Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2022/12/03 |
|
Sabtu, 3 Desember 2022 (Minggu Adven 1)
|
|
Mobilitas menjadi sebuah keniscayaan di zaman ini. Orang berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, baik karena pekerjaan, pernikahan, maupun alasan lainnya. Lalu, apa yang mesti dilakukan ketika kita memasuki lingkungan baru, yang sama sekali tidak kita kenal? Saat ini, kita diajak untuk mengenal dengan baik lingkungan baru yang akan kita masuki. Tujuannya adalah agar kita mengenal lingkungan itu dan tahu harus berlaku seperti apa agar kita tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak baik. Kita diajak untuk belajar tidak melakukan hal-hal yang tak diperkenan Allah (9-12). Kata "belajar" menunjukkan proses di mana orang, baik secara sengaja maupun tidak, menyerap suatu pengetahuan dan mempraktikkannya. Ada paling tidak dua faktor yang memengaruhi sebuah proses belajar, yaitu niat dari orang yang belajar dan daya pengaruh dari ilmu atau praktik yang dipelajari. Ketika pengaruhnya sangat kuat, ilmu atau praktik tersebut akan mudah meresap ke dalam diri seseorang. Ada peringatan, "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik" (lih. 1Kor. 15:33). Dalam hal itu, meskipun orang tidak berniat belajar, ia tetap akan mendapatkan pengaruh kuat yang bisa mengubah hidupnya secara total. Tuhan memperingatkan tentang hal itu. Ia pun berkenan menjanjikan para penolong yang akan selalu mengingatkan kita akan bahaya yang bisa datang dari luar. Jadi, kita akan mampu hidup dengan bijaksana di lingkungan baru. Kita bisa hidup berbaur di dalam masyarakat tanpa harus mengikuti hal yang berbeda dengan iman dan prinsip hidup Kristen kita. Jadi, bukan kita yang disetir oleh lingkungan di sekitar kita, melainkan kita juga punya peran untuk menyetir kehidupan bersama sehingga nilai-nilai Kristiani (kasih, sukacita, damai sejahtera, dan keadilan) boleh merasuk ke dalam kehidupan masyarakat kita. Kita bersyukur jika Tuhan mengizinkan kita berada di dalam lingkungan yang baru. Itu artinya ada tugas pengutusan yang hendak Tuhan berikan kepada kita, yaitu untuk mewarnai hidup ini dengan cinta kasih dan damai sejahtera dari Tuhan. Amin. [MTH] Baca Gali Alkitab 5 Seorang raja tidak dilarang untuk memiliki kekayaan. Akan tetapi, Tuhan mengingatkan bahwa kekayaan dapat memalingkan hati seorang raja dari kebenaran. Demikian juga, cara memerintah berdasarkan kekayaan dapat memalingkan hati seorang raja dari Tuhan. Namun demikian, Tuhan mengenal hati siapa pun, termasuk raja. Hal yang diperlukan seorang raja adalah hukum dan aturan dari Tuhan sendiri. Idealnya, seorang raja adalah pelayan keadilan sekaligus pelayan Tuhan. Karena itu, dalam mengambil kebijakan, seorang raja memprioritaskan keselamatan dan kasih Tuhan. Raja memerintah dengan orientasi kepada firman Tuhan melebihi perhatiannya kepada kepentingan dirinya sendiri. Seorang raja adalah alat Tuhan dalam menyelamatkan bangsa, dan bukan mengamankan jabatan, kekayaan, atau kekuasaannya sendiri. Kekayaan memang berguna, tetapi perlu dilengkapi dengan keadilan. Sebab, keadilan adalah representasi kehadiran Tuhan dalam tatanan hidup umat-Nya. Apa saja yang Anda baca? Apa pesan yang Allah sampaikan kepada Anda? Apa respons Anda? Pokok Doa:
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |