Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2020/07/17 |
|
Jumat, 17 Juli 2020 (Minggu ke-6 sesudah Pentakosta)
|
|
Hidup di zaman milenial ini bisa membawa manusia ke atas puncak kenikmatan dan kesenangan. Materi, sarana, fasilitas, hiburan, makanan, dan berbagai kemudahan lainnya dapat memuaskan manusia. Namun, jika jujur, seirama dengan kemajuan zaman, kita semakin kehilangan kedamaian. Kita kian sulit menemukan suasana hidup yang tenang. Udara penuh dengan polusi, jalanan semakin macet di mana-mana, dan ragam kejahatan pun kian canggih seiring majunya kepandaian manusia. Perjumpaan bangsa Israel dengan bangsa-bangsa di tanah Kanaan bisa kita katakan sebagai bagian dari "modernitas" pada masa itu. Semula mereka adalah bangsa nomaden yang tidak memiliki tanah air. Bisa dipastikan, mereka tidak sempat membangun peradaban yang mapan. Namun, setelah menetap di Kanaan, mereka menemukan tanah air sebagai pijakan peradaban dan masa depan. Mereka terlibat dalam dinamika ekonomi, pasar, sosial, budaya, dan aspek-aspek kehidupan yang lain. Mereka juga kawin dengan bangsa-bangsa di Kanaan. Singkat kata, mereka saling membentuk dan memengaruhi. Namun, dampak perubahan selalu berwajah dua. Ada yang positif dan memberkati, tetapi ada juga yang negatif dan merusak diri. Untuk mengantisipasi dampak seperti itu, kita perlu meneguhkan hati dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Perjumpaan dengan pihak lain adalah keniscayaan dan merupakan bagian dari sisi sosial kemanusiaan kita. Kita tidak akan mungkin hidup terasing dari orang lain. Dalam pergaulan, selayaknya kita justru berkontribusi untuk membawa perubahan positif. Sepak terjang kita semestinya membangun kehidupan, kasih, keadilan, kerukunan, kesetiakawanan, dan saling menolong. Semua itu akan terwujud jika fondasi hidup kita adalah firman Tuhan dan hidup kita hanya berpusat kepada-Nya. Biarlah Tuhan bekerja membentuk diri kita agar bisa memberi pengaruh positif bagi dunia ini. Kita mesti berjaga-jaga terhadap tantangan iman di masa kini. Kita mesti bijak dalam menghayati kasih Allah. [KAP]
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |