Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/28 |
|
e-Leadership edisi 28 (13-3-2008)
|
|
Edisi Maret 2008 ==================================**================================== Milis Publikasi e-LEADERSHIP **** Topik: Pemimpin dalam Konflik ==================================**================================== MENU SAJI EDITORIAL : Mengenal dan Mengatasi Konflik ARTIKEL (KHUSUS) : Renungan Paskah: Kita Tidak Perlu Takut ARTIKEL 1 : Memimpin di Tengah Konflik ARTIKEL 2 : Konflik: Api Penyucian dalam Kepemimpinan TIPS : Langkah-Langkah Menangani Konflik STOP PRESS : - SABDA.org dan In-Christ.Net Pindah Server - SABDA Space Teens: Komunitas Blogger Remaja Kristen ==================================**================================== EDITORIAL -*- MENGENAL DAN MENGATASI KONFLIK -*- Di mana terdapat perbedaan pandangan, tujuan, pemikiran, ataupun karakter, di sana akan muncul konflik. Maka dari itu, kita semua tentunya pernah terlibat dalam suatu konflik. Pasalnya, kita semua diciptakan tidak sama. Pemikiran dan karakter kita berbeda antara satu dengan yang lainnya. Jika ditanya, "Apakah Anda senang terlibat dalam suatu konflik?", Kebanyakan orang akan menjawab dengan kata "tidak". Meskipun demikian, kita tidak bisa terbebas begitu saja dari konflik. Kalau begitu, yang perlu kita lakukan adalah mengenali konflik itu dan aspek-aspek apa saja yang ada di dalamnya. Untuk itu, simaklah "Memimpin di Tengah Konflik", artikel pertama dalam edisi ini. Lepas dari sisi negatif sebuah konflik, terkadang hal itu diperlukan demi sebuah kebaikan, seperti apa yang diungkapkan pada artikel yang kedua. Jangan lewatkan pula tips menghadapi konflik pada kolom Tips yang pastinya akan sangat bermanfaat. Kami ingatkan, sebelum membaca seluruh rangkaian mengenai cara mengatasi konflik, simak terlebih dahulu artikel khusus Paskah. Kebangkitan-Nya memberi kita jaminan untuk tidak takut terhadap apa pun juga, termasuk saat menghadapi konflik. Yesus sudah bangkit! Dosa kita telah diampuni dan Dia ada bersama-sama dengan kita dalam segala keadaan dan kondisi. Selamat Paskah dan Tuhan memberkati! Pimpinan Redaksi e-Leadership, Dian Pradana "Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain." (Markus 9:50) < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Markus+9:50 > ==================================**================================== NO PROBLEM IS INSURMOUNTABLE. WITH A LITTLE COURAGE, TEAMWORK, AND DETERMINATION, A PERSON CAN OVERCAME ANYTHING. ==================================**================================== ARTIKEL (KHUSUS) -*- RENUNGAN PASKAH: KITA TIDAK PERLU TAKUT -*- Apa yang membuat Anda merasa gelisah dan takut? Mungkin hidup Anda ada dalam bahaya dan karena itu Anda takut. Tentu saja rasa bersalah itu juga sangat kuat dampaknya. Rasa bersalah dapat menyebabkan Anda ketakutan. Pada hari Minggu Paskah malam, pengikut Yesus pun ketakutan. Mereka berpikir bahwa hidup mereka terancam. Para pemuka agama Yahudi telah menyalibkan Yesus -- pasti sulit sekali bagi mereka untuk menjala manusia tanpa kehadiran Yesus. Dan lagi, mereka juga dihinggapi rasa bersalah. Mereka tidak percaya saat Yesus berkata pada mereka bahwa Ia akan bangkit. Kini mereka mendengar berita bahwa Yesus benar-benar telah bangkit. Jika Yesus benar-benar bangkit, apa yang akan Ia lakukan saat bertemu dengan mereka yang tidak percaya itu? Apakah Ia akan murka? Mari cari tahu. "Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi. Pada waktu itu datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: "Damai sejahtera bagi kamu!" Dan sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan." (Yoh. 20:19-20) Dalam ketakutan, kini ada pengampunan. Mengapa? Karena kenyataan bahwa Yesus benar-benar mati dan kemudian bangkit. Lubang paku yang terlihat saat Yesus bangkit menyingkirkan rasa takut dalam hati mereka. Sama halnya dengan Anda. Ia berdiri di hadapan Anda, tersenyum, tangan terbentang. Anda dapat melihat lubang paku di tangan-Nya. Ia berkata pada Anda, "Damai sejahtera bagi kamu." Ada damai dalam kata-kata-Nya, dan bekas lubang paku di tangan-Nya adalah penangkal segala rasa takut. Karena di sana -- di tangan dan kata-kata Yesus -- ada pengampunan. Karena itu, Anda tidak perlu takut. Fokuslah pada lubang paku di tangan-Nya saat Ia bangkit sehingga Anda dapat melihat dengan jelas bahwa dosa Anda telah diampuni dan ada damai sejahtera dalam diri Anda. (t/Dian) Diterjemahkan dan disesuaikan dari: Nama situs: WELS Penulis : tidak dicantumkan Alamat URL: http://www.wels.net/cgi-bin/site.pl?2617&contentID=70662&collectionID=1019&seq=5 ==================================**================================== ARTIKEL 1 -*- MEMIMPIN DI TENGAH KONFLIK -*- Diringkas oleh: Puji Arya Yanti Ada yang unik dan berbeda dalam edisi tutup tahun majalah Time 2002. Tahun-tahun sebelumnya mereka memilih satu orang untuk tampil di halaman utama sebagai Person of the Year, tapi kali ini tiga orang sekaligus. Semuanya wanita dan kisah mereka sarat dengan pelajaran kepemimpinan tentang konflik. Orang pertama, Coleen Rowley, staf pengacara FBI yang mengirim memo sensasional kepada Direktur FBI. Dia menjelaskan bahwa biro bergengsi itu tidak menggubris surat dari kantornya di Minneapolis sebelum 11 September untuk menginvestigasi Zacarias Moussaoui, yang akhirnya diseret ke meja hijau sebagai salah seorang konspirator aksi teroris tersebut. Orang kedua, Sherron Watkins, Wakil Presiden Enron, perusahaan terbesar ke-7 di Amerika yang bergerak di bidang energi, yang menulis surat ke Pemimpin Enron dan melaporkan penyelewengan metode akuntansi perusahaan tersebut. Penyelewengan itu menutup-nutupi utang perusahaan milyaran dolar dengan skenario kontrak kerja sama yang mencurigakan, sementara eksekutif elit Enron meraup keuntungan pribadi dengan stock option mereka. Orang ketiga, Cynthia Cooper, Wakil Kepala Divisi Internal Audit WorldCom, perusahaan multinasional terbesar ke-25 di Amerika. Ia memberitahu dewan WorldCom tentang adanya upaya sistematis untuk menutup-nutupi kerugian perusahan sebesar 3,8 triliun dolar Amerika melalui taktik akuntansi yang kreatif. Akhirnya, CEO WorldCom yang sebenarnya sangat dihormati di Amerika terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama enam puluh lima tahun. Ketiga wanita itu disebut "whistle-blowers", suatu ungkapan bagi individu yang menyingkap suatu hal yang sensitif dan disembunyikan, sebagaimana definisi kamus Merriam-Webster. Dan dari kisah mereka, ada pelajaran kepemimpinan dalam menghadapi konflik yang terlalu berharga untuk tidak dihiraukan. Konflik Internal: Penjara Ketakutan Sebenarnya Rowley, Watkins, dan Cooper takut dengan konsekuensi yang akan diterima setelah aksi mereka, namum mereka akhirnya memilih untuk menyuarakan kebenaran. Mereka memutuskan untuk mendengarkan dan menaati hati nurani daripada dipenjara oleh ketakutan mereka sendiri. Meskipun untuk itu mereka harus membayar harga yang mahal, seperti mengorbankan pekerjaan, kesehatan, privasi, dan keseharian hidup mereka. Pertanyaan utama bagi kita, apakah kita akan berdiam diri saja atau menyuarakan kebenaran dengan hikmat bijaksana? Seperti apa yang ditulis Martin Luther King, Jr., "Our lives begin to end the day we become silent about things that matter." Anda akan berempati dengan dilema yang dihadapi Rowley, Watkins, dan Cooper bila Anda pernah berada dalam posisi mereka. Sungguh tidak mudah, karena kita dipaksa untuk berhadapan dengan diri kita sendiri. Bukan dengan "diri" yang kita proyeksikan di umum, namun "diri" apa adanya. Hal itulah yang membedakan pemimpin dengan nonpemimpin: reaksi terhadap konflik internal dalam diri kita. Reaksi terhadap ketakutan. Meskipun demikian, bukan berarti pemimpin tidak boleh memiliki rasa takut. Ketiga pemimpin di atas juga ketakutan. Namun bedanya di sini, pemimpin bergelut dengan rasa takut tersebut dan memilih untuk tidak tunduk padanya. Hal tersebut seharusnya juga berlaku khususnya bagi pemimpin Kristen karena ia tahu hidupnya ada di tangan Tuhan yang telah mati dan bangkit baginya. Dan karena Allah berdaulat mutlak, maka tidak akan ada sehelai rambut yang akan lepas dari kepala kita tanpa sepengetahuan dan seizin Allah. Dalam pledoi yang dibacakan Romo Sandyawan di depan majelis hakim berkaitan dengan keberpihakan dan perjuangannya membela para korban kasus Mei 1998 dan mencari keadilan di tengah rezim pemerintahan yang begitu korup, ia mengucapkan kalimat-kalimat berikut: "... maka kalau memang semua (penderitaan) ini merupakan konsekuensi perwujudan iman saya ... dan sekarang itu berarti secara nyata saya akan dilemparkan ke balik jeruji penjara, menjadi bagian dari tumpukan para korban, saya siaga dan ikhlas. Memang saya merasa lemah, namun saya tak sudi tunduk mengabdi kepada ketakutan ...." "Saya tak sudi tunduk mengabdi kepada ketakutan." Kiranya kalimat kristalisasi iman ini menguatkan kita dalam melakukan tugas kepemimpinan yang kita emban. Konflik Eksternal: Intimidasi dan Pengkhianatan Ketabahan dan ketegaran menghadapi konsekuensi dari aksi pribadi mereka adalah pelajaran kedua dari Rowley, Watkins, dan Cooper. Awalnya mereka mencoba mengangkat kejanggalan dan penyimpangan yang terjadi dalam organisasi, mereka diminta membatalkan niat tersebut oleh atasan, bahkan diperingatkan akan risikonya terhadap masa depan karier mereka dan implikasinya terhadap keuangan mereka. Kepemimpinan memang identik dengan konflik. Memilih menjadi pemimpin sama juga memilih untuk mengakrabi konflik. Karena pemimpin pada esensinya memobilisasi orang lain untuk berubah atau bergerak dari "status quo" menuju ke suatu tujuan yang lebih ideal. Perubahan yang nyata selalu mengundang konflik, baik konflik internal maupun eksternal. Inilah sebabnya mengapa kepemimpinan identik dengan konflik. Itu sekaligus menjelaskan mengapa jalan seorang pemimpin adalah jalan yang sepi. "Leadership path is a lonely one." Semakin besar tanggung jawab seorang pemimpin, semakin sepi jalan yang harus ia lalui. Dan ketika ia mengambilnya sebagai tanggung jawab pribadi, tindakan menyuarakan kebenaran seperti ketiga wanita di atas, hampir pasti memunculkan resistensi. Watkins menceritakan bahwa banyak orang yang mulai menjauhi dan meninggalkannya. Dia merasa dikhianati. Perasaan tersebut memang menyakitkan. Seorang penyanyi Kristen, dalam lirik lagunya tentang pengkhianatan Yudas menulis, "Only a friend can betray a friend. Strangers have nothing to lose." Hanya seorang sahabat yang dapat melakukan pengkhianatan. Semakin dekat persahabatan tersebut, semakin tajam pisau pengkhianatan menusuk ulu hati. Tatkala Anda berpikir sedang memerjuangkan suatu kebenaran dan patut mendapat dukungan moral, namun malah dikhianati, Anda pasti mengalami bagaimana pergumulan yang menghasilkan keberanian tersebut seketika hilang. Anda pun kembali dari titik awal dengan diselimuti keragu-raguan. Apakah kebenaran ini cukup berharga untuk diperjuangkan? Apalagi kalau ada banyak yang menjadi taruhannya. Momen-momen penting di dalam konflik seperti di atas itulah yang membentuk seorang pemimpin. Momen-momen tersebut kritis karena menyentuh dan menguji fondasi karakter dan sistem nilai kita. Tanpa melalui momen-momen tersebut, pemimpin tidak akan pernah teruji dengan baik. Respons Yesus terhadap pengkhianatan Yudas adalah respons yang sangat luar biasa. Hal itu juga menjadi perbedaan signifikan yang membedakan Yesus dengan ketiga wanita tersebut. Yesus mengetahui sejak semula bahwa Yudas akan berkhianat, sementara Rowley, Watkins, dan Cooper tidak pernah menyangka sahabat dan koleganya akan mengkhianatinya. Meskipun Yesus tahu akan dikhianati, Ia tetap melayani Yudas, membasuh kakinya, dan mengeringkannya dengan penuh kasih. Kita patut bersyukur dengan teladan tersebut. Ketiga wanita yang menjadi Persons of the Year tersebut tidak pernah menyebut diri mereka sebagai pemimpin. Mereka juga tidak pernah berambisi menjadi seorang publik figur -- kemunculan mereka ke mata publik disebabkan apa yang mereka lakukan bocor ke tangan media. Namun, apa yang telah mereka lakukan membuat mereka pantas menyandang gelar pemimpin. Mereka bukan saja Persons of the Year, tetapi juga Leaders of the Year. Diringkas dari: Judul buku : Kepemimpinan Konsep Karakter Kompetensi Kristen Judul artikel: Memimpin di Tengah Konflik Penulis : Sendjaya Penerbit : Kairos Books, Yogyakarta 2004 Halaman : 149 -- 155 ==================================**================================== ARTIKEL 2 -*- KONFLIK: API PENYUCIAN DALAM KEPEMIMPINAN -*- Dua bayangan muncul dengan cepat dalam pikiran saya sewaktu seseorang meminta saya menggambarkan kepemimpinan dan konflik -- Musa dan Nehemia -- yaitu Edwin Musa dan Rinaldo Nehemiah. Anda masih ingat orang-orang ini? Edwin Musa adalah pelari gawang 400 meter yang terhebat di dunia. Selama lebih dari satu dasawarsa, dia tidak pernah kalah. Di tahun 1976, dia memenangkan sebuah medali emas di Olimpiade Montreal. Rinaldo Nehemiah adalah pelari gawang 100 meter kelas dunia. Yang menarik, dua lelaki tersebut adalah pelari-pelari yang kuat, tetapi banyak pelari yang lebih kuat. Keduanya adalah pelari yang cepat, tetapi ada banyak juga yang lebih cepat. Jadi mengapa Musa dan Nehemia selalu menang? Mereka memunyai kemampuan yang unik untuk mengantisipasi, mendekati, dan mengatasi rintangan-rintangan -- yaitu pelari-pelari gawang lainnya. Musa dan Nehemiah adalah pelari-pelari yang hebat, seperti Musa dan Nehemia yang merupakan pemimpin-pemimpin hebat dikarenakan oleh rintangan-rintangan. Dengan kata lain, rintangan-rintangan membuat mereka hebat. Seperti rintangan-rintangan mencetak pelari, maka konflik menetapkan pemimpin. Untuk menetapkan kepemimpinan, pertama kali kita harus memahami sifat-sifat konflik. Suatu masalah yang besar dalam gereja sekarang ini adalah bahwa kita memberikan definisi kepemimpinan jauh terlalu luas dan hampir selalu tidak menghargai peran konflik dalam pelaksanaan fungsi kepemimpinan. Para pemimpin diperlukan meskipun disebabkan oleh konflik. Di Amerika, orang-orang Kristen telah memeluk dua pandangan yang salah mengenai konflik yang secara negatif memengaruhi bagaimana kita memahami kepemimpinan. Pandangan yang pertama, melihat konflik dalam arti dosa. Yang kedua, melihat konflik dalam arti kekuatan. Pandangan-pandangan ini jarang diungkapkan, tetapi masing-masing pandangan didasarkan pada serangkaian pegangan yang mendalam. Sering kali asumsi-asumsi yang tidak didasari asumsi inilah yang menuntun perilaku. Mereka yang melihat konflik sebagai dosa memfokuskan pada emosi yang disebabkan oleh konflik. Takut menyakiti orang lain, karenanya konflik dihindari seperti menghindari dosa. Orang-orang enggan berkonfrontasi, marah, tidak setuju, atau melukai hati. Mereka seperti pelari-pelari yang menemukan gawang dan berhenti, mengharapkan gawang itu hilang, atau seperti pelari-pelari yang mengelilingi gawang, dan tidak melompatinya, sehingga mengganggu pelari-pelari lain yang sementara lari. Ironisnya, tentu saja, sikap tersebut meningkatkan hal-hal yang sedang mereka coba untuk hindari. Konflik yang tidak terpecahkan tidak hilang begitu saja. Konflik makin terpecah-pecah, menghasilkan luka yang lebih dalam. Seorang "pemimpin" yang tidak mau menghadapi konfrontasi bukanlah seorang pemimpin. Yang sangat berlawanan adalah mereka yang memandang konflik sebagai suatu cara untuk membentuk kekuatan dan membentuk kedudukan -- untuk menunjukkan siapa bos itu. Di mana pandangan yang pertama itu pasif dan mendamaikan, sedangkan pandangan yang kedua agresif dan otoriter. Orang-orang yang memegang pandangan ini adalah seperti pelari yang menyerang dan menendang setiap gawang sampai jatuh, menjebloskan diri sendiri, dan mengganggu setiap orang yang mau bangun kembali. Setiap masalah dan perselisihan pendapat menyalahgunakan hal rohani untuk membuktikan "saya benar" dan "kamu salah". Perbedaan-perbedaan yang paling kecil menjadi ujian. Perbedaan ini menciptakan suatu budaya konfrontasi di mana ketakutan dan rasa bersalah mengontrol perilaku. Ini adalah satu jenis aliran Farisi yang menunjukkan loyalitas dan otonomi lebih daripada menjadi hamba dan komunitas. Seorang "pemimpin" yang tidak mau melayani bukanlah seorang pemimpin. Kedua pandangan itu memunyai berbagai dasar kebenaran, konflik sering kali akibat dari dosa, akibat dari hidup di dunia yang berdosa ini. Meskipun demikian, tidak semua konflik adalah dosa. Agaknya dosa membuat konflik itu perlu, dan memecahkan konflik memerlukan kepemimpinan yang diarahkan oleh Roh Kudus. Tentu saja, kuncinya adalah otoritas rohani, bukan kekuasaan manusia. Otoritas rohani berbeda dalam sifat dan hakikatnya dari jenis kekuatan dan pengontrolan yang biasa kita pikirkan, dan terlalu sering kita andalkan untuk kepemimpinan dalam gereja. KONFLIK DALAM ALKITAB Konflik dalam pemahaman Alkitab, merupakan suatu tempat pertandingan, arena tempat musuh untuk bertanding. Kata Yunani untuk konflik adalah "agon", yang kita ambil dari bahasa Inggris "agony". Rasul Paulus menuliskan, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging -- karena keduanya bertentangan -- sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kami kehendaki." (Gal. 5:17) Paulus mengatakan bahwa kehidupan merupakan tempat pertandingan rohani, "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Ef. 6:12) Bagi Paulus, konflik merupakan bentrokan antara kebenaran Tuhan dengan kebijaksanaan dunia, antara otoritas rohani dan kekuatan manusia. Pandangan ini menunjukkan pandangan umum mengenai kekuatan pada permukaannya saja. Salib, "Suatu batu sandungan bagi orang-orang Yahudi dan kebodohan untuk orang-orang bukan Yahudi." (1 Kor. 1:23), menjadi titik balik sejarah dan sandi dari otoritas yang sejati. Pesan Paulus kepada jemaat di Korintus muncul "tidak dengan kata-kata hikmat dan meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah." (1 Kor. 2:4,5). Ini menggemakan apa yang Tuhan firmankan kepada Zerubabel, "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan Roh-Ku." (Zak. 4:6) Dalam Alkitab, konflik sangat menyumbat kepercayaan. Ini merupakan ketegangan yang kreatif antara hukum dan anugerah, dosa dan pengampunan, keadilan dan belas kasihan. Ini dimulai dan diakhiri dengan cerita keselamatan, dari Taman Eden ke Golgota, dan pengrusakan terhadap bait Allah sampai ke Yerusalem Baru. Pengertian ini mengubah pandangan kita. Sekarang, konflik adalah kesempatan untuk menunjukkan suatu realitas baru dalam Kristus. Kepemimpinan juga merupakan suatu proses, bukan suatu kedudukan; kepemimpinan adalah belajar dan melayani, bukan mengontrol. Konflik menawarkan pada kita kesempatan untuk bertumbuh, untuk mengubah pemikiran-pemikiran kita, dan untuk menciptakan tanggung jawab baru berdasarkan kebenaran Tuhan yang difirmankan. Ini membuka pintu bagi keseluruhan rangkaian asumsi-asumsi dan prinsip-prinsip yang baru bagi kepemimpinan rohani, termasuk dua asumsi yang membuat dasar bagi bab ini. Asumsi pertama, konflik-konflik itu perlu. Yang kedua, kepemimpinan merupakan suatu panggilan dan karunia. KONFLIK ITU PERLU Jika kematian dan pajak-pajak merupakan dua hal pertama yang pasti dalam kehidupan, maka konflik merupakan hal ketiga. Kehidupan memerlukan konflik. Konflik merupakan bagian pokok dari rencana penebusan Tuhan. Melalui konflik, kita mengetahui kebutuhan kita, mengakui dosa, mengenal kebenaran, dan menguji iman kita. Pikirkan tentang di mana kita akan berada, sebagai contoh, jika Nuh tidak membuat bahtera dalam "ketakutan yang suci"; jika Musa tidak menentang Firaun atau membuat dalih di hadapan Tuhan untuk melindungi Israel yang bersikeras; jika Yosua tidak bergerak di sekitar Yerikho, atau Rahab tidak menyembunyikan mata-mata; jika Gideon, Simson, Daud, Yesus, dan pengikut-pengikut Kristus sepanjang 2000 tahun sejarah sejak Kalvari telah menghormati, pendapat manusia lebih daripada kehendak Allah. Cerita tentang iman kita memerlukan konflik. Dengan konflik, kita belajar dan bertumbuh. Hanya dengan memercayai Allah melalui sakit, ketidakpastian, dan perlawanan, maka kita membuktikan kehendak-Nya dan mendemonstrasikan kuasa-Nya. Kepemimpinan rohani berarti membuat keputusan-keputusan yang meliputi dua hal, yaitu menyebabkan konflik dan memecahkan konflik. Keputusan seorang pemimpin untuk mengerjakan suatu hal atau untuk menjalankan satu cara harus menjadi suatu keputusan untuk tidak melakukan hal-hal yang lain atau menjalankan cara yang berlawanan. Pengertian Alkitab mengenai konflik mengubah pandangan kita. Bahaya berubah menjadi kesempatan. Kepemimpinan menjadi seni dalam menemukan kebenaran dan menaati Yesus. Ini selanjutnya mengubah cara dalam pendekatan konflik. Konflik menjadi suatu proses belajar. Konfrontasi dan penghindaran diganti dengan penemuan dan dialog. Daripada menanyakan bagaimana keluar dari konflik, kita dapat bertanya lebih mendalam, dengan pertanyaan yang lebih relevan, "Apakah menjadi pengikut Kristus harus melalui konflik?" Diambil dan disesuaikan dari: Judul buku: Leaders On Leadership Judul bab : Konflik: Api Penyucian dalam Konflik Penulis : George Barna Penerbit : Gandum Mas, Malang 1997 Halaman : 305 -- 310 ==================================**================================== TIPS -*- LANGKAH-LANGKAH MENANGANI KONFLIK -*- Konflik memang bukan sesuatu yang menyenangkan, apalagi jika Anda terlibat di dalamnya. Dan boleh dikata, semua orang pasti pernah terlibat dalam suatu konflik. Tentu saja sebelum Anda berurusan dengan situasi semacam itu, Anda harus terlebih dahulu berdoa; memohon kebijaksanaan, pemahaman, dan agar Tuhan menyingkapkan akar permasalahan, mendamaikan, dan memulihkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Selain itu, ada beberapa tips yang mungkin dapat membantu Anda untuk menyelesaikan suatu konflik. 1. Menjadi Pendamai. Alkitab mengatakan bahwa tujuan kita sebagai orang-orang yang telah lahir baru ialah menjadi pendamai. Seseorang yang memahami benar posisinya sebagai pendamai akan membantu pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mengerti dari mana harus memulai menyelesaikan konflik. Sebagai pendamai, tujuan kita adalah untuk membawa kedamaian, menyelesaikan konflik, dan memulihkan kesatuan. 2. Tetap netral. Penting bagi Anda untuk tetap netral jika ada dua/lebih pihak yang sedang berselisih paham. Dengan tetap netral, Anda tidak memihak siapa pun, tapi berperan sebagai mediator -- tidak memihak mana pun tapi memastikan adanya kebenaran dan keadilan dalam situasi tersebut. 3. Dengarkan kedua (atau lebih) pihak. Setiap cerita terdengar sangat bagus sampai saat Anda mendengarkan cerita yang lain. Usahakan untuk mendengar semua versi cerita yang ada dan jangan menghakimi sampai Anda mendengarkan cerita-cerita yang lain. Jika sudah demikian, Anda akan mampu memahami benar apa yang terjadi dan apa akar permasalahan dari sebuah konflik, dan kemudian dapat membuat pengamatan dan kesimpulan. 4. Mau membujuk pihak-pihak untuk bertanggung jawab. Jika suatu pihak/pihak-pihak telah melakukan hal yang salah, Anda harus bersedia menghampiri pihak-pihak tersebut untuk membuat mereka bertanggung jawab secara alkitabiah, menjelaskan kesalahan mereka, dan menunjukkan apa yang Alkitab katakan mengenai apa yang mereka lakukan. Minta mereka untuk bertobat bila perlu. Dengan demikian, Anda akan memimpin mereka kepada Tuhan secara alkiabiah dan mendorong mereka untuk berjalan dalam roh, bukan dalam kedagingan mereka. 5. Nasihati pihak-pihak dalam konflik. Rasul Paulus adalah teladan yang baik ketika ia menasihati dua orang wanita di Filipi 4:2, "Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan." Paulus memerlihatkan kepada mereka bahwa ia mengasihi mereka berdua dan tidak memihak siapa pun, namun fokus pada hal yang lebih penting -- rekonsiliasi. 6. Mendorong adanya rekonsiliasi. Paulus mendorong kedua wanita itu, tidak peduli apa permasalahan mereka, untuk sehati sepikir dalam Tuhan. Tanggung jawab kita adalah mendorong pihak-pihak yang berkonflik agar mau menyelesaikan masalahnya, berdamai, saling berkomunikasi, dan juga bertanggung jawab atas tindakan mereka serta bersedia untuk minta maaf jika memang perlu. 7. Satukan pihak-pihak yang berselisih paham. Saat mereka setuju untuk berdamai, langkah selanjutnya ialah menetapkan waktu untuk mereka saling bertemu dan berekonsiliasi dengan Anda berperan sebagai mediator. Jika mereka menghendaki hal semacam itu sendiri, bagus, tapi jika tidak, seorang mediator harus hadir juga. Usahakan untuk bicara secara pribadi dengan pihak-pihak yang terlibat sebelum pertemuan dimulai. Itu dilakukan untuk memberikan kepada mereka hikmat ilahi dan pencerahan dalam situasi melalui Alkitab dan mendorong mereka untuk berdamai. 8. Beri semua pihak kesempatan berbicara. Pada pertemuan rekonsiliasi, minta pihak-pihak yang ada untuk membagikan pikiran dan perasaan mereka sehubungan dengan apa yang terjadi. Dengarkan mereka dan arahkan mereka agar mereka tidak berdebat lagi, namun tetap fokus pada tujuan pertemuan -- untuk berdamai dan saling memaafkan. Akan baik jika Anda sebagai mediator mengutarakan keinginan Anda tentang bagaimana pertemuan itu akan berjalan. Hal itu akan membuat Anda semakin siap dan pertemuannya pun akan berjalan dengan lebih baik -- fokus pada tujuannya, yakni rekonsiliasi. 9. Dorong mereka untuk memaafkan dan melupakan yang lalu. Sebelum mengakhiri pertemuan itu, katakan pada mereka untuk benar-benar saling memaafkan dan melupakan kejadian yang sudah-sudah, jangan sampai diungkit-ungkit lagi di kemudian hari. Meskipun mereka membutuhkan waktu untuk pulih, namun dengan menjelaskan kepada mereka bahwa memaafkan adalah melupakan kesalahan, mereka tidak akan tenggelam dalam amarah dan perpecahan lagi. (t/Dian) Diterjemahkan dan diringkas dari: Nama situs : Filoiann Wiedenhoff.com Judul artikel: Practical Steps to Resolving Conflict Penulis : Filoiann Wiedenhoff Alamat URL : http://www.filoiannmwiedenhoff.highpowersites.com/page/page/5275438.htm ==================================**================================== STOP PRESS -*- SABDA.ORG DAN IN-CHRIST.NET PINDAH SERVER -*- Puji Tuhan! Setelah situs-situs SABDA.org dan situs In-Christ.Net mengalami beberapa kali masalah selama beberapa waktu (tidak dapat diakses), akhirnya kami menemukan solusi dengan memindahkan server SABDA.org dan In-Christ.Net ke tempat yang baru dan lebih besar. Minggu pertama Maret, situs-situs SABDA.org dan situs In-Christ.Net sudah dapat diakses kembali. Kami sungguh mengucap syukur karena bisa melewati masa-masa sulit ini dengan baik. Proses pemindahan ke server yang baru dimulai pada hari Sabtu, 1 Maret 2008 yang lalu. Beberapa staf YLSA, dibantu oleh beberapa sahabat YLSA, mengerjakan proses pemindahan yang cukup menegangkan ini hingga Minggu pagi. Pertolongan Tuhan sungguh nyata dan semua akhirnya bisa selesai dengan baik. Kami sungguh mengucap syukur kepada Tuhan karena tanpa campur tangan-Nya proses pemindahan data yang begitu besar ini tidak mungkin dapat berlangsung dengan mulus. Melalui kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada staf dan sahabat-sahabat YLSA yang telah membantu, terutama Sdr. Daniel dan Sdr. Kalpin. Kerja keras Anda sungguh kami hargai. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah memberikan dukungan doa. Tuhan sungguh menjawab doa-doa kita. Bersamaan dengan pemindahan situs-situs SABDA.org ke server yang baru, maka kami memutuskan untuk sekaligus melakukan serangkaian pembenahan dan peningkatan di situs-situs SABDA.org. Kami mohon dukungan doa Anda semua, agar server baru yang telah Tuhan berikan ini dapat digunakan semaksimal mungkin untuk pengembangan pelayanan Tuhan di YLSA. To God be the glory! -*- SABDA Space Teens: KOMUNITAS BLOGGER REMAJA KRISTEN -*- http://teens.sabdaspace.org/ Remaja adalah pribadi unik yang memiliki dunia yang dinamis dan penuh energi. Mereka tidak mau lagi disebut anak-anak, namun mereka juga belum pantas untuk masuk dunia orang dewasa. Karena keunikan dan keistimewaan inilah, mereka memiliki kebutuhan yang tidak sama dengan jenjang usia-usia lainnya. Menyadari bahwa remaja membutuhkan ruang lingkup yang berbeda dan perhatian yang khusus, maka Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > menyediakan wadah bagi mereka dengan meluncurkan sebuah situs komunitas blogger remaja Kristen yang diberi nama "SABDA Space Teens" -- versi remaja dari situs SABDA Space < http://www.sabdaspace.org/ >. Seperti halnya SABDA Space, SABDA Space Teens diharapkan dapat menjadi wadah untuk menampung aspirasi, pikiran, dan pergumulan dalam bentuk tulisan, khusus untuk kaum remaja Kristen. Bagi Anda yang tergolong masih remaja, atau Anda yang memiliki anak/adik/teman/ tetangga yang masih remaja, sebarkan informasi di atas. Untuk bergabung mudah sekali, klik saja menu Daftar Menjadi Pengguna, kemudian isi formulir yang ada. Nah, para remaja, tunggu apa lagi? Mari berbagi pikiran melalui tulisan dan bersiap untuk berdampak demi kemuliaan Kristus. ==================================**================================== Berlangganan : subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Berhenti : unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org Arsip e-Leadership : http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip Situs Indo Lead : http://lead.sabda.org/ ---------------------------------------------------------------------- Redaksi e-Leadership: Dian Pradana dan Puji Arya Yanti e-Leadership merupakan kerjasama antara Indo Lead, YLSA, dll. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Bahan ini dapat dibaca secara on-line di situs: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/ Copyright(c) 2008 oleh YLSA http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ==================================**==================================
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |