Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/121 |
|
e-Wanita edisi 121 (5-12-2013)
|
|
_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________ TOPIK: Makna Natal Edisi 121/Desember 2013 e-Wanita -- Makna Natal Edisi 121/Desember 2013 Shalom, Natal semakin mendekat. Pada saat inilah, pusat-pusat perbelanjaan mulai beraksi dengan memasang dekorasi Natal yang menarik dan memberikan diskon, dan gereja- gereja sibuk mempersiapkan perayaan Natal yang megah dan meriah. Tanpa kecuali, kita pun turut larut dengan segala euforia Natal yang serba meriah dan gemerlap. Natal zaman ini tidak lagi sesederhana dan selugu 2000 tahun yang lalu. Natal telah berubah menjadi perayaan yang meriah dan "genit", lengkap dengan lampu- lampunya yang gemerlap. Zaman dan kemajuan rupanya telah mengubah Natal dari wajah aslinya. Lalu, di tengah ingar-bingar dan meriahnya Natal saat ini, masihkah kita terpesona untuk mengingat karya kepedulian Allah terhadap umat-Nya yang terjadi dua ribu tahun lalu di sebuah kandang di Betlehem? Masihkah kita memaknai Natal sebagai perayaan atas cinta kasih dan kepedulian Allah pada umat-Nya? Masihkah kita menyiapkan tempat bagi Kristus untuk bertakhta di hati kita? Untuk menyambut Natal, kami telah menyediakan renungan dan artikel Natal untuk Anda. Kasih dan kepedulian Allah kiranya terus mengobarkan semangat Natal yang sesungguhnya di hati kita! Staf Redaksi e-Wanita, N. Risanti < http://wanita.sabda.org/ > RENUNGAN WANITA: KESEDERHANAAN KINI KIAN SIRNA Kesederhanaan itu awal kedamaian. Kegemerlapan adalah awal perseteruan. Jauh dari hiruk-pikuk gemerlap kemewahan, kesederhanaan mengawali kedamaian dengan keheningan, kesempatan nan luas untuk merenung, dan doa yang penuh kesadaran dan akal budi secara optimal. Keheningan untuk merenung itu sedemikian penting untuk memperluas kedamaian dan perdamaian. Seperti digagas Johan Galtung, perdamaian akan terwujud jika manusia memadukan hati dan pikirannya untuk berdialog dengan sesamanya. Namun, pemaduan hati dan pikiran, bahkan dialog itu, memerlukan keheningan. Karena itu, resapan kesederhanaan itu menyehatkan jiwa, menumbuhkembangkan kearifan, merebakkan kejujuran, bahkan mengoptimalkan kinerja, menggiatkan kreativitas serta kemampuan inovatif. Kinerja yang baik dan kreativitas inovasi nan giat itu selalu terhampar di tengah permadani kejujuran dan kearifan atau kebijaksanaan. Mereka tidak akan merangsang iri hati, tidak akan menggelitik nafsu memiliki nan berlebihan, dan tidak akan menggelisahkan. Justru mereka akan mendamaikan. Mengajak orang kepada kebenaran. Namun, kota-kota dan keluarga-keluarga di kota kini makin gemerlap, kian tidak sederhana. Kesederhanaan kini kian sirna. Semua serba dipoles demi konsumsi yang makin menggebu. Anak-anak dan remaja pun menjadi sasaran mekanisme-mekanisme promosi konsumsi yang digdaya, otoritatif, dan kuat daya pengaruhnya. Orang- orang bersaing, berlomba, secara tidak sepenuhnya sadar, bukan untuk meraih kedamaian melainkan untuk konsumsi diri sendiri. Konsumsi makanan, peranti, aksesori, dan segala kemewahan lain justru menjadi tanda keberadaan yang terakui terhormat, membanggakan. Tanpa konsumsi yang diupayakan semenjulang mungkin, keberadaan diri seperti terhapus, terpinggirkan, terpojok, bahkan sirna. Lalu, ketika kesederhanaan makin sirna, persaingan kian menggila, bahkan sampai tingkat sedemikian irasional. Tak pelak perseteruan pun makin meninggi. Ujungnya, kedamaian kian lepas jauh dari kehidupan insani, kedamaian hanya menjadi mimpi di siang bolong, utopia, atau semacam cita-cita yang banyak diucapkan, tetapi tidak pernah terwujud nyata. Sebegitu tragiskah nasib manusia? Tidak, terutama jika manusia meraih kembali kesederhanaan sebagai nilai yang niscaya dijunjung tinggi dan diwujudnyatakan di bumi. Yesus lahir dalam kesederhanaan nan asali, amat jauh dari kegemerlapan yang mencolok mata. Kelahiran-Nya dalam perjalanan, mengisyaratkan tanda penting kesederhanaan yang jauh dari keruwetan rasionalisasi manusia yang serba gelisah. Palungan dan lampin pun menandai kesederhanaan yang mendalam. Gembala-gembala di padang, yang mendapatkan warta kelahiran Yesus dari malaikat pun menandai kesederhanaan yang bermakna. "Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus lampin dan terbaring di dalam palungan." (Lukas 2:11-12) Namun, semua kesederhanaan itu sungguh akan mengawali kedamaian: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." (Lukas 2:14) Lantas, bisakah kita kini membawa kembali kesederhanaan asali yang telah kian sirna itu? Keruwetan rasionalisasi manusia telah menjebak kehidupan insani dalam nafsu menjulang untuk menang sendiri, berkuasa sendiri, kaya sendiri, menonjol sendiri, hidup sendiri, hebat sendiri, mau-maunya sendiri. Bisa jadi, semua nafsu menjulang itu sedemikian digdaya, sampai-sampai menggiring manusia merayakan Natal hanya untuk menonjol sendiri, menang sendiri, hebat sendiri, kaya sendiri berkuasa sendiri, mau-maunya sendiri. Lalu, Natal dirayakan dengan gemerlap yang sesungguhnya sia-sia belaka. Atau, memang kita sudah tidak lagi peduli pada nilai dan makna? Atau, kita sudah tidak berkuasa lagi menegakkan kesadaran rasional untuk mengontrol daya-daya digdaya yang menggairahkan impuls- impuls untuk menjadi konsumtif dan begitu egosentris? Sesungguhnya, kesederhanaan Natal mengingatkan kita untuk kembali waras dan rasional sadar, dalam keheningan refleksi dan aksi. Sumber asli: Judul majalah: Cahaya Buana, Edisi 92/2002 Penulis: Dr. Limas Sutanto Penerbit: Komisi Literatur GKT III Malang Halaman: 3 -- 4 dan 36 Diambil dari: Nama situs: Natal Alamat URL: http://natal.sabda.org/kesederhanaan_kini_kian_sirna_0 Tanggal akses: 21 Oktober 2013 DUNIA WANITA 1: JANGAN BERHARAP TERLALU BANYAK Pikirkan kembali semua kenangan favorit Anda selama masa Natal. Apakah yang benar-benar bertahan setelah sekian lama? Mungkin bukan hadiah yang Anda terima. Saya kira Anda tidak bisa mengingat hadiah yang Anda terima pada umur delapan tahun. Bahkan, saya curiga Anda tidak bisa mengingat dengan jelas lebih dari selusin hadiah yang Anda terima sepanjang masa kanak-kanak Anda. Cobalah menulis hadiah apa saja yang Anda terima tahun lalu! Namun, hal utama pada Natal bukan ditemukan dalam saling memberi hadiah. Mungkin bukan dalam acara yang di dalamnya Anda berpartisipasi walaupun pengalaman seperti itu mungkin lebih mudah dan jelas untuk dikenang. Keindahan, arti, dan perasaan dari saat-saat istimewa sering kali memudar dengan sangat cepat. Sering kali, kita hanya ingat ke mana kita pergi atau apa yang kita lakukan -- bukan rincian pengalaman itu. Sukar untuk mempertahankan kepekatan perasaan yang pernah dirasakan. Bahkan, reuni keluarga cenderung menjadi samar di dalam kenangan. Bisakah Anda mengingat semua wajah yang Anda temui pada pesta Natal tahun lalu? Bahkan, mungkin bukan saat-saat hening yang Anda habiskan dalam perenungan. Pengalaman itu dan ilham yang Anda dapatkan sering kali cenderung terjalin sendiri ke dalam keseluruhan kehidupan kita sedemikian rupa sehingga pengalaman itu sendiri sukar dibedakan atau dipisahkan. Jadi, apa yang tersimpan sangat dalam di dalam kenangan kita sampai tidak bisa dihapuskan oleh waktu? Saya yakin hubungan antarmanusia dan Tuhan adalah pusat Natal. 1. Itu adalah alasan Tuhan mengirim Putra-Nya sebagai bayi manusia -- supaya kita mempunyai hubungan dengan-Nya. 2. Itu adalah alasan mengapa kita memberi hadiah -- untuk membangun hubungan. 3. Itu adalah alasan mengapa kita merencanakan pesta Natal dan reuni -- untuk memupuk hubungan dan memberi kita kesempatan untuk berbagi saat-saat bahagia dengan orang-orang yang kita sayangi. Mungkin, kekecewaan yang kita rasakan berasal dari prioritas yang salah. Kita mencari kepuasan dan kebahagiaan pada hadiah, dekorasi, atau pesta, ketika sebenarnya hanyalah hubungan antarmanusia dan Tuhan yang mempunyai kemampuan untuk benar-benar memuaskan dan memperkaya. Jangan berharap Natal dengan sendirinya memberi apa yang tidak bisa diberikannya. Berharaplah untuk bisa mengulurkan tangan dengan kasih kepada orang lain. Dan, menerima dengan tangan terbuka uluran kasih yang diarahkan pada Anda, termasuk uluran tangan kasih dari Bapa surgawi sendiri. Ketika semua tamu sudah pulang, kertas kado sudah dibuang, catatan harian sudah disimpan di laci, hiasan dibongkar untuk tahun depan, satu hal tetap ada: Allah memberi kita Anak-Nya -- 2000 tahun yang lalu, dan sekali lagi setiap tahun -- dan hanya hubungan kita dengan-Nya yang benar-benar berarti. Sumber asli: Judul asli buku: 52 Simple Ways to Make Christmas Special Judul buku terjemahan: 52 Cara Sederhana Membuat Natal Menjadi Istimewa Penulis: Jan Dargatz Penerjemah: Esther S. Mandjani Penerbit: Inter Aksara, Batam 1999 Halaman: 171 -- 173 Diambil dari: Nama situs: Natal Alamat URL: http://natal.sabda.org/jangan_berharap_terlalu_banyak Tanggal akses: 21 Oktober 2013 DUNIA WANITA 2: LAGU NATAL DARI MEJA TULIS REDAKSI Siapa yang menduga, meja tulis redaksi surat kabar menjadi tempat lahirnya salah satu lagu Natal yang disukai di seluruh dunia? Anak yang Ditinggalkan Sesungguhnya, dunia surat kabar jauh dari pikiran James Montgomery semasa kecilnya. Ia lahir pada tahun 1771 di Skotlandia. Ayahnya satu-satunya pendeta di negeri itu dari aliran Moravian. Aliran ini cukup terkenal di negeri Jerman. Pada masa kanak-kanak, James Montgomery ikut orang tuanya ke Irlandia dan ke Inggris. Lalu, orang tuanya merasa terpanggil untuk menjadi utusan Injil ke pulau Barbados, di Laut Karibia. Maka James, yang berumur dua belas tahun, dititipkan di asrama sekolah anak-anak Kristen. James adalah anak yang banyak akal, tetapi guru-gurunya kurang memahami hal itu. Ini karena ia sering lalai di sekolah. James lebih suka menulis syair daripada mengerjakan pekerjaan rumah. Akhirnya, para pengurus asrama memutuskan bahwa anak belasan tahun itu lebih baik berhenti sekolah dan mulai bekerja saja. James Montgomery kurang senang bekerja di pabrik roti. Pada umur 16 tahun, ia melarikan diri dan berusaha hidup mandiri. Ada kalanya ia bekerja di toko, ada kalanya ia berhasil menjual salah satu syair karangannya. Dengan demikian, ia mendapat sedikit uang untuk menyambung hidup. Sementara itu, ia mendengar bahwa ayah dan ibunya meninggal di perantauan sewaktu melayani sebagai utusan Injil. James Montgomery muda menjadi sebatang kara. Pada umur 20 tahun, ia mulai bekerja di sebuah kantor surat kabar di Sheffield, Inggris. Pada waktu itu, ada gerakan buruh yang kuat di antara para pekerja pabrik di kota Sheffield. Surat kabar itu mendukung gerakan tersebut. Akibatnya, redaktur yang menerima James sebagai asistennya terpaksa mengungsi ke Amerika. Ketika diserahi tugas sebagai kepala redaksi yang baru, James Montgomery baru berumur 23 tahun. Redaktur yang Berani Berjuang Sebagai redaktur surat kabar, James Montgomery selalu menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Dua kali ia dipenjarakan selama beberapa tahun karena terlalu berani mengecam tindakan pemerintah. Ia turut memberantas perbudakan manusia dan memperjuangkan perlakuan yang lebih baik terhadap anak-anak yang terpaksa bekerja keras seperti dirinya dahulu. Lambat laun, James Montgomery menjadi terkenal -- mula-mula di kota Sheffield, kemudian di seluruh Inggris. Banyak orang mengagumi keberanian dan kerelaannya membela rakyat kecil. Ketika ia dijatuhi hukuman penjara, ada teman-teman yang menebusnya. James Montgomery lalu membayar kembali uang yang digunakan untuk mengeluarkan dia dari penjara. Akhirnya, ia mampu menjadi pemilik surat kabar di samping menjadi kepala redaksi. Ketika sudah agak tua, James Montgomery mengundurkan diri dari dunia surat kabar. Namun, ia masih mendukung setiap usaha yang berupaya menegakkan keadilan dan kebenaran dalam masyarakat. Akhirnya, seorang perdana menteri Inggris Raya mengusahakan supaya ia mendapat pensiun dari pemerintah. Jadi, pada masa tuanya, James Montgomery dapat hidup dalam sebuah rumah yang bagus, tidak jauh dari kota Sheffield yang telah lama memikat hatinya. Di situlah, ia meninggal pada tahun 1854. Puisi dan Pujian Di samping prestasinya dalam mengembangkan persuratkabaran dan memperjuangkan hak-hak asasi manusia, James Montgomery juga terkenal sebagai seorang penyair. Banyak puisinya diterbitkan semasa hidupnya, bahkan ia pernah menjadi calon penyair istana Inggris Raya. Seseorang pernah bertanya kepadanya, "Pak Montgomery, dari semua puisi karangan Bapak, kira-kira mana yang akan bertahan?" "Tidak ada," jawab James Montgomery dengan rendah hati, "Tidak ada, ... kecuali beberapa nyanyian rohani." Penilaian James Montgomery tepat sekali! Semua syairnya telah terlupakan. Namun, namanya masih harum sepanjang masa sebagai seorang pencipta nyanyian rohani yang terbesar. Dari empat ratus nyanyian rohani karangannya, ada satu lagu Natal yang menjadi kesayangan umat Kristen di mana-mana. Sungguh mengherankan -- walau James Montgomery orang Kristen yang saleh dan pendukung pengutusan Injil di seluruh dunia, ia tidak menulis lagu pilihan itu untuk dinyanyikan di gereja. Ia menyusunnya cepat-cepat menjelang hari Natal tahun 1816 untuk mengisi pojok renungan dalam surat kabarnya. Ia sendiri kemudian terheran-heran ketika mengetahui bahwa nyanyian gubahannya itu sering dinyanyikan di gereja-gereja. Pemain Orgel Tunanetra "Lagu Natal dari Meja Tulis Redaksi" menjadi lagu pilihan umat Kristen karena melodinya anggun dan gembira. Henry Smart (1813 -- 1879) adalah seorang pemain orgel yang terkenal di negeri Inggris. Ia suka mengarang musik dan menyusun kumpulan nyanyian rohani. Sejak kecil, penglihatan Henry Smart agak kabur. Usahanya meredaksikan buku-buku musik gerejawi itu semakin merusak matanya sehingga ketika usianya mencapai setengah baya, ia sudah menjadi buta. Syukurlah jari-jemari dan ketajaman daya ingatnya memungkinkan dia terus melayani sebagai pemain orgel di gereja-gereja besar. Dua tahun sebelum ia meninggal, Henry Smart mendiktekan melodi baru kepada putrinya. Not-not itulah yang mengalunkan "Lagu Natal dari Meja Tulis Redaksi" ke seluruh penjuru dunia. Sumber asli: Judul buku: Kisah Nyata di Balik Lagu Pilihan Penulis: Tidak dicantumkan Penerbit: Lembaga Literatur Baptis, Bandung 2007 Halaman: 85 -- 89 Diambil dari: Nama situs: Natal Alamat URL: http://natal.sabda.org/lagu_natal_dari_meja_tulis_redaksi Tanggal akses: 21 Oktober 2013 Kontak: wanita(at)sabda.org Redaksi: S. Setyawati, N. Risanti, dan Novita Y. Berlangganan: subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-wanita/arsip BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > |
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |