Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2012/08/20 |
|
Senin, 20 Agustus 2012
|
|
Judul: Wasiat yang memperingatkan Secara kronologis, Ruben adalah putra Yakub yang pertama dari Lea (Kej. 29:32). Menurut adat Semitik kuno, dialah yang berhak mendapat kehormatan dan hak istimewa dalam warisan (bdk. Ul. 21:15-17). Namun seperti yang terjadi pada Esau, hak kesulungan ini dapat berpindah kepada adiknya (Kej. 25:29-34). Dalam kasus Ruben, hak itu hilang karena tidur dengan ibu tirinya -Bilha- hamba Rahel (Kej. 35:22). Bagaikan air yang berbual-bual tak terbendung, hawa nafsu Ruben menjerumuskannya ke tindakan yang mencemari kekudusan ranjang ayahnya (4; bdk. 1Taw. 5:1). Karena perbuatan itu, maka hak kesulungannya berpindah. Simeon dan Lewi, yang juga dilahirkan dari Lea, sama-sama memiliki watak keras dan bengis (5, 7). Dengan licik dan kejam mereka membantai laki-laki kota Sikhem sebagai pembalasan atas pemerkosaan yang dilakukan warga Sikhem terhadap Dina, saudara mereka (Kej. 34:25-29; bdk. 49:6). Akibatnya, kedua suku ini kelak terserak di antara suku-suku Israel lainnya. Suku Lewi akan melayani sebagai imam-imam (bdk. Ul. 10:8-9), sedangkan suku Simeon terserap ke dalam suku Yehuda dan hanya memperoleh tanah pusaka di tengah-tengah milik pusaka Yehuda (bdk. Yos. 19:1). Seperti yang kita pelajari dari hidup Ruben, berkat kepada umat Tuhan bukanlah hak alami yang tak terbatalkan. Lagi pula, seperti wasiat terakhir Yakub dalam bacaan kita, adakalanya teguran dan peringatan keras justru merupakan warisan yang amat berharga demi pembelajaran bagi kita dan generasi mendatang. Diskusi renungan ini di Facebook:
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |