Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/73 |
|
e-Leadership edisi 73 (23-6-2010)
|
|
============MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI JUNI 2010============== PELAJARAN KEPEMIMPINAN DARI GIDEON (II) e-Leadership 73 -- 24/06/2010 DAFTAR ISI EDITORIAL ARTIKEL: Panggilan Seorang Pemimpin (Hakim-Hakim 6) KUTIPAN JELAJAH BUKU: Menjadi Pemimpin Berkarakter Ilahi PERISTIWA ==================================**================================== EDITORIAL Penting bagi pemimpin masa kini untuk memiliki kepemimpinan yang visioner. Namun, visi saja tidak cukup untuk membentuk seseorang menjadi pemimpin yang berbobot. Banyak aspek lain masih perlu dimiliki sebelum mereka bisa mencapai keberhasilan akhir. Pada artikel sebelumnya, kita telah membahas Gideon sebagai seorang pemimpin yang visinya jelas; ia menetapkan prioritas utama kepemimpinannya berdasarkan visi tersebut. Edisi e-Leadership kali ini masih menyuguhkan pokok bahasan yang sama seputar kepemimpinan Gideon, dan redaksi berharap agar Anda bisa menjadi tokoh teladan bagi para pengikut Anda. Simaklah dan pergunakan artikel di bawah untuk meningkatkan wawasan kepemimpinan Anda. Tuhan memberkati. Pimpinan Redaksi e-Leadership, Desi Rianto http://lead.sabda.org http://fb.sabda.org/lead ==================================**================================== "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7) < http://alkitab.sabda.org/?1Tesalonika+4:7 > ==================================**================================== ARTIKEL PANGGILAN SEORANG PEMIMPIN (HAKIM-HAKIM 6) Dalam salah satu pesan singkatnya mengenai para pemimpin dan pengikut, Dr. A.W. Tozer mengatakan: "Ketika Allah menyebut kita domba, Ia menyuruh kita menjadi pengikut; dan ketika Petrus memanggil beberapa orang menjadi gembala, dia menunjukkan bahwa di antara mereka selain ada pengikut harus ada yang menjadi pemimpin. Pada umumnya, manusia memang membutuhkan kepemimpinan. Jika 5 orang terapung-apung dalam sebuah sekoci penyelamat, seseorang di antara akan segera berperan sebagai pemimpin -- tanpa perlu ada musyawarah. Empat orang lainnya akan mengetahui siapakah pemimpinnya hanya dengan intuisi mereka, dan orang itu pun akan segera bertindak sesuai perannya [sebagai pemimpin] tanpa melalui suatu formalitas. Setiap bencana alam, kebakaran, atau banjir membangkitkan pemimpin-pemimpin. Meskipun pemimpin-pemimpin yang lemah mungkin memiliki kekurangan, namun ketika sedang menghadapi krisis mereka cukup dilegakan karena kepemimpinan tersebut. Orang-orang Kristen juga terdiri atas pemimpin dan pengikut. Meskipun pengikut mungkin tidak menyukai pemimpin mereka, tetapi mereka senantiasa membutuhkan peran pemimpin. Gereja memerlukan pemimpin-pemimpin, yang sekaligus merupakan pengikut. Paulus memberikan suatu pola di dalam nasihatnya kepada orang Korintus: "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus." (1 Korintus 11:1) Jika kepemimpinan adalah alkitabiah dan penting, maka sebaiknya kita mengetahui pengajaran Alkitab mengenai kepemimpinan dan apa yang menjadikan hal tersebut. Dalam hal ini, Gideon memiliki beberapa hal-hal penting yang berguna untuk mengajar kita. Kita perlu menggarisbawahi terlebih dahulu bahwa Gideon tidak memunyai jabatan resmi di Israel. Ia menjadi pemimpin karena ia seorang yang memiliki spirit kepemimpinan. Beberapa uraian yang membentuk spirit kepemimpinan tersebut tampak nyata di bawah ini. Mari kita pelajari. 1. Rasa tanggung jawab. Gideon digambarkan sebagai karakter yang memiliki rasa tanggung jawab. Zaman itu merupakan masa-masa yang penuh dengan kesulitan, kekurangan, dan kemiskinan. Musuh-musuh umat Allah telah mengambil makanan mereka. Musuh mereka sangat waspada, sehingga [orang Israel] tidak dapat melawan strategi kelaparan yang dipakai oleh musuh; karena kelemahan dimanfaatkan musuh untuk menindas umat Israel. Setiap upaya untuk membalikkan rencana musuh memerlukan keberanian dan hikmat. Seluruh kisah [Gideon] ini menunjukkan betapa sedikit orang yang benar-benar berani membayar harga. Dengan kata lain, betapa sedikit orang yang memunyai rasa tanggung jawab yang memadai. Di antara segelintir orang itu, Gideon termasuk yang paling menonjol. Dia merasa bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok umat Allah; dia merasa bertanggung jawab demi kehormatan Allah. Perasaan malu dan tercela, perasaan cemburu dan tidak suka ini, suatu kepekaan bahwa sesuatu sedang berjalan tidak sebagaimana mestinya, mendorong Gideon untuk bertindak -- bertindak dengan berbahaya. Seluruh tindakannya untuk mencapai kemenangan didorong oleh rasa tanggung jawab yang menuntut tindakan yang berbahaya. Tahapan pertama adalah tindakannya menebah gandum di tempat pemerasan anggur untuk disembunyikan dari orang Midian. Di situ, ia bertindak secara sembunyi-sembunyi untuk memenuhi kebutuhan pokok. Pemimpin sejati bukanlah orang yang selalu tampil di hadapan publik dengan maksud menarik perhatian orang lain. Gideon tidak sedang memikirkan tentang kepemimpinan. Ia bertindak tanpa mementingkan diri sendiri karena didorong oleh suatu tujuan yang mulia dan dengan hati yang besar. Persoalan tentang makanan itu sangat penting; rakyat harus diberi makan, berapa pun harga yang harus dibayarnya sendiri. Perlu digarisbawahi bahwa mata Allah mengamati tindakan dan kehidupan rahasia [Gideon]. "TUHAN mengutus seorang nabi kepada orang Israel" (Hakim-hakim 6:8), namun "malaikat Allah" [sendiri] yang datang kepada Gideon (Apakah ini termasuk salah satu teofani -- penampakan Diri Allah sendiri dalam rupa manusia -- yang dicatat di dalam Alkitab? Tampaknya, ayat 23 menunjukkan kemungkinan ini). Allah mengetahui keberadaan Gideon, apa yang sedang diperbuatnya, dan mengapa ia melakukan hal itu. Allah mengetahui bahwa Gideon mengamati pekerjaan musuh dan berusaha melakukan sebisanya untuk melawan mereka. Ia tidak dapat melakukan banyak hal, dan tidak ada satu pun yang dilakukannya di hadapan umum -- situasi itu penuh ujian, yang dijalaninya dengan kesetiaan. Gideon lulus pada tahapan pertama uji kepemimpinan -- uji kesetiaan, tanggung jawab, dan tidak mementingkan diri sendiri -- tanpa berambisi akan hal itu. 2. Ujian kerendahan hati. Karakter kedua Gideon yang dinilai oleh Allah adalah kerendahan hati. Ia disodori tanggung jawab tanpa perlu melakukan manuver, siasat, daya upaya, atau kekerasan. Tentu saja, catatan [di kitab Hakim-Hakim] menunjukkan bahwa Gideon tidak mendambakan kepemimpinan tersebut. Dr. Tozer mengatakan: "Saya yakin kita dapat menerima suatu rumusan yang cukup andal bahwa seseorang yang bersikap ambisius terhadap [kedudukan] pemimpin, ia [otomatis] sudah terdiskualifikasi dari [kepemimpinan] itu." Ketika Gideon menanggapi pernyataan dan perintah "sang malaikat" yang luar biasa, ia hanya bisa menjawab: "... kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan aku pun seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku." Ketakutannya tampak dalam permintaannya atas tanda-tanda; permintaan itu dapat dimengerti mengingat besarnya tanggung jawab yang harus dipikulnya. Dari sini terungkap betapa kecilnya kepercayaan Gideon pada dirinya sendiri. Ia lulus pada tahapan kedua uji kepemimpinan ini. 3. Ujian di "markas". Gideon perlu melewati uji kemampuan kepemimpinan berikut sebelum ia dapat melaksanakan tugasnya yang baru. Kita dapat menyebutnya sebagai ujian di "markas". Situasi di rumahnya tidak berjalan dengan baik, dan terjadi suatu kompromi: sinkretisme. Pengaruh musuh ada [di rumahnya]. Di dalam rumah, keluarga, dan latar belakangnya terdapat hal-hal yang kelak dapat menempatkan dirinya pada posisi yang salah, serta menyabotase perlawanan mereka. Sepanjang musuhnya menguasai markasnya, ia tidak bisa memenangkan pertempuran. Dengan kata lain, tidak akan ada kesaksian yang benar di dunia dan di surga, jika kesaksian itu bertentangan dengan kehidupan pribadi [sang pemimpin]. Tetapi, mereka yang membenci, menentang (lihat ayat 31, 32) atau takut [kepada Gideon] -- juga pada akhirnya semua orang yang mengenalnya paling dekat -- akan mengatakan bahwa ia bertindak di depan umum sama seperti tindakannya di dalam rumah dan hidup pribadinya. Faktor "markas" itu sangat penting. 4. Kecukupan di dalam Tuhan Tuhan benar-benar memberikan jalan yang penuh ujian kepada Gideon. Ia mengerti kekurangan kualifikasi dan kemampuan dirinya sendiri dengan baik. Sama seperti Daud, ia anak yang paling muda di dalam rumah bapaknya, dan tidak diragukan lagi ia disepelekan oleh kakak-kakaknya yang lebih tua dan yang lebih hebat -- berdasarkan standar dunia. Meskipun demikian, jalan hidupnya di bawah tangan Tuhan penuh dengan perendahan diri yang berkelanjutan. [Prajuritnya] dikurangi dengan cara dieliminasi dan disaring hingga ke batas minimum. Allah dengan keras memberikan peringatan, "jangan-jangan". "Jangan-jangan Gideon akan merasa ....", "jangan-jangan Israel berkata: tanganku sendirilah yang menyelamatkan aku." Gideon tidak menentang atau berdebat dengan Allah. Para pemimpin dunia ini ingin diberi kebebasan dan memiliki banyak pilihan. Namun, Gideon percaya bahwa Allah itu sendiri sudah cukup baginya. Ia memercayai hikmat dan penilaian Allah bahwa sepasukan kecil yang berkeyakinan kuat adalah lebih baik dibanding pasukan berukuran besar namun yang hatinya terbagi-bagi. Pada saat itu, di tempat itu juga, [hal-hal tersebut] merupakan unsur penentu kepemimpinan yang berhak untuk berkata: "Lihatlah aku, dan teladanilah." Spiritualitas sang pemimpin itu harus sama seperti [spiritualitas] yang diinginkannya dari bawahannya. Spiritualitasnya harus lebih berkembang dibanding orang-orang yang dipimpinnya. Aspek lain akan muncul dalam contoh-contoh lain. Pada saat ini, kita dapat meneladani keempat prinsip yang sudah diuraikan di atas, sebab Allah sendiri yang menetapkan prinsip-prinsip tersebut. (t/Uly) Diterjemahkan dan disunting dari: Nama situs: Austin-Sparks.Net Judul asli artikel: Leadership Penulis: T. Austin-Sparks Alamat URL: http://www.austin-sparks.net/english/books/000914.html =================================**=================================== KUTIPAN "Seorang pemimpin melihat lebih banyak daripada yang dilihat orang lain, melihat lebih jauh daripada yang dilihat orang lain, dan sudah melihat sesuatu sebelum dilihat orang lain." (Leroy Eims) =================================**=================================== JELAJAH BUKU Judul Buku: Menjadi Pemimpin Berkarakter Ilahi Penulis: Daniel Alexander Penerbit: PBR ANDI Yogyakarta Ukuran: 12 x 19 cm Tebal: 92 halaman Krisis kepemimpinan bukan hanya terjadi pada pemimpin sekuler saja. Gereja saat ini merasakan dampak krisis kepemimpinan Kristen. Banyak motivasi ternyata melenceng dan sering membiaskan fokus pemimpin. Buku "Menjadi Pemimpin Berkarakter Ilahi" yang ditulis oleh Daniel Alexander menyoroti kepemimpinan yang dapat memberi dampak dan peduli terhadap lingkungannya. Gaya penulisannya blak-blakan bahkan terkesan keras dan menyentil. Buku ini dibagi menjadi enam bab utama: melahirkan seorang pemimpin, hati seorang pemimpin, pemimpin berhati ayah, modal seorang pemimpin, pemimpin yang menjadi mentor, dan seorang pemimpin adalah seorang ayah. Buku ini memberikan nuansa khusus tentang warna-warni kepemimpinan Kristen, khususnya yang berfokus pada kepemimpinan gereja. Di dalam setiap bab, penulis memaparkan uraiannya dengan cukup komprehensif dan jelas tentang kepemimpinan dalam institusi gereja. Di salah satu bab, penulis antara lain menjelaskan dua contoh karakter pemimpin gereja. Buku ini merupakan kumpulan khotbah yang membuka dan memperkaya pemahaman kita tentang karakter ilahi. Pada sisi lain, buku ini mengetuk kita untuk memiliki beberapa prinsip kebenaran firman Tuhan untuk memengaruhi masyarakat di sekitar kita. Biarlah kita senantiasa memancarkan terang Kristus ke lingkungan di sekitar kita. Pastikan Anda membaca buku ini untuk menyiapkan diri menjadi pemimpin gereja, yang peduli dan berempati terhadap sesama manusia. Ditulis oleh: Desi Rianto ====================================================================== PERISTIWA 23 Juni... 1. 79 - Titus Flavius Vespasianus menjadi Kaisar Romawi kesepuluh menggantikan ayahnya, Vespasianus. 2. 1894 - Komite Olimpiade Internasional didirikan di Sorbonne, Paris, atas inisiatif Baron Pierre de Coubertin. 3. 1945 - Perang Dunia II: Pertempuran Okinawa berakhir dengan kekalahan Tentara Kekaisaran Jepang. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/June_23 ====================================================================== Berlangganan: < subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org > Pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-leadership(at)hub.xc.org > Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org Arsip e-Leadership: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip Situs Indo Lead: http://lead.sabda.org Facebook e-Leadership: http://fb.sabda.org/lead Twitter e-Leadership: http://twitter.com/sabdaleadership ______________________________________________________________________ Pimpinan Redaksi e-Leadership: Desi Rianto Redaksi e-Leadership: Sri Setyawati Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright (c) 2010 e-Leadership / YLSA -- http://www.ylsa.org Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ==================================**==================================
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |