Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2023/03/07 |
|
Selasa, 7 Maret 2023 (Minggu Pra-Paskah 2)
|
|
Ada banyak sekali ironi yang bisa kita temukan di dalam dunia ini. Misalnya, membela demokrasi dengan cara-cara yang tidak demokratis, melawan kekerasaan lewat cara kekerasan, dan masih banyak lagi lainnya. Ironi seperti inilah yang juga dilakukan oleh Bildad. Dia mencoba membela keadilan Allah, tetapi melakukannya dengan cara yang tidak adil. Pada dasarnya argumen Bildad untuk membela keadilan Allah tidak salah. Bildad berargumen bahwa Allah pasti adil, pasti akan membela orang benar, dan tidak akan menghukum orang saleh (3-7, 20). Prinsip umum yang disampaikan Bildad dapat diterima. Namun, yang bermasalah adalah konteks situasi di mana ia berbicara. Dari argumennya, ia beranggapan bahwa Ayub pasti bukanlah orang benar dan penderitaan yang dialami oleh Ayub merupakan hukuman Allah. Dalam upaya membela keadilan Allah, Bildad justru melakukan dua tindakan yang tidak adil. Pertama, ketidakadilan terhadap Allah. Bildad tidak adil ketika menilai bahwa Allah itu sangat kaku dan statis. Kalau orang berbuat baik, ia pasti diberkati dan tidak akan hidup susah; sebaliknya, kalau orang berbuat jahat, ia pasti dihukum dengan penderitaan. Padahal, kenyataannya orang yang berbuat jahat tidak mendapat celaka dan orang yang berbuat baik justru ditimpa celaka. Hal itu tidak menandakan bahwa Allah tidak adil, melainkan fakta bahwa jalan Tuhan tidak terselami dan rancangan-Nya melampaui akal manusia. Kedua, ketidakadilan terhadap Ayub. Bildad tidak adil karena menuduh bahwa Ayub tidak mendengarkan ajaran (8-10) dan menaruh percaya kepada hal lain selain Allah (13-15). Tanpa berempati terhadap penderitaan Ayub-sama seperti Elifas-ia menuduh Ayub telah berbuat dosa. Berhati-hatilah dalam menilai Allah, diri, dan sesama. Jangan sampai kita jatuh ke dalam kesombongan rohani seakan-akan kita sudah mengerti Allah sehingga dengan mudah kita menghakimi orang lain. Dengan rendah hati kita perlu mengakui bahwa pengertian kita terbatas, supaya kita dapat melihat pergumulan orang lain dengan penuh empati. [ABL]
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |