Berekspresi pada Era Digital (II)
|
e-Penulis -- Edisi 204; 1 Agustus 2018
|
DARI REDAKSI
Pesan Adalah Esensi dari Ekspresi
Berekspresi pada era digital masih menjadi tema dalam edisi e-Penulis bulan ini. Jika melalui edisi bulan lalu kita dibekali tentang pentingnya membangun kesadaran menulis pada era digital, edisi kali ini akan membekali kita tentang bagaimana penulis Kristen berekspresi pada era digital. Sebagai penulis Kristen, kita memiliki tugas untuk menyampaikan kebenaran sejati kepada banyak orang melalui tulisan-tulisan kita. Pesan yang ingin kita sampaikan kepada pembaca menjadi esensi dari ekspresi yang muncul dalam tulisan kita. Marilah kita merespons talenta yang telah Tuhan berikan ini dengan penuh tanggung jawab.
Selain itu, wawasan kita tentang tokoh-tokoh penulis dunia juga akan diperluas, dan kali ini kita akan mengenal lebih dalam tokoh sastrawan Inggris, Robert Louis Stevenson. Bacalah biografinya dengan saksama dan petiklah hal baik dari perjuangan semasa hidupnya. Pada bagian akhir, sebuah resensi dari buku So You're About to be A Teenager juga akan menambah referensi kita tentang buku-buku bertema remaja. Selamat membaca sajian e-Penulis ini.
Tidak lupa, kami mengucapkan Selamat Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-73. Kiranya belas kasih dan kebaikan Tuhan Yesus senantiasa tercurah bagi bangsa ini. Tuhan Yesus memberkati.
|
TIP
Berekspresi pada Era Digital
Ditulis oleh: Santi T.
Setiap orang memiliki kebutuhan untuk mengekspresikan dirinya, baik secara verbal (percakapan), melalui seni, olahraga, maupun tulisan. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai jenis seni, olahraga, peristiwa yang pernah aktual, bahkan berbagai genre karya tulis yang bisa kita nikmati hingga saat ini. Namun, kita perlu mengetahui, mengapa setiap orang memiliki kebutuhan untuk mengekspresikan dirinya.
1. Untuk menunjukkan siapa kita.
Setiap orang ingin diakui keberadaannya. Mereka ingin dikenal oleh orang lain. Dengan mengekspresikan dirinya, baik melalui tindakan maupun perkataan, seseorang berharap bisa menunjukkan siapa dirinya, dan diterima oleh orang lain.
2. Untuk menunjukkan bahwa masing-masing kita adalah unik.
Tuhan menciptakan kita sebagai pribadi yang unik. Setiap orang memiliki perbedaan dan keunikannya masing-masing, dan mereka memiliki kebutuhan untuk menunjukkan hal itu kepada orang lain.
3. Untuk menunjukkan bahwa kita memiliki "suara".
Dalam hidup berdampingan dengan orang lain, seseorang memiliki kebutuhan untuk menyampaikan pemikiran/gagasannya. Setiap orang memiliki "suara" untuk didengar dan pemikiran untuk dipertimbangkan, yang kesemuanya itu mengandung pesan untuk disampaikan kepada orang lain.
4. Untuk berbagi berkat Tuhan.
Setiap orang bisa menjadi saluran berkat Tuhan ketika dia bisa mengekspresikan dirinya dengan benar. Keberadaan seseorang sebagai makhluk pribadi dan sosial bisa dipakai oleh Tuhan untuk membagikan sesuatu yang tidak hanya berguna bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang lain, bahkan untuk kemuliaan Tuhan.
Setiap orang bisa mengekspresikan dirinya dengan banyak cara. Namun, yang terpenting dari hal ini adalah esensi dari ekspresi itu sendiri, yaitu pesan yang ingin disampaikan. Setiap orang ingin mengekspresikan dirinya karena memiliki pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain.
Saat ini, kita hidup pada era digital dengan perkembangan teknologi yang sudah sangat maju. Akses bagi seseorang untuk bisa mengekspresikan dirinya sangat terbuka lebar, mudah dilakukan, dan divergen. Media/alat yang bisa digunakan untuk mengekspresikan diri pun sangat beragam. Tidak hanya media/alat tertentu, kombinasi dan integrasi dari beberapa media, yang kita sebut sebagai multimedia, juga sudah tersedia untuk memenuhi kebutuhan ini. Lantas, bagaimana kita, sebagai penulis Kristen, bisa mengekspresikan diri dengan benar di tengah arus teknologi ini?
1. Hidup dalam terang firman Tuhan.
Firman Tuhan adalah satu-satunya dasar hidup orang percaya, dan kita percaya bahwa segala sesuatu yang tertulis di sana adalah kebenaran. Karena itu, penulis Kristen harus hidup dalam terang firman Tuhan supaya pesan-pesan yang akan dihasilkan bersumber dari hikmat dan tuntunan-Nya. Setiap tulisan yang kita hasilkan seharusnya merupakan ekspresi dari kebenaran-Nya.
2. Bersekutu dengan anak-anak Tuhan yang lain.
Pergaulan/komunitas yang kita ikuti memberi pengaruh yang cukup signifikan dalam banyak hal, seperti cara berpikir, kebiasaan, dan tujuan hidup. Penulis Kristen perlu bijaksana ketika bergabung dalam suatu komunitas. Pastikan bahwa kita bergabung dalam komunitas yang benar yang dapat membuat kita bertumbuh, baik dalam pengetahuan, keterampilan, maupun kerohanian. Selain itu, penulis Kristen perlu bersekutu dengan anak-anak Tuhan yang lain supaya dapat saling menguatkan dan membagikan hal-hal (pesan) baik di antara mereka.
3. Mengasah keterampilan membuat pesan.
Penulis yang baik adalah penulis yang selalu menghargai setiap proses berlatih menulis. Penulis yang sudah mumpuni pun tetap memerlukan latihan menulis supaya keterampilannya semakin terasah. Dengan demikian, setiap tulisan yang dia hasilkan semakin tajam dalam menyampaikan pesan. Hal ini juga berlaku bagi penulis Kristen. Melalui tulisan-tulisannya, penulis Kristen bisa membagikan dan menyebarluaskan pesan kebenaran (firman Tuhan) kepada pembacanya dengan sajian yang berkualitas.
4. Berkarya untuk menjadi saksi Tuhan.
Penulis Kristen adalah pembuat pesan. Apa pun genre tulisan yang kita tekuni, esensi dari ekspresi tulisan-tulisan kita adalah pesan yang dapat membangun dan membawa seseorang kepada kebenaran yang sejati. Jadilah saksi Tuhan melalui tulisan-tulisan yang kita hasilkan.
Audio: Bereskpresi pada Era Digital PPT: Bereskpresi pada Era Digital
|
Tokoh
Robert Louis Stevenson (1850 -- 1894)
Robert Louis Stevenson dilahirkan di Edinburg pada 13 November 1850, kemudian meninggal di Samoa pada 3 Desember 1894. Dia merupakan salah seorang sastrawan Inggris yang kesohor, dan dapat dikatakan sebagai pengarang petualang romantik pertama dalam dunia sastra Inggris dengan cerita-cerita yang mencekam. Kini, cerita-cerita itu menjadi karya klasik; beberapa di antaranya adalah Treasure Island (1881), Kidnapped (1886), dan Doctor Jekyll and Mr. Hyde. Karya-karya ini telah dibaca secara luas karena diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia. Stevenson banyak memengaruhi pengarang-pengarang dunia yang lahir kemudian, seperti Kipling dan Jack London. Dalam hal kepengarangannya itu, Stevenson memiliki keistimewaan -- dengan latar belakang orang tuanya yang ahli permesinan dan ketaatan keluarganya dalam bidang keagamaan. Kenyataan ini dia jalani hingga akhir hayatnya di Samoa.
Dia mendapat pendidikan di bidang hukum di Universitas Edinburg, tetapi bakat sastranya membawanya lebih suka mengembara dan menjalani gaya hidup kaum Bohemia. Meskipun pendidikannya menjadikannya seorang pengacara, dia justru lebih menyukai perjalanan. Pengalamannya mengembara ke berbagai belahan dunia dia tuangkan dalam sejumlah karya, di antaranya An Inland Voyage (1878), Travels with a Donkey in the Cevennes (1879), Across the Plains (1892), dan The Amateur Emigrant (1895).
Pada 1881, dia menulis Treasure Island (Pulau Harta) sebagai serial untuk anak-anak dengan judul The Sea-Cook. Buku ini selesai ditulis di Davos, Swiss. Kemudian, dia mulai lagi dengan A Child's Garden of Verses di Francis (1885), sedangkan Doctor Jekyll and Mr. Hyde dia tulis di Inggris setelah kembali dari Amerika pada 1887. Pada 1889, dia menulis roman sejarah berjudul The Master of Ballantrae yang mengambil latar Skotlandia, dengan alam indah dan unik dipadu dengan gaya khas bercerita Stevenson yang penuh petualangan.
Bersama istrinya, Stevenson berlayar dari San Fransisco ke pulau-pulau di selatan Lautan Teduh pada 1888. Dia menemukan daerah yang menyedihkan karena penduduknya menderita berbagai jenis penyakit tropis. Dia melewati Pulau Marquesas, Honolulu, dan tiba di Samoa. Pulau terakhir yang dia kunjungi ini menjadi tempat tinggal terakhir bagi pengarang petualang ini. Perjalanannya itu dia tulis dalam buku A Footnote to History (1892), In the South Seas (1896), dan Weir of Hemiston (1896); dua di antaranya terbit setelah dia meninggal dunia.
Mungkin, pembaca masa kini menganggap cerita-cerita Stevenson sebagai cerita anak-anak dan remaja saja, tetapi dalam cerita-cerita petualangannya yang luar biasa itu tersimpan imajinasi dan ide-ide besar dan hebat. Ada cerita yang bersifat alegori dengan penekanan pada persoalan psikologi, dan ada cerita yang melukiskan pandangan hidupnya sebagai warga negara dan insan Tuhan. Sesungguhnya, cerita-cerita Stevenson merupakan gambaran nyata dari simbol petualangan manusia di muka bumi ini, sebagaimana yang dia lukiskan dalam cerita-cerita yang kadang kala tidak rasional.
Pada dasarnya, hidup ini memang tidak terpahami karena ada hal-hal tertentu yang tidak terduga, tetapi hal itulah yang justru terjadi dan dialami umat manusia. Dalam akhir hidupnya di Samoa, dia amat religius, ditandai dengan tidak pernah absennya dia untuk berdoa. Salah satu baris doanya yang diterjemahkan Ir. Ho Kie Liang (Ragi Buana, No. 35, Desember 1966) melukiskan keyakinan imannya dan suasana hatinya, seperti berikut ini, "Berilah kami keberanian dan keriangan dan pikiran damai agar kawan-kawan kami tetap bersahabat dengan kami, dan musuh-musuh kami lunak kepada kami. Karuniakanlah kepada kami bila itu menjadi kehendak-Mu. Namun, bila itu tidak menjadi kehendak-Mu, berilah kami kekuatan untuk menghadapi apa yang akan terjadi, supaya kami perkasa dalam bahaya, tawakal dalam kemalangan, tenang dalam kemurkaan dan dalam semua perubahan peruntungan, hingga di pintu kematian; setia dan saling mengasihi."
Doa-doa ini merupakan bagian dari kebiasaan yang dia lakukan bersama masyarakat Samoa. Dia sering menulis doa-doa yang indah untuk masyarakat setempat, dan doa-doa itu mereka ucapkan setiap hari layaknya renungan harian. Terdapat petikan fragmen cerita pendeknya yang berjudul Pulau Kecil, yang diterjemahkan oleh Sardjoeningtias (S. Vestdijk, Laut Punya Cerita, Jakarta: Hasta Mitra, 1983, hlm. 91-93). Cerita ini mengisahkan petualangan tentang laut dan manusia pulau yang menampilkan keunikan dan ketegangan watak manusia serta latar tempat.
Diambil dari: |
Judul buku |
: |
Tokoh-Tokoh Cerita Pendek Dunia |
Judul artikel |
: |
Robert Louis Stevenson (1850 -- 1894) |
Penulis |
: |
Korrie Layun Rampan |
Penerbit |
: |
PT. Grasindo |
Halaman |
: |
75 -- 78 |
|
RESENSI BUKU
So You're About to be a Teenager
|
Judul buku
:
So You're About to be a Teenager
Judul asli
:
So You're About to be a Teenager
Penulis/Penyusun
:
Dennis & Barbara Rainey with Samuel & Rebecca Rainey
Penerbit
:
Thomas Nelson Publishers
Ukuran buku
:
21,3 x 13,7 cm
|
Samuel dan Rebecca adalah anak dari Dennis dan Barbara Rainey. Saat remaja, Samuel dan Rebecca Rainey banyak mengalami hal baru yang membuat mereka banyak berpikir bagaimana harus bersikap. Isu-isu yang timbul saat remaja, seperti pergaulan, pacaran, dan perubahan fisik membuat mereka mengalami tekanan-tekanan dari lingkungan sekitar. Mereka tidak tahu siapa diri mereka, bagaimana harus bertindak, dan apa yang harus diperbuat pada situasi tertentu. Menjadi remaja bukanlah hal yang mudah bagi Samuel dan Rebecca, dan seperti seorang remaja pada umumnya, mereka ingin diakui oleh lingkungan pertemanan mereka. Namun, banyak hal tidak benar yang membuat Samuel dan Rebecca benar-benar tidak tahu apa yang seharusnya mereka perbuat. Dennis dan Barbara Rainey mencoba memberikan pengertian sebagai orang tua dengan menggunakan banyak contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari yang konsepnya menarik dan mudah dimengerti oleh anak-anak remaja.
Apa yang dialami Samuel dan Rebecca Rainey mungkin juga banyak dialami oleh remaja-remaja saat ini. Buku ini ditujukan bagi anak-anak yang belum memasuki masa remaja supaya mereka dapat memiliki gambaran bagaimana harus bertindak ketika mengalami peristiwa-peristiwa tertentu. Ada empat sudut pandang yang diberikan oleh buku ini, mulai dari sudut pandang anak remaja laki-laki, sudut pandang anak remaja perempuan, hingga sudut pandang orang tua. Di bagian akhir setiap bab, juga dilampirkan ayat Alkitab, pertanyaan, dan doa yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan.
Karena menggunakan bahasa sehari-hari yang interaktif, buku ini sangat cocok dibaca oleh anak-anak remaja dan orang tua yang memiliki anak remaja. Meskipun terlihat tebal dan kurang atraktif, isi buku ini sangatlah menarik. Alurnya sangat baik sehingga dapat membawa pembaca untuk semakin antusias membaca buku ini sampai selesai. Penyajiannya pun menggunakan beberapa perspektif sehingga buku ini direkomendasikan untuk dimiliki oleh keluarga. Sebagai pembaca, saya belajar untuk lebih bijaksana dalam merespons anak-anak remaja, terutama ketika saya melayani mereka.
Peresensi: Manda
|
|