Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2019/06/15 |
|
Sabtu, 15 Juni 2019 (Minggu ke-1 sesudah Pentakosta)
|
|
Teologi kemakmuran sempat populer beberapa waktu lalu. Banyak gereja di Indonesia secara terang-terangan menganutnya. Ajaran ini memercayai jika kita mengikut Yesus, hidup kita akan makmur dan penuh kelimpahan. Teologi ini juga meyakini bahwa orang percaya tidak akan mengalami kesulitan atau kesukaran hidup. Pada dasarnya, Injil tidak sepenuhnya berkata demikian. Ketika firman Tuhan diberitakan, setiap orang merespons dengan cara yang berbeda. Kelompok pertama adalah orang-orang yang menolak Tuhan. Kelompok ini digambarkan sebagai ”tanah pinggir jalan” dan ”tanah yang berbatu-batu” (12-13). Benih yang jatuh pada kedua jenis tanah ini sama-sama tidak berakar dan tidak menghasilkan buah Kelompok selanjutnya adalah mereka yang bertumbuh dan berbuah. Kelompok ini digambarkan dengan ”tanah yang bersemak duri” dan “tanah yang baik” (14-15). Buah yang dihasilkan kedua tanah ini berbeda. Tanah yang bersemak duri menghasilkan buah yang tidak matang karena kekhawatiran, kekayaan, dan kenikmatan hidup datang menghimpitnya (semak duri). Kekayaan adalah berkat Tuhan, namun fokus mengejarnya hanya akan menghambat pertumbuhan. Jadinya, harta bukan lagi berkat, tetapi telah berubah menjadi kutukan. Tuhan ingin agar kita bertumbuh. Ia tidak mau harta dan kekayaan mengalihkan fokus pertumbuhan itu. Ia mau supaya kita memiliki hati yang mulia dan penuh kebajikan. Dengan demikian, kehidupan kita bisa menghasilkan buah kesetiaan dan ketekunan. Namun, kita harus tetap seimbang. Kekristenan tidak anti pada kekayaan; juga tidak memuja kemiskinan. Kita hanya perlu menjaga hati. Jika hati banyak dipenuhi semak berduri, kita akan mudah diseret pada nafsu kekayaan dunia. Tuhan tidak ingin orientasi hidup kita terisap hanya untuk mengejar kekayaan. Oleh karena itulah, kita wajib meminta kekuatan dan anugerah-Nya agar mencabut semak duri jika tumbuh di hati kita. Doa: Tuhan, potonglah semak duri di hati kami supaya kami dapat berbuah. [JN] Baca Gali Alkitab 7 Aristoteles, seorang filsuf Yunani, pernah mengatakan, ”Perempuan adalah laki-laki yang tak sempurna.” Pernyataan ini mengasumsikan bahwa laki-laki lebih superior dari perempuan dan standar dari kesempurnaan. Aristoteles hidup pada era patriarki. Oleh karena itu, pernyataan tersebut mungkin tidak menjadi masalah serius bagi mereka. Dahulu, perempuan memang dipandang sebagai properti. Dengan kata lain, ia menjadi setara dengan benda. Itu sama artinya perempuan tidak dianggap sebagai manusia. Apakah Alkitab mempunyai pandangan yang serupa seperti Aristoteles? Apakah Yesus juga memandang rendah perempuan? Apa saja yang Anda baca? Apa pesan yang Allah sampaikan kepada Anda? Apa respons Anda? Pokok Doa:
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |