Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/136

e-Leadership edisi 136 (11-2-2013)

Hambatan Kepemimpinan (I)

==========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI FEBRUARI 2013============

                         HAMBATAN KEPEMIMPINAN

                      e-Leadership 136 -- 11/2/2013

Shalom,

Seorang pemimpin pernah mengeluh bahwa ia merasa sendirian. Meski 
memiliki banyak anak buah, namun hubungan mereka hanya sebatas 
hubungan formal di dalam kantor. Tidak ada kedekatan yang alami, 
seperti hubungan antarteman atau sahabat. Perasaan kesepian ini cukup 
mengganggu dirinya dan berimbas pada semangat kerjanya. Kasus tersebut 
mungkin dialami juga oleh pemimpin-pemimpin Kristen dan biasanya, hal 
itu memang merupakan salah satu hambatan dalam kepemimpinan. Selain 
perasaan kesepian, hambatan-hambatan apalagi yang bisa terjadi dalam 
sebuah kepemimpinan? Dan, bagaimana cara mengatasinya?

Simaklah edisi e-Leadership minggu ini. Dalam kolom Artikel, Anda 
dapat menggali informasi dalam artikel dengan judul "Mengatasi 
Hambatan dalam Kepemimpinan". Kiranya artikel tersebut dapat menolong 
Anda mengenali hambatan-hambatan apa saja yang sedang Anda alami. 
Dengan itu, Anda bisa menentukan langkah strategis untuk mengatasinya. 
Dalam kolom Inspirasi, temukanlah bagaimana Nehemia bersikap peka dan 
adil terhadap Bangsa Israel yang saat itu dipimpinnya. Kiranya, 
seluruh sajian minggu ini menjadi penambah semangat bagi Anda untuk 
menjalani tugas kepemimpinan yang telah Tuhan percayakan kepada Anda.

Staf Redaksi e-Leadership,
Davida
< http://lead.sabda.org >


Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi.
           < http://alkitab.mobi/tb/Mzm/121/2/ >


       ARTIKEL: MENGATASI HAMBATAN DALAM KEPEMIMPINAN

Keberhasilan hamba-hamba Tuhan seperti Penginjil D. L. Moody, Dr. 
Billy Graham, atau Dr. Paul Yonggi Cho, tidak hanya terletak pada 
kehebatan mereka dalam berkhotbah, tetapi juga pada kepemimpinan 
mereka. Berdoa saja tidak cukup. Seorang hamba Tuhan harus mampu 
memimpin. Hal-hal apa yang menghambat kepemimpinan Anda selama ini? 
Yang berikut ini kiranya dapat menolong Anda untuk melihat beberapa 
hambatan dan bagaimana mengatasinya.

KOMUNIKASI YANG KURANG BAIK

Komunikasi dalam kepemimpinan melibatkan minimal dua pihak: Pihak yang 
memimpin dan pihak yang dipimpin. Komunikasi antara keduanya sangat 
menentukan dalam hal ini. Seorang pemimpin sering kali merasa bahwa ia 
sudah menyampaikan suatu pesan kepada bawahannya secara jelas. 
Berarti, bawahannya harus menjalankannya. Kalau ini terjadi di 
perusahaan-perusahaan profit, yang setiap karyawannya digaji, tidak 
masalah. Bawahan harus berusaha mengerti apa yang dimaksudkan oleh 
pemimpinnya. Jika tidak, ia akan dinilai tidak baik, dan itu akan 
memengaruhi gajinya. Dalam pelayanan, kita berhadapan dengan orang-
orang yang bekerja dengan sukarela. Bukan bawahan yang berusaha untuk 
mengerti. Tetapi, pemimpinlah yang berusaha untuk memahami bawahan, 
dan selanjutnya mengomunikasikan dengan jelas dan menarik apa yang 
menjadi keinginan atau visinya.

Pedoman yang dikeluarkan oleh buletin Christian Management Association 
berikut ini kiranya dapat menolong Anda mengatasi hambatan komunikasi.

1. Berusahalah mendapatkan kepercayaan dari bawahan Anda.

Kredibilitas seorang pemimpin itu penting dan sangat memengaruhi 
kepercayaan orang yang dipimpin. Jika seorang pemimpin tidak lebih 
pintar dari bawahannya, ia akan mengalami kesulitan dalam memimpin. 
Jika seorang pemimpin lembaga kerohanian tidak lebih rohani dari anak 
buahnya, ia akan dianggap remeh. Intinya, seorang pemimpin harus 
memiliki nilai tambah dibandingkan dengan bawahannya.

2. Komunikasikan secara terbuka.

Keterbukaan dalam berkomunikasi akan menumbuhkan rasa saling percaya 
di antara kedua belah pihak. Sampaikanlah bukan saja apa yang Anda 
perlu sampaikan, melainkan lebih dari itu. Keterbukaan yang dimaksud 
tentu bukanlah tanpa kebijaksanaan. Saya senang dengan orang yang 
terbuka, tetapi saya lebih senang dengan orang terbuka yang disertai 
dengan kebijaksanaan yang dari Tuhan.

3. Sampaikanlah maksud Anda dengan jelas dan spesifik.

Lebih baik menggunakan satu kalimat yang dapat dimengerti, daripada 
seribu kalimat yang sulit dimengerti. Jika Anda berkata kepada bawahan 
Anda, "Hari ini kamu bekerja dengan baik." Kata-kata itu tidak lebih 
dari sekadar basa-basi saja. Dari kalimat itu, kita bertanya, apanya 
yang baik? Dan, dari semua pekerjaan hari ini, mana dari pekerjaan itu 
yang baik? Ungkapan Anda itu malah menimbulkan banyak pertanyaan, dan 
bawahan Anda bisa mencurigai Anda. Lebih baik Anda berkata, "Surat 
yang kamu ketik ini bersih dan rapi.",
4. Komunikasi sebaiknya bersifat interaktif.

Anda hendaknya bersikap sedemikian rupa sehingga orang lain merasa 
bebas untuk memberi respons terhadap Anda dan tidak takut untuk 
menyampaikan tanggapan, reaksi, gagasan, kritik, atau komentar mereka.

5. Berkomunikasilah secara teratur.

Apakah Anda berkomunikasi secara teratur dengan bawahan Anda, dan 
sebaliknya? Terkadang, rapat hanya merupakan kegiatan rutin yang 
membosankan. Padahal, rapat seharusnya menjadi sangat penting dalam 
menjalin hubungan komunikasi dengan bawahan. Hubungan dengan bawahan 
tidak hanya melalui rapat, tetapi juga melalui pertemuan-pertemuan 
informal. Salah seorang pemimpin sebuah organisasi pelayanan selalu 
menyempatkan diri untuk berbicara dengan bawahannya (mulai dari tukang 
sapu sampai wakilnya) secara pribadi. Biasanya, ia menjadwalkan satu 
orang setiap hari secara bergiliran.

KURANGNYA PEMAHAMAN MENGENAI PROSES KOMUNIKASI

Proses komunikasi berjalan melalui dua jalur, yakni jalur formal 
(resmi) dan jalur informal (tidak resmi). Dengan kata lain, komunikasi 
terjadi melalui apa yang Anda katakan atau tulis, dan apa yang Anda 
perlihatkan (sikap, perasaan, nilai yang dianut).

Hal ini dapat kita lihat dari apa yang dikatakan oleh hadirin yang ada 
di rumah sembahyang orang Yahudi mengenai Yesus: "Dan semua orang ... 
heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya (pesan formal). 
Bukankah Ia ini anak Yusuf?" (kesan informal) (Lukas 4:22).

Yang justru lebih besar pengaruhnya adalah pesan yang diterima secara 
formal. Kesan yang ditampilkan seperti kedudukan, sikap, perhatian, 
kredibilitas, kesaksian hidup, jauh lebih memengaruhi orang lain 
ketimbang apa yang kita bicarakan. Ada ungkapan yang mengatakan, 
"Pemberita adalah berita itu sendiri."

KETEGANGAN (STRES)

Seorang pemimpin harus cepat tanggap terhadap stres yang dialaminya 
sendiri maupun oleh anak buahnya. Dalam tahap tertentu, stres itu 
berguna bahkan diperlukan. Tetapi, stres yang berlebihan akan membuat 
segalanya kacau balau.

Setiap orang berbeda dalam daya tahan terhadap suatu ketegangan, dan 
masing-masing memunyai reaksi yang berbeda terhadap ketegangan. 
Penyebab ketegangan dan perbedaan reaksi orang terhadapnya dapat 
dilihat dalam daftar berikut ini.

Penyebab stres:
1. Perubahan dalam pelayanan.
2. Penurunan mutu dalam hubungan.
3. Kurangnya buah-buah pelayanan kerja.
4. Menyesuaikan dengan lingkungan baru.

Reaksi jenis A:
1. Rasa takut, khawatir, merasa kurang mampu.
2. Menarik diri, kesal.
3. Depresi, menyalahkan diri, kecanduan.
4. Merasa kehilangan arah, menarik diri.

Reaksi jenis B:
1. Senang tantangan, asyik dengan perubahan.
2. Ingin bertukar pikiran, berusaha mencapai kesepakatan.
3. Melihat faktor-faktor penghambat, segera masuk peperangan rohani.
4. Penyesuaian diri.

Bagaimana mengetahui adanya gejala stres? Sekali lagi, kita perlu 
menyadari bahwa dalam batas-batas tertentu, stres itu sehat. Stres 
yang kurang baik adalah apabila stres itu justru terlalu kecil ataupun 
terlalu besar. Berikut adalah daftar gejala stres:

A. Stres skala kecil (kurang baik):
1. Sering bosan.
2. Sikap apatis.
3. Suka ketiduran.
4. Motivasi kurang.
5. Rasa malas.
6. Bersikap negatif.
7. Pikiran tumpul.

B. Stres yang pas (baik):
1. Timbul semangat.
2. Motivasi besar.
3. Menjadi waspada.
4. Energi tinggi.
5. Analisis tajam.
6. Persepsi tajam.
7. Bersikap tenang.

C. Stres yang tingkat tinggi (kurang baik):
1. Susah tidur.
2. Mudah tersinggung.
3. Gampang celaka.
4. Kurang nafsu makan.
5. Hubungan tegang.
6. Salah penilaian.
7. Sulit mengambil keputusan.

TIDAK MEMUNYAI TEMAN

Orang yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain akan mengalami 
kesulitan dalam pelayanan. Seorang pemimpin harus diakui bahwa ia 
adalah seorang yang telah menapaki sekian anak tangga untuk mencapai 
kariernya. Tetapi, jangan lupa, setelah ia mencapai puncak 
kepemimpinannya itu, ia pun sampai pada suatu keadaan sendirian. 
Kebanyakan orang sungkan berkomunikasi dengannya karena kedudukannya 
itu. Orang yang berhubungan dengannya umumnya hanya dalam suasana 
formal. Padahal, sebagai seorang manusia, ia membutuhkan sapaan 
sebagai seorang sahabat. Akibatnya, ia menjadi kesepian.

Biasanya, kita menjadi bersungguh-sungguh dalam pelayanan kita 
sendiri, sehingga kesungguhan kita itu pada akhirnya berubah menjadi 
suatu titik kelemahan: Kita tidak cukup banyak memikirkan dan 
mendoakan satu sama lain. Pemimpin harus selalu memikirkan berbagai 
hal untuk membantu anak buahnya, agar mereka dapat menjalin hubungan 
baik satu sama lain. Barangkali, apa yang kita lakukan itu harus 
mengeluarkan biaya yang lumayan besar, misalnya harus mengeluarkan 
ongkos perjalanan yang besar hanya untuk datang bersekutu dengan 
kawan-kawan kita.

Seorang sahabat adalah orang yang mampu mengurangi ketegangan kita 
dalam pelayanan. Sebab dengan sahabat, kita bisa membuka isi hati yang 
sudah terpendam begitu lama. Kita saling berbagi pengalaman, baik yang 
menyusahkan maupun yang menyukakan.

KURANG SIAP DALAM MENGHADAPI ARUS PERUBAHAN

Memang ada suatu bahaya besar, bahwa suatu lembaga rohani akan tetap 
meneruskan cara-cara kerja yang sebenarnya sudah ketinggalan zaman, 
dan kurang menyadari bahwa perubahan situasi seharusnya dihadapi 
dengan cara-cara yang berlainan. Metode hari ini belum tentu cocok 
untuk yang akan datang. Kita harus peka terhadap perubahan.

Dunia dan perubahannya sekarang ini berjalan begitu cepat sehingga 
kalau kita tidak segera membuat penyesuaian, maka kita akan 
ketinggalan. Banyak pemimpin gereja sekarang ini yang cenderung 
mempertahankan apa yang sudah menjadi kebiasaan nenek moyang mereka 
dulu. Memang ada hal-hal tertentu, seperti doktrin dan beberapa 
kebijaksanaan lainnya yang tidak berubah. Tetapi, hal-hal yang 
menyangkut metode, perlu mengalami perubahan sesuai dengan 
perkembangan yang sedang terjadi.

Diambil dan disunting dari:
Judul majalah: Sahabat Gembala, Juni 1993
Penulis      : Dr. B. S. Sidjabat
Penerbit     : Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1993
Halaman      : 11 -- 14


                              KUTIPAN

     "Allah memanggil kita untuk menaati-Nya dalam kasih." 
                                                 (Richard R. Dunn)


  INSPIRASI: MENJADI PEMIMPIN YANG PEKA DAN ADIL (NEHEMIA 5:1-19)

Hambatan bagi pekerjaan Tuhan tidak hanya datang dari luar, tetapi 
juga dari dalam, yaitu dari orang-orang dekat, bahkan terkadang dari 
para pemimpin sendiri. Pengurbanan rakyat dengan tidak bekerja untuk 
kebutuhan keluarga, melainkan bekerja demi pembangunan tembok 
Yerusalem, rupanya dimanfaatkan oleh para rentenir yang sebenarnya 
orang-orang Yahudi juga. Mereka memberikan pinjaman dengan bunga yang 
"mencekik leher" sehingga rakyat terjebak utang dan tidak mampu 
membayar pajak.

Sebagai seorang pemimpin, Nehemia harus bersikap dan bertindak 
bijaksana. Ia harus berani mengambil kebijakan yang berpihak pada 
kepentingan rakyat kecil. Kalau tidak segera diatasi, kesenjangan 
sosial akan semakin melebar. Hal pertama yang dilakukan Nehemia adalah 
menegur keras perilaku para bangsawan (8), dan memerintahkan mereka 
untuk segera menghapuskan utang dan mengembalikan barang-barang 
gadaian rakyat miskin (11-12).

Nehemia mendemonstrasikan kepada kita sikap seorang pemimpin sejati. 
Pertama, ia berani mengambil langkah nyata untuk mempersempit 
kesenjangan sosial. Tujuannya adalah mengubah perilaku sosial yang 
salah menjadi perilaku sosial yang peduli pada penderitaan rakyat 
miskin. Kedua, Nehemia tidak mencari popularitas dan tidak 
memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri. Ia mengutamakan kemuliaan 
Tuhan dengan merelakan haknya untuk rakyat miskin (15).

Sikap Nehemia ini sangat jauh berbeda dengan sikap para pemimpin 
negara atau wakil rakyat di negara kita, bahkan tidak jarang juga 
pemimpin agama atau pemimpin rohani kita. Kedudukan tinggi 
dimanfaatkan sebagai peluang emas untuk mengumpulkan harta bagi 
kekayaan sendiri, tanpa memedulikan keadaan rakyat miskin di 
sekitarnya.

Diambil dari:
Nama situs   : SABDA.org (Publikasi e-SH)
Alamat URL   : http://sabda.org/publikasi/e-sh/2006/09/11/
Penulis      : Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 27 November 2012


Kontak: leadership(at)sabda.org
Redaksi: Ryan dan Davida
Berlangganan: subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org