Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/35 |
|
e-Leadership edisi 35 (9-10-2008)
|
|
===========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI OKTOBER 2008============ TOPIK: KARAKTER PEMIMPIN: KESABARAN MENU SAJI EDITORIAL: Kesabaran; Keberadaannya dan Kuasanya ARTIKEL 1: Kesabaran ARTIKEL 2: Kesabaran: Sebuah Karakter yang Abadi INSPIRASI: Kuasa Kesabaran STOP PRESS: Bekal bagi Pemimpin Kristen dalam Situs SOTeRI ==================================**================================== EDITORIAL KESABARAN; KEBERADAANNYA DAN KUASANYA Dalam Galatia 5 dikatakan bahwa kesabaran adalah salah satu aspek dari buah Roh yang harus dimiliki oleh setiap orang yang telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Oleh karena itu, kesabaran harus menjadi salah satu karakter yang dimiliki oleh pemimpin Kristen dalam menuntun pengikutnya menuju terang kasih Allah. Mengapa demikian? Artikel 1 yang kami sajikan kali ini akan mengungkapkannya dengan gamblang. Tidak hanya itu, artikel kedua dalam edisi ini juga akan membuka mata Anda mengapa kesabaran dianggap sebagai sebuah karakter yang abadi. Bahkan, kuasa kesabaran sangatlah hebat. Hal itu terlihat dalam upaya William Wilberforce menghapus perbudakan di Inggris. Kisahnya dapat Anda simak dalam kolom Inspirasi yang kami harap dapat menginspirasi Anda semua untuk selalu bersabar dalam menghadapi dan memerjuangkan segala sesuatu yang benar dalam kehidupan ini, khususnya dalam memerjuangkan iman Anda dalam Kristus. Tuhan memberkati! Pimpinan Redaksi e-Leadership, Dian Pradana "Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan," (Galatia 5:22) < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Galatia+5:22 > ==================================**================================== Kesabaran mampu membuat seseorang bertahan dalam menghadapi segala rintangan dalam upayanya mencapai suatu tujuan. ==================================**================================== ARTIKEL 1 KESABARAN Salah satu karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin Kristen adalah kesabaran yang disertai iman. Untuk menjaga bagian dalam rumah tetap bersih, harus ada atap yang menahan debu, hujan, dan hembusan angin yang kencang masuk ke dalam rumah (Kel. 26:7, 35:11). Sama halnya dengan rumah, para pemimpin, dengan iman, melindungi mereka yang ada di bawah kepemimpinannya dari badai dosa. Untuk melakukannya, mereka harus masuk dalam berbagai penderitaan, seperti induk ayam yang akan melawan burung pemangsa untuk melindungi anak-anaknya. Pentingnya Kesabaran Ada tiga alasan utama mengapa seorang pemimpin memerlukan kesabaran. Pertama, banyak tanggung jawab, kegiatan yang memakan waktu, dan pekerjaan yang melelahkan, yang semuanya menuntut perhatiannya. Ia bertanggung jawab atas kesejahteraan rohani dan jasmani pengikutnya. Kita dapat melihat kecemasan Paulus untuk memenuhi tidak hanya kebutuhan rohani, namun juga kebutuhan jasmani, terutama kebutuhan jasmani kaum miskin: Yakobus, Kefas dan Yohanes ..., kami harus tetap mengingat orang-orang miskin dan memang itulah yang sungguh-sungguh kuusahakan melakukannya (Gal. 2:9-10). Tuhan sendiri memberi makan mereka yang telah mendengar kabar keselamatan dengan roti yang mereka butuhkan, namun tak bisa mereka dapatkan (Mrk. 6:35-44, 8:1-10). Banyaknya kegiatan yang memakan waktu itu berasal dari perhatian terhadap kondisi internal pengikutnya dan hubungannya dengan kondisi eksternalnya. Tak jarang, seorang pemimpin harus memikirkan hal-hal tersebut meskipun ia akan gelisah, karena dialah yang bertanggung jawab atas mereka. Tugas kepemimpinan yang melelahkan, di antaranya adalah perjanjian bisnis, perjalanan bisnis, dan pekerjaan lain yang sering kali akan membuatnya sibuk sampai larut malam, yang menuntut banyak kesabaran. Musa, yang taat dan dekat dengan Tuhan, ingin melepaskan beban memimpin bangsa Israel karena ia merasa tidak mampu mengemban tugas tersebut (Ul. 1:12-13). Kedua, seorang pemimpin juga membutuhkan kesabaran saat ia menemui sedikitnya hasil dari segala yang dikerjakannya. Karena meskipun ia berusaha sangat keras, ia tidak akan melihat pertumbuhan rohani yang berarti pada kehidupan pengikutnya. Ia mungkin mencoba berbagai hal dan akhirnya, setelah bekerja keras, beberapa pengikutnya mulai bertumbuh sedikit. Namun, banyak sekali rintangan yang mungkin menghalangi pertumbuhan rohani. Seorang pemimpin mungkin saja dicobai dengan keputusasaan karena tidak pernah melihat hasil dari kerja kerasnya; ia seperti petani yang menabur banyak benih, namun menuai sedikit panen (Hag. 1:6). Sering kali, seorang pemimpin akan menemui peraturan yang dibuatnya diabaikan dan perintahnya tidak ditaati. Sering kali, ia akan menemui iblis menyelinap dalam pengikutnya dalam perwujudan yang nampaknya baik. Sesuatu hal sepertinya baik, jadi ia tidak dapat menuduhnya buruk, namun faktanya, sesuatu yang nampak baik itu menghancurkan apa yang baik dan membuka pintu bagi masuknya banyak hal buruk. Contohnya, kerinduan yang tulus untuk menyelamatkan banyak jiwa bisa saja berujung pada penerimaan lebih banyak orang yang pada akhirnya malah tidak bisa ditangani dengan baik. Jumlah anggota yang terlalu banyak kemudian akan mengikis perhatian organisasi yang ada terhadap kemiskinan. Lebih banyak anggota berkeinginan menikmati hal-hal yang lebih daripada sekadar hidup yang sederhana. Dari itu, bermunculanlah bisnis-bisnis untuk mendapatkan lebih banyak kebutuhan hidup. Segera, organisasi itu akan mencoba metode yang tidak umum untuk menambah pundi-pundi uang dan menerima hadiah-hadiah yang sebenarnya melanggar aturan. Maka, kedamaian hidup yang taat menghilang, sementara standar religius organisasi terabaikan. Para pengikut mulai berjalan tanpa tujuan, memburu berbagai kebutuhan daging (Rm. 13:14). Mereka menjalin relasi yang melanggar aturan; mereka mencari hadiah dari mereka yang membutuhkan jasa mereka; mereka lebih suka bergaul dengan yang kaya. Mereka lalai melakukan tugas untuk menguatkan orang Kristen lain dan malah melakukan sesuatu demi kepentingan diri sendiri. Mereka memerkaya diri, membangun rumah mewah, namun tidak berusaha memerbaiki kesalahannya. Hal seperti itu menghancurkan kemuliaan Tuhan -- kemuliaan yang seharusnya ditinggikan oleh suatu organisasi melalui perbuatan kudus dan inspirasi yang mereka sebarkan di lingkungan mereka. Hal yang sama terjadi saat seorang pemuda atau seorang pria yang karakternya belum benar-benar teruji, diberi tanggung jawab kepemimpinan, khotbah, dan konseling dalam suatu organisasi. Singkatnya, banyak hal yang menurut manusia itu baik, dapat dilakukan, padahal hal itu menodai ketaatan kita kepada Tuhan. Beberapa anggota organisasi, yang menjadi bodoh dan tidak berhikmat tentang kehidupan rohani, bahkan mungkin menganggap bahwa segala kuasa kehidupan rohani terletak pada kemegahan penampilan luar. Karena itu, mereka melakukan sesuatu dengan menggebu-gebu, namun mengabaikan kebaikan dan masalah rohani yang sejati. Hal-hal seperti itu akan membuat pemimpin yang taat menjadi sangat kecewa dan terluka. Karena ia tidak sanggup mengatasi semua masalah tersebut meskipun ia ingin melakukannya, ia membutuhkan kesabaran yang amat sangat. Nyala cintaku menghabiskan aku ... (Mzm. 119:139). Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku ... (Mzm. 69:9). Ketiga, pemimpin membutuhkan kesabaran karena tidak adanya rasa terima kasih dari mereka yang ia layani dan pedulikan. Bawahannya jarang sekali puas dengannya; malahan, mereka akan selalu merasa tidak puas, karena mereka yakin bahwa ia mampu melakukan sesuatu yang berbeda dan lebih baik jika ia mau. Terkadang, seorang pemimpin menjadi bingung, tidak tahu apakah ia harus memenuhi tuntutan konstan pengikutnya dan apa pun yang mereka inginkan, atau teguh bertindak pada jalur yang ia yakini akan menghasilkan lebih banyak hal baik: Mana yang harus saya pilih, saya bingung. Saya terdesak di antara dua pilihan itu (Fil. 1:22-23). Banyak hal yang dilakukan pemimpin dipelintir dan diinterpretasikan buruk oleh pengikutnya. Mereka menggerutu terhadap keputusannya, menuduhnya, mengungkapkan kesalahannya, dan mencari-cari kesalahan dari tindakannya yang tidak masuk akal bagi Tuhan dan bagi mereka sendiri. Hampir mustahil untuk menghindari fakta bahwa apa pun yang seseorang putuskan atau lakukan, pasti akan mengecewakan beberapa orang. Beberapa bahkan menentang pemimpinnya secara langsung atau melalui tulisan. Mereka mencemoohnya dan membujuk orang lain untuk menentangnya, atau mencari cara lain untuk mencegahnya melakukan tugasnya. Perisai Kesabaran Untuk bertahan menghadapi masalah di atas, seorang pemimpin memerlukan tiga perisai kesabaran. Pertama, ia harus tahu bagaimana meresponi pengikutnya dengan sopan, dewasa, dan baik, sehingga ia dapat menghentikan penentangan yang semakin memanas tanpa harus menunjukkan ketidaksabarannya melalui kata-kata dan ekspresinya -- bahkan tanpa mengembangkan cara pikir yang tidak sabar. Kesabarannya akan membuatnya semakin maju, dan akhirnya membuatnya menang atas mereka yang tidak memiliki kesabaran. Layaknya Gideon menjawab dengan sopan orang-orang Efraim yang mencelanya hingga amarah mereka reda (Hak. 8:1-3). Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah (Ams. 15:1). Lagipula, sebuah kakacauan tidak akan dapat diatasi dengan kekacauan, begitu juga sifat buruk tidak akan dapat diobati dengan sifat yang buruk. Seorang pemimpin yang kehilangan kesabaran akan merusak kebaikan yang mungkin dapat ia capai. Ketidaksabaran memiliki beberapa dampak buruk. Ketidaksabaran membuat malu orang lain: Siapa cepat marah membesarkan kebodohan (Ams. 14:29). Ketidaksabaran membuat seseorang menjadi jahat terhadap pengikutnya dan orang-orang lain juga: Orang yang serong hatinya, akan dihina (Ams. 12:8). Ketidaksabaran juga membuat orang lain menjadi mudah marah :Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan (Ams. 15:18). Ketidaksabaran membuat para pengikut takut untuk mengutarakan apa yang mereka butuhkan kepada pemimpin: Kesalkah engkau, bila orang mencoba berbicara kepadamu? (Ay. 4:2). Akibatnya, para pengikut dipenuhi dengan gerutuan dan benci: Siapa yang mengacaukan rumah tangganya akan menangkap angin (Ams. 11:29). "Angin" di sini maksudnya "persekongkolan". Pemimpin yang tidak sabar membuat takut pengikutnya. Lalu, tidak seorang pun yang berani mengingatkannya saat ada sesuatu yang salah: Ia seorang yang dursila, sehingga orang tidak dapat berbicara dengan dia (1 Sam. 25:17). Kemudian, seorang pemimpin juga harus berusaha menjadi pendamai -- salah satu perisai kesabaran. Ia sebaiknya tidak membalas sakit hati yang ia terima, tidak membenci orang yang menyakiti hatinya, atau pun terburu-buru berusaha memulihkan sakit hatinya. Ia seharusnya senang akan hadirnya orang-orang yang tak tahu terima kasih, karena seorang pemimpin akan menguatkan mereka dan para pengikut yang lain dengan melakukan hal yang baik pada mereka. Karakter baiknya sendiri juga akan bertumbuh melalui orang-orang seperti itu, seperti yang dikatakan oleh Gembala Agung kita: Kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat (Luk. 6:35). Pemimpin sebaiknya tidak menghindari orang-orang seperti itu. Malahan, adalah tugas pemimpin untuk mengajar mereka sesuatu yang baik. Hal baik apa yang akan muncul jika ia tidak peduli dengan orang yang sangat membutuhkan bantuannya? Jika seorang dokter menghindari orang sakit, siapa yang akan menolong mereka? Jika seorang tentara mengelak untuk menyerang, bagaimana bisa ia menang? Jika seorang pengusaha menolak perjanjian bisnis yang menguntungkan, bagaimana ia bisa kaya? Itulah alasan mengapa banyak uskup, pendeta, dan pemuka agama menjadi orang yang suci -- panggilan tugas mereka memberi mereka kesempatan untuk melakukan banyak hal baik, melalui banyak penderitaan, dan memimpin orang lain menuju pada keilahian. Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah (1 Tim. 3:1). Perisai kesabaran ketiga adalah ketekunan. Apa pun kesulitannya, pemimpin harus mau dan bersemangat melakukan apa pun yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Kadang tugasnya sangat melelahkan, laju kemajuan pengikutnya lambat, banyak tuntutan yang muncul dari pengikut, dan banyak beban lain. Namun, semua rintangan itu dapat membawa suatu kebaikan. Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu! (2 Taw. 15:7). "Semangat" seorang pemimpin adalah kegigihan untuk menyelesaikan tugas dan kesabaran menanggung beban. Jika seorang pemimpin tidak menjadi lemah karena kemalasan dan ketidaksabaran, maka upah kekekalan mereka akan bertambah secara konstan. Penderitaan yang dialami seorang pemimpin sebenarnya dapat membawa beberapa keuntungan. Jika keterbatasannya sebagai manusia membuatnya terjerat dalam tindakan dosa, penderitaannya akan membilas kesalahannya itu. Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya (Yak. 3:2). Saat ada banyak tugas yang harus dikerjakan, pasti banyak juga tugas yang terabaikan. Sebab itu, pemimpin harus dibilas saat itu terjadi sehingga ia tidak perlu dihukum kelak. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia (2 Sam. 7:14). Penderitaan juga melindungi seseorang dari gelombang kesombongan, yang lebih mudah menyerang orang yang memiliki kekuasaan. Jabatan tinggi, besarnya kebebasan, dan kepuasan melakukan hal baik dapat dengan mudah membuatnya sombong. Namun kuk penderitaan menundukkan kesombongan sehingga menjaga kepala kita masuk dalam jurang tinggi hati (Ay. 33:16-19). Keselamatan dan pertumbuhan rohani seorang pemimpin yang baik dilindungi oleh penderitaan; tanpa penderitaan, kesuksesan akan mengangkatnya dalam angin kesombongan. Daud, kesayangan Allah, sangat sederhana dan bersunguh-sungguh saat ia didera berbagai masalah: Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu (Mzm. 119:71). Namun saat ia makmur, ia jatuh dalam dosa. Kesucian seorang pemimpin meningkat melalui kebaikan yang ia lakukan dan penderitaan yang ia alami. Adalah mulia untuk melakukan sesuatu yang bajik dan menginspirasi orang lain melakukan hal yang baik. Penderitaan akan menuju pada sebuah kemuliaan yang agung, seperti emas menjadi lebih indah dan berharga setelah dibakar. Faktanya, pertumbuhan rohani sering kali terjadi meski seseorang tidak merasakan pertumbuhan itu, dan seseorang dikuatkan saat nampaknya ia mulai lemah (Mrk. 4:26-27). Bukanlah hal yang mengherankan jika tidak semua upaya pemimpin memberikan kebaikan bagi semua orang; bahkan Allah, yang berkarya dalam semua manusia, tidak berhasil menyelamatkan semua manusia. Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih (Mat. 22:14). Tidak semua benih yang ditabur itu berbuah, dan mereka yang menggali untuk mencari sesuatu yang berharga akan mengobrak-abrik bidang tanah yang luas untuk mencari sedikit emas dan perak. Pengaruh seorang pemimpin yang baik dapat diukur melalui jumlah hal buruk yang akan menimpa para pengikutnya jika ia tak bersama mereka. Kepemimpinan seperti terang; absennya sebuah kepemimpinan adalah mimpi buruk. Hal itu seharusnya mendorong seorang pemimpin untuk bertahan di bawah segala tekanan, karena ia melayani Tuhan dengan penuh iman saat ia memimpin orang-orang yang mengikutnya, baik yang maju, sedikit maju, atau pun yang tidak maju sama sekali dalam hidupnya. Masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri, dan hanya Allah yang memberi pertumbuhan (1 Kor. 3:8,7). Layaknya benda yang harganya semakin tinggi, semakin sulit benda itu didapat, demikian juga petani yang menanam di atas tanah yang mandul dan berbatu, mendapat sedikit panen, namun sering kali dapat meminta harga yang lebih tinggi. Seorang guru juga, bekerja lebih keras saat menangani seorang murid yang tidak mau belajar daripada yang mau belajar, dan seterusnya, bagi Hakim yang Mahaadil, usahanyalah yang lebih berharga. (t/Dian) Diterjemahkan dari: Judul buku: The Character of A Christian Leader Judul asli artikel: Patience Penulis: St. Bonaventure Penerbit: Servant Books, Michigan 1978 Halaman: 25 -- 32 ==================================**================================== ARTIKEL 2 KESABARAN: SEBUAH KARAKTER YANG ABADI Kebanyakan dari kita menyadari bahwa kesabaran adalah salah satu karakter utama kita sebagai orang Kristen -- kita tidak terburu-buru untuk mendapatkan sesuatu. Beberapa orang mendefinisikan kesabaran sebagai penundaan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Seperti yang Margareth Thatcher pernah katakan, "Saya sangat sabar, asalkan pada akhirnya saya mendapatkan apa yang saya inginkan." Dalam masyarakat yang serba cepat dan budaya yang egois ini, kesabaran menghilang dengan cepatnya, bahkan dalam komunitas Kristen. Kesabaran adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh orang Kristen. Rasul Paulus berulang kali mengimbau umat Kristen untuk saling bersabar satu sama lain. Bahkan, kesabaran sebenarnya adalah sebuah tes keorisinilan umat Kristen. Karakter Kristen yang sejati, tanda utama kelahiran baru, terlihat dalam kesabaran yang sejati. Di Perjanjian Baru, Rasul Paulus mengimbau jemaat di Efesus untuk "hidup berpadanan dengan panggilannya, dengan segala kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran, menunjukkan kasih dalam hal saling membantu dan berusaha memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera" (Ef. 4:1-3). Dalam konteks yang hampir sama, Rasul Paulus mengajar jemaat di Kolose untuk "mengenakan belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran" (Kol. 3:12). Lagi-lagi Paulus menggambarkan pentingnya kesabaran dalam sebuah konflik di antara komunitas Kristen. Menurut Paulus, jika satu orang Kristen tidak sepaham dengan yang lainnya, ia harus bersabar, bersedia rugi daripada merusak reputasi gereja. Kepada jemaat di Tesalonika, instruksi Paulus sangat jelas: "Hiduplah selalu dalam damai seorang dengan yang lain." (1 Tes. 5:13). Untuk dapat mencapai kedamaian itu, Paulus menganjurkan mereka untuk "bersabar terhadap semua orang" (1 Tes. 5:14). Hal itu bukanlah perkara yang gampang untuk dilakoni. Yang paling penting, kesabaran harus ada dalam diri pemimpin Kristen. Kepada Timotius, anak didik rohaninya, Paulus menulis dan memberikan teladan: "sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran" (2 Tim. 2:24-25). Pengertian Alkitab mengenai kesabaran sebagai sebuah karakter orang Kristen berakar pada totalitas kebenaran Kristen. Kesabaran berawal dari penegasan bahwa Allah adalah yang berkuasa atas hidup manusia dan berkarya dalam kehidupan manusia. Orang Kristen memahami bahwa kepuasan yang sepenuhnya tidak akan tercapai dalam hidup ini, namun percaya pada kesempurnaan segala sesuatu saat bersama-sama dengan Allah di surga nantinya. Terlebih lagi, kita tahu bahwa penyucian tidak akan selesai dalam hidup ini, dan karena itu orang-orang Kristen harus memerhatikan satu sama lain sebagai sesama pendosa yang telah diselamatkan oleh anugerah, dalam Roh Kudus yang berupaya memanggil kita menuju pada keilahian. Saat kita melihat pada perintah Injil untuk bersabar satu sama lain, kita harus ingat akan beberapa aspek kesabaran yang diungkapkan dalam firman Tuhan, yang penting bagi pemahaman Kristen. Pertama, kita harus memahami bahwa kesabaran adalah sebuah perintah sekaligus anugerah dari Tuhan. Dengan semua karakter Kristen, kita diharuskan oleh perintah Tuhan untuk mendemonstrasikan buah Roh, di mana kesabaran adalah salah satu buah Roh yang penting. Gambaran alkitabiah mengenai kesabaran bukan hanya tentang kepasrahan atau sifat penurut kita dalam menunggu waktu. Sebaliknya, kesabaran adalah karakter Kristen yang kuat, yang berakar dalam pada iman Kristen yang absolut kepada kekuasaan Tuhan dan janji Tuhan untuk menyelesaikan segala sesuatu melalui cara-cara yang memuliakan nama-Nya. Sebagai perintah, kesabaran seperti halnya tanggung jawab bagi orang Kristen. Pada saat yang sama, kesabaran adalah anugerah ilahi. Orang Kristen tidak dapat, melalui dirinya dan caranya sendiri, menunjukkan kesabaran yang sejati sebagai buah Roh. Agustinus, uskup agung abad ke-14, memeringatkan bahwa orang Kristen harus menghindari "kebanggaan diri atas kesabaran yang palsu". Agustinus menghukum orang-orang yang memertalikan kesabaran dengan "kekuatan kehendak manusia". Kita harus menjadi orang yang sabar, namun kesabaran yang sejati hanya datang kepada mereka yang telah ditebus oleh Kristus dan Roh Kudus ada dalam mereka untuk memberikan buah Roh. Kedua, karakter kesabaran Kristen berakar pada pengetahuan kita akan diri kita sendiri sebagai pendosa yang telah ditebus. Mengerti kelemahan dan menyadari kesalahan kita sendiri, kita harus bergaul dengan orang Kristen lain dengan kerendahan hati, bukannya gengsi. Orang Kristen tidak dibenarkan untuk berinteraksi dengan sesama orang percaya dalam semangat arogansi, kecongkakan, dan superioritas. Sebaliknya, kita diperintahkan oleh teladan Kristus untuk berinteraksi dengan Tuhan dan sesama dalam kerendahan hati. Kesabaran menghadirkan tes karakter yang kritis kepada orang Kristen, berakar pada pengakuan sederhana bahwa kita bisa saja salah. Kesalahan kita mungkin terletak pada karakter kita, bukan pada pendirian kita. Saat orang Kristen terlibat dalam perselisihan, mungkin saja Anda salah saat merasa benar. Pemikiran seperti itu baik, bahkan waktu kita harus berjuang demi iman yang telah diberikan kepada para rasul. Ketiga, pemahaman Kristen tentang kesabaran berpijak pada pemahaman kita tentang sesama bahwa Tuhan berkarya dalam hidup mereka. Seperti Paulus berkata kepada Timotius, pelayan Tuhan haruslah baik kepada setiap orang, bersabar bahkan dalam menuntun lawan, karena "mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya" (2 Tim. 2:24-26). Ayat yang luar biasa itu menunjukkan bahwa Paulus sedang membicarakan sesuatu yang serius. Saat ia berbicara tentang menuntun orang yang telah terjerat iblis untuk melakukan kehendaknya, kita dapat dengan yakin berkata bahwa Paulus benar-benar membicarakan sesuatu yang serius. Paulus menekankan kesabaran dalam penegasan yang jelas bahwa Tuhan sedang berkarya dalam hidup orang-orang yang sedang berselisih dengan kita. Di sini, doktrin penyucian yang alkitabiah membantu kita memahami pertumbuhan menuju kedewasaan Kristen. Kesabaran adalah proses, di mana Tuhan membentuk pendosa yang telah ditebus menjadi gambaran Kristus. Karena itu, kita harus berinteraksi dengan sesama orang percaya sebagai pendosa yang telah diselamatkan oleh anugerah, seperti halnya kita sendiri. Jadi, kita harus menghargai satu sama lain, dan integritas kita sebagai orang Kristen harus ditunjukkan melalui kesabaran yang sejati. Bahkan waktu kita berusaha meyakinkan, memerintah, dan bahkan menuntun, kita harus ingat bahwa Tuhanlah yang mampu menjamah hati manusia, dan kita harus tetap percaya bahwa Allah berkarya dalam hidup mereka. Keempat, kesabaran berakar pada pemahaman kita tentang waktu dan keabadian. Kita tidak mengharapkan penyucian paling sempurna dalam hidup ini. Dalam berhubungan dengan sesama orang percaya, kita tahu bahwa mereka, layaknya kita, hanya akan mengalami penyucian dan pemuliaan yang seutuhnya pada waktu kita bersama dengan Allah di surga. Seperti John Calvin pernah katakan, keabadian adalah "negeri asal kesabaran". Hal ini adalah pengingat yang baik karena kita memahami bahwa kita akan mencapai kesatuan yang utuh hanya saat Kristus mengakui Gereja-Nya dan kita berkumpul bersama di hadapan takhta Allah dalam keabadian. Kesabaran harus menjadi salah satu tanda dalam rumah Kristen, dengan setiap anggota keluarga bersabar dalam berinteraksi satu sama lain. Suami istri harus saling bersabar, bahkan orang tua harus bersabar kepada anaknya. Dalam rumah tangga iman, kesabaran, yang sering kali adalah karakter yang paling jarang ada, menjadi sebuah ujian keaslian dan pentingnya tatanan yang baik dalam rumah, gereja, dan persekutuan Kristen. Artinya, gereja harus menaati perintah Tuhan dan berusaha menunjukkan kesabaran Kristen yang sejati. *) Dr. R. Albert Mohler, Jr. adalah Presiden Southern Baptist Theological Seminary dan Kepala Editor Southern Baptist Journal of Theology. (t/Dian) Diterjemahkan dari: Nama situs: SingleVision Ministries Judul asli artikel: Patience, A Lasting Virtue Penulis: R. Albert Mohler, Jr. Alamat URL: http://seegod.org/virtue_of_patience.htm ==================================**================================== INSPIRASI KUASA KESABARAN Sulit dibayangkan, William Wilberforce, pria lumpuh bertubuh kecil dengan senyum lembut, dapat memutar balik dunia -- namun bukan dengan kekuatannya. Dengan kecerdasan alami dan kefasihan berbicara, ia memesona banyak orang di sekolah dan Parlemen pada akhir abad 18-an. Namun, apa pun yang dilakukannya tidak memiliki tujuan. Lalu ia membaca "The Rise and Progress of Religion in The Soul" karya Philip Doddridge. Ia pun segera menyadari hampanya kemakmuran dan kebenaran Kristen. Dari luar, ia nampak kuat, tapi di dalam, ia menderita: "Saya benar-benar menderita," tulisnya. "Saya yakin tidak ada seorang pun yang lebih menderita ketimbang saya." Paskah tahun 1786, hidup barunya dalam Kristus dimulai, dan pengertian baru akan profesinya tumbuh dalam hatinya: "Pekerjaanku adalah untuk masyarakat," tulisnya di buku hariannya. "Pekerjaanku ada di dunia dan aku harus menyatu dengan masyarakat." Lama-kelamaan, ia menyadari bahwa "bisnis"nya berkaitan dengan perbudakan. Wilberforce menjadi sangat terusik. Lalu ia menyimpulkan apa yang menjadi salah satu misi hidupnya: memberantas perbudakan apa pun akibatnya. Ia pun menerima akibatnya -- kebanyakan dalam bentuk penentangan yang kejam dan tak pernah berhenti terhadap tujuannya. John Wesley, di ranjang tempat ia meninggal, menulis surat untuk Wilberforce, "Jika bukan Tuhan yang menghendakimu menentang perbudakan, kamu akan dihancurkan oleh orang-orang dan iblis yang menentangmu." Mei 1788, dibantu Thomas Clarkson, peneliti yang sangat berpengaruh dalam kesuksesannya, Wilberforce mengajukan dua belas mosi ke Parlemen yang menuntut adanya penghapusan perdagangan budak. Tapi ditolak. Kampanye dan perlawanan terus dilakukan. Para petani, pengusaha, pemilik kapal, kaum tradisionalis, dan bahkan kerajaan pun menentang gerakan penghapusan perdagangan budak yang dipandang sebagai kaum radikal yang berbahaya. Wilberforce tidak menyerah, ia pun mengajukan rancangan undang-undang antiperdagangan budak pada 1791, 1792, 1793, 1797, 1798, 1799, 1804, dan 1805, yang semuanya ditolak. Namun, lama-kelamaan masyarakat mendukung usahanya. Tahun 1806, Parlemen menghapus perdagangan budak di seluruh wilayah Inggris. Wilberforce pun menangis bahagia. Wilberforce tidak berlama-lama tenggelam dalam kemenangan -- ia menyusun rencana yang lebih besar, yaitu membebaskan semua budak. Hal ini membutuhkan ketekunan yang luar biasa. Namun, pada musim panas 1833, akhirnya Parlemen mengesahkan Undang-Undang Emansipasi (Emancipation Act). Tiga hari kemudian, Wilberforce meninggal dunia. Wilberforce dan sekutunya berhasil menyingkirkan kejahatan paling kejam di Inggris, negara paling kuat pada saat itu, hanya dengan keyakinan, politik, dan ketekunan yang kukuh. (t/Setyo) Diterjemahkan dari: Nama situs: Christianity Today Judul asli artikel: The Power of Patience Penulis: Mark Galli Alamat URL: http://www.christianitytoday.com/tc/8r2/8r2015.html ==================================**================================== STOP PRESS BEKAL BAGI PEMIMPIN KRISTEN DALAM SITUS SOTERI Anda tidak mau menjadi pemimpin yang hanya berlabelkan Kristen saja, bukan? Pastinya Anda juga ingin menjadi pemimpin Kristen yang benar-benar mengikuti teladan Kristus dan melakukan kehendak-Nya dalam setiap tugas Anda, bukan? Bekali diri Anda dengan pengetahuan dan pendalaman akan teologi Kristen. Situs SOTeRI hadir untuk memperkenalkan sistem teologi Reformed dan kegiatan-kegiatannya kepada masyarakat Kristen Indonesia. Selain menyajikan arsip dari semua publikasi e-Reformed, situs ini juga memuat artikel-artikel teologi lain yang juga memiliki corak pengajaran teologi Reformed yang Injili. Informasi tentang situs-situs lain yang serupa (sealiran), baik yang berbahasa Indonesia maupun berbahasa Inggris, juga dapat Anda temui di situs ini. Melalui situs SOTeRI ini, Anda juga bisa mendaftar untuk berlangganan publikasi e-Reformed, selain itu situs ini juga menyediakan fasilitas untuk mengirimkan komentar. Dengan demikian, pengunjung dapat berinteraksi dengan mengirimkan komentar-komentar sehubungan dengan pembahasan artikel-artikel yang ada di dalamnya. Nah, fasilitas ini tentu sangat menarik karena kita semua bisa ikut terlibat menjadi bagian dari situs ini. Kami harap kehadiran Anda di situs SOTeRI ini dapat menjadi berkat bagi Anda. ==> http://reformed.sabda.org/ ==================================**================================== Berlangganan: subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org Arsip e-Leadership: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip Situs Indo Lead: http://lead.sabda.org/ Network Kepemimpinan: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_kepemimpinan ______________________________________________________________________ Redaksi e-Leadership: Dian Pradana Kontributor: Sri Setyawati e-Leadership merupakan kerjasama antara Indo Lead, YLSA, dll. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Bahan ini dapat dibaca secara on-line di: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/ Copyright(c) 2008 oleh YLSA http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ==================================**==================================
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |