Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/192 |
|
e-Leadership edisi 192 (20-9-2016)
|
|
==========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI SEPTEMBER 2016============= Memimpin dari Bawah (I) e-Leadership -- Memimpin dari Bawah (I) Edisi 192, 20 September 2016 Salam Kasih, Allah telah menjadi teladan Pemimpin yang sempurna bagi kita. Tak hanya sebagai pemimpin untuk diikuti, Allah telah menjadi dasar/pijakan bagi orang-orang yang dipimpin-Nya. Allah menjadi Gunung Batu kita sehingga kita memiliki tempat yang kuat untuk berpijak. Sebagai pemimpin Kristen, kita pun harus dengan penuh kesadaran dan kerelaan belajar untuk memimpin dari bawah -- menjadi dasar/pijakan bagi orang-orang yang kita pimpin supaya mereka bisa berhasil. Sajian e-Leadership ini akan memperluas wawasan kita mengenai kepemimpinan dari bawah ke atas. Sebagai seorang pemimpin, marilah kita membaca, merenungkan, dan menerapkan pelajaran penting dalam edisi ini supaya kepemimpinan kita bisa berdampak baik dan luas serta berkenan bagi kemuliaan nama-Nya. Selamat membaca dan berdiskusi. Tuhan Yesus memberkati. Pemimpin Redaksi e-Leadership, Santi T. < santi(at)in-christ.net > < http://lead.sabda.org > "Sebab, Aku telah memberikan contoh kepadamu supaya kamu juga melakukan seperti yang Aku lakukan kepadamu." (Yohanes 13:15, AYT) < alkitab.mobi/ayt/Yoh/13/15/ > ARTIKEL: KEPEMIMPINAN DARI BAWAH KE ATAS Ketika orang-orang berbicara tentang kepemimpinan, mereka biasanya mengacu pada orang yang berwenang sebagai orang yang berada di "atas". Ada pembicaraan mengenai otoritas "tertinggi", "puncak" organisasi, "puncak" kekuasaan, pemimpin "tertinggi", "puncak rantai makanan", berada "di atas" anak tangga, berada "di atas" orang lain, dan sebagainya. Sementara itu, ada orang yang berada "di bawah" tiang kekuasaan. Ada orang yang (berada pada posisi) "rendah" pada tiang totem, orang di "bawah" anak tangga, dan sebagainya. Alkitab bahkan berbicara mengenai cara tersebut dari waktu ke waktu. "Allah memerintah atas bangsa-bangsa," kata pemazmur (Maz 47:8). Takhtanya "tinggi dan menjulang," kata seorang nabi (Yesaya 6:1, 52:13). Dan, para tua-tua dalam Perjanjian Baru dikatakan jangan dengan paksa, tetapi "sukarela" (1 Petrus 5:2). Penggunaan metafora ruang atas/bawah dan tinggi/rendah bertujuan untuk menggambarkan kepemimpinan yang masuk akal. Untuk memimpin, Anda membutuhkan pandangan yang luas. Anda harus bersandar pada kursi wasit tempat Anda dapat melihat apakah pemain pemukul bola telah menginjak garis atau apakah bola telah memantul ke luar batas. Namun, inilah masalahnya: menjadi pemimpin yang baik juga berarti belajar bagaimana memimpin dari bawah ke atas. Hal ini berarti menjadi dasar, dinding penopang, pijakan bagi kegiatan orang lain. Anda menggunakan otoritas yang telah diberikan kepada Anda untuk memampukan orang lain bertindak, bekerja, dan melayani. Anda menjadi pijakan yang di atasnya mereka hidup, panggung yang di atasnya mereka menari. Lagi pula, Allah tidak hanya memerintah kita, Ia juga meletakkan diri- Nya sebagai dasar kita. Ia adalah Gunung Batu kita, yang memberi kita tempat yang kuat untuk berpijak (Mazmur 18:31). Atau, izinkan saya mengatakannya seperti ini: Kepemimpinan bukanlah tentang mengejar semua impian dan ambisi Anda, sering kali hal itu adalah tentang berdiri di atas tangan dan lutut Anda, dan menjadikan hidup Anda sebagai panggung yang di atasnya orang-orang yang Anda kasihi dapat mengejar ambisi, harapan, dan pelayanan mereka. Hal ini adalah tentang membangun dan mengangkat. Kepemimpinan adalah tentang melengkapi, memampukan, dan memberdayakan. Dengarkanlah apa yang pemazmur katakan segera setelah menyebut Allah sebagai Gunung Batunya. "Sebab siapakah Allah selain dari TUHAN, dan siapakah gunung batu kecuali Allah kita? Allah, Dialah yang mengikat pinggangku dengan keperkasaan dan membuat jalanku rata; yang membuat kakiku seperti kaki rusa dan membuat aku berdiri di bukit; yang mengajar tanganku berperang, sehingga lenganku dapat melenturkan busur tembaga. Kauberikan kepadaku perisai keselamatan-Mu, tangan kanan-Mu menyokong aku, kemurahan-Mu membuat aku besar." (Maz 18:31-35) Allah melengkapi. Allah melatih. Allah melindungi. Allah mendukung. Allah membuat sesuatu yang besar. Betapa baiknya Allah! Ia memberi kita tempat untuk berdiri, seperti rusa di ketinggian sehingga kita dapat naik dari hutan yang gelap dan dalam, ke atas puncak yang tinggi. Saya telah menonton sebuah film perang yang di dalamnya terdapat adegan seorang prajurit sedang duduk termangu dan dibebastugaskan setelah teror masa-masa pertempuran. Komandan pasukannya berjalan ke arahnya, dan dengan nada yang meyakinkan berkata, "Jangan terpaku pada hal itu; jangan terpaku sedikit pun pada hal itu." Komandan pasukannya yang berpengalaman dalam beresolusi meneguhkan tekadnya, dan beberapa hari kemudian, setelah pertempuran lainnya, prajurit yang sama tersebut dengan tenang mengatakan hal yang sama kepada prajurit lain yang tengah ketakutan. Ketika anak-anak perempuan saya yang masih kecil menjadi murung sepanjang hari, tidak dapat melakukan hal-hal pokok seperti bersiap- siap tidur, mereka tidak memerlukan sebuah respons kecemasan yang bernada tinggi dari saya. Mereka membutuhkan ketenangan saya. Kemantapan saya. Kepastian lembut saya tentang ke mana hilangnya lengan piyama, bagaimana cara kerja sebuah sikat gigi, dan di mana boneka dapat ditemukan. Seorang pendeta, seperti halnya setiap orang, harus memahami hal ini. Keberadaannya bukanlah untuk melakukan semua tugas pelayanan gereja. Ia hadir untuk melengkapi (Efesus 4:12, AYT). Dan, ia mengejar jalan ini dengan tekad yang penuh dengan rasa percaya diri seorang pria, yang mengetahui bahwa ia juga berada di bawah perintah (lihat Matius 8:9). Biasanya, kita berpikir tentang pemimpin sebagai seseorang yang "melemparkan visi". Dan, sering kali memang begitu. Namun, ada juga naluri ketika ia memosisikan dirinya di bawah dan menjadi dasar bagi orang lain untuk membayangkan visi mereka. Namun, di sinilah pimpinan dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas terjadi secara bersama-sama. Untuk menjadi podium, sebuah panggung, dasar dalam kehidupan orang-orang yang telah diberikan Tuhan kepada Anda, Anda harus menyiapkan diri Anda sendiri atas mereka. Anda harus menetapkan batas-batas. Anda akan mengatakan, jalan di sini, bukan di sana. Percayalah pada orang-orang ini, bukan orang- orang itu. Anda memimpin pelajaran dengan menetapkan contoh. Anda akan menyela, lihat, beginilah caranya. Ini adalah tentang bagaimana Anda mengayunkan raket, menafsirkan kata kerja, menjauhi dosa, menunjukkan kepedulian, menginvestasikan uang, memperingatkan saudara, menafsirkan teks, mempersiapkan khotbah, dan mengasihi jemaat. Anda menjelaskan jalur mana yang menuntun pada kehidupan, dan yang mana yang menuntun pada kematian. Anda membantu mengarahkan pandangan mereka dan jika itu adalah sekelompok orang, Anda menyiapkan lintasan mereka. Anda menginginkan kesuksesan mereka. Anda mencurahkan segenap kekuatan. Dari awal hingga akhir, Anda mengasihi. Pada akhirnya, saya kira, Tuhan memberi kita otoritas dari atas ke bawah secara tepat sehingga kita dapat memimpin dari bawah ke atas, seperti Pribadi lain yang saya tahu telah membawa kita secara tepat seperti ini (Matius 20:25-28). Apakah Anda ingat bagaimana Dia melakukannya? (t/N. Risanti) Diterjemahkan dari: Nama situs: 9marks Alamat URL: http://9marks.org/article/bottom-up-leadership/ Judul asli artikel: Bottom-Up Leadership Penulis artikel: Jonathan Leeman Tanggal akses: 8 Maret 2016 KUTIPAN Prinsip dasar saya adalah bahwa Anda bukanlah mengambil keputusan- keputusan karena mudah, karena murah, karena populer; melainkan karena benar. (Theodore Hesburgh) INSPIRASI: DIBENTUK DARI BAWAH Ditulis oleh: N. Risanti Tahukah Anda bahwa Abraham Lincoln, Presiden Amerika paling inspiratif dan sangat dihormati dalam sejarah, adalah orang yang berkali-kali mengalami kegagalan dalam hidupnya? Ia menjalani kehidupan yang keras semenjak kecil, tidak terlalu cemerlang dalam hal pendidikan, empat kali gagal menjadi anggota kongres, mengalami kehidupan perkawinan yang tidak bahagia, dua kali gagal sebagai anggota senat, mengalami kekalahan dalam nominasi wakil presiden, dan dibenci oleh banyak orang akibat kesalahpahaman, rentetan kritik, dan rumor yang buruk. Jika pada akhirnya ia menjadi presiden dalam usia ke-51, tidak banyak orang yang tahu bahwa sebelumnya ia harus mengalami serangkaian proses dan peristiwa dalam hidup yang sungguh keras dan menyakitkan. Lalu, lihat juga kisah Yusuf, Musa, Saul, Daud, Petrus, dan Paulus. Mereka semua juga adalah orang-orang yang memiliki cerita kelam dalam masa lalunya. Perhatikan bahwa tidak ada satu pun dari mereka yang melangkah di jalan yang mulus, rata, dan landai sebelum menjadi seorang pemimpin. Hampir selalu seperti itu. Seorang pemimpin besar tidak terlahir begitu saja. Mereka diproses melalui benturan, pukulan, kejatuhan, rasa sakit, pengkhianatan, bahkan tikaman dari orang-orang terdekat. Mereka merangkak dari bawah, dari posisi yang tak pernah dilirik atau mendapat perhatian dari banyak orang, dan yang sering kali kita remehkan. Yang kemudian membedakan mereka dari kebanyakan orang lainnya adalah mereka belajar, bertahan, dan kemudian menjadikan masa- masa paling menyakitkan dalam kehidupan mereka sebagai proses yang mendewasakan dan menguatkan mereka. Barulah setelah mengetahui kisah hidup mereka, kita akan melihat kebenaran dan kedalaman di balik kata- kata Paulus, "... kita tahu bahwa penderitaan ini menghasilkan ketekunan, ketekunan menghasilkan karakter yang tahan uji, dan karakter yang tahan uji menghasilkan pengharapan, dan pengharapan tidak mengecewakan" (Roma 5:3-5, AYT). Lalu, kita menjadi sadar bahwa penderitaan sesungguhnya menjadi anugerah Allah yang besar karena itulah yang menghasilkan pertumbuhan dan kebesaran dalam diri seorang pemimpin. Seperti Daud yang berkata, "Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu," (Mazmur 119:71), kiranya kita juga dapat belajar rendah hati saat mengalami proses pembentukan dari Tuhan sambil terus memandang kepada Kristus yang menjadi guru terbesar dan Tuhan kita. Dialah yang akan memampukan kita untuk bertahan menjalani proses demi proses sampai pada akhirnya kita akan bertumbuh matang sebagai seorang pemimpin. Sumber bacaan: 1. Swindoll, Charles R. 2015. "The Dark Side of Greatness". Dalam http://www.christianity.com/devotionals/todays-insight-chuck-swindoll/the-dark-side-of-greatness-today-s-insight-december-1-2015.html 2. "Mazmur 119:71". Dalam http://alkitab.sabda.org/?mazmur+119:71 3. "Roma 5:3-5". Dalam http://alkitab.sabda.org/?Roma+5:3-5&version=ayt STOP PRESS: BERGABUNGLAH DALAM KOMUNITAS BIO-KRISTI! Mari bergabung menjadi komunitas Kristen yang memiliki pengetahuan dan wacana mendalam tentang tokoh-tokoh besar Kristen dalam Facebook dan Twitter Bio-Kristi. Dengan menjadi anggota komunitas Bio-Kristi, Anda akan mendapat berbagai inspirasi dan pengetahuan tentang hidup yang mengasihi Allah dan bertujuan pada kehendak-Nya. Komunitas Bio-Kristi akan menampilkan berbagai kutipan, kisah hidup, pengetahuan, serta akses kepada artikel-artikel yang bermutu dari para tokoh Kristen dunia maupun Indonesia, yang telah menorehkan dampak melalui hidup dan karya mereka. Bersama komunitas Bio-Kristi, kita akan bersama-sama menggemakan hidup yang memancarkan kasih kepada Allah dan sesama. Jadi, tunggu apa lagi, segera bergabung dengan komunitas Bio-Kristi di: Facebook Bio-Kristi: http://facebook.com/sabdabiokristi Twitter Bio-Kristi: http://twitter.com/sabdabiokristi Kami tunggu! Kontak: leadership(at)sabda.org Redaksi: Santi T., Margaretha I., N. Risanti, dan Odysius Berlangganan: subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip BCA Ps. Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati (c) 2016 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |