Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2009/07/24 |
|
Jumat, 24 Juli 2009
|
|
Judul: Penginjilan secara utuh Petrus dan Yohanes, yang datang kemudian, menumpangkan tangan atas orang-orang Samaria agar mereka beroleh Roh Kudus (ayat 15-17). Melihat hal itu, Simon tertarik untuk memperoleh kuasa yang mereka miliki. Ia ingin bisa melakuan apa yang mereka lakukan. Ia malah bersedia membeli kuasa itu. Mungkin ini aneh buat kita. Namun kalau kita perhatikan latar belakang Simon, sebenarnya hal itu tidak mengejutkan. Sebab bisa saja sebelumnya ia harus keluar uang untuk belajar ilmu sihir. Jadi ia mengira bahwa ia perlu membayar kedua rasul agar dapat memiliki "ilmu ajaib" itu. Masalahnya, ia tidak paham bahwa kekristenan dan sihir adalah dua dunia yang berbeda, bagai terang dan gelap. Maka teguran keraslah yang kemudian ia terima dari Petrus (ayat 20-23). Bagi Petrus, ini masalah serius. Permintaan Simon menunjukkan kesalahpahaman konsep Kristen bahwa kuasa yang dimiliki para rasul untuk melayani merupakan anugerah. Bukan dibeli dan sebaliknya, tidak dapat dibeli. Pertobatan Simon ternyata belum membersihkan konsep-konsep yang berlawanan dengan ajaran Kristen. Ia masih berpikir seperti ketika ia masih menjadi tukang sihir. Ini menjadi pelajaran bagi gereja dalam mengabarkan Injil. Perlu dengan jelas dipahami bahwa pertobatan seharusnya merupakan perubahan radikal. Bukan hanya tingkah laku, tetapi juga konsep dan pola pikir. Maka bila seluruh kebenaran Injil tidak dapat disampaikan dalam suatu KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani), gereja harus bertanggung jawab untuk mengupayakan tindak lanjut agar para petobat baru dapat dibina hingga iman mereka bertumbuh.
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |