Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2014/09/14 |
|
Minggu, 14 September 2014
|
|
Judul: Cinta dan disiplin diri Percakapan manis mempelai perempuan dan kekasihnya merupakan ungkapan kasih sejati yang berorientasi bukan pada diri sendiri, melainkan pada pasangannya. Perhatikan bagaimana mempelai pria memuji kekasihnya (1:9-11, 15, 2:2). Sebaliknya, sang perempuan terhadap kekasihnya (1:12-14, 16, 2:3). Lihat bagaimana sang mempelai perempuan begitu terpesona pada kekasihnya sehingga ‘sakit asmara’ (2:3b-6). Kerinduan untuk berada di peraduan bersama dengan sang kekasih begitu kuat, pada saat yang sama, sadar bahwa untuk semua itu ada waktunya (2:7). "Jangan kamu membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya" bisa diartikan sebagai bentuk disiplin diri untuk tidak hanyut pada keinginan atau kebutuhan biologis semata. Bagi pasangan yang belum menikah, tentu seks dan segala bentuk keintiman fisik yang berpotensi ke arah itu harus dihindari. Di sini peran perempuan untuk mengatakan ‘tidak’ sangat penting (2:7). Sebaliknya bagi pasangan yang resmi, relasi seks yang indah dan nikmat merupakan hak bersama, walau tidak berarti segala-galanya. Disiplin dalam seks penting karena kita bukan binatang yang hidup didorong oleh naluri. Kita adalah makhluk mulia, gambar dari Sang Khalik. Dia memberikan cinta, seks, dan keintiman untuk tujuan mulia, bukan semata-mata untuk kenikmatan sesaat, apalagi sepihak. Kiranya, ketertarikan kita pada pasangan kita, selalu dikendalikan oleh kekudusan dan kasih sejati. Kasih sejati mau memberikan yang terbaik untuk pasangannya, dan bukan sekadar mau menerima. Diskusi renungan ini di Facebook:
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |