Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2022/04/16 |
|
Sabtu, 16 April 2022 (Sabtu Teduh)
|
|
Jadi pahlawan, siapa menolak? Ada banyak aspek dalam kehidupan yang memungkinkan seseorang menjadi pahlawan. Lazimnya, orang disebut sebagai pahlawan karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Bacaan kita hari ini menampilkan Yusuf dari Arimatea-seorang yang baik lagi benar yang juga anggota Majelis Besar-yang tidak setuju dengan tindakan dan putusan Majelis terhadap Yesus (50). Ketidaksetujuannya tentu merupakan hal yang biasa terjadi dalam sebuah lembaga. Pertanyaannya adalah bila ia tak setuju dengan keputusan majelis, apa yang akan ia lakukan untuk membatalkan keputusan itu? Tidak ada catatan tentang hal tersebut, baik tentang ketidaksetujuannya maupun sikap selanjutnya. Nama Yusuf dari Arimatea muncul setelah Yesus disalibkan. Ia datang kepada Pilatus untuk meminta agar mayat Yesus diturunkan sebelum hari Sabat. Ia juga memberikan pekuburan bagi Yesus di tempatnya. Ini sebuah tindakan filantropis yang tentu saja sangat menggugah hati orang-orang yang sedang berduka (52-54). Secara sederhana, Yusuf dapat disebut sebagai pahlawan karena tindakan baik yang dilakukannya setelah peristiwa penyaliban Yesus. Ia berani tampil sebagai orang yang ada di dalam kelompok Yesus yang dituduh sebagai penjahat. Sayangnya, tindakan kepahlawanannya tak berdampak terlalu besar. Ia melakukan tindakan baiknya ketika situasinya boleh dibilang sudah aman, setelah Yesus selesai disalibkan dan mati. Berbuat baik kepada orang lain, bahkan kepada setiap makhluk, adalah keniscayaan. Berbuat baik selalu ada risiko. Apalagi, bila perbuatan baik itu menyangkut keselamatan nyawa orang lain. Risikonya bisa membuat kita juga kehilangan nyawa. Namun, bila kita menyadari bahwa risiko itu sebanding, maka kita harus bersedia untuk mengambil risiko tersebut; bukan untuk mendapat pujian atau gelar pahlawan, melainkan karena sadar bahwa itu adalah panggilan Tuhan yang harus dikerjakan. [JCP] Baca Gali Alkitab 7 Manusia memang sering memarginalkan sesamanya, entah itu pribadi atau kelompok-kelompok tertentu. Pribadi atau kelompok yang paling sering mendapat perlakuan demikian adalah kaum perempuan. Mereka sering tidak dianggap, baik itu suara atau bahkan keberadaan mereka sendiri sebagai manusia seutuhnya. Perlakuan-perlakuan yang merendahkan harkat dan derajat manusia pun sering mereka terima. Itulah yang terjadi dalam nas ini, di mana kaum perempuan yang membawa berita tentang kebangkitan Yesus tidak dipercayai oleh satu pun dari para murid. Pada masa itu, memang perempuan dianggap sebagai warga kelas dua yang tidak mendapat penghargaan atau kedudukan yang sama dengan laki-laki. Apa saja yang Anda baca? Apa pesan yang Allah sampaikan kepada Anda? Apa respons Anda? Pokok Doa:
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |