Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/61 |
|
e-Leadership edisi 61 (16-12-2009)
|
|
===========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI DESEMBER 2009=========== KEPERCAYAAN DIRI (II) e-Leadership 61 -- 23/12/2009 DAFTAR ISI EDITORIAL ARTIKEL: Mengapa Percaya Diri? KUTIPAN ARTIKEL KHUSUS: Jangan Masukkan Yesus ke dalam Lemari JELAJAH BUKU: Pemimpin 101 PERISTIWA ==================================**================================== EDITORIAL Shalom, Alasan terpenting mengapa kita harus menganggap diri berharga dan karenanya kita harus percaya diri adalah karena Allah sangat menghargai kita. Kita dianggap-Nya biji mata-Nya. Bahkan, Ia juga telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal untuk kita. Untuk menutup tahun ini, e-Leadership sudah menyiapkan artikel tentang mengapa kita harus percaya diri dan sebuah tulisan bertemakan Natal. Semoga dapat mengingatkan kita bahwa Allah sangat menghargai dan mengasihi kita. Selamat Natal 2009 dan selamat menyambut Tahun Baru 2010. Tuhan memberkati. Pimpinan Redaksi e-Leadership, Dian Pradana http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip/ http://lead.sabda.org/ http://fb.sabda.org/lead ==================================**================================== ARTIKEL MENGAPA PERCAYA DIRI? Yang sering kali membedakan pemenang dan pecundang adalah kegigihan mereka. Kemampuan untuk mengejar tujuan atau mimpi itu sangat berkaitan dengan seberapa dalam seseorang percaya pada dirinya sendiri. Orang-orang yang berhasil di dunia, dan mereka yang hidupnya nampak benar-benar penuh dengan sukacita dan kepuasan adalah mereka yang mengetahui bahwa mereka tidak sempurna, namun mereka berharga dan mereka mampu. Beberapa hal paling menyedihkan yang pernah saya alami adalah berinteraksi dengan orang lain -- kebanyakan adalah para kandidat politikus, manajer perusahaan kecil, dan pendeta -- yang tidak memiliki kepercayaan diri. Masalah mereka adalah menunggu orang lain percaya kepada mereka dan barulah mereka yakin mereka dapat memercayai diri mereka sendiri. Menurut saya, itu tidak mungkin terjadi. Orang-orang yang pernah bekerja dengan saya menggambarkan saya sebagai seorang wirausahawan. Mungkin saja. Tapi saya tidak selalu begitu. Saya berasal dari sebuah keluarga yang menghindari risiko. Dan meski keluarga saya sangat mendukung dan membuat saya memiliki citra diri yang positif dan kuat, awalnya saya cenderung mencari jalan aman dalam dunia kerja. Namun, setelah mengamati sikap dan hasil dari mereka yang percaya kepada dirinya sendiri dan yang tidak, maka saya dapat melihat dengan jelas. Salah satu faktor kunci agar berhasil di dunia ini adalah menerima diri Anda apa adanya -- kutil, jerawat, dll. -- dan menentukan bagaimana Anda dapat mengubah karakter positif Anda menjadi sebuah kesuksesan. Saya sangat termotivasi oleh hal ini saat menemui orang-orang sukses yang ternyata tidak lebih baik dari pemikiran saya. Jelas, jika mereka bisa, saya juga pasti bisa. Percaya pada diri sendiri memampukan saya mengabaikan orang-orang skeptis yang berpikir bahwa karena saya baru berusia 21 tahun maka saya tidak akan dapat menangani sebuah kampanye pemilihan umum. Bahwa saya tidak mampu mendapatkan dua gelar pendidikan secara berturut-turut. Bahwa saya tidak dapat memulai dan memimpin sebuah perusahaan penelitian di Los Angeles. Bahwa tak seorang pun akan membaca buku-buku saya karena buku-buku itu ternoda oleh statistik dan bagan penelitian. Bahwa saya tidak pernah akan dapat membeli sebuah rumah yang harganya membumbung tinggi di Los Angeles. Dan seterusnya. Rintangan-rintangan itu jika digabungkan bisa menjadi gunung yang akan meruntuhkan semua harapan saya untuk memiliki hidup seperti yang saya inginkan. Sebenarnya, iman saya kepada Kristus merupakan sesuatu yang krusial. Sungguh mengherankan bahwa Allah pencipta dunia tidak hanya menciptakan saya, namun juga cukup percaya pada saya sehingga Ia mengirim Kristus untuk mati bagi saya, secara pribadi, dan untuk memberi saya kebebasan dalam segala masalah yang saya hadapi. Hari-hari ini, sangatlah mudah untuk kita menyerah kecuali kita tahu bahwa di mata Juru Selamat dunia, kita berharga dan penting. Pada beberapa titik, saya pikir Anda harus mengadopsi sebuah filosofi yang mencampur kekekalan dan kefanaan. Bagi saya, filosofinya seperti ini: karena Allah mengasihi saya, maka saya harus menjadi orang yang bernilai. Dan karena Ia sudah memberi saya keselamatan, kebebasan untuk bertindak, dan talenta alami, saya sebaiknya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang saya miliki. Adalah penting bagi saya untuk terus maju dan menjalani hidup. Bagi saya, percaya pada diri sendiri adalah seperti filosofi Pascal`s Wager modern. Jika Anda dengan sepenuh hati percaya pada diri sendiri dan melakukan segala sesuatu yang bermanfaat dalam hidup, Anda mungkin akan mencapai semuanya itu, sehingga Anda menang. Jika Anda dengan sepenuh hati percaya pada diri sendiri, dan mengejar kekayaan, Anda mungkin tidak akan mencapai tujuan-tujuan Anda, tapi itu lebih baik daripada tidak pernah mencoba. Namun jika Anda dengan sepenuh hati meragukan diri sendiri, bahkan usaha Anda yang terbaik pun tidak akan matang, jadi Anda akan kalah. Adalah bijaksana melakukan apa pun yang Anda bisa untuk percaya pada diri Anda sendiri. Tidak akan ada orang yang percaya pada Anda hingga Anda mengambil risiko itu. (t/Dian) Diterjemahkan dan disesuaikan dari: Judul buku: Ten Years Later Penulis: George Barna Penerbit: Barna Research Group, Ltd., Glendale 1992 Halaman: 31 -- 34 ==================================**================================== KUTIPAN Adalah sangat mudah untuk kita menyerah kecuali kita tahu bahwa di mata Juru Selamat dunia, kita berharga dan penting. ==================================**================================== ARTIKEL KHUSUS JANGAN MASUKKAN YESUS KE DALAM LEMARI Dulu waktu masih kecil, aku paling senang saat kami sekeluarga bersama-sama membuat gua Natal dan memasang pohon Natal di ruang tamu. Rasanya dada ini meledak-ledak penuh semangat. Seneng banget! Kami biasanya membuat gua Natal kira-kira seminggu sebelum tanggal 25 Desember. Otakku akan berputar lebih cepat saat kami memutuskan untuk membuat gua Natal. Aku akan segera membuka lemari belakang, tempat penyimpanan pernak-pernik Natal plus patung-patung pengisi gua Natal. Ada domba, gembala, orang majus, keluarga kudus, dan lain-lain. Yang paling menggemaskan adalah patung Yesus yang sedang tidur di palungan. Lucu sekali! Pipinya tembam kemerahan, dan dua kaki kecilnya terangkat, matanya berbinar-binar! Ih, kalau bayi sungguhan, pasti ia lucu dan menggemaskan! Selain suka dengan patung-patung itu, aku juga suka dengan pernak-pernik Natal. Pernak-pernik itu bagaikan harta yang tersimpan di pojok lemari -- boneka Sinterklas dari benang wol yang jenggotnya hampir copot, lonceng Natal warna emas yang miring ke kiri dan ke kanan, dan tongkat Sinterklas warna merah-putih. Selebihnya adalah bola warna-warni: kuning, hijau, biru, merah, dan putih. Dan, yang paling menarik hatiku adalah lampu kerlap-kerlip. Di mataku yang masih bocah, lampu itu bagus sekali. Sepertinya ada daya magis yang membuatku terpaku melihat lampu itu. Lampu itu bagaikan kristal. (He he he, berlebihan ya! Padahal kalau sekarang biasa saja! Malah sudah banyak lampu yang lebih bagus lagi.) Sebenarnya yang sibuk membuat gua Natal adalah Ayah dan Kakakku. Aku cuma jadi perusuh. Aku sibuk berlari-lari di sekitar gua yang belum jadi itu. Dan, akulah yang lebih dulu bersorak-sorai ketika gua itu sudah jadi! Gua dan pohon Natal itu segera menyedot perhatianku. Biasanya aku akan sering-sering ke ruang tamu untuk sekadar memandangi keduanya. Pada sore hari, aku akan menghidupkan lampu kerlap-kerlip yang menghiasinya dan duduk diam-diam di kursi tamu menikmati harta karun yang sudah terpasang itu. Dadaku penuh dengan kegembiraan yang tidak terkatakan. Aku menganggap gua dan pohon Natal di rumahku yang paling bagus. Semuanya tampak alami. Guanya terbuat dari kertas semen yang diwarnai dan pohonnya dipotong dari pohon cemara di halaman depan. Aku selalu membanggakan keduanya di depan teman-temanku, karena di rumah mereka biasanya pohon Natalnya sudah terbuat dari plastik. Padahal, bau cemara asli itulah yang membuat suasana Natal menjadi berbeda. Tetapi, harus diakui kalau aku gampang bosan. Kesenangan menikmati gua dan pohon Natal itu paling hanya berjalan seminggu. Sesudahnya biasa saja, kue-kue Natal lebih menarik perhatianku. Aku akan ke ruang tamu untuk menikmati kue kering dan permen, bukannya pohon dan gua Natal. He he he. Biasanya kedua pajangan Natal yang monumental itu akan bertahan sampai akhir Januari. Dan, saat itu aku sudah benar-benar bosan melihatnya. Aku justru akhirnya hanya tertarik dengan tumpukan kartu Natal yang dikirimkan relasi ayahku dan beberapa temanku. Gambarnya bagus-bagus! Pada akhir Januari, aku akan segera mengemasi pernak-pernik Natal itu dan menyimpannya di lemari belakang. Hal seperti itu terjadi berulang-ulang. Entah sampai berapa tahun, aku tidak ingat. Tetapi yang jelas, ketika aku sudah agak besar, keluargaku tidak lagi membuat pajangan Natal berupa gua dan pohon Natal. Ruang tamu hanya dibiarkan begitu saja seperti hari-hari biasa. Sesekali kami memasang pohon Natal, tetapi tidak selalu. Aku sendiri lebih suka membantu membuat kue kering. Dan kini, aku tidak ingat apakah patung Natal itu masih ada atau tidak. Seingatku, ada beberapa patung yang pecah dan rusak. Peristiwa itu kadang membuatku bertanya-tanya: Kenapa sih, orang senang memasang pohon dan gua Natal? Aku sendiri merasa sebenarnya hal itu tidak terlalu penting. Tradisi memasang pohon dan gua Natal itu memang membuatku senang, tetapi kalau boleh jujur, itu tidak serta merta membuatku dapat menangkap makna Natal yang sejati. Pertanyaan yang kedua: Apakah Natal hanya berhenti sampai Januari? Apakah Natal juga ikut berhenti seiring dengan aku mengemasi pernak-pernik dan patung Natal dan meletakkannya di lemari belakang? (Aduh!) Ekstremnya mungkin begini: Kalau Yesus sudah lahir, so what gitu loh? Ya, sudah. Mau apa lagi? Lagipula kita sudah mengikuti ibadah perayaan Natal di gereja, sudah mengadakan pesta Natal bersama relasi dan keluarga, sudah mengucapkan "Selamat Natal" kepada orang-orang terdekat, sudah mengirimkan bingkisan Natal kepada orang-orang yang membutuhkan. Sudah komplet! Tetapi kupikir, Yesus lahir ke dunia tidak untuk iseng. Rasanya tidak mungkin kalau Tuhan Yesus berkata, "Bapa, Aku iseng ya main ke dunia." He he he, tidak, kan? Jadi? Jadi, Yesus lahir ke dunia dengan tujuan yang sangat serius. Ibarat menyiapkan pesta dengan sangat detail, Tuhan pun pasti membuat banyak perhitungan saat datang ke dunia: jamnya, tempatnya, orang-orang yang "diundang" untuk datang, dan lain-lain. Dengan begitu, apakah semua kegiatan Natal yang kita ikuti sudah cukup? Jangan-jangan setelah Desember berakhir dan Januari mulai menampakkan batang hidungnya, semua itu menguap begitu saja. Kalau mau jujur, aku kadang merasakan hal seperti itu. Ketika lagu-lagu Natal sudah tidak lagi dikumandangkan, saat kue-kue Natal di toples sudah habis, saat patung-patung di kandang Bethlehem sudah berdebu dan kehilangan daya magnetnya, aku menganggap Natal benar-benar sudah selesai. Lalu Yesus pun dimasukkan ke dalam lemari ... tak perlu ditengok sampai tahun depan. Kasihan Yesus, ya? Kadang aku lupa bahwa Yesus benar-benar hadir di dalam hidupku. Dia bagaikan dekorasi yang awalnya menarik hati, tetapi lama-lama menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja. Kita bosan. Kita menjadi lupa bahwa kehadiran Yesus adalah hal yang luar biasa. Coba pikir, Tuhan yang sebenarnya bisa ongkang-ongkang kaki di surga, kok mau-maunya turun ke dunia. Mengapa? Kalau tidak terdorong oleh cinta yang sangat besar, pasti tidak mungkin Dia mau bersakit-sakit datang ke dunia; lahir di palungan yang bau pula! Jika kita mampu menangkap makna Natal sejati, keberadaan Yesus tidak akan terlibas oleh waktu. Dia akan senantiasa kita nikmati. Dan yang lebih penting, kita akan selalu melibatkan Dia dalam seluruh aspek kehidupan. Masalahnya, kita ini memang manusia yang pelupa. Kita dengan mudah digerakkan oleh hal-hal yang menstimulus pancaindra, tetapi setelah semua yang berbau Natal tidak ada lagi, kita menganggap semuanya selesai. Aku sendiri masih sering lupa. Tetapi aku tidak ingin terus-menerus lupa. Dan, kiranya kita semua juga tidak lupa bahwa Yesus benar-benar sudah hadir dan mau senantiasa terlibat dalam hidup kita. Jadi, setelah pesta Natal tahun ini berlalu, jangan masukkan Yesus ke dalam "lemari", ya! Biarkan Dia tumbuh dan merajai hati kita sepanjang waktu. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: My Favourite Christmas Penulis: Krismariana Penerbit: Gloria Cyber Ministries, Yogyakarta 2006 Halaman: 113 -- 119 ==================================**================================== JELAJAH BUKU PEMIMPIN 101 Judul asli buku: Leadership 101 Penulis: John C. Maxwell Penerjemah: Hence Hartono Penerbit: PT. Mitra Media Publisher, Jakarta 2003 Ukuran: 12,5 x 17,5 cm Tebal: 140 halaman Seorang pemimpin tidak dilahirkan, tapi diciptakan! Setiap orang dapat menjadi pemimpin. Bahkan menjadi pemimpin besar dan berdampak. Tidak peduli dari mana Anda berasal, latar belakang pendidikan apa yang Anda miliki, bagaimana status ekonomi Anda, dsb.. Jika demikian, bagaimana kita bisa menjadi pemimpin? Membaca buku "Pemimpin 101" memiliki banyak manfaat. Untuk itu, Anda wajib membaca buku ini. "Pemimpin 101" merupakan: - seri pertama dari empat buku yang memberikan "kursus singkat" tentang apa saja yang dibutuhkan untuk meraih sukses yang sebenarnya; - buku yang berisi inti sari 30 tahun pengalaman penulis dalam bidang kepemimpinan; - buku yang mendefinisikan kepemimpinan; - mengidentifikasi beberapa kepribadian yang harus dikembangkan oleh pemimpin; dan - menunjukkan pengaruh kepemimpinan yang dapat Anda peroleh dari hidup Anda dan hidup orang-orang yang Anda pimpin. Buku terbaru dan terlaris versi New York Times yang ditulis oleh pencetak orang-orang sukses, Dr. John C. Maxwell, dengan judul "Pemimpin 101" ini bisa menjawab pertanyaan Anda. Maxwell menyebutkan hal-hal apa saja yang harus dikembangkan oleh calon-calon pemimpin. Salah satunya adalah kepercayaan diri. Bagaimana mungkin kita bisa memimpin orang lain jika kita sendiri tidak yakin dengan kemampuan kita untuk memimpin. Selain itu, Anda bisa mengorek petunjuk rahasia para pemimpin sukses secara singkat, jelas, dan sistematis sehingga Anda dapat menajamkan kemampuan dan strategi kepemimpinan Anda. Ditulis oleh: Sri Setyawati ==================================**================================== PERISTIWA 23 Desember ... 1. 1947 - Transistor untuk pertama kalinya diperlihatkan di Laboratorium Bell. 2. 1954 - Transplantasi organ hati yang pertama dilakukan oleh Dokter Murray dan Harrison di Boston. 3. 2012 - Kalender Maya berakhir (bisa juga terjadi pada 21 Desember). Ini merupakan hari yang diperkirakan suku Maya sebagai hari kiamat Bumi. Sumber: http://id.wikipedia.org/ ==================================**================================== Berlangganan: subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org Arsip e-Leadership: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip/ Facebook e-Leadership: http://fb.sabda.org/lead/ Situs Indo Lead: http://lead.sabda.org/ Network Kepemimpinan: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_kepemimpinan/ ______________________________________________________________________ Redaksi e-Leadership: Dian Pradana dan Sri Setyawati Kontributor: Desi Rianto e-Leadership merupakan kerjasama antara Indo Lead, YLSA, dll. Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Bahan ini dapat dibaca secara on-line di: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/ Copyright(c) 2009 oleh YLSA http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org/ ==================================**==================================
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |