Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/20 |
|
e-Leadership edisi 20 (16-8-2007)
|
|
Edisi Agustus 2007 ==================================**================================== Milis Publikasi e-LEADERSHIP **** Topik: Karakter Pemimpin - Kerendahan Hati ==================================**================================== MENU SAJI EDITORIAL : Kerendahan Hati: Kunci Menuju Kepemimpinan yang Sukses ARTIKEL (1) : Kerendahan Hati Versi Jim Collins, Lao Tzu, dan Yesus Kristus ARTIKEL (2) : "Humility": Kata Terindah dalam Bahasa Inggris TIPS : 21 Cara Mendapatkan Kerendahan Hati INSPIRASI : Tak Mengharap Pujian STOP PRESS : - Buletin Doa Open Doors - Alamat Kontak yang Baru ==================================**================================== EDITORIAL -*- KERENDAHAN HATI: KUNCI MENUJU KEPEMIMPINAN YANG SUKSES -*- Bila diminta untuk menyebutkan penyakit yang sudah sekian lama menghinggapi manusia, kita mungkin akan menjawab kesombongan. Sejak zaman Perjanjian Lama, manusia sudah terkenal dengan ego dan kesombongannya. Sebut saja Saul -- yang tidak mau mengakui bahwa kemampuan Daud lebih daripada kemampuannya, Hizkia -- yang menjadi sombong setelah Tuhan memperpanjang umurnya, dengan memamerkan seluruh kekayannya, dan lain-lain. Dalam Perjanjian Baru, kita membaca kisah Raja Herodes yang binasa ditampar malaikat karena tidak menampik sanjungan rakyat yang seharusnya ditujukan kepada Allah. Bahkan sebelum manusia ada di bumi, ego telah menyerang malaikat Tuhan, Lucifer, yang ingin menyamai Tuhan dan akhirnya dibuang oleh Tuhan. Dari semua kisah tersebut, kita bisa memetik pelajaran bahwa kesombongan berakibat fatal. Pada masa sekarang ini, khususnya dalam dunia kepemimpinan, sulit untuk menemukan pemimpin yang rendah hati. Kerendahan hati seolah lenyap ditelan arus persaingan ketat yang semakin merajai dunia. Semua orang ingin membuktikan bahwa dirinyalah yang terbaik sehingga tanpa sadar ego menguasai diri mereka. Terdorong oleh pemikiran itulah, edisi kali ini mengangkat topik yang sangat esensial bagi seorang pemimpin. Pemimpin yang rendah hati akan mampu merangkul semua orang di lingkungannya dan akhirnya membuat kepemimpinannya mampu bertahan lama. Kita akan bersama-sama belajar untuk mengerti perihal kerendahan hati dan segala aspeknya. Kiranya sajian kali ini bisa membantu Anda untuk semakin menjadi pemimpin yang berkenan di hadapan Tuhan dan sesama. Selamat belajar! Redaksi tamu e-Leadership, Lanny Kusumawati "Jikalau keangkuhan tiba, tiba juga cemooh, tetapi hikmat ada pada orang yang rendah hati." (Amsal 11:2) < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Amsal+11:2 > ==================================**================================== WE COME NEAREST TO THE GREAT WHEN WE ARE GREAT IN HUMILITY. (Rabindranath Tagore) ==================================**================================== ARTIKEL (1) -*- KERENDAHAN HATI VERSI JIM COLLINS, -*- LAO TZU, DAN YESUS KRISTUS Dewasa ini, pemimpin yang rendah hati termasuk dalam kategori "satwa langka" yang perlu dilindungi. Kapan terakhir kali Anda menjumpainya? Dalam salah satu bukunya tentang kepemimpinan, John Stott menulis: "At no point does the Christian mind come into more collision with the secular mind than in its insistence on with all the weakness it entails." Menurut Stott, tabrakan terdahsyat perspektif alkitabiah dan sekuler terjadi pada masalah kerendahan hati. Dunia memang sama sekali tidak memberikan apresiasi terhadap kerendahan hati karena kerendahan hati dianggap identik dengan kelemahan dan kerugian. Dunia menuntut kuasa, bukan kelemahan. Yang dunia senantiasa inginkan adalah pemimpin ala Nietzsche, yaitu "ubermensch" atau "superman". Pemimpin yang tangguh, maskulin, dan otoritatif, bahkan kalau perlu opresif. Sedangkan pemimpin ideal ala Yesus adalah anak kecil. Anak kecil yang tidak berdaya, yang sangat tergantung kepada orang lain. Terdapat kontras yang sangat tajam antara kedua konsep di atas. Tidak ada kompromi di tengah-tengahnya, oleh karena itu, mau tidak mau, kita harus memilih. Masalahnya, kerendahan hati bahkan hampir punah di era hiperkompetitif yang menuntut setiap pemimpin untuk senantiasa membuktikan diri superior dibanding orang lain di berbagai area. Kerendahan hati menjadi komoditi kepemimpinan yang semakin langka. Sekarang ini, yang dibutuhkan untuk dapat bertahan dan menang dalam persaingan hidup yang keras adalah aktualisasi diri dan pembuktian diri secara konstan. Dalam proses mencapai pengakuan sosial akan dirinya, sang pemimpin yang tadinya rendah hati tanpa sadar bermetamorfosa menjadi pemimpin tinggi hati. Jadi, observasi Stott bahwa kontras antara perspektif alkitabiah dan sekuler mencapai titik kulminasi dalam soal kerendahan hati memang benar, meski tidak sepenuhnya. Hal itu dikarenakan adanya sesuatu yang penting yang sedang terjadi di dunia bisnis sekuler. Kerendahan Hati dalam Dunia Bisnis ---------------------------------- Setelah sukses luar biasa dengan bukunya yang pertama, "Built to Last", peneliti manajemen Jim Collins kembali menggemparkan dunia bisnis dengan bukunya, "Good to Great". Jika sebagai pemimpin, Anda hanya memiliki waktu untuk membaca dua buku bisnis, bacalah kedua buku ini. Buku pertama berfokus pada pertanyaan: apa rahasia yang dimiliki sebelas perusahaan global dari berbagai industri untuk bertahan selama puluhan dan ratusan tahun, bahkan menjadi nomor satu di dunia? Sedangkan buku kedua didasari oleh pertanyaan: apa rahasia transformasi perusahaan yang "cukup baik" menjadi perusahaan yang "sangat hebat"? Itulah sebabnya mengapa Collins menganggap bahwa seharusnya buku kedua menjadi "prequel", bukan "sequel" dari buku pertama. Ada beberapa hal yang menarik dari hasil penelitian Collins dan dua puluh orang asistennya selama lima tahun dengan metodologi ilmiah yang sangat solid, yang menjadi bahan dasar buku "Good to Great". Dari awal, Collins sudah berkali-kali berpesan kepada tim risetnya untuk tidak memedulikan faktor pemimpin dalam mencari kunci sukses perusahaan. Ia sadar bahwa kepemimpinan memang cenderung diromantisir, yaitu kalau perusahaan sukses, itu pasti karena pemimpinnya, demikian juga kalau gagal. Namun, setiap kali menganalisa tumpukan data-data riset yang menggunung, mau tidak mau mereka menemukan bahwa kepemimpinan adalah faktor yang krusial dalam menentukan suksesnya perusahaan. Namun begitu, temuan berikut ini lebih menarik. Semua perusahaan yang mereka teliti, yang telah mengalami terobosan transformatif dalam kinerja dan mampu mempertahankannya secara terus-menerus selama puluhan, bahkan ratusan tahun, ternyata memiliki pemimpin dengan dua karakteristik utama: "personal humility" dan "professional will". Kombinasi kedua karakteristik ini menjadi paradoks. Pemimpin yang disebut Collins sebagai "Level 5 Leaders" ini adalah para pemimpin yang rendah hati, tidak pernah menyombongkan diri, bahkan cenderung pemalu. Mereka menunaikan tugas dengan diam-diam tanpa berupaya mencari perhatian dan pujian publik. Apabila mereka berhasil, mereka selalu berusaha untuk memberi kredit kepada orang lain atau hal lain di luar diri mereka. Apabila ada kegagalan, mereka bertanggung jawab secara pribadi dan tidak mencari kambing hitam. Ambisi mereka adalah untuk kelanggengan perusahaan, bukan penggemukan dan kepentingan diri. Ketika saya membaca buku Jim Collins, mau tak mau saya tertegun dengan temuan riset tersebut. Betapa tidak, pemimpin bisnis sekuler mengadopsi kerendahan hati yang adalah ide alkitabiah (meski mereka tidak menyadari ide tersebut berasal dari Alkitab), sementara banyak pemimpin Kristen malah meninggalkannya. Namun, hal itu tidak berarti Collins mengerti dengan tuntas apa arti kerendahan hati karena konsep Alkitab tentang kerendahan hati sangat erat terkait dengan Allah Tritunggal, yaitu kerendahan hati yang didasari oleh Allah Bapa, dicontohkan oleh Allah Anak dan dimungkinkan oleh Allah Roh Kudus. Mengerti Kerendahan Hati ------------------------ Apa arti sesungguhnya dari kerendahan hati? Kerendahan hati tidak identik dengan inferioritas atau rasa minder. Seorang pengkhotbah besar, Charles Spurgeon, mengatakan bahwa kerendahan hati adalah "to make a right estimate of oneself." Kerendahan hati adalah mengerti posisi diri kita dengan tepat di hadapan Tuhan. Seorang yang rendah hati bukanlah seorang yang mengatakan bahwa ia tidak memiliki kemampuan apa pun dan tidak mampu melakukan segala sesuatu (karena itu berarti menghina Tuhan, pencipta-Nya). Seorang yang rendah hati adalah seorang yang mengatakan bahwa semua kemampuannya berasal dari Tuhan dan bahwa ia mampu melakukan sesuatu karena Tuhan yang memampukannya. Tanpa Tuhan, ia sama sekali bukan apa-apa. Buku klasik karya Andrew Murray yang berjudul "Humility" memberi definisi rendah hati sebagai berikut. "Humility is the sense of entire nothingness, which comes when we see how truly God is all, and in which we make way for God to be all." Dengan nada yang sama. Martin Luther dengan lugas berkata, "God created the world out of nothing, and as long as we are nothing, He can make something out of us." Kalau boleh dielaborasi lebih jauh, yang dikatakan Murray dan Luther kira-kira begini. Manusia itu pada dasarnya "nothing", lalu dalam kondisi "nothing" tersebut, manusia diubah dari "nothing" menjadi "something" oleh Tuhan yang adalah "everything". Saat manusia mulai berani mencoba sendiri untuk menjadi "something", Tuhan tidak lagi dapat bekerja melaluinya. Karena Tuhan tidak mungkin mengubahnya dari "something" menjadi "everything". Kerendahan hati memang unik, kalau kita mengklaim bahwa kita memilikinya, kita justru tidak memilikinya. Saat kita merasa bahwa kita orang yang rendah hati, saat itulah kita kehilangan kerendahan hati kita. Inilah paradoks kerendahan hati. Kerendahan hati adalah satu-satunya karakteristik yang kita miliki tanpa kita merasa memilikinya. Adalah relatif lebih mudah bagi kita untuk rendah hati di hadapan Tuhan (khususnya saat kita berada dalam kebaktian Minggu!). Namun, satu-satunya bukti kesungguhan kerendahan hati kita di hadapan Tuhan adalah kerendahan hati kita di hadapan sesama manusia dalam keseharian hidup kita. Jarum dalam Jerami ------------------ Sekarang ini, pemimpin Kristen (Kristen dalam arti sesungguhnya, bukan Kristen KTP) sangat sulit ditemui. Ironis memang, banyak orang Kristen begitu berambisi menjadi pemimpin, sampai-sampai mereka lupa untuk menjadi Kristen. Pemimpin Kristen yang rendah hati senantiasa sadar bahwa di balik segala kredibilitas dan kompetensi yang memosisikan mereka sebagai "something" di hadapan publik, mereka tetap adalah "nothing" di hadapan Tuhan. Perasaan "saya bukan apa-apa" inilah yang memungkinkan mereka berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan orang lain tanpa kesulitan. G.K. Chesterton suatu kali berkata, "It is always the secure who are humble." Pemimpin yang tidak "secure" akan kesulitan menjadi pemimpin yang rendah hati. Namun, pemimpin yang "secure" tidak akan tersinggung dan marah bila ditegur. Mereka membuka diri untuk dikoreksi. Mereka bersedia untuk "learn", "unlearn", dan "relearn" tanpa harus merasa malu. Dunia bisnis di Barat pada abad ke-21, melalui Jim Collins, mengakui dan menghargai kerendahan hati sebagai salah satu karakter pemimpin yang sejati. Dan berabad-abad sebelumnya, dunia Timur melalui filsuf Tiongkok kuno, Lao Tzu, telah menjunjung tinggi pentingnya kerendahan hati sebagai syarat menjadi seorang pemimpin. I have three precious things which I hold fast and prize. The first is gentleness; the second frugality; the third is humility, which keeps me from putting myself before others. Be gentle and you can be bold; be frugal and you can be liberal; avoid putting yourself before others and you can become a leader among men. (Ada tiga hal berharga yang saya pegang teguh. Kelembutan, kecermatan, dan kerendahan hati yang menjaga saya untuk tidak menempatkan diri di atas orang lain. Bersikaplah lembut dan Anda akan menjadi seorang yang hebat, jadilah cermat sehingga Anda menjadi orang yang liberal, jangan merasa diri paling hebat dan Anda akan dapat menjadi pemimpin.) Sungguh ironis bila pemimpin Kristen kontemporer justru mencampakkan sikap rendah hati yang diajarkan Alkitab. Sungguh tragis bila Kristus yang menyebut diri-Nya sebagai "lemah lembut dan rendah hati" tidak lagi menjadi teladan ideal. Diambil dan diedit seperlunya dari: Judul buku: Kepemimpinan Kristen Judul bab : Kerendahan Hati Versi Jim Collins, Lao Tzu, dan Yesus Kristus Penulis : Sendjaya Penerbit : Kairos, Yogyakarta 2004 Halaman : 79 -- 84 ==================================**================================== ARTIKEL (2) -*- "HUMILITY": KATA TERINDAH DALAM BAHASA INGGRIS -*- Kata memiliki kemampuan yang luar biasa. Ia mampu membuat kita tertawa terbahak atau menangis berlinangan. Kata mampu memengaruhi, menginspirasi, memanipulasi, dan mengejutkan. Dapat pula membangun atau menghancurkan. Sebagian kata memiliki dampak yang berbeda-beda. Misalnya, kata "humility" (kerendahan hati) yang jarang berkesan netral. Sebagian orang, termasuk saya, menyukainya dan apa pun yang berkaitan dengannya. Sementara sebagian lagi, takut kepada kata ini dan menganggapnya serupa dengan kurangnya rasa percaya diri atau sifat pemalu. Kamus mengartikan "humility" sebagai "kesederhanaan, tidak berpura-pura, tidak menganggap diri sendiri lebih baik daripada orang lain". Definisi lainnya yang mendukung menyebutkan, `punya anggapan merendah terhadap diri sendiri, sifat penurut`. Untuk pertama kalinya, kata "humility" menempeleng saya dalam konteks kepemimpinan saat Jim Collins menyebutnya dalam "Good to Great: Why Some Companies Make the Leap ... and Others Don`t". Dalam buku ini, Collins meneliti beberapa perusahaan mapan yang berhasil menjadi hebat karena mampu memertahankan pemgembalian stok kumulatif selama lima belas tahun tepat di atau di bawah pasar stok umum. Dan setelah satu titik transisi, pengembalian kumulatif itu mencapai sekurang-kurangnya sebesar tiga kali lipat stok pasar selama lima belas tahun mendatang. Salah satu di antara sekian banyak karakteristik yang membedakan perusahaan-perusahaan ini dengan perusahaan lainnya adalah bahwa mereka memiliki seorang pemimpin Level 5. Pemimpin Level 5 memusatkan egonya untuk membawa perusahaannya pada keberhasilan, bukan untuk kepentingan diri sendiri. Pemimpin ini adalah pemimpin yang kompleks, perpaduan yang paradoks antara kehendak pribadi yang kuat dan kerendahan hati yang ekstrim. Mereka menghasilkan sesuatu yang hebat, namun menghindari pujian yang berlebihan dari publik dan tak pernah bersikap sombong. Mereka digambarkan sebagai orang yang sederhana. Seorang pemimpin yang memberi teladan kerendahan hati adalah David Packard, salah seorang pendiri Hewlett-Packard (HP), yang menggambarkan dirinya sebagai pendiri dan direktur eksekutif HP. Ia merupakan seorang pemimpin yang merakyat, yang mempraktikkan manajemen dengan mengadakan tinjauan. Menghindari segala macam publisitas, Packard mengatakan, "Tidak seharusnya Anda berhenti dan berpuas diri atas apa yang telah Anda perbuat. Anda harus terus berjalan dan mencari sesuatu yang lebih baik untuk Anda lakukan." Seorang pemimpin besar lainnya adalah Patrick Daniel, direktur eksekutif perusahaan sumber daya dan pipa saluran Enbridge di Amerika Utara, yang mendukung dua atribut kepemimpinan: kebulatan tekad untuk menghasilkan sesuatu dan kerendahan hati, mengalihkan fokus dari dirinya sendiri dan terus menyadari kontribusi orang lain. "Saya belajar dari kehidupan para pemimpin besar," ujarnya, "bahwa kebesaran itu datang dari kerendahan hati dan terkadang dari sikap tak menonjolkan diri." Jelas bahwa para pemimpin ini tidak mengartikan kerendahan hati sebagai sifat penurut. Sebaliknya, kerendahan hatilah yang menjadi sumber kekuatan mereka. Namun, sikap tak menonjolkan diri itulah yang kita pergumulkan dalam budaya yang kompetitif ini -- yang mengharuskan kita untuk mengambil setiap kesempatan agar bisa menyuarakan pendapat dan untuk tidak meninggalkan rumah tanpa melatih setiap perkataan kita. Kerendahan hati sering kali dicampuradukkan dengan sifat pemalu. Kerendahan hati bukan berarti membungkus diri dengan sikap merendahkan diri atau menjelekkan diri. Kerendahan hati adalah memelihara kebanggaan terhadap siapa diri kita, apa yang telah kita raih, dan harga diri kita -- tanpa sikap arogan -- dan merupakan lawan dari kebanggaan yang berlebihan dan arogan yang sering membuat sebagian pahlawan menyimpang dari jalannya. Kerendahan hati juga berarti rasa percaya diri yang tepat tanpa perlu menggembar-gemborkan kemampuan dan membiarkan orang lain menemukan talenta kita tanpa perlu menyombongkannya. Kerendahan hati berarti tidak bersikap arogan, kerendahan hati berarti agresif dalam upaya meraih sesuatu. Dilema yang kerap kali terjadi adalah seiring dengan semakin tingginya seseorang naik dan semakin banyak yang ia raih, kerendahan hatinya semakin memudar. Mereka yang meraih lebih banyak semestinya semakin sedikit menyombong. Dan semakin mereka merasakan kenyamanan dalam diri, semakin mereka menjadi rendah hati. Edward Frederick Halifax mengatakan, "Kehebatan sejati ibarat sungai. Semakin dalam sungai itu, semakin tenang ia." Kita mengenal orang-orang seperti itu dan mengagumi mereka. Tersirat pula kerendahan hati dalam diri teman-teman sekerja kita yang mampu menyelesaikan suatu pekerjaan tanpa menarik perhatian. Lihatlah seorang karyawan yang bekerja di depan komputer sampai larut karena didorong oleh rasa tanggung jawab; seorang asisten yang bekerja lembur pada hari Jumat lewat pukul 05.30 sore dalam kantor yang kosong untuk menunggu seorang kurir; atau seorang manajer yang diam-diam membatalkan acara pribadinya yang penting agar bisa menghadiri acara perusahaan di luar kota. Hal ini sama seperti seorang dermawan yang memberikan sumbangan tanpa nama. Kerendahan hati adalah sebuah "meta-virtue" yang merupakan satu kesatuan prinsip. Misalnya, kita dapat mengatakan bahwa tanpa kerendahan hati, kebenaran tak akan ada, tanpa ada yang akan mendebatnya. Mengapa? Karena selalu ada saatnya seorang pemimpin berada dalam situasi di mana ia tidak bisa berbuat apa-apa. Pada situasi seperti itu, dibutuhkan kerendahan hati untuk bisa mengakui keadaan kita dan mencari masukan dari orang lain. Penanda lain dari seorang pemimpin yang rendah hati adalah caranya memperlakukan orang lain -- menghargai orang lain tanpa memerhatikan jabatan mereka. Beberapa tahun lalu, saya mengambil kesimpulan ini: yang menandai kebesaran jiwa seseorang adalah caranya memerlakukan orang lain yang mungkin tidak membawa keuntungan sama sekali baginya. Sesuatu yang menarik terjadi kala kita memandang situasi dengan perspektif kerendahan hati. Kesempatan akan terbuka karena kita memilih untuk membuka pikiran dan mencari tahu lebih banyak ketimbang membentengi cara pandang kita. Kita melewatkan lebih banyak waktu dalam ruang pikiran seorang awam yang mau belajar dari orang lain. Kita beralih dari mendorong menjadi membolehkan, dari ketidaknyamanan menjadi kenyamanan, dari mencari dukungan menjadi mencari pencerahan. Kita melupakan keinginan untuk menjadi sempurna dan menikmati saat-saat seperti itu. Kerendahan hati dan sikap tidak berpura-pura bisa meningkatkan hubungan di semua level -- karena mengurangi kegelisahan, mendorong keterbukaan, dan bahkan mendorong rasa percaya diri seseorang, sekaligus membuka jendela untuk peningkatan diri. Bagi saya, kata ini adalah kata terindah dalam bahasa Inggris. (t/Lanny) Diterjemahkan dan diedit seperlunya dari: Nama situs: Your Inspirational Life-Business Synergy e-Coach! Judul asli: Humility - The Most Beautiful Word in the English Language Penulis : Bruna Martinuzzi Alamat URL: http://www.1000advices.com/articles/leadership_humility_bm_a.html ==================================**================================== TIPS -*- 21 CARA MENDAPATKAN KERENDAHAN HATI -*- 1. Carilah kerendahan hati. Jangan hanya menunggunya datang. Anda harus mencarinya. 2. Segera akui dosa Anda di hadapan Tuhan dan sesama. Pengakuan dan kerendahan hati tidak dapat dipisahkan. Seseorang tidak bisa dianggap rendah hati bila ia tidak jujur. 3. Buatlah agenda rohani. Tak ada cara yang lebih baik untuk merekam pemikiran seseorang selain menuliskannya. Memang menyita waktu, namun hasilnya luar biasa. Agenda rohani membantu seseorang untuk tetap jujur karena di situlah ia bisa menuliskan segala perasaan dan pemikirannya. 4. Milikilah seorang teman rohani. Semakin kita memercayai seseorang, semakin jujur kita terhadapnya. Hubungan seperti ini sangat penting untuk bertumbuhnya kehidupan yang sehat. 5. Pujilah orang lain. Ini bukan berarti menyanjung pakaian atau penampilan seseorang secara berlebihan. Pandanglah orang lain sebagai anugerah dari Tuhan. Saat Anda menyadari betapa pentingnya mereka, Anda akan bersyukur dan memuji mereka. 6. Dengarkan cerita orang lain saat berhasil melewati masalah kerendahan hati. Terkadang kegagalan terjadi karena tidak mendengarkan petunjuk yang diberikan Tuhan melalui orang lain. Perhatikan kerendahan hati yang Tuhan ajarkan kepada orang lain. Introspeksi diri bisa sangat meningkatkan kebijaksanaan. 7. Hiduplah seperti Anda tak bisa hidup tanpa orang lain. Kita adalah makhluk yang saling membutuhkan. Karena itulah kita harus mengasihi satu sama lain. Sikap seperti ini penting untuk kepemimpinan yang mengutamakan persaudaraan. 8. Jangan mengkritik orang lain seakan Anda tidak pernah berdosa. Setiap kali melihat orang lain berbuat dosa, ingatlah bahwa kita juga pernah berdosa. Lalu berdoalah agar Tuhan melimpahkan karunia-Nya kepada orang tersebut. 9. Bersyukurlah atas sakit-penyakit. Tak seorang pun yang menyukai sakit, namun sakit justru membuat kita rendah hati. Bukankah ini gambaran diri yang sejati saat kita menganggap diri kita tak berdaya? 10. Terimalah kenyataan bahwa Tuhan bisa menggenapi rencana-Nya tanpa kita. Tuhan bisa memanggil kita pulang setiap saat dan tidak akan merasa kebingungan dalam menggenapi rencana-Nya yang sempurna dan penuh kebaikan. 11. Terimalah bahwa kematian akan membatasi kita. Hidup di dunia itu sementara. Kita tidak akan bisa menyelesaikan semua rencana kita. Bagaimana kita melakukan pekerjaan itu lebih penting daripada pekerjaan itu sendiri. 12. Kita akan segera dilupakan. Memang ada orang yang akan mengingat kita. Akan tetapi, setelah satu atau dua generasi, nama kita akan terlupakan. Yang akan diingat adalah bagaimana kita hidup bersama orang lain. 13. Semuanya adalah karunia Tuhan. Tidak ada sesuatu yang baik dalam diri kita yang tidak berasal dari Tuhan (Yoh. 3:27; Yak. 1:27). Kita menjadi rendah hati bila memandang bahwa kita hanyalah tempat atau pelayan, bukannya pencipta hal-hal yang baik. 14. Karunia rohani diberikan oleh Roh Kudus. Jika Tuhan berkehendak untuk mengambil karunia rohani yang kita miliki, kita tak bisa berbuat apa-apa. Karunia rohani adalah pengingat bahwa kita memiliki standar lebih tinggi ketimbang orang lain di bidang tertentu (Kel. 36:1). 15. Mintalah anugerah dan kemurahan untuk setiap hari. Tanpa Tuhan dan kemurahan hati-Nya, kita akan menjadi lemah dan binasa. Hanya dengan kemurahan hati-Nyalah, kita menjadi orang yang diberkati. 16. Mendekatlah pada Tuhan. Kita hanya perlu satu inci lagi mendekat pada Tuhan agar kelemahan kita akan jelas terlihat. Alkitab menulis bahwa "Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan" (1Yoh. 1:5). 17. Pelajari firman Tuhan. Dengan meneliti firman Tuhan, kita akan semakin dekat dengan Tuhan -- karena firman itu mengajarkan jalan-Nya kepada kita. 18. Periksalah level kesungguhan kita. Sudahkah kita mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan? Jangan hanya bertanya apakah Anda berdoa setiap hari, tetapi tanyakanlah apakah Anda berdoa dengan sungguh-sungguh tiap hari? 19. Periksalah diri Anda. Bacalah Wahyu 2-3, di mana Yesus memeriksa gereja-gereja. Hal-hal baik dan buruk apakah yang Ia katakan tentang Anda dan gereja yang Anda hadiri? 20. Berpuasalah. Berpuasalah dan Anda akan lebih merasakan ketergantungan Anda kepada Tuhan. Anda akan lebih cepat menyadari betapa lemahnya manusia itu. 21. Berdoalah agar Tuhan memberkati orang-orang di sekitar kita dengan melimpah. Saat mencari kebaikan orang lain, kita tidak lagi memandang rendah mereka dan mulai memerlakukan mereka dengan baik. Dan kita tidak akan menyombongkan diri di depan mereka. Bacalah 1Korintus 13:4. (t/Lanny) Diterjemahkan dan diringkas dari: Nama situs: Biblical Foundations for Freedom Judul asli: 21 Practical Steps in Seeking Humility and Countering Pride Penulis : Paul J. Bucknell Alamat URL: http://www.foundationsforfreedom.net/Topics/Humility/Humility_Steps.html ==================================**================================== INSPIRASI -*- TAK MENGHARAP PUJIAN -*- "Akar adalah bunga terindah dari sebuah pohon yang tidak haus pujian." Semula saya bingung dengan pernyataan Kahlil Gibran tersebut. Namun setelah saya renungkan, saya baru bisa memahami sifat-sifat mulia yang dimiliki sang akar. Bayangkan apa yang terjadi pada sebuah pohon tanpa akar? Akar memiliki banyak fungsi, seperti menyangga pohon, hingga mencari makanan bagi seluruh bagian pohon. Meskipun memiliki fungsi yang sangat strategis, akar tidak pernah menonjolkan diri. Analogi akar ini mirip sekali dengan dirigen sebuah paduan suara. Baru-baru ini, saya menyaksikan sebuah konser yang luar biasa. Ketika menikmati konser, pandangan hadirin tentu akan diarahkan kepada anggota paduan suara. Sang dirigen sebagai pemimpin memang hanya kelihatan punggungnya, namun ia memiliki peranan yang sangat strategis dalam mengarahkan timnya menghasilkan simfoni yang merdu. Dengan membelakangi penonton, sang dirigen sebenarnya telah berkomitmen untuk memfokuskan perhatian pada orang yang bekerja sama dengannya, bukan mengharap pujian dari orang lain (yakni penonton). Tujuannya hanya memimpin kelompok dengan sebaik mungkin. Tepuk tangan dan pujian hanyalah hasil samping dari komitmennya itu. Luar biasa! Diambil dan diedit seperlunya dari: Judul buku: The Leadership Wisdom Penulis : Paulus Winarto Penerbit : Elex Media Komputindo, Jakarta 2005 Halaman : 202 --203 ==================================**================================== STOP PRESS -*- BULETIN DOA OPEN DOORS -*- Rindukah Anda berdoa bagi pengikut Kristus di seluruh dunia? Kini buletin doa Open Doors hadir bagi setiap Anda yang ingin bersatu hati berdoa bagi mereka yang menghadapi tekanan dan penganiayaan karena imannya kepada Yesus Kristus. Buletin doa ini hadir ke mailbox Anda setiap awal bulan mulai Juli 2007 atas kerja sama Yayasan Lembaga SABDA < http://www.sabda.org/ > dengan Yayasan Obor Damai Indonesia yang dinaungi oleh organisasi Open Doors International < http://www.opendoors.org/ >. Untuk berlangganan, silakan kirim e-mail kosong ke alamat: ==> subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org Apabila Anda rindu mengajak teman atau gereja Anda berdoa, silakan daftarkan mereka untuk berlangganan buletin doa ini dengan mengirimkan nama dan alamat e-mail mereka ke: ==> doa(at)sabda.org Dan marilah kita naikkan doa bersama agar Tuhan memberikan kekuatan dan perlindungan bagi pengikut Kristus yang sedang melaksanakan Amanat Agung di mana pun mereka berada. Selamat berdoa. -*- ALAMAT KONTAK YANG BARU -*- Sebagai tindak lanjut pembenahan sistem e-mail pada Yayasan Lembaga SABDA (YLSA), kami menginformasikan kepada para pelanggan sekalian bahwa alamat kontak staf e-Leadership telah beralih dari: staf-leadership(at)sabda.org menjadi: leadership(at)sabda.org Bagi para pelanggan yang hendak berkorespondensi, mohon menggunakan alamat baru tersebut. ==================================**================================== Berlangganan : subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Berhenti : unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org Arsip e-Leadership : http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip Situs Indo Lead : http://lead.sabda.org/ ---------------------------------------------------------------------- Redaksi e-Leadership: Dian Pradana Redaksi tamu: Lanny Kusumawati e-Leadership merupakan kerjasama antara Indo Lead, YLSA, dll. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Bahan ini dapat dibaca secara on-line di situs: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/ Copyright(c) 2007 oleh YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ ~~ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ==================================**==================================
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |