Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2014/05/02 |
|
Jumat, 2 Mei 2014
|
|
Judul: Merespons anugerah dan janji Hal serupa terulang di Bet-Semes. Mula-mula penduduk kota itu bersukacita karena tabut itu kembali ke tengah umat Tuhan. Beberapa orang dari suku Lewi pun berinisiatif menyambutnya dengan menyelenggarakan persembahan kurban. Ternyata kehadiran tabut tersebut menjadi bencana buat sebagian penduduk yang mencoba melihatnya (19). Sangat mungkin orang-orang ini dengan pemahaman yang keliru memperlakukan tabut itu sebagai berhala untuk disembah atau untuk dijadikan jimat! Kalau itu terjadi di tengah bangsa yang tidak mengenal Allah, memang tidak heran. Seperti di perikop hari ini, orang-orang Filistin setelah berkonsultasi dengan para dukun mereka lalu memulangkan tabut tersebut ke negeri Israel. Mereka juga memberikan upeti atau sesajen agar Yahweh jangan menulahi mereka, seperti yang pernah orang Mesir alami dulu (6). Paling tidak mereka tidak berani lagi sembarangan memperlakukan tabut tersebut. Menjadi umat Allah memang merupakan anugerah, apalagi diteguhkan dengan perjanjian. Tidak berarti karena sudah beroleh anugerah, lalu umat Tuhan bisa hidup sembarangan. Anugerah dan perjanjian menuntut hidup umat serasi dengan Allah. Baik serasi dalam pengenalan maupun dalam tindakan Di dalam zaman kita hidup sekarang, kita dapat merasakan kehadiran Allah yang sejati, di dalam Kristus. Tuhan Yesus adalah anugerah Allah bagi kita untuk masuk ke dalam ikatan perjanjian dengan Allah, yaitu keselamatan kekal. Apakah kita sudah hidup serasi dengan anugerah dan perjanjian kudus tersebut? Diskusi renungan ini di Facebook:
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |