Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-sh/2010/12/13 |
|
Senin, 13 Desember 2010
|
|
Judul: Bagaimana memandang hidup Di ayat 10-12 Tuhan sendiri digambarkan begitu buas dan ganas serta menjadikan Yeremia sebagai mangsanya. Ayat 13-15 membawa Yeremia dari keadaan yang terpuruk dan mengerikan dalam kesendirian sekonyong-konyong juga menjadi tontonan dan ejekan umum; penderitaan fisik dan mentalnya kini ditambah dengan beban sosial pula. Klimaks penderitaan ini digambarkan dengan begitu grafis di ayat 16-18: gigi yang remuk akibat dijejali makan kerikil, kebahagiaan yang tak bisa diingat lagi akibat penderitaan yang sangat berat untuk waktu lama, hingga tampaknya berharap kepada Tuhan pun tak ada gunanya lagi. Orang yang merasa masa depannya kelam akan terus mengenang keindahan masa lalunya. Orang yang tercambuk dengan kelamnya masa lalu akan memimpikan masa depan yang lebih baik. Namun ketika masa lalu dan masa depan sama kelamnya, maka hidup akan terasa seperti penjara di mana orang bahkan tidak bisa memalingkan muka dari kepedihan hidup. Ya, kata Yeremia, hidup bahkan terasa begitu pahit dan getir seperti empedu dan racun (bnd. ayat 19-20). Yeremia menempatkan dirinya berempati mewakili bangsa Israel. Ia menunjukkan kepada kita bahwa jika kita hidup di hadapan Tuhan maka kesadaran tentang siapa kita di hadapan Tuhan akan bertumbuh. Tugas selanjutnya adalah menyodorkan kepekaan itu kepada sesama umat Tuhan sehingga mereka pun dapat menghadapi realitas pahit-manis kehidupan dengan jujur di hadapan Tuhan, apa adanya.
Mari memberkati para hamba Tuhan dan narapidana di banyak daerah
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |