Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2015/07/28 |
|
Selasa, 28 Juli 2015
|
|
Judul: Ketaatan Seorang Hamba Namun demikian, Elia tetap menemui Ahab. Elia menyadari keberadaan dirinya sebagai hamba Allah. Hamba harus tunduk pada perintah tuannya. Dia tidak boleh -dengan alasan apa pun- menuruti kemauannya sendiri. Jika semaunya sendiri, dia telah menjadi hamba dirinya sendiri dan bukan hamba Tuhan lagi. Pertemuan Elia dengan Ahab berlangsung cepat. Memang tidak perlu berlama-lama. Berlama-lama dengan orang yang bisa melakukan segala sesuatu dan tidak takut pada apa pun adalah tindakan konyol, bisa-bisa malah ditangkap atau dibunuh. Lagi pula, pertemuan itu memang bukan negosiasi. Tidak. Elia diminta Allah untuk menyampaikan pesan. Dan setelah itu Elia pun taat ketika diperintahkan Tuhan ke Sungai Kerit. Sebagai hamba memang hanya perlu taat. Ketaatan Elia berbuah. Tuhan memelihara dia selama musim kering itu. Elia pun pasrah menanti makanan, daging dan roti, yang dibawa seekor gagak. Mengapa gagak dan bukan merpati? Di beberapa kebudayaan, burung gagak kerap dikaitkan dengan sesuatu yang buruk. Di Eropa, gagak dipercaya sebagai burung peliharaan penyihir. Di Indonesia gagak di hutan dianggap dapat menjadi pertanda prahara. Namun, di antara unggas, gagak diketahui mempunyai tingkat kecerdasan tinggi dan juga terampil dalam mencuri. Tetapi, yang menarik burung gagaklah yang setia menyediakan makan bagi Elia pada waktu pagi dan petang. Kalau Tuhan mau, Dia bisa menggunakan siapa saja untuk melaksanakan karya-Nya, juga seekor gagak. Kuncinya hanya taat kepada-Nya. Itu saja!
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |