Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2022/09/10 |
|
Sabtu, 10 September 2022 (Minggu ke-13 sesudah Pentakosta)
|
|
Jemaat di Efesus menerima pujian karena pekerjaan, jerih payah, ketekunan, kesediaan mereka menolak yang jahat, dan kesabaran mereka (2-3). Namun, mereka disebut telah meninggalkan kasih mereka yang semula (4). Mereka pun dicela dan diperintahkan untuk bertobat (4-5). Jemaat di Efesus yang dianggap telah meninggalkan kasih semula mereka itu mendapat teguran yang mencela bahwa mereka telah jatuh sangat dalam (5). Bisa jadi mereka sudah begitu jauh meninggalkan kasih mula-mula mereka sampai-sampai mereka mendapat peringatan bahwa apabila mereka tidak bertobat, kaki dian mereka akan diambil dari tempatnya (5). Apakah mereka sendiri tidak menyadari apa yang mereka lakukan? Hal ini terkesan aneh. Bagaimana bisa perbuatan baik dan setia disebut dilakukan tanpa kasih? Bukankah kasih adalah daya pendorong bagi seseorang untuk melakukan perbuatan baik dan setia? Sebenarnya, hal demikian bisa saja terjadi. Sangat mungkin orang melakukan kebaikan bukan berdasarkan kasih, melainkan karena merasa terpaksa atau berada di bawah ancaman. Bisa pula perbuatan baik itu dilakukan sekadar karena kewajiban. Selain itu, bisa saja perbuatan baik itu dilakukan sebagai sebuah kebiasaan. Karena sudah rutin, perbuatan baik itu terus dilakukan tanpa adanya kasih. Jadi, orang berbuat baik secara mekanis seperti mesin. Mereka tak tahu lagi alasan dan makna dari perbuatan baiknya. Teguran keras kepada jemaat di Efesus kiranya juga menjadi teguran bagi kita sekalian. Berbuat hal yang baik adalah sebuah norma universal. Orang dituntut berbuat baik agar dapat diterima dalam pergaulan dan relasi yang lain. Namun, sungguh, orang pun bisa jatuh pada perbuatan baik yang tidak tulus dan tidak didasarkan kasih. Karena tuntutan sosial dan kebiasaan, orang melakukan kebaikan secara mekanis. Mari kita gali ulang kasih di dalam diri kita. Mari mengasihi sedemikian rupa sehingga kita berbuat baik karena dorongan kasih. Mari kembali kepada kasih kita yang semula: kasih kepada Allah dan sesama; dua hukum yang terutama. [KRS] Baca Gali Alkitab 2 Dalam surat ini, jemaat Efesus dipuji karena mereka adalah jemaat yang kuat dan giat di dalam pelayanan. Mereka dikenal sebagai jemaat yang rajin, tekun, memiliki pengajaran yang sehat dan kemampuan untuk membedakan ajaran sesat dan nabi-nabi palsu, serta kemampuan mereka bertahan di dalam penderitaan yang hebat. Jemaat di Efesus tidak terpengaruh oleh lingkungan mereka dan telah menjadi gereja teladan. Meskipun jemaat Efesus giat di dalam berbagai bentuk pelayanan, ada hal yang sangat penting telah hilang, yakni kasih yang semula. Penyakit rohani ini sedemikian parah sehingga mereka ditegur dengan keras agar berbalik dan bertobat. Kegagalan gereja Efesus menjadi pelajaran berharga bagi gereja Tuhan di sepanjang sejarah dan bagi setiap orang percaya. Begitu mudah kita terlibat aktif di dalam kegiatan pelayanan, tetapi melupakan Tuhan Yesus, Pribadi yang kita layani. Mari kita renungkan, sejatinya, siapakah yang kita layani? Apa saja yang Anda baca? Apa pesan yang Allah sampaikan kepada Anda? Apa respons Anda? Pokok Doa:
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |