Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/85 |
|
e-BinaAnak edisi 85 (23-7-2002)
|
|
><> Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak <>< Daftar Isi: Edisi 085/Juli/2002 ----------- o/ SALAM DARI REDAKSI o/ ARTIKEL (1) : Mulailah dengan Mendengar Pendapat Anak o/ ARTIKEL (2) : Mereka Tidak Bisa Dikarbit o/ ARTIKEL (3) : Hakikat Bermain bagi Anak o/ TIPS : Mendedikasikan Anak kepada Tuhan o/ SERBA-SERBI : Apa Kata Mereka tentang Anak-anak o/ DARI ANDA UNTUK ANDA : Terima kasih untuk berita STOP PRESS-nya ********************************************************************** Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi: <submit-BinaAnak@sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak@xc.org> ********************************************************************** o/ SALAM DARI REDAKSI Salam sejahtera, Dalam rangka memperingati "Hari Anak Nasional 2002" e-BinaAnak kali ini menyajikan wacana-wacana khusus seputar anak secara umum. Membicarakan masalah anak memang tidak akan ada habis-habisnya. Berbagai simposium, diskusi, dan acara-acara lainnya diadakan, khusus untuk membicarakan mengenai anak dan permasalahannya. Berbagai judul buku yang berisi hal-hal seputar dunia anak pun ditulis oleh para ahli psikolog anak maupun para pakar yang terjun dalam dunia anak. Semua itu membuktikan betapa pentingnya seorang anak dalam kehidupan ini. Peringatan Hari Anak Nasional pun diadakan untuk mengingatkan kepada semua rakyat Indonesia bahwa anak yang ada di sekeliling kita merupakan harta yang sangat berharga yang akan menjadi penerus generasi kita yang akan datang. Semua sajian e-BinaAnak kali ini kami harap dapat memberikan secercah pengetahuan bagi kita semua (orangtua, guru dan pelayan anak) bagaimana memberikan perhatian kepada anak dan bagaimana menciptakan suasana yang kondusif bagi mereka untuk bertumbuh menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Selamat Hari Anak Nasional! Tim Redaksi "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya."" (Markus 10:15) < http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Markus+10:15 > ********************************************************************** o/ ARTIKEL (1) MULAILAH DENGAN MENDENGAR PENDAPAT ANAK ======================================= Dalam masa tumbuh kembang anak, ada hal yang sangat ditunggu bagi orangtua yakni mendengar bayinya bersuara, tetapi ketika anak kemudian tumbuh dan berkembang serta sudah lancar berbicara, kadang orangtua mengabaikan apa pendapat anak atau apa yang diinginkan anak. Mendengar pendapat anak dan menyejajarkannya dengan pendapat orang dewasa, hingga kini belum banyak dilakukan orang dewasa dan tentu saja menjadi pekerjaan rumah (PR) besar buat kita. BATASAN USIA ANAK ----------------- Hingga saat ini masih terjadi perbedaan kategori batasan usia anak. Padahal, batasan usia anak akan sangat menentukan siapa yang berhak untuk diberi perlindungan. Dalam produk perundangan negara kita, batasan usia anak sangat bervariasi. Sebagai contoh batasan usia anak/orang dalam hal politik (menggunakan hak pilih pada saat Pemilu) akan berbeda dengan batasan usia perkawinan, yang juga berbeda dengan batasan usia anak dalam ketenagakerjaan. Perbedaan batasan usia tersebut tentu saja sangat membingungkan dan kurang memberi ketegasan terhadap batasan usia anak secara umum. Sebenarnya batasan usia anak telah secara jelas diakui internasional yakni dengan acuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Children atau CRC), yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990. Disebutkan dalam CRC bahwa anak adalah setiap yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang (UU) yang berlaku, ketentuan usia dewasa anak bisa dicapai lebih awal. Dengan demikian apabila suatu negara menetapkan batas usia anak berbeda dalam setiap undang-undang yang ditetapkan dalam wilayah negaranya maka tidak bertentangan dengan CRC. MAMPU BERPENDAPAT ----------------- Terkait dengan hak berpendapat meskipun sederhana tetapi masih jarang dilakukan, karena adanya anggapan bahwa anak dipandang belum memberikan aspirasi mengenai dirinya karena kesulitan bahasa dan komunikasi secara verbal. Jika kita lebih cermati sebenarnya anak mempunyai bahasa tersendiri untuk mengungkapkan pendapatnya seperti bahasa tubuh, bahasa gambar, atau bahasa-bahasa lain yang kadang kurang kita (sebagai orang dewasa) pahami. Satu konsorsium di sebuah kota di Jawa Tengah mengadakan forum diskusi bagi anak yang diselenggarakan dalam rangka Hari Anak Nasional. Dalam kegiatan tersebut terkumpul kurang lebih 70 anak yang diberikan kebebasan untuk beraspirasi dengan menggambar, bercerita mengenai hal-hal yang paling disayangi, dan paling dibenci. Hasilnya sangat menakjubkan, ternyata anak mampu beraspirasi mengenai pengalaman hidupnya, mengenai keinginannya yang sederhana dan mengenai kondisi lingkungan di sekitarnya. Dengan cara tersebut kita menjadi seperti anak-anak dan menyadari bahwa lingkungan di sekitar anak sangat berpengaruh pada pertumbuhannya dan bahwa anak sangat rentan menjadi korban kekerasan. Beberapa bentuk kekerasan yang muncul pada anak misalnya yang harus hidup di jalan sebagai anak jalanan, anak yang harus bekerja, menjadi korban kekerasan seksual dan terbelenggu karena tanggung jawab keluarga yang dibebankan kepada mereka. Dari kenyataan itu tidak ada alasan tidak, bahwa kita harus mendengar pendapat anak dan memberi kesempatan anak untuk beraspirasi. Menjadikan anak sebagai subyek bukan obyek, adalah catatan penting yang harus kita lakukan. Dengan menganggap anak sebagai subyek, kita akan mampu mendengar pendapat anak yang disejajarkan dengan pendapat orang dewasa. Didengarnya suara anak dalam setiap pengambilan keputusan, termasuk kebijakan pemerintah adalah hal yang menarik untuk dikaji. Secara langsung atau tak langsung setiap kebijakan yang diambil pemerintah juga berimbas pada anak. Misalnya kebijakan tata kota. Jika tata ruang kota tidak mempunyai perspektif pada anak, maka akan semakin sempitlah ruang bermain anak. Pola pembangunan yang mengabaikan kepentingan anak, salah satunya dengan tidak menyediakan "public space" (ruang publik) yang mudah diakses oleh anak-anak. Kepentingan penyediaan "public space" sebenarnya sebagai media untuk anak. Dengan demikian anak dididik untuk belajar berinteraksi dengan orang lain dan kenal terhadap lingkungannya. Jika kemudian tempat-tempat bermain anak tidak ada, akan sangat berpengaruh terhadap masa tumbuh kembang anak. Jika kita menjelajahi wilayah di kota kita masing-masing, sering kita bertemu banyak anak yang terpaksa bermain layang-layang di jalan yang tentu akan membahayakan jiwa mereka. Kemudian sempat juga kita temui segerombolan anak yang bermain bola di lahan- lahan parkir. Sebenarnya ada tempat-tempat publik/bermain lainnya, seperti play station, taman hiburan, kebun binatang, dan lain-lain. Namun itu semua sarat dengan kepentingan bisnis daripada kepentingan pendidikan bagi anak-anak. Dan mesti diingat pula bahwa ruang-ruang itu ternyata hanya bisa diakses oleh anak yang cukup mampu secara ekonomi. Kenyataan itu seharusnya membuka kesadaran bagi pengambil kebijakan di pemerintah kota, bahwa setiap pembuatan keputusan haruslah mempunyai perspektif yang jelas untuk anak. Terlebih lagi untuk kebijakan yang terkait dengan masalah anak haruslah mengikutsertakan anak. Sejauh ini dinilai bahwa pembangunan kota kurang bersahabat dengan anak, seperti pengaturan transportasi bagi kepentingan anak- anak. Seharusnya Pemerintah Kota mampu menyediakan bus-bus sekolah yang dikhususkan beroperasi pada jam-jam sekolah sehingga anak-anak tidak perlu berdesak-desakan atau bergelantungan di pintu bus umum yang dipastikan berbahaya untuk mereka. Atau, Pemerintah Kota perlu membangun tempat-tempat yang "accesible" untuk anak-anak "disabled" (anak- anak penyandang cacat) sehingga mereka mampu mengakses tempat- tempat tertentu, terutama tempat-tempat umum seperti tempat bermain. Hak berpendapat anak merupakan satu-satunya hak dari sepuluh hak anak yang telah diakui secara internasional dalam CRC, sembilan hak anak yang lain adalah hak mendapat informasi, hak bermain, hak berkumpul, hak mendapat pendidikan, hak beristirahat, hak memiliki identitas, hak dilindungi keluarga, hak untuk sehat, dan hak terpenuhi kebutuhan dasarnya. TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH ------------------------- Dalam CRC yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, sebenarnya merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memberikan hak berpendapat bagi anak. Dalam CRC, hak berpendapat anak tertuang dalam Pasal 12 ayat 1, disebutkan, "Negara-negara peserta akan menjamin anak-anak yang mampu membentuk pandangannya sendiri bahwa mereka mempunyai hak untuk menyatakan pandangan-pandangan secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi anak dipertimbangkan sesuai dengan usia dan kematangan anak." Dengan mempertimbangkan masa tumbuh anak tentu hak berpendapat tidak hanya dimaknai pada saat anak berbicara secara verbal, karena hak berpendapat ini mencakup kebebasan yang terlepas dari pembatasan untuk meminta, menerima, dan memberi informasi serta gagasan dalam segala jenis, baik lisan, tulisan, atau cetakan, dalam bentuk seni ataupun media yang lain. Sifat hak asasi anak yang universal memberikan arti bahwa hak ini dilekatkan pada anak tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, warna kulit, kelamin, bahasa, pandangan, politik dan lain-lain, asal-usul bangsa, harta kekayaan, cacat, kelahiran, atau status lain dari anak atau orangtua. Mendengar suara anak dan mengikutsertakan anak dalam rencana kebijakan kota terutama yang terkait dengan anak tentu menjadi bagian dari kewajiban pemerintah untuk turut menghargai hak asasi anak. Untuk mendengar suara anak, pemerintah bisa memfasilitasi terbentuknya forum-forum anak. Karena, dalam penyelenggaraan forum anak, banyak hal yang bisa digali dari anak seperti apa yang terjadi pada anak termasuk kekerasan yang menimpanya dan apa yang menjadi keinginan anak. Sebagaimana terungkap dalam CRC Pasal 12 ayat 2, mendengar pendapat anak dapat dilakukan baik secara langsung ataupun tak langsung melalui perwakilan atau suatu badan yang tepat. Jadi, memulai dengan mendengar pendapat anak kita termasuk anak sebagai generasi penerus akan semakin dididik untuk menghargai perbedaan dalam berpendapat dan menjadi pilar untuk membangun negara Indonesia yang lebih demokratis. Bahan diedit dari sumber: Judul Surat Kabar: SOLOPOS Edisi : Selasa, 23 Juli 2002 Penulis : Haryani Saptaningtyas Ketua Divisi Penelitian Social Analysis and Research Institute (SARI) Halaman : 4 ******************************************************************** o/ ARTIKEL (2) MEREKA TIDAK BISA DIKARBIT ========================== Tidak seorang pun meragukan pentingnya prestasi intelektual dalam diri seorang anak. Namun prestasi intelektual itu jangan sampai melemahkan keyakinan kita bahwa anak akan mencapai hasil yang sebaik-baiknya kalau mereka diberi kesempatan berkembang sesuai dengan langkah yang ditentukan alam bagi mereka. Soalnya, kalau perkembangan intelektual mereka diburu-buru dan didesak-desak, hasilnya justru akan kurang dibandingkan dengan jika mereka dibiarkan berkembang dengan wajar. Berikut tiga kasus yang sering dijumpai para psikolog yang bisa dipetik sebagai pelajaran. 1. Nani, siswa kelas I SD yang kepandaiannya sedang, dipaksa-paksa oleh orangtuanya untuk belajar komputer. Soalnya orangtuanya pernah membaca bahwa kebanyakan anak perempuan kalah dari anak laki-laki dalam pelajaran matematika. Padahal mereka ingin Nani kelak bisa masuk universitas terbaik. 2. Boby, anak kelas V SD yang kecerdasannya di atas rata-rata, ternyata mundur sekali prestasinya. Ia selalu lelah dan tegang, karena selain harus membuat PR dan belajar di sekolah, ia juga harus pergi ke perpustakaan, belajar piano, dan latihan renang. "Kami ingin agar ia jangan ketinggalan dalam semua bidang," kata ayahnya, yang tidak mau membuka mata betapa anaknya merasa tertekan dan frustasi. 3. Dina, murid SMU. Gurunya pernah menyebutnya sebagai calon genius. Hal itu dianggap ayahnya sebagai isyarat untuk memaksa pelbagai pihak agar membolehkan Dina lompat kelas. Maksudnya, agar Dina bisa masuk universitas setahun lebih awal dari usia normal. Dina tampak bingung dan kehilangan harapan untuk berhasil, tapi orangtuanya tak kenal kompromi. Ia diharuskan meninggalkan minatnya untuk menari, meninggalkan teman-temannya dan juga pacarnya, yang menurut orang- tuanya hanya "hanya membuang-buang waktunya" saja. Ketiga kasus seperti itu tidak jarang kita jumpai. Banyak anak menjadi korban dari kecenderungan yang keliru, yaitu menghapuskan masa kanak-kanak secepatnya dan menggantikannya dengan kedewasaan. Masalahnya banyak orangtua beranggapan supaya anak nantinya bisa survive, bisa bertahan di masa yang akan datang yang penuh tantangan, sehingga mereka harus secepatnya menjadi dewasa. Anak yang diburu-buru seperti itu bukan cuma kehilangan kesejahteraan jiwanya, tetapi juga kehilangan kemampuannya untuk menangani stres. Di lain pihak ada orangtua yang tidak mau kalah dari orangtua lain, bertekad membesarkan generasi "bayi super" berupa genius-genius muda yang kekuatan otaknya didorong sampai batas maksimal mulai saat meninggalkan rahim. Bayi-bayi bukan diajak bermain dengan gembira, melainkan dicekoki dengan hal-hal yang dianggap "bekal masuk universitas". Anak belum berumur 4 tahun pun dijejali daftar kata-kata, karena "tahun depan akan dimasukkan ke TK elite". Bahkan masa liburan pun kini sering tidak bisa dimanfaatkan untuk bersenang-senang dan mengkhayal lagi oleh anak-anak. Sebaliknya, mereka disuruh les macam-macam. Memang betul bahwa bayi pun lebih mampu menerima pelajaran daripada yang kita bayangkan. Namun mencoba memajukan kemampuan intelektual seorang anak prematur sama saja dengan mengacaukan jadwal biologis perkembangan manusia yang sudah built-in. Perkembangan kemampuan seorang anak bergantung pada perkembangan otak dan sistem sarafnya. Langkah kemajuan anak yang satu bisa beda sekali dari anak yang lain. Dengan memaksa anak menyamakan derapnya dengan anak yang lebih cepat melangkah, kita hanya akan membuat si anak bingung dan frustasi. Psikolog David Elkind, dalam bukunya "The Hurried Child", melaporkan sekarang banyak anak yang mendapatkan perawatan psikologis, karena dipaksa belajar macam-macam pada saat masih kecil sekali. Menurut Elkind, anak-anak itu diciutkan masa kanak-kanaknya. Stres yang mereka alami sering muncul dalam bentuk gejala-gejala fisik, seperti anak umur 4 tahun yang tadinya selalu sehat, kini sering sakit kepala. Anak-anak membutuhkan kesempatan di samping belajar, untuk berangan- angan di samping melakukan sesuatu. Kenyataannya anak-anak yang mengalami masa kanak-kanak yang utuh biasanya lebih berhasil sebagai orang dewasa. Bagaimanapun, buah yang matang di pohon tetap lebih enak daripada buah karbitan. Makanya, Roussseau pun berpesan, "Biarlah masa kanak-kanak matang sendiri." Sumber: Judul Buku: Kumpulan Artikel Intisari Psikologi Anak Penerbit : Majalah Intisari, 1996 Halaman : 178 - 179 ******************************************************************** o/ ARTIKEL (3) HAKIKAT BERMAIN BAGI ANAK ========================= Bermain bagi seorang anak, menurut Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Prof. Dr. S.C. Utami Munandar, tidak tergantung pada mahal-murahnya permainan atau alat permainan yang digunakan. "Karena bermain adalah kebutuhan. Dengan bermain anak-anak bisa mengembangkan semua potensi di dalam dirinya, moral, sosial, emosi, ekspresi, dan sebagainya," katanya. Pendapat senada juga diungkapkan Dra. Yanti B. Suganda, sarjana psikologi UI yang mengasuh sebuah rubrik mengenai keluarga di sebuah radio swasta Jakarta. Menurut dia, bermain yang murni adalah membiarkan anak bersenang-senang tanpa harus menjadi pintar, atau harus ada pelajaran tertentu di dalam permainan itu. "Bermain adalah memberi anak kesempatan untuk tertawa dan bercanda bebas. Salah satu fungsi permainan adalah anak bisa menyalurkan energinya," katanya. Untuk mendapatkan itu semua, seorang anak tidak harus mempunyai alat-alat bermain yang harus dibeli dan berharga mahal. Bermain petak umpet yang tidak memerlukan alat bermain khusus, diungkapkan Yanti, merupakan salah satu bentuk permainan anak yang bisa menjadikan anak aktif, mampu bersosialisasi, mampu berkompetisi dan bisa mengembangkan emosinya secara wajar. Utami menambahkan, bahkan dengan kulit jeruk Bali, anak bisa berkreasi membuat berbagai alat permainan seperti mobil-mobilan atau pesawat terbang. Berbeda dengan anak-anak di luar perkotaan, kedua sarjana psikologi yang banyak menggeluti masalah anak itu berpendapat, anak-anak perkotaan saat ini cenderung diberikan alat-alat bermain yang lebih mewah. Padahal alat-alat bermain yang mahal tersebut tidak semuanya mengandung sisi edukatif dan bisa menjadikan anak kreatif. Menurut Yanti, orangtua yang memiliki uang memang cenderung untuk membelikan saja anaknya mainan daripada susah-susah membuat suatu mainan. Hal ini tidak sepenuhnya buruk asalkan alat bermain yang dipilih anak bisa menjadikan anak kreatif, mampu bersosialisasi dan mengembangkan potensinya dengan baik. Di sisi lain, perlu terus dijaga agar alat bermain yang diberikan diperoleh si anak melalui upaya tertentu, misalnya juara kelas. "Dengan begitu anak menghargai mainan yang diberikan kepadanya." ujar Yanti. "Computer game" yang banyak dimainkan anak-anak perkotaan, menurut Utami dan Yanti banyak yang menyajikan agresivitas kepada anak, antara lain dalam bentuk permainan peperangan, "Orangtua harus berperan untuk menjelaskan inti permainan itu kepada anak, sehingga anak tidak mempersepsikan sendiri apa yang dilihatnya," ujar Yanti. Oleh karena itu, menurut Utami, memperkenalkan anak pada bagaimana memanfaatkan barang-barang yang ada di alam sekitarnya adalah hal yang paling penting untuk diberikan kepada setiap anak. "Yang penting adalah kesadaran orangtua bahwa bahan-bahan alam dapat dipakai untuk alat bermain anak, dan memahami bagaimana memakainya," jelasnya. (oki) Sumber: Judul Surat Kabar: KOMPAS Edisi : Rabu, 28 Juli 1993 ********************************************************************** o/ TIPS MENDEDIKASIKAN ANAK KEPADA TUHAN ================================ Susannah Wesley adalah ibu dari 19 anak, termasuk John Wesley dan Charles Wesley. Dia mendedikasikan semua anaknya kepada Tuhan, dan dia tidak menggunakan buku-buku akademis anak untuk menjaga kehidupan anak-anaknya. Berikut ini adalah "16 Peraturan" yang Susannah terapkan, lebih dari 200 tahun yang lalu, untuk menjaga agar 19 anaknya tetap hidup dalam kebenaran: 1. Anak-anak tidak diperbolehkan makan di luar jam-jam makan. 2. Anak-anak tidak diperbolehkan tidur lebih dari pukul 8 malam. 3. Anak-anak harus dapat minum obat tanpa mengeluh. 4. Mengurangi kehendak egois dari seorang anak dan karena itu perlu bekerjasama dengan Tuhan untuk menyelamatkan jiwa anak. 5. Mengajari seorang anak berdoa begitu ia dapat berbicara. 6. Melatih anak-anak untuk belajar tenang saat melakukan doa keluarga. 7. Jangan memberikan sesuatu kepada anak yang dimintanya dengan menangis, tetapi berikan kepada mereka apa yang dimintanya dengan sopan. 8. Agar anak tidak suka berbohong, jangan memberikan hukuman pada anak begitu dia mengakui kebohongannya dan menyesali perbuatannya. 9. Jangan biarkan anak melakukan perbuatan dosa tanpa hukuman sama sekali. 10. Jangan menghukum anak dua kali untuk satu kesalahan. 11. Berikan pujian dan hadiah jika anak berkelakuan baik. 12. Berikan pujian pada anak untuk usaha apapun yang ia lakukan untuk menyenangkan hati orang lain, meskipun usahanya tersebut kurang begitu baik. 13. Menghargai hak milik pribadi bahkan untuk hal-hal yang sepele. 14. Perhatikan dengan cermat setiap janji yang dibuat. 15. Anak perempuan tidak diperbolehkan bekerja sebelum ia mampu membaca. 16. Ajarkan anak untuk takut pada hukuman. Bahan diterjemahkan dari sumber: Judul Buku: All the Children of the Bible Pengarang : Herbert Lockyes Penerbit : Zondervan Publishing House, Grand Rapids, Michigan, 1970 Halaman : 49 ********************************************************************** o/ SERBA-SERBI APAKAH KATA MEREKA TENTANG ANAK-ANAK ==================================== Ketika Tuhan melakukan sesuatu yang besar di dunia dengan memperbaiki yang salah, Ia melakukannya dengan cara yang tidak biasa. Ia tidak mengirimkan gempa bumi atau pun badai. Sebaliknya Ia memberikan seorang bayi yang tidak berdaya, dalam rumah yang sederhana dan dengan ibu yang bersahaja. Lalu Tuhan menaruh ide-ide pada hati si ibu dan si ibu menempatkannya pada pikiran si bayi. Lalu Tuhan menunggu. Kekuatan yang paling besar di dunia ini adalah bayi-bayi. -E.T. Sulivan Tuhan yang Mahabaik, saya tidak meminta Agar Engkau memberikan karya-Mu yang agung, Sesuatu yang berharga, atau sesuatu yang ajaib. Berikan saya tangan kecil untuk saya dekap. Berikan saya anak kecil yang meminta ditunjukkan Melalui jalan yang aneh dan manis menuju Engkau. Berikan saya suara lemah untuk bangkit berdoa; Berikan saya dua mata bersinar yang Engkau dapat lihat. Satu-satunya mahkota yang saya minta untuk dikenakan, Tuhanku. Ialah agar saya dapat mengajar anak kecil ini. Saya tidak meminta agar saya dapat bertahan Sebagai yang bijaksana, yang berharga, ataupun yang besar, Anak itu dan saya boleh memasuki pintu gerbang. - Pengarang tidak diketahui Mereka adalah berhala di hati dan di rumah tangga; Mereka adalah malaikat Tuhan yang menyamar; Sinar mentari masih tidur di atas pepohonan, Kebesarannya masih bersinar di mata mereka; Pelarian dari rumah dan surga, Mereka membuat saya lebih manusiawi dan lembut; Dan saya tahu kini bagaimana Yesus menyamakan Kerajaan surga dengan seorang anak. - Charles M. Dickson Sumber: Judul Buku: Tujuh Kebutuhan Anak Pengarang : John M. Drescher Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1992 Halaman : 71, 117, dan 118 ********************************************************************** o/ DARI ANDA UNTUK ANDA Dari: meilania <meilania@> >Dear Staf Redaksi e-BinaAnak, >Terima kasih untuk berita STOP PRESS-nya, juga atas perhatian dan >dukungan doa rekan-rekan semua. Puji Tuhan kondisi saya sudah jauh >lebih baik saat ini dan sudah bisa kembali On-Line ;-) meski >mungkin masih belum bisa sesering dulu sewaktu anak saya masih >satu. > >Tuhan memberkati. >meilania. Redaksi: Bagi pembaca yang belum mengenal Ibu Meilania, ia adalah moderator Milis diskusi Guru Sekolah Minggu e-BinaGuru dan juga anggota staf Redaksi e-BinaAnak dan ia baru saja melahirkan seorang putri. Puji Tuhan karena Ibu Meilania sudah dapat kembali melayani :) Semoga Tuhan memberi kekuatan kepada Ibu dan anak kedua ini dapat menambah semangat Ibu dalam melayani Tuhan. Sekali lagi, selamat untuk kelahiran putrinya! ********************************************************************** Untuk berlangganan kirim e-mail ke: <subscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org> Untuk berhenti kirim e-mail ke: <unsubscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org> Untuk Arsip e-BinaAnak: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ ********************************************************************** Staf Redaksi: Oeni, Davida, Ratnasari Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) e-BinaAnak 2002 YLSA
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |