Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/183 |
|
e-Leadership edisi 183 (15-12-2015)
|
|
===========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI OKTOBER 2015============ Pemimpin dan Panggilan (II) e-Leadership -- Pemimpin dan Panggilan (II) Edisi 183, 15 Desember 2015 Salam Kasih, Kita tentu pernah mendengar ungkapan "Untuk mengetahui karakter seseorang, beri dia kekuasaan". Ketika seseorang mampu melakukan segalanya, saat itulah karakternya yang sesungguhnya diuji. Kita bisa mengkritik orang lain yang menyalahgunakan wewenangnya, tetapi pertanyaannya adalah apakah kita mampu tidak melakukan yang orang lain itu lakukan ketika kita diberi wewenang yang sama. Menyambut Natal tahun ini, e-Leadership menyajikan sebuah renungan tentang Natal dan Kekuasaan. Bagaimanapun juga, kepemimpinan dekat dengan kekuasaan, dan seorang pemimpin perlu berhati-hati menggunakannya. Kami berharap renungan ini dapat menolong kita mengevaluasi diri tentang bagaimana kita menggunakan kekuasaan yang diberikan kepada kita sepanjang tahun ini. Pada kolom Tip, Anda dapat membaca tip tentang menemukan dan menghidupi panggilan Anda. Kiranya sajian kami menjadi berkat bagi Anda. Segenap redaksi publikasi e-Leadership mengucapkan "Selamat Natal 2015. Kiranya damai sejahtera Tuhan Yesus membimbing kita untuk melakukan panggilan-Nya". Pemimpin Redaksi e-Leadership, Berlin B. < http://lead.sabda.org > "Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu," < http://alkitab.mobi/ayt/Mat/20/26/ > RENUNGAN: NATAL DAN KEKUASAAN Dia Memang Raja Kebangkitan-Nya Membawa Perubahan Raja yang Sesungguhnya Dikasihi agar Mampu Mengasihi Memberitakan Injil Kerajaan Allah Kekuasaan sangat memabukkan, membuat orang rela membayar berapa pun harganya. Bukan saja materi, bahkan persahabatan juga bisa jadi korbannya. Segala cara jadi halal, demi kelanggengan kekuasaan. Amat sangat langka menemukan orang yang dengan rela, dalam kesadaran sendiri melepaskan kekuasaan ketika waktunya tiba. Semua orang selalu merasa masih mampu menjalankan kekuasaan, tetapi sejatinya, terlalu cinta, terikat, dan sulit melepaskannya. Kekuasaan telah banyak "memakan korban" para pencintanya. Mereka menjadi lupa diri, lupa persahabatan, bahkan lupa ber-Tuhan. Kekuasaan sangat nikmat duniawi. Sekali duduk di singgasana kekuasaan, orang lupa berdiri, itu sindiran yang sangat pas menggambarkan daya magis kekuasaan. Kekuasaan itu pula yang mewarnai Natal sehingga berdarah-darah. Adalah Herodes Agung, raja orang Yahudi, raja boneka Roma, pelaku utamanya. Kepiawaian bertempur dan pengabdian Herodes membuat dia menerima gelar dari Roma, yaitu raja orang Yahudi. Selama 33 tahun kekuasaannya, Herodes tercatat sebagai raja boneka yang setia kepada Roma dengan prestasi tinggi. Namun, sebagai pribadi, Herodes terkenal paranoid, pencuriga parah. Dan, karena kecurigaannya, dia tak segan-segan menyingkirkan anggota keluarganya, bahkan istrinya sendiri, yakni Mariamne. Keluarga besar Hasmonae, yaitu keluarga istrinya Mariamne, dibasmi habis oleh Herodes. Tak berhenti sampai di situ, sikap pencuriga Herodes membuat anak kandungnya sendiri, Aleksander dan Aristobulus, dihukum mati, atas laporan saudara tiri sendiri. Namun, tak lama kemudian, Antipater yang memfitnah saudara tirinya, juga dihukum mati oleh Herodes, juga karena balik dicurigai. Raja paranoid ini memang tergolong sadis menghabisi orang yang dicurigainya mengganggu kekuasaannya. Kecintaan pada kekuasaan, dan sikap paranoidnya yang menggila, telah membuat takhtanya penuh noda darah. Kekuasaan membuat orang mabuk, dan melintas batas manusiawi. Tak ada yang rela turun, tetapi bersemangat menurunkan. Berbanding terbalik dengan peristiwa Natal. Ya, Natal adalah peristiwa besar di mana Yesus Kristus, Raja Diraja, Penguasa surga, rela turun ke dunia. Meninggalkan takhta-Nya, melepas kekuasaan-Nya. Sangat mencengangkan, tetapi ironisnya, tak ada yang mengapresiasinya. Tindakan yang sama sekali tak populer, tak disukai, bahkan dianggap sebagai sebuah kebodohan, itulah pandangan manusia di sepanjang masa. Dalam Filipi 2:6-8, Rasul Paulus mengungkapkan betapa Yesus Kristus yang dalam rupa Allah, setara dengan Allah, tetapi tidak mempertahankannya, bahkan sebaliknya, dengan rela Dia mengosongkan diri-Nya, menjadi sama dengan manusia. Dia menyangkali keillahian-Nya, melepas kekuasaan-Nya, menjadi sama dengan ciptaan-Nya yang terbatas dan terkurung dalam ruang dan waktu. Inilah semangat Natal yang sejati. Rela melepas kekuasaan demi sebuah damai bagi orang yang diperkenan-Nya. Betapa luhurnya sifat Natal. Andai saja semua orang yang menyebut dirinya Kristen memiliki sifat Natal, betapa indahnya kehidupan bumi. Natal menunjukkan betapa kekuasaan bukanlah segala- galanya. Natal mengajar kita untuk memenangkan kehidupan justru dengan melepas kekuasaan. Keunggulan iman Kristen yang harus dipahami dengan tepat, dan tidak terjebak dalam kekonyolan sikap melepas karena tak mampu. Awas, jangan tergelincir memaknainya sehingga membiarkan kejahatan tak dihukum. Sisi lain kisah Natal juga dihadirkan di hadapan kita, betapa Herodes yang gila kekuasaan, tak mampu mendengar berita tentang adanya Raja Yahudi yang baru lahir. Apalagi dibawa oleh orang majus dari timur yang dikenal bijaksana, ke istananya (Matius 2:1-12). Istana adalah tempat yang tepat untuk menanyakan berita kelahiran seorang raja. Roh Kudus melalui bintang telah memimpin perjalanan mereka, dan membawa mereka ke istana yang kelak menjadi makna tersendiri dalam peristiwa Natal. Herodes amat sangat terkejut atas pertanyaan para majus. Dan, yang paling pasti sangat merasa terancam. Bukankah dirinya adalah satu-satunya orang yang bergelar raja Yahudi, yang dianugerahkan oleh kekaisaran Roma! Gelar yang didapatnya dengan susah payah, kini ada yang memilikinya? Jelas keterkejutan besar. Para imam dan ahli Taurat dikumpulkan untuk mencari tahu di mana lahirnya Sang Raja? Imam dan ahli Taurat, memang piawai dalam keilmuannya, tak sulit bagi mereka menerjemahkan pesan Nabi Mikha. Betlehem itulah tempatnya. Ini sangat berbeda dengan Yerusalem sebagai pusat kekuasaan, sementara Betlehem hanyalah sebuah kota kecil, jauh dari gambaran daerah kekuasaan. Akan tetapi, di sanalah Raja Yahudi, Yesus Kristus lahir. Mirisnya, setelah memberitahukan tempat Mesias, Raja Yahudi lahir, para imam dan ahli Taurat tak bergegas menuju Betlehem. Mereka menetap di istana, di Yerusalem, tempat pusat kekuasaan. Tampaknya para imam, ahli Taurat, cinta mati pada kekuasaan, seperti pelayan masa kini yang cinta mati pada materi. Ah, betapa rohaninya jabatan mereka, tapi tidak hatinya. Kekuasaan telah membuat hati nurani mati, dan mereka terikat kuat pada bujukan nikmatnya kekuasaan. Jadi, jika imam dan ahli Taurat cinta pada kekuasaan, tentu saja tak mengherankan jika Raja Herodes yang bukan rohaniawan berpegang erat pada kekuasaan dengan segala cara. Natal telah menunjukkan kepada kita betapa buruknya wajah umat beragama. Penuh dengan ucap ayat suci, tetapi hidup dalam kegelapan duniawi. Sementara Herodes tak tinggal diam mendengar berita. Siasat diatur dengan keji, dan ketika tak berhasil, maka pasukan pembunuh turun dengan perintah biadab: Habisi anak-anak sekitar Betlehem yang berusia 2 tahun ke bawah! Betlehem menjadi korban kekuasaan. Yerusalem telah menjadi pusat kekuasaan yang jauh dari Tuhan, sebaliknya hanya menjadi hamba setan. Jerit pekik para ibu meratapi anaknya tak mengurangi semangat pasukan membunuh para bayi tak berdaya. Banyaknya korban jatuh tak membuat Herodes menyesali keputusannya, bahkan bertambah murka ketika tak bisa memastikan apakah Raja Yahudi yang dicari sudah dihabisi. Imam, ahli Taurat tetap menjalankan ritualnya, berdoa, memuji dengan kepekatan hitamnya hati mereka. Ah, jahatnya orang yang dirasuk kekuasaan. Mereka menghalalkan segala cara, bahkan mampu berbicara seakan orang suci. Gambaran kemunafikan yang dengan mudah Anda temukan di mana saja. Terlebih dalam diri para pemimpin yang rajin membangun citra baik padahal tak pernah bertindak nyata. Menyatakan kesedihan, tetapi selalu asyik dengan kesenangannya. Ah, kegilaan pada kekuasaan ternyata membangun kreativitas untuk menipu. Dan, membuat penggila kekuasaan bahkan sangat "sempurna dalam berbuat dosa". Natal dan kekuasaan, adalah fakta sejarah yang tak terbantah. Menjadi pertanyaan penting, sekaligus menjadi perenungan mendalam akan sikap kita terhadap kekuasaan. Kekuasaan bukanlah barang haram yang harus dihindari, tetapi harus bisa dikuasai untuk menjadi alat kebaikan. Jika kekuasaan tak terkendali, bahkan menjadi penguasa kehidupan, ia akan merusak seluruh sendi kehidupan. Orang percaya harus berkuasa dengan semangat Natal untuk mengabdi dan mendamaikan. Namun, juga untuk menghancurkan kepalsuan, kebebalan, dan kejahatan "berjubah agama". Semoga semangat Natal ada pada kita. Selamat hari Natal. Diambil dan disunting dari: Nama situs: Renungan Pagi Alamat URL: http://renunganpagi.net/news/view/344/Natal-dan-kekuasaan Penulis artikel: Yunus Tanggal akses: 7 Juli 2015 TIP: MENEMUKAN PANGGILAN DAN MENGHIDUPINYA Panggilan adalah anugerah Allah. Dia berkenan mewahyukan setiap janji- Nya kepada seseorang. Allah mau agar orang tersebut melakukan kehendak-Nya. Berikut ini lima hal yang menerangkan lebih jauh apa sebenarnya panggilan itu? 1. Panggilan telah ada sebelum orang itu dilahirkan. Allah memanggil orang-orang pilihan-Nya berdasarkan kehendak-Nya, bahkan jauh sebelum mereka dilahirkan. Ingatlah kejadian Esau dan Yakub. Esau ditolak, tetapi Yakub dipilih, ini sudah ditetapkan sebelum mereka lahir. Tentang Esau dan Yakub dikatakan: "Sebab waktu anak-anak itu belum lahir atau belum melakukan yang baik atau yang jahat, supaya rencana Allah tentang pemilihannya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilan-Nya." (Roma 9:9-10) 2. Panggilan didasarkan atas kasih karunia bukan pada perbuatan. Panggilan adalah kehendak mutlak Allah. Bukan didasarkan pada perbuatan baik, kehebatan, atau jasa-jasa seseorang. "Dialah yang memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman." (2 Timotius 1:9) 3. Panggilan akan semakin jelas kalau hati nurani murni. "Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus." (Efesus 1:18) Hati nurani yang murni adalah hati yang tulus, tidak memiliki motivasi untuk kepentingan diri sendiri dan untuk memuaskan diri, melainkan karena kerinduan yang dalam agar hidupnya memuliakan Tuhan. 4. Panggilan akan mengubah gaya kehidupan kita. Panggilan ilahi biasanya akan mengubah pandangan hidup kita, standar hidup kita, cara kita berbicara, gaya hidup, dan pergaulan kita. Ingatlah Paulus, kehidupannya berbeda saat menerima panggilan Tuhan. Orang yang memiliki panggilan ilahi dalam dirinya akan berpikir dan bekerja lebih keras daripada orang lain. "Sebab itu aku menasihatkan kamu, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu." (Efesus 4:1) 5. Panggilan harus dijaga dan dikerjakan seumur hidup. Orang yang lari dari panggilan-Nya akan mengalami kehidupan yang susah dan terombang-ambing. Di Alkitab, diceritakan orang yang lari dari panggilan Tuhan, namanya Yunus. Yunus adalah manusia biasa sama seperti kita, sama-sama memiliki kelemahan. "Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung." (2 Petrus 1:10) Menemukan dan Hidup dalam Panggilan-Nya "Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14) Firman Tuhan di atas mengungkapkan bagaimana umat Tuhan dapat menemukan panggilan-Nya dan menyelesaikannya. Tuhan bukan hanya menyediakan panggilan-Nya, tetapi Dia juga menyediakan perlengkapan dalam hidup umat-Nya yang harus ditemukan dan dikembangkan. Firman Tuhan menyatakan tiga unsur yang disediakan-Nya, yaitu tubuh atau fisik, jiwa atau personaliti, dan roh atau karunia rohani. Hal ini sesuai dengan firman Tuhan, "Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita." (1 Tesalonika 5:23, TB) Untuk menemukan panggilan yang Tuhan tetapkan, hal pertama yang diperlukan adalah komitmen untuk percaya kepada Tuhan. Kedua, komitmen untuk membuang segala hal yang sudah ditanamkan dari dunia, dari luar dan dari orang lain yang terbentuk sebelum ia menjadi anak Tuhan, baik itu hawa nafsu, ambisi duniawi, filsafat dunia, maupun cara-cara duniawi. Ketiga, komitmen untuk terus memperbarui pikiran dan perasaan dengan firman Tuhan dan hidup dalam hadirat-Nya. Keempat, komitmen untuk hidup dalam kasih karunia, yaitu dengan menghargai apa yang sudah Tuhan berikan. Diambil dari: Nama situs: eBahana.com Alamat URL: http://ebahana.com/warta-2722-Menemukan-Panggilan-dan-Menghidupinya.html Judul artikel: Menemukan Panggilan dan Menghidupinya Penulis artikel: STT LETS Jakarta dan Redaksi Bahana Tanggal akses: 22 Juli 2015 KUTIPAN Tantangan sebuah kepemimpinan adalah untuk menjadi kuat, tetapi tidak kasar; bersikap baik, tetapi tidak lembek; berani, tetapi tidak mengganggu; bijaksana, tetapi tidak malas; rendah hati, tetapi tidak malu-malu; bangga, tetapi tidak sombong; memiliki humor, tetapi tanpa kebodohan. -Jim Rohn- Kontak: leadership(at)sabda.org Redaksi: Berlin B., Ayub, dan Mei Berlangganan: subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |