Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2014/09/07 |
|
Minggu, 7 September 2014
|
|
Judul: Cinta sejati Meskipun status sosial berbeda, sang mempelai perempuan mungkin seorang dari kelas rakyat pekerja (6), sebaliknya sang kekasih adalah raja (4), hal ini tidak menghalangi hasrat cinta yang tulus bahkan bisa dikatakan sedikit posesif (3b; cemburu?), yaitu keinginan mencium serta menikmati keharuman badan sang kekasih, bahkan ingin segera memuncak pada paduan kasih di mahligai pernikahan. Hasrat yang begitu besar ini belum tercapai. Ada penghalang yang harus diterobos. Bayangkan gunjingan dari kalangan istana mengenai sang mempelai perempuan karena kerendahan status sosialnya (6). Dengan percaya diri, sang perempuan mengatakan dirinya cantik (5). Hitam kulitnya disebabkan oleh sinar matahari yang membakarnya justru menarik sang raja. Entah karena ‘hitam manis’, atau karena karakter pekerja kerasnya. Kerinduan sang perempuan diungkapkan lewat keinginannya mengenal lebih baik lagi sang kekasih, bukan dari luar saja, seperti ‘pengembara’ di antara teman-teman sang kekasih. Keberanian untuk menyatakan kerinduan ini akan dibalas oleh sang kekasih pada perikop selanjutnya. Di ayat delapan sang mempelai wanita seolah mendapatkan penguatan untuk tetap mencari. Cinta sejati tidak surut oleh tantangan, melainkan setia dan fokus pada panggilan mulia Allah pada pasangan yang diberkati-Nya. Diskusi renungan ini di Facebook:
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |