Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2017/06/29 |
|
Kamis, 29 Juni 2017 (Minggu ke-3 sesudah Pentakosta)
|
|
Keputusan yang sulit telah diambil. Pengakuan dosa dengan cara merendahkan diri, berkabung, dan berpuasa semakin memantapkan tekad. Langkah berikutnya tinggal melaksanakannya. Pengakuan dosa yang dilakukan Ezra di hadapan Tuhan mendapat respons dari umat Israel. Bersama dengan Ezra para pemuka dan umat ikut serta mengakui dosa mereka kepada Tuhan. Saat yang sama, mereka berjanji dan bertekad untuk hidup menurut Taurat Tuhan sebagai bentuk pertobatan nasional (1-4). Ezra didaulat oleh umat Israel untuk mengeksekusi kebijakan agar orang-orang Israel menjadi bangsa yang kudus di hadapan Tuhan (10-11, 19, 44). Langkah awal untuk pemurnian adalah memberikan pengumuman untuk pendataan kembali dan sanksi pengucilan apabila mangkir atau mengabaikan perintah tersebut (7-9). Langkah kedua adalah melakukan pengakuan dosa secara nasional kepada Tuhan, menceraikan istri mereka sebagai komitmen bersama untuk hidup dalam kekudusan (10-12). Langkah ketiga adalah dibentuk para pemimpin di setiap daerah untuk melakukan sidak, pendataan, gelar perkara dan bersidang. Bagi mereka yang melakukan kesalahan diwajibkan untuk melakukan ritual korban penebus salah. Tujuannya agar murka Allah surut atas bangsa Israel (13-17, 44). Hampir semua orang menerima kebijakan tersebut, kecuali beberapa orang yang menentang, yaitu Yonatan, Yahzeya, Mesulam, dan Sabetai (15). Tekad untuk hidup baru sebagai umat Allah diperkuat oleh tindakan tegas pelarangan kawin campur dengan bangsa lain. Ezra tidak menggunakan otoritas dan kekuasaannya sebagai alat pemaksaan kehendak. Ia menggunakan keteladanan moral untuk mengajar umat akan kesalahannya. Hal ini yang mendorong munculnya kesadaran baru. Revolusi mental sudah dilakukan Ezra. Keteladanannya dapat dijadikan inspirasi perubahan. Tekad untuk Indonesia Baru yang adil dan sejahtera dapat tercapai bila semua orang mau bersatu dalam keragaman. [YTP] Pengantar Kitab Nehemia Kitab Nehemia dimulai dengan cerita Hanani kepada Nehemian bin Hakhalya mengenai keadaan orang Yahudi yang telah pulang dari pembuangan dan tembok Yerusalem yang masih berantakan (Neh. 1:3). Cerita Hanani itulah yang membuat Nehemia, Sang Juru Minuman Raja Artahsasta, bertekad untuk membangun kembali tembok Yerusalem. Nehemia agaknya memahami bahwa persoalan pembangunan tembok bukanlah persoalan fisik belaka. Pembangungan tembok juga merupakan persoalan spiritual, sehingga Nehemia pun melibatkan Allah dalam upaya tersebut melalui doa (Neh. 1:4-11). Doa menjadi senjata strategis bagi Nehemia, apalagi pada waktu itu dia bukanlah manusia bebas. Meski menjadi orang kepercayaan raja, dengan pangkat yang cukup tinggi, Nehemia tetaplah berada di bawah kuasa raja. Doa Nehemia pun terkabul, Raja Artahsasta mengutusnya sebagai utusan raja untuk membangun tembok Yerusalem. Pembangunan tembok ternyata tidak berjalan mulus. Nehemia bersama umat harus membangun tembok dalam keadaan bersiaga guna menghadapi serangan musuh (Neh. 4). Nehemia selalu mengingatkan umat Israel bahwa Allah berada di pihak mereka. Demikianlah cara tembok itu dibangun. Sejak awal Nehemia sadar bahwa pembangunan tembok bukanlah persoalan fisik saja, tetapi juga menyangkut hal rohani. Karena itulah, melalui kerja sama dengan Ezra, ahli kitab itu, Nehemia berupaya mendorong dan memampukan umat untuk memercayakan diri mereka sepenuhnya kepada Allah (Neh. 8:1—10:39). Dan semua itu dimulai dengan pertobatan nasional—mengakui dosa mereka dan kesalahan nenek moyang mereka. Kitab Nehemia diakhiri dengan kisah bagaimana Nehemia tetap setia dan teguh dalam memegang hukum Allah. Misalnya: Nehemia mengingatkan umat akan kewajiban mereka memberikan sumbangan bagi orang-orang Lewi (Neh. 13:10-13); juga pengudusan terhadap hari Sabat (Neh. 13:15-18). Nehemia berkali-kali berpesan bahwa kekudusan hidup umat Allah merupakan keniscayaan karena mereka adalah umat Allah. Dan karena tidak menjaga kekudusan hiduplah umat Israel dibuang ke Babel. Pesan yang masih relevan hingga hari ini.
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |