Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/146 |
|
e-Leadership edisi 146 (8-7-2013)
|
|
==========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI JUNI 2013============ PEMIMPIN VISIONER (II) e-Leadership 146, 8 Juli 2013 e-Leadership -- Pemimpin Pembelajar (I) Edisi 146, 8 Juli 2013 Shalom, Seorang pemimpin bukanlah seorang yang sudah mengetahui segala- galanya. Banyak hal yang perlu dipelajari untuk menjadi pemimpin yang semakin berkualitas, dan proses pembelajarannya bisa tidak terbatas. Dunia ini terus berkembang, ilmu, pengetahuan, dan teknologi pun turut berkembang. Oleh karena itu, seorang pemimpin juga dituntut untuk selalu bergerak mengikuti perkembangan yang ada untuk menambah wawasan kepemimpinannya. Hanya pemimpin pembelajar yang dapat menyadari bahwa belajar adalah proses seumur hidup. Dalam edisi bulan Juli ini, e-Leadership membahas tentang Pemimpin Pembelajar. Salah satu ciri pemimpin pembelajar adalah pertumbuhan kepemimpinan seseorang. Simaklah selengkapnya tulisan dalam edisi kali ini, tentang bagaimana pemimpin dapat terus bertumbuh. Kiranya, ini menjadi berkat bagi Pembaca sekalian. Staf Redaksi e-Leadership, Davida < http://lead.sabda.org > Belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda! (Yesaya 1:17) < http://alkitab.mobi/tb/Yes/1/17/ > ARTIKEL: BERTUMBUH DALAM KEPEMIMPINAN Dalam masyarakat yang semrawut, dan sering kali berbahaya, orang-orang menginginkan pemimpin yang dapat memberikan arahan yang baik. Orang- orang akan dengan senang hati dan rela mengikuti pemimpin yang dapat dipercaya dan andal. Dengan tindakan dan disiplin ilahi-Nya, Yesus menunjukkan bahwa Ia adalah pemimpin yang dapat kita percaya. Kita bisa mengikuti teladan-Nya. Karena beberapa pemimpin tidak bisa dipercaya, mungkin sulit bagi orang yang tidak beriman dan bahkan orang Kristen yang baru untuk percaya pada Yesus. Inilah sebabnya, kita perlu memiliki sifat kepemimpinan Kristen tertentu yang nyata dalam diri kita -- karena setiap orang adalah pemimpin bagi orang lain. Sebagai orang Kristen, kita semua adalah pemimpin dalam kapasitas tertentu, baik di tempat kerja, gereja, atau di rumah kita. Kita berutang kepada orang-orang di sekitar kita untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan kita sambil membantu orang lain mengembangkannya. Semua orang memiliki potensi kepemimpinan, yang perlu dilakukan adalah mengembangkannya. Kita tidak mendasarkan kelayakan kepemimpinan seorang Kristen pada keterampilan ataupun kemampuannya, tetapi pada statusnya sebagai ciptaan baru di dalam Kristus (2 Korintus 5:17). Ketika Allah mengangkat seseorang untuk mengisi posisi kepemimpinan, Ia akan menolongnya dalam melakukan tugas itu. Seorang pemimpin juga seorang manusia, mereka pun memiliki kelemahan. Bahkan, Paulus berbicara tentang sifat manusiawinya yang lemah dalam Roma 7:14-25 ketika ia menggambarkan pergumulannya dengan dosa. Otoritas yang Terbatas Ketika kita menerima otoritas, orang memercayakan kekuasaan kepada kita -- kuasa yang dapat menjadi berkat atau kutuk bagi orang lain. Ketika kita melaksanakan otoritas, kita harus ingat bahwa kita adalah utusan Allah. Jika kita tidak mengenali dan mengakui bahwa otoritas ini adalah pemberian Allah, kita akan mudah memakai otoritas tersebut untuk menguntungkan diri kita sendiri. Allah menempatkan kita dalam otoritas atas orang lain sehingga kita dapat melayani dan mengasihi mereka di dalam nama-Nya (lihat Matius 20:25-28). Otoritas yang melayani dan mengasihi akan mengusahakan yang terbaik untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri. Chuck Colson mengingatkan kita, "Sulit untuk berdiri di atas sambil membasuh kaki orang-orang yang ada di bawah." Karena ada batasan untuk otoritas, masalah pun muncul ketika figur yang diberi otoritas itu melangkah ke luar dari batasan tersebut. Tuhan memberi Adam dan Hawa otoritas, tetapi dengan batasan. Kita tahu apa yang terjadi ketika mereka melewati batas-batas itu. Setan mencobai Adam dan Hawa dengan memusatkan perhatian mereka pada satu hal yang tidak dapat mereka lakukan, bukan pada semua hal yang dapat mereka lakukan. Setan menggunakan taktik yang sama pada kita: dia membuat kita terganggu oleh beberapa hal yang tidak dapat kita lakukan, dan kita segera menjadi tidak puas dengan apa yang dapat kita lakukan. Penyalahgunaan otoritas dimulai dari bertindak di luar kehendak Dia yang memercayakan kekuasaan kepada kita. Sebuah penyalahgunaan otoritas tidak selalu terlihat sama pada setiap orang. Penyalahgunaan otoritas ini mungkin tampak pada reaksi yang berlebihan atau bahkan reaksi yang kurang terhadap suatu masalah, porsi tindakan yang tidak tepat itu ditunjukkan melalui kemarahan, intimidasi, kekerasan, teriakan, ancaman, dan banyak lagi. Dalam menjalankan sebuah otoritas, seorang pemimpin tidak boleh hanya sekadar menunjukkan kekuasaan, melainkan harus selalu memiliki tujuan. Tidak ada seorang pun yang memiliki otoritas untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang salah secara moral. Hal itu berada di luar batas otoritasnya. Prinsip ini berlaku bagi seorang pemilik usaha, pejabat pemerintah, atau pemimpin rohani sekalipun. Sifat-Sifat Kepemimpinan Kita tidak bisa berkompromi ketika berbicara tentang sifat-sifat kepemimpinan. Sebab, sifat-sifat ini sangat penting untuk mengembangkan kepemimpinan dan karakter yang andal. Ciri-ciri kepemimpinan berikut ini tidak hanya membantu kita agar tetap menjadi orang Kristen yang kuat, tetapi juga memungkinkan kita untuk menjadi pemimpin yang andal: 1. Tekun: Kemampuan untuk bertahan dalam keadaan yang sulit dan dengan orang-orang yang sulit adalah kunci menuju kepemimpinan yang kuat. Setiap hari kita menghadapi godaan untuk menyerah, akan tetapi rencana Allah bagi kita adalah rancangan damai sejahtera (Yeremia 29:11). Karena itu, kita memiliki alasan yang kuat untuk yakin bahwa Ia akan memberi kita keberanian untuk terus maju. 2. Bertanggung jawab: Seorang pemimpin yang andal tidak takut untuk mengambil tanggung jawab, bahkan ketika keadaan menjadi sulit atau berjalan serba salah. Seseorang yang bertanggung jawab tidak akan menyalahkan orang lain hanya karena dia memiliki otoritas untuk melakukannya. Ia bersedia menanggung kesalahan itu dan kemudian melihat apa yang akan dilakukan Allah. Bahkan, di kalangan Kristen, kita sering mendefinisikan tanggung jawab (responsibility) sebagai tanggapan kita terhadap kuasa Allah (response to God’s ability). 3. Rendah hati: Kita menunjukkan kerendahan hati yang sejati ketika kita memiliki sesuatu (berwujud atau tidak berwujud) dan dengan sukarela menyerahkannya. Ini tidak selalu mudah bagi orang-orang dalam posisi kepemimpinan. Kita juga menunjukkan kerendahan hati dengan tidak memuji diri sendiri meskipun kita layak mendapatkannya (Amsal 27:2), dengan menjadi pelayan bagi semua orang (Matius 20:26), dengan tidak memilih tempat terhormat (Lukas 14:10), dengan membiarkan Allah membela Anda (Lukas 12:11), dan dengan ketundukan kepada orang yang lebih tua (1 Petrus 5:5,6). Tidak ada yang menyukai seorang pemimpin angkuh. Sebaliknya, semua orang menghormati pemimpin yang rendah hati. 4. Percaya diri: Sebagai orang percaya di dalam Kristus, kita memiliki kepercayaan diri yang diberikan Tuhan, yang memungkinkan kita untuk melaksanakan tugas yang paling sulit sekalipun. Filipi 4:13 meyakinkan kita bahwa kita bisa melakukan segala sesuatu di dalam Kristus yang memberi kita kekuatan. Pemimpin Kristen yang andal memiliki kepercayaan diri yang sehat, tidak egois, dan berpusat pada Allah. 5. Jujur: Tidak ada yang mencemarkan nama seorang pemimpin dengan lebih cepat selain ketidakjujuran. Kebenaran dan rasa takut pada manusia tidak bisa hidup berdampingan. Untuk menjadi seorang pemimpin yang andal dan dapat dipercaya, seseorang harus bersikap jujur setiap saat dan dalam segala hal. Kita menunjukkan kejujuran melalui perbuatan dan juga kata-kata. Seseorang berkata, "Kebenaran tidak perlu berteriak; kebenaran berbicara atas nama dirinya sendiri.", 6. Sabar: Seperti apakah pemimpin yang sabar itu? Kesabaran menunjukkan toleransi dan kasih karunia kepada orang lain. Selain itu, sabar berarti menerima situasi yang sulit tanpa bereaksi negatif. Kesabaran menolak untuk mengajukan tuntutan atau membuat syarat yang meletakkan orang lain pada tingkat yang tidak realistis. Kesabaran itu menantikan Tuhan. 7. Berintegritas: Seorang pemimpin yang andal harus memiliki tingkat integritas yang tinggi. Integritas adalah ketaatan kepada nilai-nilai kode moral yang mencakup kehormatan, kebenaran, dan dapat dipercaya. Integritas memungkinkan seseorang untuk menepati janji dan melakukan yang terbaik, bahkan ketika tidak ada yang melihat. 8. Setia: Seorang pemimpin yang setia tidak akan terhempas oleh gelombang kehidupan, tetapi akan tetap teguh pada panggilannya. Rumput tetangga tidak selalu lebih hijau, pemimpin yang setia tetap berkomitmen kepada hal-hal yang telah Allah tetapkan saat memanggil mereka untuk melayani, bahkan dalam masa-masa yang sulit. 9. Berhati hamba: Pemimpin yang berhati hamba berarti menjalankan kepemimpinan ilahi seperti yang dilakukan Kristus: ia memengaruhi, melengkapi, dan memberdayakan orang-orang yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan dan rencana Allah. Pemimpin berhati hamba tidak melihat tugas apa pun sebagai tugas yang hina dan bersedia untuk bekerja lebih keras agar menjadi sebuah teladan yang nyata bagi orang- orang yang berada di bawah kepemimpinannya. Robert Greenleaf berkata, "Para pemimpin yang baik harus terlebih dahulu menjadi hamba yang baik.", 10. Bersikap hormat: Seorang pemimpin yang dapat dipercaya dan diikuti adalah seseorang yang menghormati orang lain. Para pemimpin ini melihat posisi mereka dan posisi orang lain sebagai karunia dari Allah. Karena itu, ia memperlakukan mereka dengan rasa hormat dan menghargai. Seorang pemimpin yang andal tidak akan memperlakukan orang lain dengan tidak hormat, baik di depan umum atau secara pribadi. 11. Mampu mengendalikan diri: Pemimpin yang kuat mampu menahan diri dan mendisiplin perilaku mereka. Mereka selalu sadar bahwa posisi mereka sebagai pemimpin menuntut mereka untuk memberikan contoh yang baik untuk diikuti orang lain. 12. Penuh kasih sayang: "Laksanakanlah hukum yang benar dan tunjukkanlah kesetiaan dan kasih sayang kepada masing-masing!" (Zakharia 7:9) Pemimpin yang kuat tidak buta terhadap kebutuhan orang lain. Sebaliknya, mereka akan mengalahkan keinginan mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Kasih sayang yang ditunjukkan oleh orang-orang dalam posisi kepemimpinan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama. 13. Saleh: "Ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8) Pemimpin yang baik tahu bahwa penampilan luar tidak begitu penting ataupun abadi; akan tetapi, apa yang ada di dalam batin merekalah yang paling penting. Hidup kudus lebih penting bagi mereka daripada posisi yang mereka pegang. 14. Berani: "Kuatkan dan teguhkanlah hatimu. Jangan takut dan jangan gemetar karena mereka." (Ulangan 31:6) Pemimpin yang kurang berani akan memerintah menuruti mayoritas dan mengikuti ke mana angin bertiup, namun pemimpin yang memiliki keberanian, tidak akan mundur. Abraham Lincoln berkata, "Hampir semua orang bisa menghadapi kesengsaraan, tetapi jika Anda ingin menguji karakter seseorang, berilah dia kekuasaan." Entah kita adalah pemimpin dari banyak atau satu orang, orang dewasa atau anak-anak, sifat-sifat karakter ini penting untuk memastikan kita dapat dipercaya dan andal. Tidak pernah sebelumnya pemimpin seperti ini begitu diinginkan dan dibutuhkan. Marilah kita berusaha untuk menjadi pemimpin seperti itu. Karena, jika kita tidak memimpin, orang lainlah yang akan melakukannya. (t/Jing Jing) Diterjemahkan dan disunting dari: Nama situs: Enrichment Journal Alamat URL: http://enrichmentjournal.ag.org/201101/201101_000_Grow_Leaders.cfm Judul asli artikel: Growing in Leadership Penulis: Tammy Darling Tanggal akses: 1 April 2013 KUTIPAN Jangan hanya berbagi kesedihan pada Tuhan, Sahabatmu, bagikan juga syukurmu atas semua kebaikan-Nya. (Benny Solihin) INSPIRASI: MENTAL JALAN PINTAS Setiap kita pasti tahu cerita Doraemon dan Nobita. Nobita adalah seorang yang kurang sabar jika menginginkan sesuatu, maunya instan. Dan, Doraemon adalah sahabat Nobita yang selalu memberikan apa saja yang diminta Nobita karena memiliki kantong ajaib. Sayangnya, Nobita sering kali gagal mempergunakan dengan baik benda-benda yang ia terima sehingga hasilnya adalah kekecewaan. Cerita ini mengajarkan kepada kita bahwa setiap keinginan yang diperoleh dengan cara instan, cenderung menghasilkan kekecewaan. Juga, tersirat pesan bahwa adalah baik jika kita mau menjalani setiap proses yang ada di dalam kehidupan ini. Tidak jarang, sebagai manusia kita juga memiliki kecenderungan untuk bersikap seperti Nobita, yang memiliki mental jalan pintas. Anak muda sering kali bersikap tidak sabar dalam banyak hal. Tidak sabar menanti jodoh yang lebih tepat sehingga menikah dengan orang yang berbeda iman. Tidak sabar mengikuti sekolah atau kuliah sehingga berhenti sekolah atau kuliah. Hasilnya, kekecewaanlah yang didapat. Di dalam Alkitab, kita bisa melihat contoh ini pada diri Esau. Karena tidak sabar untuk menahan lapar, ia kehilangan hak kesulungannya karena ia menukarnya dengan sepiring sup kacang merah. Akhirnya, hanya penyesalan yang tiada artinyalah yang ia rasakan. Sebab, sekalipun ia sampai mencucurkan air mata, hak kesulungan itu sudah bukan lagi menjadi miliknya. Di dalam hidup ini, kita pasti memiliki keinginan-keinginan yang, kalau bisa, kita peroleh dengan cepat. Terlalu sering, orang mengharapkan apa yang ia inginkan terwujud saat itu juga. Sadarilah, diperlukan kesabaran untuk mewujudkan semua keinginan itu. Kesabaran yang disertai usaha tanpa pernah putus asa akan membuat seseorang mendapatkan apa yang ia inginkan. Itulah yang dinamakan proses! Orang yang bersedia melalui proses dan kemudian mendapatkan yang ia inginkan akan merasakan kepuasan tersendiri. Di samping itu, ia bisa belajar banyak dari apa yang sudah ia lalui untuk dijadikan bekal bagi kehidupannya di masa yang akan datang. Jangan pernah memiliki mental jalan pintas! Tetapi, milikilah mental anak Tuhan yang tangguh, yang tidak pernah menyerah, yang mau menjalani proses kehidupan meski itu sulit. Karena, di situlah terletak nilai-nilai kehidupan yang sangat berharga, yang pada gilirannya tidak akan membuat kita menyesal. Diambil dan disunting dari: Nama buku renungan: Manna Sorgawi, 09 Oktober 2012 Judul artikel: Mental Jalan Pintas (Ibrani 10:36, 12:16-17) Penulis: Tidak dicantumkan Penerbit: YPI Kawanan Kecil Divisi Renungan Harian, Jakarta Utara 2012 Kontak: leadership(at)sabda.org Redaksi: Ryan, Davida, dan N. Risanti Berlangganan: subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |