Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2014/03/10 |
|
Senin, 10 Maret 2014
|
|
Judul: Kekudusan makanan Lebih tepat jika kita melihat bahwa ayat 3-4 membicarakan binatang yang disembelih untuk dijadikan makanan. Lagi pula diatur di Taurat, persembahan kurban keselamatan itu untuk dinikmati oleh orang dan keluarga yang mempersembahkannya (5; lih. 7:15, 19). Ketika orang pada dunia kuno menyembelih binatang untuk makanan mereka, biasanya mereka mempersembahkan binatang tersebut kepada para allah mereka. Dalam konteks inilah Allah juga mewajibkan umat-Nya untuk membawa binatang yang disembelih untuk makanan untuk dibawa ke Kemah Pertemuan untuk dipersembahkan kepada Allah, untuk mencegah mereka mempersembahkannya kepada yang bukan Allah sejati (7). Umat juga dilarang memakan darah karena nyawa mahluk ada di dalam darahnya, dan darah akan dipakai untuk mengadakan pendamaian (11). Binatang yang disembelih harus dicurahkan darahnya supaya tidak ada darah yang tertinggal (13). Orang yang memakan bangkai binatang (yang mati bukan karena disembelih sehingga darahnya tidak dicurahkan) akan menjadi najis (15). Alkitab melihat bahwa setiap aspek dalam hidup kita, termasuk soal makanan, adalah masalah iman. Paulus mengatakan "barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, harena ia tidak melakukannya berdasarkan iman. Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa" (Rm. 14:23). Apakah kita mempersembahkan apa yang kita makan kepada Tuhan? Apakah kita menjaga apa yang kita makan? Jangan menganggap makanan sebagai sesuatu hal yang sepele, karena bicara tentang makanan berarti juga berbicara masalah kekudusan. Diskusi renungan ini di Facebook:
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |