Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/20

e-Leadership edisi 20 (16-8-2007)

Kerendahan Hati

                          Edisi Agustus 2007
==================================**==================================
                     Milis Publikasi e-LEADERSHIP
                                 ****
              Topik: Karakter Pemimpin - Kerendahan Hati
==================================**==================================

  MENU SAJI

  EDITORIAL    : Kerendahan Hati: Kunci Menuju Kepemimpinan yang
                 Sukses
  ARTIKEL (1)  : Kerendahan Hati Versi Jim Collins, Lao Tzu, dan
                 Yesus Kristus
  ARTIKEL (2)  : "Humility": Kata Terindah dalam Bahasa Inggris
  TIPS         : 21 Cara Mendapatkan Kerendahan Hati
  INSPIRASI    : Tak Mengharap Pujian
  STOP PRESS   : - Buletin Doa Open Doors
                 - Alamat Kontak yang Baru

==================================**==================================
EDITORIAL

    -*- KERENDAHAN HATI: KUNCI MENUJU KEPEMIMPINAN YANG SUKSES -*-

  Bila diminta untuk menyebutkan penyakit yang sudah sekian lama
  menghinggapi manusia, kita mungkin akan menjawab kesombongan. Sejak
  zaman Perjanjian Lama, manusia sudah terkenal dengan ego dan
  kesombongannya. Sebut saja Saul -- yang tidak mau mengakui bahwa
  kemampuan Daud lebih daripada kemampuannya, Hizkia -- yang menjadi
  sombong setelah Tuhan memperpanjang umurnya, dengan memamerkan
  seluruh kekayannya, dan lain-lain. Dalam Perjanjian Baru, kita
  membaca kisah Raja Herodes yang binasa ditampar malaikat karena
  tidak menampik sanjungan rakyat yang seharusnya ditujukan kepada
  Allah. Bahkan sebelum manusia ada di bumi, ego telah menyerang
  malaikat Tuhan, Lucifer, yang ingin menyamai Tuhan dan akhirnya
  dibuang oleh Tuhan.

  Dari semua kisah tersebut, kita bisa memetik pelajaran bahwa
  kesombongan berakibat fatal. Pada masa sekarang ini, khususnya dalam
  dunia kepemimpinan, sulit untuk menemukan pemimpin yang rendah hati.
  Kerendahan hati seolah lenyap ditelan arus persaingan ketat yang
  semakin merajai dunia. Semua orang ingin membuktikan bahwa
  dirinyalah yang terbaik sehingga tanpa sadar ego menguasai diri
  mereka.

  Terdorong oleh pemikiran itulah, edisi kali ini mengangkat topik
  yang sangat esensial bagi seorang pemimpin. Pemimpin yang rendah
  hati akan mampu merangkul semua orang di lingkungannya dan akhirnya
  membuat kepemimpinannya mampu bertahan lama. Kita akan bersama-sama
  belajar untuk mengerti perihal kerendahan hati dan segala aspeknya.
  Kiranya sajian kali ini bisa membantu Anda untuk semakin menjadi
  pemimpin yang berkenan di hadapan Tuhan dan sesama.

  Selamat belajar!

  Redaksi tamu e-Leadership,
  Lanny Kusumawati

             "Jikalau keangkuhan tiba, tiba juga cemooh,
           tetapi hikmat ada pada orang yang rendah hati."
                             (Amsal 11:2)
             < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Amsal+11:2 >

==================================**==================================

     WE COME NEAREST TO THE GREAT WHEN WE ARE GREAT IN HUMILITY.
                        (Rabindranath Tagore)

==================================**==================================
ARTIKEL (1)

             -*-  KERENDAHAN HATI VERSI JIM COLLINS, -*-
                      LAO TZU, DAN YESUS KRISTUS

  Dewasa ini, pemimpin yang rendah hati termasuk dalam kategori "satwa
  langka" yang perlu dilindungi. Kapan terakhir kali Anda
  menjumpainya?

  Dalam salah satu bukunya tentang kepemimpinan, John Stott menulis:

    "At no point does the Christian mind come into more collision with
    the secular mind than in its insistence on with all the weakness
    it entails."

  Menurut Stott, tabrakan terdahsyat perspektif alkitabiah dan sekuler
  terjadi pada masalah kerendahan hati.

  Dunia memang sama sekali tidak memberikan apresiasi terhadap
  kerendahan hati karena kerendahan hati dianggap identik dengan
  kelemahan dan kerugian. Dunia menuntut kuasa, bukan kelemahan. Yang
  dunia senantiasa inginkan adalah pemimpin ala Nietzsche, yaitu
  "ubermensch" atau "superman". Pemimpin yang tangguh, maskulin, dan
  otoritatif, bahkan kalau perlu opresif.

  Sedangkan pemimpin ideal ala Yesus adalah anak kecil. Anak kecil
  yang tidak berdaya, yang sangat tergantung kepada orang lain.
  Terdapat kontras yang sangat tajam antara kedua konsep di atas.
  Tidak ada kompromi di tengah-tengahnya, oleh karena itu, mau tidak
  mau, kita harus memilih.

  Masalahnya, kerendahan hati bahkan hampir punah di era
  hiperkompetitif yang menuntut setiap pemimpin untuk senantiasa
  membuktikan diri superior dibanding orang lain di berbagai area.
  Kerendahan hati menjadi komoditi kepemimpinan yang semakin langka.

  Sekarang ini, yang dibutuhkan untuk dapat bertahan dan menang dalam
  persaingan hidup yang keras adalah aktualisasi diri dan pembuktian
  diri secara konstan. Dalam proses mencapai pengakuan sosial akan
  dirinya, sang pemimpin yang tadinya rendah hati tanpa sadar
  bermetamorfosa menjadi pemimpin tinggi hati.

  Jadi, observasi Stott bahwa kontras antara perspektif alkitabiah dan
  sekuler mencapai titik kulminasi dalam soal kerendahan hati memang
  benar, meski tidak sepenuhnya. Hal itu dikarenakan adanya sesuatu
  yang penting yang sedang terjadi di dunia bisnis sekuler.

  Kerendahan Hati dalam Dunia Bisnis
  ----------------------------------
  Setelah sukses luar biasa dengan bukunya yang pertama, "Built to
  Last", peneliti manajemen Jim Collins kembali menggemparkan dunia
  bisnis dengan bukunya, "Good to Great". Jika sebagai pemimpin, Anda
  hanya memiliki waktu untuk membaca dua buku bisnis, bacalah kedua
  buku ini. Buku pertama berfokus pada pertanyaan: apa rahasia yang
  dimiliki sebelas perusahaan global dari berbagai industri untuk
  bertahan selama puluhan dan ratusan tahun, bahkan menjadi nomor satu
  di dunia? Sedangkan buku kedua didasari oleh pertanyaan: apa rahasia
  transformasi perusahaan yang "cukup baik" menjadi perusahaan yang
  "sangat hebat"? Itulah sebabnya mengapa Collins menganggap bahwa
  seharusnya buku kedua menjadi "prequel", bukan "sequel" dari buku
  pertama.

  Ada beberapa hal yang menarik dari hasil penelitian Collins dan dua
  puluh orang asistennya selama lima tahun dengan metodologi ilmiah
  yang sangat solid, yang menjadi bahan dasar buku "Good to Great".
  Dari awal, Collins sudah berkali-kali berpesan kepada tim risetnya
  untuk tidak memedulikan faktor pemimpin dalam mencari kunci sukses
  perusahaan. Ia sadar bahwa kepemimpinan memang cenderung
  diromantisir, yaitu kalau perusahaan sukses, itu pasti karena
  pemimpinnya, demikian juga kalau gagal.

  Namun, setiap kali menganalisa tumpukan data-data riset yang
  menggunung, mau tidak mau mereka menemukan bahwa kepemimpinan adalah
  faktor yang krusial dalam menentukan suksesnya perusahaan. Namun
  begitu, temuan berikut ini lebih menarik.

  Semua perusahaan yang mereka teliti, yang telah mengalami terobosan
  transformatif dalam kinerja dan mampu mempertahankannya secara
  terus-menerus selama puluhan, bahkan ratusan tahun, ternyata
  memiliki pemimpin dengan dua karakteristik utama: "personal
  humility" dan "professional will". Kombinasi kedua karakteristik ini
  menjadi paradoks.

  Pemimpin yang disebut Collins sebagai "Level 5 Leaders" ini adalah
  para pemimpin yang rendah hati, tidak pernah menyombongkan diri,
  bahkan cenderung pemalu. Mereka menunaikan tugas dengan diam-diam
  tanpa berupaya mencari perhatian dan pujian publik. Apabila mereka
  berhasil, mereka selalu berusaha untuk memberi kredit kepada orang
  lain atau hal lain di luar diri mereka. Apabila ada kegagalan,
  mereka bertanggung jawab secara pribadi dan tidak mencari kambing
  hitam. Ambisi mereka adalah untuk kelanggengan perusahaan, bukan
  penggemukan dan kepentingan diri.

  Ketika saya membaca buku Jim Collins, mau tak mau saya tertegun
  dengan temuan riset tersebut. Betapa tidak, pemimpin bisnis sekuler
  mengadopsi kerendahan hati yang adalah ide alkitabiah (meski mereka
  tidak menyadari ide tersebut berasal dari Alkitab), sementara banyak
  pemimpin Kristen malah meninggalkannya.

  Namun, hal itu tidak berarti Collins mengerti dengan tuntas apa arti
  kerendahan hati karena konsep Alkitab tentang kerendahan hati sangat
  erat terkait dengan Allah Tritunggal, yaitu kerendahan hati yang
  didasari oleh Allah Bapa, dicontohkan oleh Allah Anak dan
  dimungkinkan oleh Allah Roh Kudus.

  Mengerti Kerendahan Hati
  ------------------------
  Apa arti sesungguhnya dari kerendahan hati? Kerendahan hati tidak
  identik dengan inferioritas atau rasa minder. Seorang pengkhotbah
  besar, Charles Spurgeon, mengatakan bahwa kerendahan hati adalah "to
  make a right estimate of oneself." Kerendahan hati adalah mengerti
  posisi diri kita dengan tepat di hadapan Tuhan.

  Seorang yang rendah hati bukanlah seorang yang mengatakan bahwa ia
  tidak memiliki kemampuan apa pun dan tidak mampu melakukan segala
  sesuatu (karena itu berarti menghina Tuhan, pencipta-Nya). Seorang
  yang rendah hati adalah seorang yang mengatakan bahwa semua
  kemampuannya berasal dari Tuhan dan bahwa ia mampu melakukan sesuatu
  karena Tuhan yang memampukannya. Tanpa Tuhan, ia sama sekali bukan
  apa-apa.

  Buku klasik karya Andrew Murray yang berjudul "Humility" memberi
  definisi rendah hati sebagai berikut. "Humility is the sense of
  entire nothingness, which comes when we see how truly God is all,
  and in which we make way for God to be all." Dengan nada yang sama.
  Martin Luther dengan lugas berkata, "God created the world out of
  nothing, and as long as we are nothing, He can make something out of
  us."

  Kalau boleh dielaborasi lebih jauh, yang dikatakan Murray dan Luther
  kira-kira begini. Manusia itu pada dasarnya "nothing", lalu dalam
  kondisi "nothing" tersebut, manusia diubah dari "nothing" menjadi
  "something" oleh Tuhan yang adalah "everything". Saat manusia mulai
  berani mencoba sendiri untuk menjadi "something", Tuhan tidak lagi
  dapat bekerja melaluinya. Karena Tuhan tidak mungkin mengubahnya
  dari "something" menjadi "everything".

  Kerendahan hati memang unik, kalau kita mengklaim bahwa kita
  memilikinya, kita justru tidak memilikinya. Saat kita merasa bahwa
  kita orang yang rendah hati, saat itulah kita kehilangan kerendahan
  hati kita. Inilah paradoks kerendahan hati. Kerendahan hati adalah
  satu-satunya karakteristik yang kita miliki tanpa kita merasa
  memilikinya.

  Adalah relatif lebih mudah bagi kita untuk rendah hati di hadapan
  Tuhan (khususnya saat kita berada dalam kebaktian Minggu!). Namun,
  satu-satunya bukti kesungguhan kerendahan hati kita di hadapan Tuhan
  adalah kerendahan hati kita di hadapan sesama manusia dalam
  keseharian hidup kita.

  Jarum dalam Jerami
  ------------------
  Sekarang ini, pemimpin Kristen (Kristen dalam arti sesungguhnya,
  bukan Kristen KTP) sangat sulit ditemui. Ironis memang, banyak orang
  Kristen begitu berambisi menjadi pemimpin, sampai-sampai mereka lupa
  untuk menjadi Kristen.

  Pemimpin Kristen yang rendah hati senantiasa sadar bahwa di balik
  segala kredibilitas dan kompetensi yang memosisikan mereka sebagai
  "something" di hadapan publik, mereka tetap adalah "nothing" di
  hadapan Tuhan. Perasaan "saya bukan apa-apa" inilah yang
  memungkinkan mereka berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan
  orang lain tanpa kesulitan.

  G.K. Chesterton suatu kali berkata, "It is always the secure who are
  humble." Pemimpin yang tidak "secure" akan kesulitan menjadi
  pemimpin yang rendah hati. Namun, pemimpin yang "secure" tidak akan
  tersinggung dan marah bila ditegur. Mereka membuka diri untuk
  dikoreksi. Mereka bersedia untuk "learn", "unlearn", dan "relearn"
  tanpa harus merasa malu.

  Dunia bisnis di Barat pada abad ke-21, melalui Jim Collins, mengakui
  dan menghargai kerendahan hati sebagai salah satu karakter pemimpin
  yang sejati. Dan berabad-abad sebelumnya, dunia Timur melalui filsuf
  Tiongkok kuno, Lao Tzu, telah menjunjung tinggi pentingnya kerendahan
  hati sebagai syarat menjadi seorang pemimpin.

    I have three precious things which I hold fast and prize. The
    first is gentleness; the second frugality; the third is humility,
    which keeps me from putting myself before others. Be gentle and
    you can be bold; be frugal and you can be liberal; avoid putting
    yourself before others and you can become a leader among men. (Ada
    tiga hal berharga yang saya pegang teguh. Kelembutan, kecermatan,
    dan kerendahan hati yang menjaga saya untuk tidak menempatkan diri
    di atas orang lain. Bersikaplah lembut dan Anda akan menjadi
    seorang yang hebat, jadilah cermat sehingga Anda menjadi orang
    yang liberal, jangan merasa diri paling hebat dan Anda akan dapat
    menjadi pemimpin.)

  Sungguh ironis bila pemimpin Kristen kontemporer justru mencampakkan
  sikap rendah hati yang diajarkan Alkitab. Sungguh tragis bila
  Kristus yang menyebut diri-Nya sebagai "lemah lembut dan rendah
  hati" tidak lagi menjadi teladan ideal.

  Diambil dan diedit seperlunya dari:
  Judul buku: Kepemimpinan Kristen
  Judul bab : Kerendahan Hati Versi Jim Collins, Lao Tzu, dan
              Yesus Kristus
  Penulis   : Sendjaya
  Penerbit  : Kairos, Yogyakarta 2004
  Halaman   : 79 -- 84

==================================**==================================
ARTIKEL (2)

        -*- "HUMILITY": KATA TERINDAH DALAM BAHASA INGGRIS -*-

  Kata memiliki kemampuan yang luar biasa. Ia mampu membuat kita
  tertawa terbahak atau menangis berlinangan. Kata mampu memengaruhi,
  menginspirasi, memanipulasi, dan mengejutkan. Dapat pula membangun
  atau menghancurkan. Sebagian kata memiliki dampak yang berbeda-beda.
  Misalnya, kata "humility" (kerendahan hati) yang jarang berkesan
  netral. Sebagian orang, termasuk saya, menyukainya dan apa pun yang
  berkaitan dengannya. Sementara sebagian lagi, takut kepada kata ini
  dan menganggapnya serupa dengan kurangnya rasa percaya diri atau
  sifat pemalu.

  Kamus mengartikan "humility" sebagai "kesederhanaan, tidak
  berpura-pura, tidak menganggap diri sendiri lebih baik daripada
  orang lain". Definisi lainnya yang mendukung menyebutkan, `punya
  anggapan merendah terhadap diri sendiri, sifat penurut`. Untuk
  pertama kalinya, kata "humility" menempeleng saya dalam konteks
  kepemimpinan saat Jim Collins menyebutnya dalam "Good to Great: Why
  Some Companies Make the Leap ... and Others Don`t". Dalam buku ini,
  Collins meneliti beberapa perusahaan mapan yang berhasil menjadi
  hebat karena mampu memertahankan pemgembalian stok kumulatif selama
  lima belas tahun tepat di atau di bawah pasar stok umum. Dan setelah
  satu titik transisi, pengembalian kumulatif itu mencapai
  sekurang-kurangnya sebesar tiga kali lipat stok pasar selama lima
  belas tahun mendatang.

  Salah satu di antara sekian banyak karakteristik yang membedakan
  perusahaan-perusahaan ini dengan perusahaan lainnya adalah bahwa
  mereka memiliki seorang pemimpin Level 5. Pemimpin Level 5
  memusatkan egonya untuk membawa perusahaannya pada keberhasilan,
  bukan untuk kepentingan diri sendiri. Pemimpin ini adalah pemimpin
  yang kompleks, perpaduan yang paradoks antara kehendak pribadi yang
  kuat dan kerendahan hati yang ekstrim. Mereka menghasilkan sesuatu
  yang hebat, namun menghindari pujian yang berlebihan dari publik dan
  tak pernah bersikap sombong. Mereka digambarkan sebagai orang yang
  sederhana. Seorang pemimpin yang memberi teladan kerendahan hati
  adalah David Packard, salah seorang pendiri Hewlett-Packard (HP),
  yang menggambarkan dirinya sebagai pendiri dan direktur eksekutif
  HP. Ia merupakan seorang pemimpin yang merakyat, yang mempraktikkan
  manajemen dengan mengadakan tinjauan. Menghindari segala macam
  publisitas, Packard mengatakan, "Tidak seharusnya Anda berhenti dan
  berpuas diri atas apa yang telah Anda perbuat. Anda harus terus
  berjalan dan mencari sesuatu yang lebih baik untuk Anda lakukan."

  Seorang pemimpin besar lainnya adalah Patrick Daniel, direktur
  eksekutif perusahaan sumber daya dan pipa saluran Enbridge di
  Amerika Utara, yang mendukung dua atribut kepemimpinan: kebulatan
  tekad untuk menghasilkan sesuatu dan kerendahan hati, mengalihkan
  fokus dari dirinya sendiri dan terus menyadari kontribusi orang
  lain. "Saya belajar dari kehidupan para pemimpin besar," ujarnya,
  "bahwa kebesaran itu datang dari kerendahan hati dan terkadang dari
  sikap tak menonjolkan diri."

  Jelas bahwa para pemimpin ini tidak mengartikan kerendahan hati
  sebagai sifat penurut. Sebaliknya, kerendahan hatilah yang menjadi
  sumber kekuatan mereka. Namun, sikap tak menonjolkan diri itulah
  yang kita pergumulkan dalam budaya yang kompetitif ini -- yang
  mengharuskan kita untuk mengambil setiap kesempatan agar bisa
  menyuarakan pendapat dan untuk tidak meninggalkan rumah tanpa
  melatih setiap perkataan kita.

  Kerendahan hati sering kali dicampuradukkan dengan sifat pemalu.
  Kerendahan hati bukan berarti membungkus diri dengan sikap
  merendahkan diri atau menjelekkan diri. Kerendahan hati adalah
  memelihara kebanggaan terhadap siapa diri kita, apa yang telah kita
  raih, dan harga diri kita -- tanpa sikap arogan -- dan merupakan
  lawan dari kebanggaan yang berlebihan dan arogan yang sering membuat
  sebagian pahlawan menyimpang dari jalannya. Kerendahan hati juga
  berarti rasa percaya diri yang tepat tanpa perlu
  menggembar-gemborkan kemampuan dan membiarkan orang lain menemukan
  talenta kita tanpa perlu menyombongkannya. Kerendahan hati berarti
  tidak bersikap arogan, kerendahan hati berarti agresif dalam upaya
  meraih sesuatu.

  Dilema yang kerap kali terjadi adalah seiring dengan semakin
  tingginya seseorang naik dan semakin banyak yang ia raih, kerendahan
  hatinya semakin memudar. Mereka yang meraih lebih banyak semestinya
  semakin sedikit menyombong. Dan semakin mereka merasakan kenyamanan
  dalam diri, semakin mereka menjadi rendah hati. Edward Frederick
  Halifax mengatakan, "Kehebatan sejati ibarat sungai. Semakin dalam
  sungai itu, semakin tenang ia." Kita mengenal orang-orang seperti
  itu dan mengagumi mereka.

  Tersirat pula kerendahan hati dalam diri teman-teman sekerja kita
  yang mampu menyelesaikan suatu pekerjaan tanpa menarik perhatian.
  Lihatlah seorang karyawan yang bekerja di depan komputer sampai
  larut karena didorong oleh rasa tanggung jawab; seorang asisten
  yang bekerja lembur pada hari Jumat lewat pukul 05.30 sore dalam
  kantor yang kosong untuk menunggu seorang kurir; atau seorang
  manajer yang diam-diam membatalkan acara pribadinya yang penting
  agar bisa menghadiri acara perusahaan di luar kota. Hal ini sama
  seperti seorang dermawan yang memberikan sumbangan tanpa nama.

  Kerendahan hati adalah sebuah "meta-virtue" yang merupakan satu
  kesatuan prinsip. Misalnya, kita dapat mengatakan bahwa tanpa
  kerendahan hati, kebenaran tak akan ada, tanpa ada yang akan
  mendebatnya. Mengapa? Karena selalu ada saatnya seorang pemimpin
  berada dalam situasi di mana ia tidak bisa berbuat apa-apa. Pada
  situasi seperti itu, dibutuhkan kerendahan hati untuk bisa mengakui
  keadaan kita dan mencari masukan dari orang lain.

  Penanda lain dari seorang pemimpin yang rendah hati adalah caranya
  memperlakukan orang lain -- menghargai orang lain tanpa memerhatikan
  jabatan mereka. Beberapa tahun lalu, saya mengambil kesimpulan ini:
  yang menandai kebesaran jiwa seseorang adalah caranya memerlakukan
  orang lain yang mungkin tidak membawa keuntungan sama sekali
  baginya.

  Sesuatu yang menarik terjadi kala kita memandang situasi dengan
  perspektif kerendahan hati. Kesempatan akan terbuka karena kita
  memilih untuk membuka pikiran dan mencari tahu lebih banyak
  ketimbang membentengi cara pandang kita. Kita melewatkan lebih
  banyak waktu dalam ruang pikiran seorang awam yang mau belajar dari
  orang lain. Kita beralih dari mendorong menjadi membolehkan, dari
  ketidaknyamanan menjadi kenyamanan, dari mencari dukungan menjadi
  mencari pencerahan. Kita melupakan keinginan untuk menjadi sempurna
  dan menikmati saat-saat seperti itu.

  Kerendahan hati dan sikap tidak berpura-pura bisa meningkatkan
  hubungan di semua level -- karena mengurangi kegelisahan, mendorong
  keterbukaan, dan bahkan mendorong rasa percaya diri seseorang,
  sekaligus membuka jendela untuk peningkatan diri. Bagi saya, kata
  ini adalah kata terindah dalam bahasa Inggris. (t/Lanny)

  Diterjemahkan dan diedit seperlunya dari:
  Nama situs: Your Inspirational Life-Business Synergy e-Coach!
  Judul asli: Humility - The Most Beautiful Word in the English
              Language
  Penulis   : Bruna Martinuzzi
  Alamat URL: http://www.1000advices.com/articles/leadership_humility_bm_a.html

==================================**==================================
TIPS

             -*- 21 CARA MENDAPATKAN KERENDAHAN HATI -*-

  1. Carilah kerendahan hati.
     Jangan hanya menunggunya datang. Anda harus mencarinya.

  2. Segera akui dosa Anda di hadapan Tuhan dan sesama.
     Pengakuan dan kerendahan hati tidak dapat dipisahkan. Seseorang
     tidak bisa dianggap rendah hati bila ia tidak jujur.

  3. Buatlah agenda rohani.
     Tak ada cara yang lebih baik untuk merekam pemikiran seseorang
     selain menuliskannya. Memang menyita waktu, namun hasilnya luar
     biasa. Agenda rohani membantu seseorang untuk tetap jujur karena
     di situlah ia bisa menuliskan segala perasaan dan pemikirannya.

  4. Milikilah seorang teman rohani.
     Semakin kita memercayai seseorang, semakin jujur kita
     terhadapnya. Hubungan seperti ini sangat penting untuk
     bertumbuhnya kehidupan yang sehat.

  5. Pujilah orang lain.
     Ini bukan berarti menyanjung pakaian atau penampilan seseorang
     secara berlebihan. Pandanglah orang lain sebagai anugerah dari
     Tuhan. Saat Anda menyadari betapa pentingnya mereka, Anda akan
     bersyukur dan memuji mereka.

  6. Dengarkan cerita orang lain saat berhasil melewati masalah
     kerendahan hati.
     Terkadang kegagalan terjadi karena tidak mendengarkan petunjuk
     yang diberikan Tuhan melalui orang lain. Perhatikan kerendahan
     hati yang Tuhan ajarkan kepada orang lain. Introspeksi diri bisa
     sangat meningkatkan kebijaksanaan.

  7. Hiduplah seperti Anda tak bisa hidup tanpa orang lain.
     Kita adalah makhluk yang saling membutuhkan. Karena itulah kita
     harus mengasihi satu sama lain. Sikap seperti ini penting untuk
     kepemimpinan yang mengutamakan persaudaraan.

  8. Jangan mengkritik orang lain seakan Anda tidak pernah berdosa.
     Setiap kali melihat orang lain berbuat dosa, ingatlah bahwa kita
     juga pernah berdosa. Lalu berdoalah agar Tuhan melimpahkan
     karunia-Nya kepada orang tersebut.

  9. Bersyukurlah atas sakit-penyakit.
     Tak seorang pun yang menyukai sakit, namun sakit justru membuat
     kita rendah hati. Bukankah ini gambaran diri yang sejati saat
     kita menganggap diri kita tak berdaya?

  10. Terimalah kenyataan bahwa Tuhan bisa menggenapi rencana-Nya
      tanpa kita.
      Tuhan bisa memanggil kita pulang setiap saat dan tidak akan
      merasa kebingungan dalam menggenapi rencana-Nya yang sempurna
      dan penuh kebaikan.

  11. Terimalah bahwa kematian akan membatasi kita.
      Hidup di dunia itu sementara. Kita tidak akan bisa menyelesaikan
      semua rencana kita. Bagaimana kita melakukan pekerjaan itu lebih
      penting daripada pekerjaan itu sendiri.

  12. Kita akan segera dilupakan.
      Memang ada orang yang akan mengingat kita. Akan tetapi, setelah
      satu atau dua generasi, nama kita akan terlupakan. Yang akan
      diingat adalah bagaimana kita hidup bersama orang lain.

  13. Semuanya adalah karunia Tuhan.
      Tidak ada sesuatu yang baik dalam diri kita yang tidak berasal
      dari Tuhan (Yoh. 3:27; Yak. 1:27). Kita menjadi rendah hati bila
      memandang bahwa kita hanyalah tempat atau pelayan, bukannya
      pencipta hal-hal yang baik.

  14. Karunia rohani diberikan oleh Roh Kudus.
      Jika Tuhan berkehendak untuk mengambil karunia rohani yang kita
      miliki, kita tak bisa berbuat apa-apa. Karunia rohani adalah
      pengingat bahwa kita memiliki standar lebih tinggi ketimbang
      orang lain di bidang tertentu (Kel. 36:1).

  15. Mintalah anugerah dan kemurahan untuk setiap hari.
      Tanpa Tuhan dan kemurahan hati-Nya, kita akan menjadi lemah dan
      binasa. Hanya dengan kemurahan hati-Nyalah, kita menjadi orang
      yang diberkati.

  16. Mendekatlah pada Tuhan.
      Kita hanya perlu satu inci lagi mendekat pada Tuhan agar
      kelemahan kita akan jelas terlihat. Alkitab menulis bahwa "Allah
      adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan"
      (1Yoh. 1:5).

  17. Pelajari firman Tuhan.
      Dengan meneliti firman Tuhan, kita akan semakin dekat dengan
      Tuhan -- karena firman itu mengajarkan jalan-Nya kepada kita.

  18. Periksalah level kesungguhan kita.
      Sudahkah kita mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan
      kekuatan? Jangan hanya bertanya apakah Anda berdoa setiap hari,
      tetapi tanyakanlah apakah Anda berdoa dengan sungguh-sungguh
      tiap hari?

  19. Periksalah diri Anda.
      Bacalah Wahyu 2-3, di mana Yesus memeriksa gereja-gereja.
      Hal-hal baik dan buruk apakah yang Ia katakan tentang Anda dan
      gereja yang Anda hadiri?

  20. Berpuasalah.
      Berpuasalah dan Anda akan lebih merasakan ketergantungan Anda
      kepada Tuhan. Anda akan lebih cepat menyadari betapa lemahnya
      manusia itu.

  21. Berdoalah agar Tuhan memberkati orang-orang di sekitar kita
      dengan melimpah.
      Saat mencari kebaikan orang lain, kita tidak lagi memandang
      rendah mereka dan mulai memerlakukan mereka dengan baik. Dan
      kita tidak akan menyombongkan diri di depan mereka. Bacalah
      1Korintus 13:4. (t/Lanny)

  Diterjemahkan dan diringkas dari:
  Nama situs: Biblical Foundations for Freedom
  Judul asli: 21 Practical Steps in Seeking Humility and Countering
              Pride
  Penulis   : Paul J. Bucknell
  Alamat URL: http://www.foundationsforfreedom.net/Topics/Humility/Humility_Steps.html

==================================**==================================
INSPIRASI

                     -*- TAK MENGHARAP PUJIAN -*-

  "Akar adalah bunga terindah dari sebuah pohon yang tidak haus
  pujian."

  Semula saya bingung dengan pernyataan Kahlil Gibran tersebut. Namun
  setelah saya renungkan, saya baru bisa memahami sifat-sifat mulia
  yang dimiliki sang akar. Bayangkan apa yang terjadi pada sebuah
  pohon tanpa akar? Akar memiliki banyak fungsi, seperti menyangga
  pohon, hingga mencari makanan bagi seluruh bagian pohon. Meskipun
  memiliki fungsi yang sangat strategis, akar tidak pernah menonjolkan
  diri.

  Analogi akar ini mirip sekali dengan dirigen sebuah paduan suara.
  Baru-baru ini, saya menyaksikan sebuah konser yang luar biasa.
  Ketika menikmati konser, pandangan hadirin tentu akan diarahkan
  kepada anggota paduan suara. Sang dirigen sebagai pemimpin memang
  hanya kelihatan punggungnya, namun ia memiliki peranan yang sangat
  strategis dalam mengarahkan timnya menghasilkan simfoni yang merdu.
  Dengan membelakangi penonton, sang dirigen sebenarnya telah
  berkomitmen untuk memfokuskan perhatian pada orang yang bekerja sama
  dengannya, bukan mengharap pujian dari orang lain (yakni penonton).
  Tujuannya hanya memimpin kelompok dengan sebaik mungkin. Tepuk
  tangan dan pujian hanyalah hasil samping dari komitmennya itu. Luar
  biasa!

  Diambil dan diedit seperlunya dari:
  Judul buku: The Leadership Wisdom
  Penulis   : Paulus Winarto
  Penerbit  : Elex Media Komputindo, Jakarta 2005
  Halaman   : 202 --203

==================================**==================================
STOP PRESS

                    -*- BULETIN DOA OPEN DOORS -*-

  Rindukah Anda berdoa bagi pengikut Kristus di seluruh dunia? Kini
  buletin doa Open Doors hadir bagi setiap Anda yang ingin bersatu
  hati berdoa bagi mereka yang menghadapi tekanan dan penganiayaan
  karena imannya kepada Yesus Kristus. Buletin doa ini hadir ke
  mailbox Anda setiap awal bulan mulai Juli 2007 atas kerja sama
  Yayasan Lembaga SABDA < http://www.sabda.org/ > dengan Yayasan Obor
  Damai Indonesia yang dinaungi oleh organisasi Open Doors
  International < http://www.opendoors.org/ >.

  Untuk berlangganan, silakan kirim e-mail kosong ke alamat:

  ==> subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org

  Apabila Anda rindu mengajak teman atau gereja Anda berdoa, silakan
  daftarkan mereka untuk berlangganan buletin doa ini dengan
  mengirimkan nama dan alamat e-mail mereka ke:

  ==> doa(at)sabda.org

  Dan marilah kita naikkan doa bersama agar Tuhan memberikan kekuatan
  dan perlindungan bagi pengikut Kristus yang sedang melaksanakan
  Amanat Agung di mana pun mereka berada. Selamat berdoa.

                  -*- ALAMAT KONTAK YANG BARU -*-

  Sebagai tindak lanjut pembenahan sistem e-mail pada Yayasan Lembaga
  SABDA (YLSA), kami menginformasikan kepada para pelanggan sekalian
  bahwa alamat kontak staf e-Leadership telah beralih dari:

                     staf-leadership(at)sabda.org

  menjadi:

                       leadership(at)sabda.org

  Bagi para pelanggan yang hendak berkorespondensi, mohon menggunakan
  alamat baru tersebut.

==================================**==================================
Berlangganan       : subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Berhenti           : unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org
Arsip e-Leadership : http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip
Situs Indo Lead    : http://lead.sabda.org/
----------------------------------------------------------------------
                  Redaksi e-Leadership: Dian Pradana
                    Redaksi tamu: Lanny Kusumawati
    e-Leadership merupakan kerjasama antara Indo Lead, YLSA, dll.
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
           Bahan ini dapat dibaca secara on-line di situs:
             http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/
                      Copyright(c) 2007 oleh YLSA
        http://www.sabda.org/ylsa/ ~~ http://katalog.sabda.org/
  Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
==================================**==================================

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org