkan anak-anak
yang menunjukkan buah Roh dalam keseharian hidup mereka, bukan hanya
pekerjaan Roh Kudus saja yang menjadi andalan kita, melainkan
pelatihan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan baik juga perlu kita
ajarkan berulang-ulang pada anak.

Musa sendiri mengingatkan bahwa untuk mengajarkan cinta pada Tuhan,
haruslah dilakukan di berbagai tempat -- di rumah, dalam perjalanan,
di sekitar meja makan saat sarapan, makan malam, saat anak-anak
bersenda gurau, maupun saat anak-anak sedang bermain. Mengapa harus
sesering itu? Sebab sejak zaman umat Allah, telah disadari bahwa
halangan untuk melakukan apa yang Tuhan kehendaki dapat terjadi di
berbagai tempat dan dengan berbagai cara.

Mengenal Kasih dan Mempraktikkan Kasih

Hal yang tidak boleh kita lupakan sebelum mempraktikkan kasih adalah
belajar mengenal Sang Kasih itu sendiri. Matius 7:22 mengingatkan kita
bahwa suatu kali dalam penghakiman nanti, bisa jadi Tuhan tidak
mengenal orang-orang yang mengaku telah mengikut Dia. Salah satu
kalimat berbunyi, "... Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyah ..." Kata
"mengenal" yang digunakan dalam ayat ini adalah "ginosko", yang
berarti "mengenal melalui pengalaman pribadi atau usaha atau belajar
mengenal."

Dari mana anak-anak kita belajar menghayati dan menikmati kasih dari
Tuhan? Tidak lain dari orang tua mereka. Kita merupakan contoh
bagaimana kasih Allah nyata dalam hidup anak-anak kita. Cara kita
menegur dan mendisiplin mereka, cara kita mengatakan "Aku mengasihimu"
melalui pemberian atau kedekatan fisik, cara kita menunjukkan kasih
pada pasangan, cara kita menunjukkan kasih pada mertua atau orang tua
kita, cara kita memperlakukan orang lain yang berpapasan dengan kita,
cara kita memperlakukan orang-orang yang bekerja pada kita, atau cara
kita berhubungan dengan Tuhan, merupakan model kasih yang membekali
mereka dalam mengasihi.

Selain melihat model kasih dari orang tua, anak-anak juga dapat
belajar mengasihi melalui cara kita mengomentari setiap kejadian, yang
secara spontan kita alami. Misalnya, saat anak melihat orang-orang
yang bertengkar, apa komentar kita terhadap hal itu? Atau saat kita
kedatangan tamu dan kebetulan mereka membawa anak-anak mereka, apa
yang kita ajarkan pada anak saat anak kita sedang memegang mainannya?
Apakah kita mengajak mereka untuk berbagi?

Di dalam kasih tidak ada ketakutan. Takut atau khawatir adalah salah
satu penghalang bagi kita untuk mengasihi. Kita bisa takut mengasihi
karena takut disakiti. Kita bisa takut menyatakan kasih kalau-kalau
kita mengalami penolakan. Kita takut memberi cinta karena takut tidak
mendapat cinta yang setimpal dengan apa yang kita beri. Padahal
prinsip inilah justru yang perlu dihindari saat kita mengajarkan
anak-anak kita untuk mengasihi.

Kita mengajarkan anak-anak mengasihi, bukanlah supaya mereka
mendapatkan kasih dari orang lain, melainkan kita mengajarkan
anak-anak untuk mengasihi karena mereka mendapatkan kasih dari dan
memiliki kasih Allah yang sejati. Dan kasih yang mereka berikan pada
orang lain, bukanlah kasih yang terkondisi oleh perasaan sesaat.
Betul, saat kita memiliki perasaan haru atau belas kasihan, itu
menjadi pendorong kita untuk mengasihi. Tapi bagaimana kalau perasaan
itu berubah jadi kebencian? Kalau anak-anak kita merasa marah pada
teman yang merebut mainannya? Atau mereka sedih karena tidak
diperhatikan oleh teman-temannya? Di sinilah kekuatan kasih. Kasih
tidak bergantung pada perasaan kita. Ia ada karena Tuhan yang
memerintahkan kita untuk terus mengasihi.

1 Yohanes 4:7-8 mengatakan, "saudara-saudaraku yang terkasih, marilah
kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah, dan setiap
orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Siapa yang
tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih".

Kasih tidak bergantung pada perasaan, tetapi pada pola pikir anak-anak
kita, sehingga mereka mau tidak mau terbawa untuk mengasihi dalam
kondisi apa pun. Mereka mungkin akan melakukannya dengan berat hati,
namun karena mereka tahu bahwa itu adalah baik yang mereka harus
lakukan, maka ketaatan pada Sang Kasih menjadi otoritas tertingginya,
dan bukan perasaannya.

Kemurahan merupakan salah satu bagian dari buah Roh, yang seharusnya
terjadi karena gerakan hati yang memiliki belas kasihan akan
orang-orang di sekitar kita, sehingga dengan sukacita kita melakukan
sesuatu untuk orang-orang tersebut.

Itulah sebabnya, untuk menjadikan anak-anak kita berhati tulus dalam
menyatakan kemurahan hatinya, diperlukan kebiasaan dalam berpikir
sebelum anak-anak kita diajak untuk bertindak sesuatu. Misalnya saja,
saat anak-anak kita melihat orang-orang yang meminta-minta di pinggir
jalan. Kepekaan bahwa ada orang-orang di pinggir jalan yang
membutuhkan perlu diperdengarkan oleh kita sebagai orang tua.
Misalnya, "Lihat Dik, orang-orang di pinggir jalan itu. Kasihan
mereka, ada yang tidak punya rumah, ada juga yang belum makan. Mereka
minta-minta karena mereka perlu uang untuk makan."

Penjelasan di atas memang akan menjadi kurang cocok jika dijelaskan
pada anak usia SD. Itulah sebabnya, penjelasan mengenai hal di atas
perlu ditambah atau dilengkapi sesuai dengan bertambahnya usia anak.
Misalnya, "Orang-orang di pinggir jalan itu memang tidak punya uang
untuk makan. Tetapi sebetulnya, bisa saja mereka bekerja. Sayangnya,
bisa jadi di antara mereka ada yang sudah mencari pekerjaan tetapi
tidak mendapatkannya. Dan karena uang yang mereka dapat dari hasil
meminta-minta lebih besar daripada mereka bekerja, akhirnya mereka
menjadikan ini sebagai pekerjaan mereka."

Dalam diskusi dengan anak-anak yang lebih besar, tentu saja mereka
bisa bertanya, "Kalau begitu untuk apa kita memberi mereka? Bukankah
mereka akan menjadi seorang yang malas bekerja dan hanya
meminta-minta?" Lalu kita bisa menjawab, "Tentu, mereka bisa menjadi
orang yang malas bekerja. Dan lebih menyedihkan lagi kalau mereka
justru menggunakan anak-anak mereka untuk mengundang belas kasihan
orang lain. Tetapi bagaimanapun juga, mereka adalah orang-orang yang
berbeda dari kita. Mungkin sedikit roti atau susu bisa berguna untuk
kesehatan anak-anak itu, daripada kita memberi uang. Mungkin saja
orang tuanya tidak membelikan susu untuk mereka, siapa lagi yang mau
peduli kalau kita saja melewatkan mereka begitu saja setiap minggunya.
Ayo kita siapkan susu setiap kali kita melewati jalanan ini."

Yang kita harapkan adalah anak-anak belajar peka, bahwa ada
orang-orang di sekitarnya yang berbeda dari mereka, dan membutuhkan
uluran tangan Tuhan melalui kita. Jika ada seorang anak yang menjadi
kedi payung, tujuan utama kita adalah mengajarkan anak-anak kita untuk
memberi pada mereka yang tidak sama kehidupannya dengan keluarga kita.
Bukan berarti kita hendak menghakimi atau menduga, siapa di balik
usaha kedi payung tersebut? Atau uang yang mereka terima akan
dipergunakan untuk apa? Arahkan terus pada kepekaan anak untuk
bermurah hati pada orang-orang di sekitarnya. Ajaklah mereka untuk
menyadari bahwa Tuhan bisa menitipkan orang-orang yang tidak sama
dengan mereka, agar kita belajar bermurah hati. Misalnya, pada orang
yang lebih tua, pada seorang oma atau opa, pada teman yang tidak
membawa makanan kecil seperti anak kita, atau juga pada sebuah berita
yang melalui gereja atau sekolah, anak-anak kita bisa belajar berbagi.

Melakukan Pekerjaan Baik

Menurut W.E. Vine, seorang cendekiawan Yunani, dalam "Vine’s
Expository Dictionary of New Testament Words", kemurahan atau
keramahan surgawi adalah: "sikap penuh kasih Allah terhadap orang
lain," sedangkan kebaikan adalah: "suatu tindakan atau perbuatan baik
yang dilakukan bagi kepentingan orang lain."

Itulah sebabnya, menurut Greg Zoschak, jika seorang Kristen tidak
memiliki kemurahan dari Allah, ia mustahil akan melakukan kebaikan
pada orang-orang di sekitarnya. Lebih lanjut lagi, kemurahan adalah
apa yang orang-orang dapat lihat melalui diri orang beriman, sedangkan
kebaikan adalah apa yang mereka alami dari orang beriman tersebut.

Untuk menjadi anak-anak Tuhan yang baik, mereka bukan hanya perlu
menunjukkan sikap baik mereka pada anggota keluarga atau orang-orang
yang dekat dengan anak, sehingga banyak orang menyaksikannya. Namun,
anak-anak juga perlu belajar untuk keluar dari zona kenyamanan mereka,
yaitu tempat di mana mereka merasa aman melakukan kebaikan. Di mana
tempat itu? Tempat itu adalah di dalam rumahnya, di lingkungan teman
dekatnya, atau di lingkungan keluarga besarnya.

Salah satu cara untuk melatih kebaikan kita pada orang-orang di luar
zona nyaman kita adalah belajar memikirkan satu hal yang sama sekali
tidak ada hubungannya dengan diri kita, keluarga kita, gereja kita,
atau sahabat kita. Kepada atau pada mereka itulah kita dan anak-anak
kita bisa belajar berbuat baik.

Kebaikan haruslah dirasakan oleh mereka yang sama sekali tidak bisa
membalas kebaikan kita dan anak-anak kita. Mungkin juga sampai orang
yang kepadanya kita berbuat baik mengatakan, "Aduh, saya tidak bisa
membalas apa-apa. Terima kasih!"

Yesus mengumpamakan kebaikan dengan garam, Matius 5:13 mengatakan,
"kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah
ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak
orang."

Jikalau kita tidak memiliki kebaikan Tuhan, niscaya kita tidak mungkin
dapat membuat orang lain merasakan kebaikan Tuhan itu melalui kita.
Garam itu tidak terasa asin. Orang tidak akan mengatakan, "Ini asin!"
atau "Terima kasih Tuhan atas kebaikan-Mu melalui orang itu!"
melainkan orang akan mengatakan, "Aduh, aku berhutang pada dia. Sebab
dia begitu baik pada saya."

Tidak ada orang tua yang menghendaki anak-anaknya menjadi anak-anak
yang tidak setia pada Tuhan. Tapi bagaimana caranya membuat mereka
tetap setia sampai akhir? Amsal 22:6 mengatakan, "Didiklah orang muda
menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak
akan menyimpang dari pada jalan itu."

Mendidik anak setidaknya memenuhi tiga hal: kognitif, afektif, dan
psikomotorik anak. Salah satu cara mendidik anak untuk tetap setia
adalah dengan mengajarkan mereka untuk setia datang ke gereja atau
sekolah minggu.

Kebiasaan lain yang dapat mengajarkan anak untuk setia adalah berdoa
bersama keluarga, atau juga kebiasaan membaca Alkitab. Ada banyak
Alkitab versi anak-anak dengan berbagai usia yang dapat membuat anak
mengerti isi dan pesannya. Seperti ritual sikat gigi dan mencuci kaki
setiap malam, biarkan orang tua, khususnya para ayah diberikan
kesempatan untuk menjelaskan isi dan pesan Alkitab pada anak-anak
sebelum tidur setiap harinya. Bahkan saat anak sedang berlibur,
dirawat di rumah sakit, atau bepergian, ingatkan mereka untuk
melakukannya sebagai bagian tradisi keluarga, tetapi juga hal yang
Tuhan kehendaki.

Itu sebabnya, kita sebagai orang tua juga perlu mengisi diri sebelum
mengajarkannya pada anak-anak kita. Kesetiaan itu dapat kita mulai
dengan memilih satu kali selain hari Minggu, tempat atau wadah di mana
kita bisa mempelajari Alkitab bersama teman-teman seiman, entah itu
dalam Kombas, persekutuan wilayah, persekutuan doa pagi, atau
persekutuan lainnya.

Diringkas dari:
Nama situs: gkipi.org
Alamat URL: http://gkipi.org/mengajarkan-buah-roh-pada-anak/
Judul artikel: Mengajarkan Buah Roh Pada Anak
Penulis: Riani Josaphine
Tanggal akses: 12 Desember 2011

        WARNET PENA: KERYGMA KIDZ: RENUNGAN HARIAN ANAK ONLINE

Renungan harian anak tidak hanya bisa dinikmati melalui buku renungan
yang Anda baca saja, tetapi bisa melalui online. Nah, bagi Anda yang
telah lama merindukan renungan harian anak secara online, kini saatnya
Anda mengunjungi situs kerygma.com. Ada apa saja dalam situs ini?
Ketika Anda membuka situs ini, Anda akan menjumpai 4 tab menu yang
disajikan, yaitu Rumah, Blog, Siapa Kami, dan Buku Renungan disertai
dengan sajian utama berupa renungan harian yang diupdate secara
berurutan sesuai dengan tanggalnya. Urutan yang paling atas ialah
renungan hari ini, disusul dengan renungan-renungan hari sebelumnya.
Situs ini tidak hanya ingin berbagi mengenai renungan harian anak
saja, tetapi situs ini juga menyediakan satu ruang untuk para
pengunjungnya, supaya bisa memberikan komentar/berdiskusi mengenai
bahan renungan harian yang dibaca. Di bagian bawah setiap renungan
selalu disertai dengan fasilitas untuk komentar. Selain itu,
disediakan pula aneka game dan video yang bisa Anda temukan melalui
tab "Blog". Situs ini sangat memberkati banyak orang, Anda bisa
melihat kesaksian para pengunjung atau pengguna kerygma kidz melalui
tab "Buku Renungan".

Anda tidak perlu khawatir lagi apabila ingin membaca dan bersaat teduh
bersama anak-anak kapan pun. Anda dapat mengunjungi situs ini dan
dapatkan bahan renungannya secara cuma-cuma. Mari mencintai dan
mengasihi firman Tuhan setiap waktu. Selamat berkunjung ke situs ini
dan dapatkan berkatnya. (STL)

==> http://www.kerygmakidz.com/

Kontak: < binaanak(at)sabda.org >
Redaksi: Davida Welni Dana, Santi Titik Lestari, dan Melina Martha
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/binaanak >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org