Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/18 |
|
e-Leadership edisi 18 (14-6-2007)
|
|
Edisi Juni 2007 ==================================**================================== Milis Publikasi e-LEADERSHIP **** Topik: Karakter Pemimpin - Integritas Diri ==================================**================================== MENU SAJI EDITORIAL : Integritas: Kualitas Mutlak Seorang Pemimpin ARTIKEL (1) : Memimpin dengan Integritas ARTIKEL (2) : Kaitan Integritas dan Kepemimpinan TIPS : Mengukur Integritas INSPIRASI : Tidak Takut Membuat Kesalahan STOP PRESS : GetLife Inspiration Seminar ==================================**================================== EDITORIAL -*- INTEGRITAS: KUALITAS MUTLAK SEORANG PEMIMPIN -*- Dalam dunia kerja dan pelayanan yang penuh tantangan, figur pemimpin yang bisa bertahan dalam situasi sulit sangat dibutuhkan. Ada satu kualitas yang mutlak dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu integritas. Integritas menjadi dasar dari kesuksesan. Sulit bagi seorang pemimpin untuk mencapai puncak organisasi bila ia mengompromikan integritasnya dengan mengkhianati suatu kepercayaan. Edisi kali ini menyajikan artikel yang mengupas integritas sebagai kualitas pemimpin, yang ironisnya justru paling langka pada masa sekarang ini. Integritas seorang pemimpin akan mendatangkan kepercayaan, penghormatan, dan penghargaan dari orang lain. Sesuai dengan topik kami pada edisi lalu, integritas adalah kualitas utama yang dituntut dari seorang pemimpin yang berkredibilitas. Kiranya sajian kami ini dapat membantu meningkatkan integritas Anda. Selamat belajar! Pimpinan Redaksi e-Leadership, Lanny Kusumawati Siapa bersih kelakuannya, aman jalannya, tetapi siapa berliku-liku jalannya, akan diketahui. (Amsal 10:9) < http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Amsal+10:9 > ==================================**================================== KETIKA PERKATAAN DAN PERBUATAN ANDA COCOK, ORANG TAHU MEREKA BISA MEMERCAYAI ANDA. (John C. Maxwell) ==================================**================================== ARTIKEL (1) -*- MEMIMPIN DENGAN INTEGRITAS -*- Integritas adalah modal utama seorang pemimpin, yang sekaligus menjadi modal yang paling jarang dimiliki oleh seorang pemimpin. Inilah tragedi terbesar dalam kepemimpinan. Penelitian yang dilakukan oleh James Kousez dan Barry Posner mendukung persepsi bahwa integritas adalah modal utama seorang pemimpin. Riset mereka yang melibatkan ribuan kaum profesional dari empat benua selama hampir dua puluh tahun menunjukkan bahwa integritas adalah kualitas paling vital yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Sayangnya, integritas juga merupakan kualitas yang paling langka, bahkan hampir punah. Skandal Pendeta Jesse Jackson memperkuat premis ini. Pada 18 Januari 2001, Pendeta Jesse Jackson mengaku di depan publik bahwa ia memiliki anak di luar nikah berusia dua puluh bulan. Pengakuan ini menggegerkan publik. Siapa yang tak kaget mendengar seorang barometer spiritual masyarakat Amerika ternyata berselingkuh sejak tahun 1998? Skandal ini lebih dahsyat daripada skandal Bill Clinton dan Monica Lewinsky. Mengapa? Karena Jesse Jackson adalah seorang tokoh spiritual yang selain menjadi pendeta, juga memainkan peran penting sebagai seorang politikus dan pejuang hak asasi manusia. Bahkan, saat sedang terlibat dalam perselingkuhan, dia tetap menjadi konselor Clinton dalam kasus Monica Lewinsky. Tebersit sebuah kefrustrasian yang membelit dunia. Polemik klasik tentang integritas mulai tampil ke permukaan. Dunia seolah kebingungan mencari siapakah yang bisa menjadi teladan publik. Bahkan anak-anak Allah yang seharusnya menjadi garam dan terang dunia pun telah berulang kali gagal. Dunia membutuhkan orang-orang yang mampu berkata seperti Paulus, "Ikutlah aku, sama seperti aku mengikut Kristus" (1Korintus 11:1). Mencermati Integritas --------------------- Integritas dimengerti sebagai "completeness, wholeness, unified, dan entirety", semuanya merujuk pada keutuhan. Keutuhan yang dimaksud adalah keutuhan dari seluruh aspek kehidupan, terutama antara perkataan dan perbuatan. Yakobus mendefinisikan integritas sebagai "sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun" (Yakobus 1:4). Iman dan perbuatan adalah satu. Bahkan dari perbuatannya, orang lain dapat melihat imannya (Yakobus 2:8). Integritas tidaklah sama dengan citra diri (image). "Image" adalah persepsi orang mengenai diri kita, sedangkan integritas adalah siapa diri kita sesungguhnya. Bila kita memusatkan seluruh daya upaya, pikiran, dan waktu untuk memperlihatkan sebuah "image" palsu kepada orang lain, kita berisiko kehilangan integritas. Konsistensi antara perkataan dan perbuatan, sama seperti istilah TI yang disebut WYSIWYG (what you see is what you get). Jika orang lain mendapati inkonsistensi dalam perkataan dan perbuatan kita, mereka melihat kita sebagai orang yang munafik. Integrasi Etika dan Moralitas ----------------------------- Sering kali, istilah etika, moralitas, dan integritas digunakan secara bergantian untuk menunjukkan maksud yang sama. Padahal ketiganya memiliki perbedaan. Etika adalah standar tentang mana yang baik dan jahat, benar dan salah. Sedangkan moralitas adalah tindakan aktual tentang hal yang baik dan jahat, benar dan salah. Secara sederhana, etika adalah teoretikanya, sedang moralitas adalah praktikanya. Integritas adalah integrasi antara etika dan moralitas. Semakin keduanya terintegrasi, semakin tinggi integritas yang ada. Sebagai ilustrasi, ada dua orang pemimpin, A dan B. Pemimpin A menganggap bahwa memanipulasi orang itu sah-sah saja, maka ia mengeksploitasi rekan sekerja atau sepelayanannya. Pemimpin B sering mengungkapkan bahwa memanipulasi orang lain adalah perbuatan yang tercela. Tapi pada kenyataannya, dengan mudah ia mengeksploitasi orang-orang di sekitarnya untuk memenuhi ambisi pribadinya. Kita mengecam bahwa pemimpin A itu tidak etis dan tidak bermoral. Namun setidaknya, pemimpin A tersebut memiliki integritas karena teori dan praktiknya sama. Pemimpin B jelas tidak berintegritas. Tipe pemimpin A, seperti Hitler dan Stalin, tetap saja memiliki banyak pengikut setia. Itu karena mereka konsisten dan tidak bermuka dua, meskipun secara etis mereka amburadul. Dalam Alkitab, Yesus dengan tegas mengecam orang Farisi dengan menyebut mereka "munafik" (disebutkan sebanyak enam kali dalam Matius 23:13, 15, 23, 25, 27, 29), dan kecaman-Nya diawali dengan frasa "Celakalah kamu!" Orang Farisi adalah orang yang etika dan moralitasnya memiliki kesenjangan yang amat lebar. Yesus juga dengan tegas mengatakan agar supaya kita waspada terhadap pemimpin yang berkarisma besar (Matius 7:15). Satu hal yang perlu dicatat, Anda bisa memiliki integritas tanpa menjadi pemimpin, namun Anda tak akan pernah menjadi pemimpin jika tidak berintegritas. Apalagi seorang pemimpin Kristen. Saat Orang Lain Tidak Tahu -------------------------- Sesungguhnya, saat di mana kita merasa bahwa orang lain tidak akan mengetahui pikiran, perasaan, dan perbuatan kita adalah saat di mana level integritas kita diuji. Yusuf digoda oleh istri Potifar selama berhari-hari. Kalaupun ia bersetubuh dengan istri Potifar, tak akan ada yang mengetahuinya karena Potifar sedang pergi dan para pelayan sudah diatur untuk berada jauh dari rumah. Namun bagaimanapun juga, jawaban Yusuf yang tegas menunjukkan tingkat integritasnya yang tinggi. Itulah yang dinamakan "integrity in action" (perwujudan integritas). Lain halnya dengan kisah Daud. Daud berusaha menyembunyikan perzinahannya dengan Batsyeba dengan cara-cara rendah, yaitu membunuh Uria, suami Batsyeba. Namun, Tuhan mengutus Nabi Natan untuk membongkar dosa Daud. Dengan tegas dan lantang, Nabi Natan menyingkapkan kebenaran di depan hidung Daud. Sering kali, faktor yang menentukan integritas kita adalah peluang tindakan itu diketahui oleh orang lain. Seharusnya kita sadar bahwa Tuhan itu maha tahu. Ia melihat segala perbuatan kita. Siapa pun yang berusaha menutupi dosanya, Allah pasti akan membukakannya (Amsal 10:9). Hidup Transparan ---------------- Orang yang berintegritas tidak memiliki sesuatu yang ditutup-tutupi atau disembunyikan. Semakin luas pengaruh seseorang, semakin besar transparansi dan akuntabilitas yang ia tunjukkan. Samuel, dalam pidatonya di depan bangsa Israel, mengatakan bahwa dia akan mengembalikan segala sesuatu yang dia miliki, jika ada orang yang menganggap bahwa dia telah mengambil atau menikmati sesuatu secara tidak adil. Ini adalah transparansi dan keterbukaan yang luar biasa. Akan tetapi, yang lebih luar biasa adalah tidak ada seorang pun dari jutaan orang yang beranggapan bahwa dirinya telah dicurangi oleh Samuel. Begitu juga dengan Daniel. Ketika orang-orang berusaha untuk mencari-cari kesalahannya, mereka mendapati kehidupan Daniel tanpa cacat cela di mata manusia. Menipu Orang Lain, Diri Sendiri, dan Allah ------------------------------------------ Warren Wiersbe mengatakan bahwa orang yang tidak berintegritas sesungguhnya sedang mengalami dekadensi moral dan spiritual. Orang itu diliputi kegelapan, tapi tidak menyadarinya karena menganggap kegelapan itu adalah terang. Pada zaman ini, kita hidup dalam era kosmetik dan penuh topeng. Kita berpura-pura khusyuk berdoa, pura-pura produktif bekerja, pura-pura aktif melayani, pura-pura peduli kepada orang lain. Inilah tahap pertama, yaitu menipu orang lain (munafik). Yohanes dengan jelas mengatakan, "Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran" (1Yohanes 1:6). Tahap kedua lebih parah. Kita tidak hanya menipu orang lain, tapi juga diri sendiri (1Yohanes 1:8). Kita menganggap diri sendiri benar. Saat kita jatuh dalam "self-deception" (kecurangan diri), kita tidak lagi sadar bahwa kita melakukan dosa. Orang yang seperti ini perlahan-lahan akan menjadi paranoid -- selalu merasa khawatir akan ketahuan. Lama-kelamaan, dia tak lagi berbeda dengan orang gila karena tidak tahu apakah dia hidup dalam delusi atau realita. "Image" palsu yang dia jaga dan perlihatkan kepada orang-orang telah menjadi menu kesehariannya. Puncaknya, kita menipu Allah dan membuat Allah sebagai penipu. "Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita" (1Yohanes 1:10). Kita membaca dan mendengar firman Tuhan, namun tidak merasa bahwa firman itu sedang menegur dosa kita. Mengapa? Karena kebobrokan moral telah mengubah terang menjadi gelap. Kita tak lagi dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Namun bila kita tidak termasuk kategori di atas, jangan merasa diri lebih superior dibanding orang lain. Yesus dengan tegas mengutuk orang Farisi yang merasa diri lebih baik daripada pemungut cukai. Bila Anda teguh berdiri sebagai seorang pemimpin, jagalah agar Anda tidak jatuh. Jalan menuju integritas begitu sulit dan berliku. Serangkaian kebobrokan moral di atas seharusnya menyebabkan kita semakin melekat pada Tuhan, semakin menjaga hati, dan meminta-Nya untuk menguji hati kita. Ingatlah, dunia tetap menanti orang-orang yang bisa menjadi teladan, yang berani berkata, "Ikutlah aku, sama seperti aku mengikut Kristus!" Sumber diringkas dari: Judul buku: Kepemimpinan Kristen Judul bab : Karakter Kepemimpinan Kristen Penulis : Sendjaya Penerbit : Kairos, Yogyakarta 2004 Halaman : 62 -- 70 ==================================**================================== ARTIKEL (2) -*- KAITAN INTEGRITAS DAN KEPEMIMPINAN -*- Kepemimpinan adalah perihal memotivasi orang untuk menjalankan dan mencapai misi organisasi. Dalam usaha mencapai tujuan ini, persatuan, kepercayaan, dan harga diri akan berkembang. Seorang pemimpin yang baik membantu berkembangnya kualitas-kualitas ini, namun kegagalan membangun integritas akan meracuni semua kesatuan yang ada, menghancurkan kepercayaan antarsesama, dan mematahkan persatuan organisasi. Jika ada beragam kualitas kepemimpinan, integritas hanyalah sebuah pertanyaan sederhana yang bisa dijawab dengan ya atau tidak -- Anda memiliki integritas atau tidak. Untuk alasan tersebut, seorang pemimpin haruslah menunjukkan standar integritas yang tertinggi. Karakteristik Integritas ------------------------ Berdasarkan pengalaman, saya menemukan bahwa pemimpin yang berintegritas menunjukkan sikap tulus dan konsisten, memiliki keteguhan hati dan karakter, dan merupakan seorang yang mampu bertahan sampai akhir. - Ketulusan Ketulusan adalah perilaku tanpa kepura-puraan dan kesan yang palsu. Pemimpin yang berintegritas bersikap tulus -- tindakan mereka sesuai dengan perkataannya. Sebuah ilustrasi tentang Jenderal Wilbur Creech membantu menjelaskan poin ini. Saat menjabat sebagai Komandan Tactical Air Command pada awal tahun 1980-an, dia selalu mengadakan lawatan dan bertemu dengan para bawahannya di tempat mereka tinggal dan bekerja. Suatu ketika, Jenderal Creech sedang melakukan inspeksi ke gudang persediaan, ketika didapatinya seorang sersan duduk di sebuah kursi yang penuh tambalan selotip elektrik dan diganjal dengan satu batu bata. Saat sang jenderal menanyakan mengapa ia tidak memakai kursi yang lebih baik keadaannya, sersan tersebut menjawab bahwa tidak ada kursi baru yang tersedia bagi petugas gudang. Jenderal Creech berjanji akan mengurus masalah tersebut. Sebagai tindak lanjut inspeksi tersebut, Jenderal Creech memerintahkan ajudannya untuk terbang kembali ke Langley (markas angkatan udara, Virginia) dan menyerahkan kursi tua itu kepada petugas logistik. Kursi itu diakui sebagai milik sang jenderal sampai petugas logistik tersebut mengatasi permasalahan di gudang dan mengembalikan kursi itu ke petugas gudang. Jenderal Creech selalu menyesuaikan perkataannya dengan tindakannya. Itulah yang membuatnya menjadi seorang pemimpin yang hebat dan memiliki integritas. Semakin sejalan perilaku seorang pemimpin dengan perkataannya, semakin setia para pengikut, baik dalam mengikuti sang pemimpin ataupun mengikuti organisasi. - Konsistensi Satu perbuatan nyata yang mencerminkan integritas akan meninggalkan kesan, namun perilaku seorang pemimpin haruslah konsisten jika ia ingin berhasil membentuk suatu organisasi. Pada kenyataannya, integritas bersifat imperatif karena secuil pelanggaran saja terhadap integritas akan dapat meninggalkan cacat permanen. Para pemimpin haruslah konsisten dalam menjalankan standar kedisiplinan. Seorang pemimpin yang mendiskriminasi, dengan menggunakan tingkat jabatan atau hubungan pertemanan untuk menentukan responnya terhadap pelanggaran kedisiplinan, memiliki masalah integritas yang serius. Tak ada yang dapat menghancurkan moral seefektif menghukum seorang staf junior seberat-beratnya karena melakukan pelanggaran serius, namun membiarkan seorang staf senior yang melakukan kesalahan serupa, lalu pensiun tanpa menanggung hukuman. Pemimpin semestinya mempraktikkan apa yang mereka ajarkan, dan menetapkan standar dengan adil. Kesemuanya ini dibutuhan untuk terwujudnya disiplin, moral, dan pencapaian misi. - Keteguhan hati Untuk menjadi seorang pemimpin, Anda harus memiliki lebih dari sekadar citra diri (image) yang berintegritas -- Anda harus memiliki keteguhan hati. Presiden Abraham Lincoln pernah menceritakan kisah tentang seorang petani. Di samping rumah petani tersebut, tumbuh sebatang pohon tinggi yang sangat indah. Suatu pagi, dia melihat seekor tupai berlari memanjat ke atas pohon dan menghilang ke dalam sebuah lubang. Karena penasaran, petani itu melihat ke dalam lubang dan mendapati bahwa pohon yang ia kagumi itu berlubang di dalamnya, dan bisa rubuh menimpa rumahnya saat badai hebat menerjang. Seperti pohon tersebut, pemimpin yang dari luar terlihat memiliki keteguhan hati, namun ternyata di dalamnya kekurangan integritas, tidak akan kuat untuk bertahan dalam masa-masa sulit. Pemimpin yang integritasnya lemah tidak bisa membangun organisasi yang mampu bertahan dalam situasi yang penuh tantangan. - Menjadi Seorang yang Mampu Bertahan Sampai Akhir Yang terakhir, pemimpin dapat menunjukkan integritasnya dengan melaksanakan tugas sebaik mungkin, terlepas dari seberapa penting tugas itu atau siapa yang akan mendapat pujian. Pendeta Ben Perez menggunakan analogi tentang tim yang meskipun pasti akan kalah, tapi terus bertahan dalam sebuah permainan, untuk menggambarkan kebulatan tekad para profesional yang berintegritas. Mungkin tak ada organisasi yang memperlihatkan kesetiaan terhadap pekerjaan yang terbesar selain Pursuit Squadron ke-17 di Filipina pada awal Perang Dunia II. Kendati menghadapi serangan hebat dari armada udara Jepang, para pilot Pursuit Squadron tetap menjalankan misi pengintaian bersenjata setiap hari, dan terkadang juga melakukan penyerangan terhadap kapal-kapal musuh. Meski nyaris menjadi misi bunuh diri, para tentara dari Pursuit Squadron berkali-kali melakukan serangan mendadak sampai Bataan jatuh pada bulan Mei 1942. Pursuit Squadron ke-17 merupakan suatu tim yang dipimpin oleh orang-orang berintegritas yang mampu bertahan dalam perjalanan panjang menuju kejayaan. Itulah teladan dari kesetiaan terhadap pekerjaan, suatu integritas yang harus dimiliki setiap pemimpin. Membangun Integritas -------------------- Saya yakin bahwa Anda membangun gaya hidup yang berintegritas secara bertahap. Tindakan seseorang yang selalu menunjukkan integritas akan menjadi kebiasaan yang menunjukkan integritas, dan kebiasaan seorang individu akan menjadi cara hidupnya. Mungkin ini sederhana, namun saya tidak pernah menemukan cara yang lebih efektif untuk mengembangkan integritas diri, selain menerapkannya dalam setiap hal yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari -- meskipun hanya perkara kecil atau yang tidak berpengaruh. Dan karena organisasi cenderung hanya menerima kepribadian kepemimpinan mereka, integritas harus dibangun dari jajaran atas. Perilaku tak jujur ibarat sel kanker yang menggerogoti serat moral organisasi, terutama jika perilaku itu ditolerir oleh sang pemimpin, baik secara tersurat maupun tersirat. Pelanggaran terhadap integritas dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti rasa takut gagal, malu, arogansi, atau hanya kemalasan belaka. Pemimpin yang baik mengakui kesalahan dan bertanggungjawab terhadap tindakannya. Mungkin contoh yang paling dikenal adalah Jenderal Robert E. Lee dari Gettysburg. Ketika tentaranya mengalami kekalahan hebat setelah Pickett`s Charge*, Lee berkata kepada mereka, "Semua ini salahku. Akulah yang telah kalah dalam pertempuran ...." Mendengar kata-kata itu, para tentara Lee meneriakkan bahwa merekalah yang menyebabkan ia gagal dan memohon agar Lee mengizinkan mereka melakukan serangan balik. Tatkala pemimpin memperlihatkan karakter dan integritas dan mengakui kesalahannya, hal-hal yang mengagumkan terjadi -- orang-orang akan memercayai mereka dan mau mengikuti mereka ke mana saja. (t/Lanny) * Pickett`s Charge adalah penyerangan yang dilakukan para infanteri di bawah perintah Jenderal Robert E. Lee. Lawannya adalah Mayor Jenderal George G. Meade. Pertempuran itu terjadi di Cemetery Ridge, pada 3 Juli 1983 -- hari terakhir Pertempuran Gettysburg. Sumber diterjemahkan dengan penyesuaian dari: Nama situs: The Intellectual and Leadership Center of the Air Force Judul asli: The Leadership-Integrity Link Penulis : Gen Ronald R. Fogleman Alamat URL: http://www.au.af.mil/au/awc/awcgate/au-24/fogleman.pdf ==================================**================================== TIPS -*- MENGUKUR INTEGRITAS -*- Pertanyaan-pertanyaan berikut akan membantu Anda dalam mengukur integritas Anda. Janganlah terlalu cepat menjawab setiap pertanyaan yang ada. Jika pengembangan karakter merupakan bidang kebutuhan yang serius dalam kehidupan Anda, mungkin kecenderungan Anda adalah membaca pertanyaan-pertanyaan itu sambil lalu, memberikan jawaban-jawaban yang menggambarkan bagaimana yang Anda angankan mengenai siapa Anda sesungguhnya. Luangkan waktu untuk merenungkan masing-masing pertanyaan itu dan mempertimbangkannya dengan jujur sebelum menjawab. Lalu upayakanlah bidang-bidang di mana Anda paling susah. 1. Seberapa baikkah saya memperlakukan sesama, andaikata saya tidak mendapatkan apa-apa? 2. Apakah saya transparan terhadap sesama? 3. Apakah saya mengganti peran sesuai dengan lawan bicara saya? 4. Apakah saya ketika di bawah sorotan dan ketika sendirian adalah orang yang sama? 5. Apakah saya segera mengakui kesalahan saya tanpa ditekan? 6. Apakah saya mendahulukan sesama daripada agenda pribadi saya? 7. Apakah saya mempunyai standar yang tetap untuk keputusan-keputusan moral, atau apakah keadaan yang menentukan pilihan-pilihan saya? 8. Apakah saya mengambil keputusan-keputusan sulit, seandainya pun itu mengandung pengorbanan pribadi? 9. Ketika ada sesuatu yang ingin saya bicarakan tentang sesama saya, apakah saya bicara langsung kepada yang bersangkutan, atau membicarakan tentang yang bersangkutan? 10. Apakah saya pertanggungjawabkan setidaknya kepada satu orang apa yang saya pikirkan, katakan, dan perbuat? Sumber diambil dan diedit seperlunya dari: Judul buku: Relationship 101 Judul bab : Pertumbuhan Hubungan Penulis : John C. Maxwell Penerjemah: Drs. Arvin Saputra Penerbit : Interaksara, Batam Centre 2004 Halaman : 87 -- 88 ==================================**================================== INSPIRASI -*- TIDAK TAKUT MEMBUAT KESALAHAN -*- Beberapa waktu yang lalu, film "Gladiator" diputar di bioskop-bioskop. Kisahnya menceritakan seorang jenderal besar Romawi bernama Maximus yang melayani sang kaisar, Marcus Aurelius. Di hari-hari terakhir sang kaisar, ia melawan suku barbar di sebelah utara Kekaisaran Romawi. Tetapi Maximus dikhianati oleh putra sang kaisar, Commodus, seorang politikus manja yang pengecut, yang tampil belakangan. Akibat pengkhianatan itu, Kaisar Aurelius tewas, putranya yang jahat menjadi kaisar menggantikannya, dan Maximus terluput dari kematian, tetapi dijual menjadi budak dan terpaksa hidup sebagai gladiator. Walaupun kisahnya fiktif, film ini sungguh menawan, menggambarkan keberanian dan tekad. Tetapi kurang menawan bila dibandingkan dengan kisah Commodus yang sebenarnya. Memang benar bahwa Commodus adalah putra Marcus Aurelius dan pewaris tahtanya. Tetapi tidak seperti kisah fiktif dalam film tersebut, ia mendampingi ayahnya dalam pertempuran. Ketika ayahnya meninggal karena penyakit, Commodus menjadi kaisar di usia sembilan belas tahun. Ia segera berdamai dengan musuh-musuh kekaisarannya di perbatasan dan kembali ke Roma. Kaisar baru ini memasuki ibukotanya sebagai pahlawan, dan kemudian ia mencoba memposisikan diri sebagai orang pilihan rakyatnya. Di luar dugaan kelas-kelas yang memerintah, Commodus segera membuktikan keberanian dan ketrampilannya dengan beraksi di Coloseum. Ia membunuh singa, badak, dan gajah. Sebagai pemanah yang terampil, ia menjatuhkan berbagai hewan lainnya dengan sekali panah. Suatu ketika, ia membunuh seratus macan tutul dengan menggunakan seratus lembing. Dikatakan bahwa simpati rakyat terhadap Commodus sungguh luar biasa. Commodus, tidak seperti di film, adalah seorang pahlawan yang terampil. Menghadapi binatang-binatang buas akhirnya tidaklah cukup untuk mengujinya. Pada waktunya, ia memasuki arena dengan senjata-senjata perang dan menghadapi gladiator-gladiator terbaik di Roma. Ia mengalahkan mereka semua. Ia sungguh pria yang berani. Walaupun begitu, karakter Commodus adalah perkara lain. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya dengan berusaha mengesankan rakyatnya dan menyatakan kemuliaannya. Ia membayangkan diri menjadi pendiri "Roma" yang baru, bahkan sampai mengganti nama kekaisarannya sesuai dengan namanya sendiri. Ia juga membayangkan dirinya sebagai Hercules zaman modern. Ia sering mengenakan kulit hewan dan membawa pentungan, seperti tokoh mitos. Ia juga mengubah kalender Romawi -- mengubah nama setiap bulannya menurut gelar-gelar yang ia berikan kepada dirinya sendiri. Pada waktunya, suku barbar di sebelah utara terus mengepung perbatasan Romawi, sementara Commodus hidup di ibukota dan menyibukkan diri dengan mengutip pajak kepada orang-orang kaya, mendistribusikan uangnya kepada orang miskin, menghukum mati senator-senator dan banyak lawan politiknya, serta mencipta kembali dirinya. Kesabaran Senat dan rakyat habis ketika Commodus menyatakan bahwa ia mau menerima kehormatan sebagai konsul -- jabatan tertinggi dan terhormat di seluruh Roma -- sambil berpakaian sebagai gladiator. Malam sebelum ia dikukuhkan sebagai konsul, orang-orang terdekatnya meracuninya lalu mencekiknya sampai mati. Usianya baru 31 tahun. Commodus tampaknya memiliki segalanya -- posisi, keterampilan, keberanian, kekuasaan, dan kekayaan. Ia memiliki segalanya, kecuali karakter berintegritas. Dan itulah yang justru tidak boleh tidak dimiliki oleh seorang pemimpin. Sumber diambil dan diedit seperlunya dari: Judul buku: The Right to Lead Judul bab : Integritas Penulis : John C. Maxwell Penerjemah: Arvin Saputra Penerbit : Interaksara, Batam Centre 2003 Halaman : 123 -- 126 ==================================**================================== STOP PRESS -*- SPIRITUALITAS DI DUNIA BISNIS -*- Pernahkah terpikir: - apa yang dimaksud "Spiritualitas di Dunia Bisnis?" - apakah tren ini telah melanda Indonesia? - apa dampaknya bagi bisnis Anda? - bagaimana Anda harus mengantisipasinya? Ikuti GetLife Inspiration Seminar yang membahas "Spiritualitas di Dunia Bisnis" dengan para INSPIRATOR: 1. Hari Darmawan (founder & honorary chairman PT. Matahari Putra Prima Tbk.) 2. Paulus Bambang W.S. (director United Tractors Tbk. & penggagas jaringan BLife!Changers) 3. Ronny Lukito (Chairman B&B Incorporations: Eiger, Exsport, Bodypack, Northwand, dan Neosack) 4. Susanto Wibowo (President Director YOGYA Group) WHEN? Sabtu, 26 Mei 2007, 13.00 WIB WHERE? BALAReA Room, Menara BTC Lt. P1 Jl. Dr. Djunjunan 143-149, Bandung DAFTARKAN diri Anda di: - Sdr. Ernesth (0812.212.1228/022-9129.2843) - Seluruh jaringan Toko Buku VISI di BSM, IP, BTC, Molis, Sunda - Radio Maestro, Jl. Kacapiring 12, Bandung UNDANGAN: - Umum = Rp 50.000,- (ditukarkan dengan 3 majalah GetLife) - Mahasiswa = Rp 25.000,- (idem) -*- GETLIFE AND UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA INSPIRATION SEMINAR -*- ------------------------------------------------------------- KHUSUS MAHASISWA (TEMPAT TERBATAS) - Pekerjaan seperti apa yang harus dijalani? - Trik-trik seperti apa yang harus diketahui untuk menjual diri saat menghadapi interview kerja? - Apa yang biasanya diharapkan oleh perusahaan? Jika ingin tahu INSIGHT tentang hal ini, ikutilah GetLife & Universitas Kristen Maranatha Inspiration Seminar yang berjudul: "PREPARING FOR A BETTER LIFE" - Hari : Sabtu, 26 Mei 2007 - Waktu : 09.00 WIB - Tempat : GAP Lt. 8 Universitas Kristen Maranatha - Pembicara: Paulus Bambang (Director United Tractors, Tbk) Undangan: Rp 15.000,- (ditukar 1 majalah GetLife), yang dapat diperoleh di: - Sdr. Ernesth (0812.212.1228/(022) 9129.2843) - Kantor MSDC Universitas Kristen Maranatha (GAP Lt. 2) (022) 9188.8871 ==================================**================================== Berlangganan : subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Berhenti : unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Kontak e-Leadership: staf-leadership(at)sabda.org Arsip e-Leadership : http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip Situs Indo Lead : http://lead.sabda.org/ ---------------------------------------------------------------------- Redaksi e-Leadership: Lanny Kusumawati e-Leadership merupakan kerjasama antara Indo Lead, YLSA, dll. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Bahan ini dapat dibaca secara on-line di situs: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/ Copyright(c) 2007 oleh YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ ~~ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ==================================**==================================
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |