Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2010/10/25 |
|
Senin, 25 Oktober 2010
|
|
Judul: Kediaman Tuhan & Sarana beribadah Bagi Salomo, sekalipun rancangannya sangat megah, tetap saja bangunan itu bukan tempat yang layak untuk kediaman Tuhan. Ia sadar bahwa Tuhan Allah terlalu agung dan mulia untuk mendiami bangunan yang didirikan manu-sia. Ia merasa tidak layak dan tidak mampu untuk membangun tempat yang layak bagi Tuhan. Karena itu dengan kerendahan hati, ia melihat Bait Allah itu hanya layak sebagai tempat untuk membakar korban dihadapan Tuhan (6). Sungguh sebuah sikap yang lahir dari kerendahan hati dan rasa hormat pada Tuhan. Ia tidak berpikir untuk menjadikan pembangunan Bait Allah ini sebagai monumen yang mengukuhkan keberhasilan dan kejayaannya sebagai raja Israel. Ia melihat Bait Allah sebagai sarana beribadah kepada Allah. Sikap Salomo perlu diteladani pengikut Kristus. Memang hampir setiap orang Kristen rindu untuk mendirikan gereja. Ini baik, tetapi perlu dikritisi: apa motivasi dalam mendirikan rumah Tuhan? Apakah murni untuk menyediakan sarana beribadah atau hanya sebagai monumen kejayaan dan keberhasilan? Sebesar apa pun gereja yang kita bangun, semegah apa pun bangunannya akan jadi sia-sia bila hanya dipakai sebagai sarana untuk menunjukkan kemampuan kita, dan bukan sebagai sarana beribadah kepada Tuhan, Allah kita.
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |