Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2014/07/06 |
|
Minggu, 6 Juli 2014
|
|
Judul: Merespons penderitaan secara berbeda Tidak demikian dengan umat Israel saat dalam pembuangan di Babel. Mereka hanya bisa menangis dengan hati remuk redam penuh kepedihan saat mereka jauh dari Yerusalem, kota suci yang mereka yakini sebagai tanda penyertaan Tuhan, dan saat mereka menyadari tidak mungkin beribadah di bait Allah karena sudah dihancurkan oleh musuh. Hati bertambah sakit karena musuh mengejek mereka dengan menyuruh menyanyikan lagu-lagu sukacita mengenai Sion. Ejekan itu seolah mau berkata, di mana Allahmu, di mana kemegahan ibadahmu? (bdk. Mzm. 42:4, 11). Hanya saat mereka mengakui keberdosaan mereka dan menerima cara Allah dalam mendisiplin mereka, barulah mazmur keluhan ini bisa bernada lebih positif, nada pengharapan. Pengharapan bahwa Yerusalem satu hari kelak akan menjadi kembali tempat beribadah kepada Tuhan (5-6). Pengharapan bahwa Allah yang adil akan membalaskan kejahatan musuh setimpal (7-8). Dalam terang kasih Kristus, memang tidak mudah untuk memahami bagaimana pemazmur mewakili umat yang sedang menderita bisa meminta pembalasan kejam terhadap para musuh. Satu hal yang pasti, bahwa di dalam Kristus semua penghukuman atas dosa sudah ditimpakan ke atas-Nya. Kita tidak perlu berdoa seperti pemazmur untuk pembalasan. Sebaliknya kita bisa berdoa memohonkan belas kasih Allah, yang sedang kita alami dalam wujud pendisiplinan rohani, bagi para musuh. Mereka pun membutuhkan kasih-Nya agar dapat diselamatkan! Diskusi renungan ini di Facebook:
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |