Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/132 |
|
e-Wanita edisi 132 (16-10-2014)
|
|
_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________ TOPIK: Penyerahan Anak kepada Tuhan Edisi 132/Oktober 2014 e-Wanita -- Penyerahan Anak kepada Tuhan Edisi 132/Oktober 2014 Salam kasih dalam Kristus, Anda tentunya sudah mengetahui kisah Hana yang amat menyentuh hati. Ia adalah perempuan mandul. Karena itu, ia berdoa dan bernazar kepada Allah. Sebelum mendapatkan anak, ia sudah berkomitmen untuk menyerahkan anaknya kepada Tuhan. Ini adalah sebuah cerita yang luar biasa, yang mungkin tidak banyak kita temukan pada masa kini. Sebagai orang tua, kita sering kali menganggap anak sebagai hak milik untuk kita kuasai sepenuhnya, baik dalam hal pengasuhan, masa depan, maupun harapan-harapan kita kepada mereka. Kita lupa bahwa mereka, seperti halnya kita, adalah kepunyaan Bapa di surga. Sesungguhnya, Allah itulah yang berhak menentukan arah dan kehidupan mereka, serta menggunakan kehidupan mereka untuk menjadi alat bagi kemuliaan nama -Nya. Dalam edisi ini, e-Wanita membahas suatu topik tentang pentingnya menyerahkan kembali anak-anak kita kepada Tuhan dan tidak perlu takut dalam mengasuh anak. Harapan kami, dengan membaca edisi e -Wanita ini, Anda dapat dengan rela hati menyerahkan kehidupan anak -anak Anda bagi kemuliaan Tuhan. Staf Redaksi e-Wanita, N. Risanti < http://wanita.sabda.org/ > DUNIA WANITA 1: MENYERAHKAN KEMBALI ANAK ANDA KEPADA ALLAH Menyerahkan kembali anak Anda kepada Allah dapat menjadi keputusan yang sulit bagi para orang tua. Pengorbanan, komitmen, dan pelatihan selama 18 tahun tiba-tiba membawa Anda ke satu titik yang tidak akan kembali. Entah itu untuk kuliah, masuk pendidikan militer, atau dalam fase-fase pertumbuhan yang alami, menyerahkan kembali anak Anda kepada Allah merupakan satu titik yang harus dihadapi setiap orang tua. Kisah Hana menunjukkan kepada kita tentang bagaimana mempersiapkannya, lalu bagaimana melakukannya. Meminta Anak kepada Allah Perjalanan 24 meter dari Rama ke Silo membutuhkan hampir satu hari perjalanan. Akan tetapi, bagi Hana, perjalanan itu pasti terasa berminggu-minggu lamanya. Istri lain dari suaminya tak henti-hentinya mengajak bicara anak-anak laki-laki dan perempuannya, hal itu cukup keras didengar Hana. Keangkuhan menambah berat beban ketenangan Hana. Lengannya yang kosong ingin sekali memeluk seorang anak. Dan, karena istri yang lain memiliki anak-anak, persoalan Hana sangat jelas bagi semua: Allah telah menutup kandungannya. Ia melihat jalan di bawah sandalnya. Beberapa abad sebelumnya, jalan yang rusak karena dilintasi ini dikenal memiliki kemiripan dengan keturunan Abraham, Ishak, dan Yakub -- semua laki-laki yang memiliki istri yang mandul juga. Pemikiran gambaran mukjizat kehamilan mereka mungkin telah membangkitkan harapan di hati Hana. Silo adalah tempat ia dapat berbakti. Hana memutuskan untuk meminta seorang anak kepada Allah. Ia melanjutkan perjalanannya ke kemah suci yang berada di belakang beberapa tirai yang disinari dengan hadirat Allah yang kudus. Setelah dekat dengan pintu, ia memperbaiki kata-kata yang ada di dalam benaknya. Ketika air mata menghangatkan wajahnya, ia menyampaikan permintaannya: "... TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki -laki, maka aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya." (1 Samuel 1:11) Allah Memberi Anda Seorang Anak Setelah Hana dan suaminya kembali ke Rama, Allah memberikan seorang anak kepadanya, namanya Samuel. Ketika Samuel disapih saat berusia tiga tahun, Hana pergi ke Silo lagi ... untuk menyerahkan kembali Samuel kepada Allah. Setelah menitipkan anaknya dalam pengasuhan Imam Eli, Hana kembali pulang dengan tangan kosong. Meskipun Hana dapat mengunjungi Samuel setiap tahun pada hari raya, hal itu dapat menyayat hati untuk meninggalkan anak yang ia rawat setiap hari selama tiga tahun. Namun, ia tahu sejak awal bahwa waktunya akan datang. Samuel bukan lagi milik yang harus dipertahankannya. Dalam kenyataan, tidak ada seorang anak pun yang demikian. Allah memberi kita anak-anak sehingga kita dapat menyerahkan mereka kembali kepada-Nya. Serahkanlah Kembali Anak Anda kepada Allah Kerelaan Hana untuk melepaskan Samuel menunjukkan sikap yang harus diadopsi oleh semua orang tua yang saleh. "... Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda ...." (Mazmur 127:3-5) Dengan menyerahkan seorang anak sesuai tujuan Allah, orang tua yang rendah hati tidak tunduk dalam pengakuan kekalahan, tetapi dalam sikap penyembahan, seperti Hana. (t/S. Setyawati) Diterjemahkan dari: Nama situs: Wayne Stiles Alamat URL: http://www.waynestiles.com/giving-your-child-back-to-god/ Judul asli artikel: Giving Your Child Back to God Penulis: Tidak dicantumkan Tanggal akses: 10 Juli 2014 DUNIA WANITA 2: MENGASUH ANAK TANPA RASA TAKUT Hapuskanlah Kecemasan Anda dan Belajarlah untuk Memercayai Allah "Jonathan, jangan lari terlalu cepat!" seru Andrea ketika kami duduk di bangku taman sambil mengawasi anak kami yang berusia tiga tahun sedang bermain. Cukup sulit menemukan kata yang tepat di antara semua peringatannya kepada anaknya. Ketika ia menyadari bahwa saya lebih sedikit berkata, "Awas!" kepada putri saya, Andrea berbalik ke arah saya dan berkata, "Aku rasa kamu berpikir bahwa aku agak paranoid. Mereka bisa terluka dengan mudah karena Jonathan tidak melihat arah jika berjalan." Andrea tidak sendirian dalam kecemasannya. Beberapa tingkat ketakutan merupakan hal biasa bagi para orang tua. Kita sangat mengasihi anak -anak kita sehingga pemikiran tentang hal-hal buruk yang mungkin terjadi kepada mereka membuat kita terjebak dalam kepanikan. Namun, jika kita tidak berhati-hati, kewaspadaan ini justru dapat menekan. Ketika kita membiarkan rasa takut mendominasi pengasuhan kita, kita sebenarnya dapat membentengi anak-anak kita dari segala sesuatu yang harus mereka hadapi. Penting bagi kita untuk mengusir rasa takut dalam mengasuh anak jika kita ingin anak-anak kita yakin dan bertanggung jawab. Dengan bertindak seperti "anjing pengawas", kita mengambil risiko membesarkan anak-anak yang tidak dapat memelihara diri mereka sendiri. Rasa takut dapat mematikan naluri-naluri yang diberikan Allah kepada kita untuk membedakan apa yang benar dan apa yang salah, yang aman dan tidak aman. Sambil menyadari masalah-masalah keamanan, kita harus tahu kapan menentukan batas dan mengizinkan anak-anak kita mengalami kehidupan, bahkan untuk hal-hal yang menyakitkan. Hal itu mungkin berarti membiarkan anak balita Anda merangkak ke tiang panjatan di taman, bahkan ketika Anda takut kalau-kalau anak balita Anda tersandung. Atau, Anda mungkin perlu membiarkan anak Anda yang berusia 10 tahun mengendarai sepedanya ke rumah temannya yang berada di beberapa gang dari rumah Anda daripada mengantarkannya ke sana. Pada akhirnya, hanya Allah yang dapat menjaga anak-anak kita seutuhnya. Ia memercayai kita untuk melindungi mereka dan mengasihi mereka, tetapi seperti yang disebutkan dalam Yeremia 29:11, "... Aku ini mengetahui rancangan -rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." Inilah pengharapan kita sebagai orang tua Kristen: Allah berkuasa dan kita dapat memercayai-Nya. Dia benar-benar hanya memiliki rencana terbaik untuk anak-anak kita. Dunia adalah tempat yang menakutkan. Sekilas membaca apa yang ada di surat kabar mengingatkan kita akan berapa banyak bahaya yang dihadapi anak-anak kita. Ketika Anda menyadari pergumulan untuk melenyapkan ketakutan Anda, lakukanlah langkah-langkah ini untuk membantu Anda menyerahkan anak-anak Anda ke dalam tangan Allah dengan iman dan keyakinan. Serahkanlah Anak-Anak Anda kepada Allah Mudah bagi kita berpikir bahwa kita berkuasa atas masa depan anak-anak kita. Kenyataannya adalah sering kali, kehidupan anak-anak kita berubah dan benar-benar berbeda dari apa yang kita rencanakan. Evelyn Christenson, penulis buku "What Happens When We Pray for Our Families (Victor)", mendorong para orang tua untuk mengucapkan "doa penyerahan" bagi anak-anak mereka. Dengan menyerahkan anak-anak Anda kepada Allah dalam doa-doa Anda, Anda sedang mengakui kecukupan yang diberikan-Nya atas masa depan yang menakutkan. Bagaimana jika kita menyerahkan anak-anak kita hanya untuk mendapatkan respons Allah yang melakukan sesuatu yang mengerikan? Saya harus mengucapkan doa penyerahan ketika saya menggendong putra saya yang berusia sebulan, Christopher, pada suatu pagi saat ia menjalani operasi jantungnya. Saya menyerahkan anak saya kepada Allah, dan lima hari kemudian, Christopher meninggal dunia. Namun, kini saya tahu bahwa doa saya tidak menyebabkan kematian Christopher. Sebaliknya, doa itu mempersiapkan saya untuk rasa kehilangan ini karena saya sudah mengakui bahwa Christopher adalah milik Allah. Alih-alih kemarahan, yang ada justru kedamaian. Syukurlah, kebanyakan dari kita tidak akan memiliki anak yang mati muda. Akan tetapi, Allah meminta Anda untuk melepaskan anak-anak Anda dengan cara yang lain. Saya sudah mengenal para orang tua yang berdoa sungguh-sungguh kepada Allah untuk memakai anak-anak mereka, asal bukan sebagai misionaris. Kita harus dipersiapkan untuk memercayai Allah, entah Ia memilih untuk mengutus anak-anak kita ke hutan-hutan di Afrika, ke dalam kota Chicago, atau rumah sepi di sekitar sudut jalan. Hidup dengan Pengharapan Langkah berikutnya adalah membentuk konsep pengharapan kita sesuai dengan konsep Allah. Pengharapan yang sejati tidak mengharapkan sesuatu, melipat tangan kita, dan menahan napas kita sampai pengharapan kita terwujud. Memiliki pengharapan yang sejati berarti percaya bahwa Allah akan memakai anak-anak kita dan membimbing mereka melewati kehidupan mereka, bahkan apabila Ia tidak pernah menyingkapkan bagaimana atau mengapa. Dengan perspektif ini, mudah bagi kita untuk melihat kesulitan -kesulitan anak-anak kita sebagai pembangun karakter daripada sebagai penghalang-penghalang. Saya yakin orang tua Joni Eareckson Tada tidak pernah membayangkan putri mereka akan lumpuh dalam kecelakaan waktu menyelam. Mereka mungkin juga tidak pernah membayangkan putri mereka akan memberi dampak bagi kehidupan ratusan atau ribuan orang. Hidup Tada membuktikan bahwa Allah bahkan dapat memakai situasi yang paling menyedihkan untuk kebaikan. Setiap hari, Tada menunjukkan paradoks bahwa kuasa Allah "menjadi sempurna dalam kelemahan" (2 Korintus 12:9). Orang tua yang memiliki pengharapan harus memahami bahwa kondisi -kondisi yang dihadapi anak-anak mereka bukanlah tujuan final, melainkan lebih kepada sarana-sarana yang dipakai untuk membentuk karakter mereka. Tanggung Jawab Pemeliharaan Untuk dapat mengasuh dengan pengharapan, kita harus mengubah sikap kita dari orang yang terlalu melindungi menjadi orang yang mengajarkan tanggung jawab. Sekali kita membiarkan anak-anak kita mengalami dampak dari tindakan-tindakan mereka sesuai usia mereka, bahkan jika hal itu berarti bahwa kita harus melihat mereka sedikit terluka, kita memberi mereka kesempatan untuk belajar lebih banyak tentang begitulah hidup. Terjatuh dari ayunan mengajar mereka untuk tidak terlalu sembrono. Kemalasan belajar membuat nilai buruk. Melalui pengalaman-pengalaman itulah, anak-anak kita belajar tentang pilihan mana yang berguna dan yang tidak. Rebecca, putri kami yang berusia 4 tahun, selalu berlari ke arah kami setiap kali ada anak yang tidak mau berbagi dengannya. Karena kami ingin dia belajar memecahkan masalah dengan kemampuannya sendiri, kami jarang menyela dan mendesak agar anak lain berbagi. Kami malah mendorong Rebecca menyelesaikan masalahnya sendiri dengan teman -temannya dan memintanya untuk memikirkan bagaimana caranya untuk bergaul dengan baik, entah ia berhasil atau tidak dengan caranya tersebut. Seorang anak yang belajar bertanggung jawab dan mandiri, sesungguhnya adalah anak yang tahu bagaimana bisa berhasil dalam hidup. Akan tetapi, sebagai orang tua, sulit untuk mengetahui kapan anak-anak Anda siap untuk mendapatkan kebebasan yang lebih besar. Penting untuk mengizinkan anak Anda semandiri mungkin tanpa membahayakan keselamatannya. Ketika Anda mengawasi anak Anda bertumbuh dalam keyakinan dan kemampuan, Anda sebaiknya memercayai penilaiannya. Dan, lebih banyak Anda mengizinkan anak-anak Anda membangun keterampilan -keterampilan hidup, semakin banyak Anda akan mendapati rasa takut Anda semakin berkurang. Berdoalah, Berdoalah, Berdoalah Langkah terakhir dalam mengatasi rasa takut sebenarnya adalah hal yang paling penting: berdoalah lebih sering dan berdoalah dengan tujuan. Daripada hanya meminta Allah menjaga anak-anak kita dari bahaya, kita perlu memfokuskan doa kita untuk pembentukan karakter yang Allah lakukan atas anak-anak kita. Ketika Paulus berdoa untuk anak-anak rohaninya, jemaat Filipi, ia tidak meminta agar mereka diselamatkan dari penganiayaan. Sebaliknya, ia memberi tahu mereka, "Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus." (Filipi 1:9-10) Dengan berdoa secara demikian, Anda sedang memperkuat kebenaran dasar: menjadi orang Kristen tidak menjamin bahwa hidup ini akan mudah dan bebas dari kesakitan. Ketika Anda menunjukkan kepada anak Anda bahwa Anda percaya bahwa Allah berjalan di sisi keluarga Anda, tidak masalah apa yang terjadi dalam hidup, Anda akan menunjukkan kepada mereka bahwa mereka juga dapat memercayai Allah untuk masa depan mereka. (t/S. Setyawati) Diterjemahkan dari: Nama situs: Today`s Christian Woman Alamat URL: http://www.todayschristianwoman.com/articles/2000/july/7.51.html?start=1 Judul asli artikel: Parenting Without Fear Penulis: Sheila Wray Gregoire Tanggal akses: 10 Juli 2014 Kontak: wanita(at)sabda.org Redaksi: S. Setyawati dan N. Risanti Berlangganan: subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-wanita/arsip BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2014 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |