Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/146 |
|
e-Wanita edisi 146 (19-11-2015)
|
|
______________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen______________ Pahlawan Wanita dalam Alkitab Edisi 146/November 2015 e-Wanita -- Pahlawan Wanita dalam Alkitab Edisi 146/November 2015 Salam kasih dalam Kristus, Berkenaan dengan hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November, publikasi e-Wanita menyajikan seorang tokoh wanita dalam Alkitab yang menjadi pahlawan bagi bangsa Israel di kerajaan Persia kuno. Dari sana, kita dapat mengambil pelajaran akan arti kepahlawanan melalui teladan iman Ester yang dapat kita wujudkan dalam kehidupan sehari- hari. Baca pula kolom Wawasan Wanita dalam edisi kali ini yang kami harap dapat memberi berkat bagi Sahabat e-Wanita semua untuk tetap beriman dan berpengharapan dalam menghadapi segala tantangan dan kesulitan hidup. Puji syukur kepada Tuhan karena pada bulan November ini, publikasi e-Wanita tepat berusia 7 tahun. Hikmat dan pertolongan Tuhan senantiasa kami rasakan dalam menyiapkan edisi demi edisi e-Wanita untuk memperlengkapi pembaca e-Wanita semua. Tanpa Dia, kami tidak mungkin berjalan sejauh ini. Terima kasih juga kami sampaikan untuk semua pelanggan e-Wanita atas kesetiaan, perhatian, dan doa yang telah diberikan kepada publikasi e-Wanita selama ini. Kiranya publikasi e-Wanita akan terus menjadi sahabat setia Anda dalam melangkah dan bertumbuh untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Soli Deo Gloria! Pemimpin Redaksi e-Wanita, N. Risanti < okti(at)in-christ.net > < http://wanita.sabda.org/ > POTRET WANITA: ESTER: SEORANG WANITA YANG BERIMAN DAN BERANI Alkitab memberikan kepada orang Kristen banyak contoh orang beriman, yang dari mereka kita dapat belajar dan dikuatkan. Salah satu contoh yang paling luar biasa adalah Ratu Ester. Apakah rasa takut pernah melumpuhkan Anda, membuat Anda takut untuk membuat keputusan penting karena adanya kemungkinan konsekuensi yang serius? Telah dikatakan bahwa keberanian bukanlah tidak adanya rasa takut; melainkan penguasaan atas rasa takut. Alkitab, bagaimanapun, menambahkan elemen penting untuk definisi keberanian: kepercayaan dan iman kepada Allah. Musa mengatakan kepada bangsa Israel agar tidak takut kepada bangsa-bangsa lain ketika mereka menyeberangi Sungai Yordan ke Tanah Perjanjian, sebab Allah menyertai mereka dan tidak akan meninggalkan mereka (Ulangan 31:6). Bagaimana agar Anda bisa memiliki iman seperti ini? Bagaimana agar Anda dapat melangkah keluar dan dengan yakin membuat keputusan yang akan memengaruhi jalannya kehidupan fisik Anda -- dan bahkan mungkin kehidupan rohani Anda? Dari seorang anak yatim piatu menjadi seorang ratu. Untuk jawabannya, perhatikan teladan dari seorang gadis Yahudi di Persia kuno. Pada tahun ketiga pemerintahannya, Ahasyweros, raja Media dan Persia, mencari seorang ratu baru dari kalangan gadis-gadis cantik di kerajaannya. Ratu baru itu nantinya akan menggantikan Ratu Wasti. Wasti telah mempermalukan suaminya di depan banyak orang, termasuk semua pegawainya. Dia menolak untuk menampilkan kecantikannya di depan semua orang di pestanya yang spesial (Ester 1:10-22). Ester, seorang yatim piatu muda, adalah salah satu perempuan yang diperintahkan raja supaya dibawa ke istana untuk dimanjakan dan dipersiapkan secara khusus untuk pemilihan ketat oleh raja sebagai calon pengganti ratu kerajaan. Pamannya, Mordekhai, telah membesarkan dia. Mordekhai adalah seorang hamba Yahudi "di pintu gerbang istana raja" (Ester 2:19), yang menunjukkan bahwa ia memegang posisi di istana raja. Mengikuti saran pamannya, Ester tidak mengungkapkan identitas kebangsaannya. Setelah raja memilih dia sebagai ratu, ia terus melakukan kontak dengan pamannya (Ester 2). Rencana untuk membinasakan sebuah ras. Beberapa waktu kemudian Ahasyweros menunjuk Haman, seorang yang terkemuka di kerajaan, untuk jabatan khusus sebagai pembesarnya. Ahasyweros memerintahkan bahwa setiap hamba harus tunduk kepada Haman, menyembah dia. Mordekhai menolak. Haman marah dengan tindakan Mordekhai. Namun, dia tidak puas hanya membalas dendam pada satu orang; ia menyusun rencana untuk membinasakan semua orang Yahudi di kerajaan. Ia mendekati raja dan mengatakan bahwa orang-orang Yahudi tidak menaati hukum raja. Dia meyakinkan raja untuk mengeluarkan keputusan yang menyatakan 10.000 talenta perak akan diberikan kepada siapa saja yang mau membunuh orang-orang Yahudi (Ester 3). Di Persia kuno, ketika raja membuat keputusan dan dimeterai dengan cincinnya, itu tidak akan dicabut atau diubah. Keputusan Ahasyweros pun dikeluarkan, mengakibatkan perkabungan besar dan puasa di antara orang Yahudi di seluruh negeri. Berpakaian baju berkabung dan menaruh abu di atas kepalanya, Mordekhai duduk di alun-alun dekat pintu gerbang istana raja. Ketika Ester mengetahui keadaan Mordekhai, dia menyuruh pelayan memberikan pakaian untuk dia dan untuk melepas kain kabungnya. Namun, Mordekhai tidak mau menerimanya. Ester kemudian mengutus Hatah, salah satu sida-sida raja yang mengunjungi dia, untuk mencari tahu ada masalah apa dengan Mordekhai. Mordekhai menceritakan segala yang telah terjadi dan memberinya salinan keputusan tertulis untuk ditunjukkan kepada Ester. Dia juga mengatakan kepada Ester untuk pergi menghadap raja dan memohon demi bangsanya. Ester tidak bertemu dengan raja selama 30 hari. Raja menetapkan hukum bahwa siapa pun yang datang ke pelataran untuk menghampiri dia yang tidak secara khusus dipanggil akan mati. Namun, raja bisa membuat pengecualian dengan mengangkat tongkat emasnya sehingga orang itu selamat. Maka, Ester mengirim sida-sida itu kembali ke Mordekhai dengan pesan bahwa dia tidak bisa masuk ke pelataran untuk bertemu raja. Mordekhai menjawab bahwa jika dia tidak melakukan apa pun, dia mempertaruhkan kematian bersama dengan semua orang sebangsanya di kerajaan. Dia juga mengajukan pertanyaan yang menusuk: Bagaimana jika Tuhan telah mengangkat Ester ke posisi ratu untuk tujuan khusus, yaitu membantu menyelamatkan rakyatnya di saat kritis ini? (Ester 4:13-14) Dilema Ester. Keputusan yang sangat sulit bagi seorang wanita muda! Kematian adalah hal yang pasti, terlepas dari apa yang dia putuskan. Wasti hanya terbuang dari posisi sebagai ratu. Ester mungkin benar-benar dibunuh! Dia harus menjawab Mordekhai. Apa yang akan dia lakukan? Dia pasti berdoa dan menderita sekali karena keputusannya. Ketegangan dan kecemasan harus ditelannya. Dia muak dengan rasa takut untuk dirinya sendiri dan bangsanya. Dia pasti bertanya seratus kali pada dirinya sendiri akankah Tuhan benar-benar membiarkan dia mati jika ia menolak untuk membantu orang- orang Yahudi? Dia masih sangat muda. Tentunya, Allah tidak ingin dia mati. Di sisi lain, bisakah dia berdiam diri dan menonton Haman yang tak berperasaan memusnahkan bangsanya? Mengapa dilemanya tidak bisa hilang begitu saja seperti mimpi buruk? Di tengah kekacauan itu, Ester menyadari dia tidak bisa membiarkan rasa takut melumpuhkan dia sampai tidak bertindak apa pun; itu pun akan menjadi sebuah keputusan. Sebaliknya, ia menyerahkan hasilnya kepada Allah. Jelaslah dia hanya punya satu pilihan nyata. Bahkan, dalam memberikan jawabannya kepada Mordekhai, Ester menyadari bahwa dia tidak punya keberanian dari dirinya sendiri untuk menghadapi Ahasyweros. Namun, dia tahu ke mana harus memohon keberanian yang tidak ia miliki: kepada Allah dalam doa dan puasa. Menaruh hidupnya di tangan Tuhan, ia membiarkan Dia yang akan memutuskan hasilnya bagi dirinya dan bangsanya. Dia mengirim pesan kepada Mordekhai bahwa ia meminta sesama Yahudi mereka untuk berpuasa baginya selama tiga hari tiga malam. Dia dan pelayannya akan melakukan hal yang sama. Lalu, ia berjanji untuk pergi ke hadapan raja, benar-benar menyadari bahwa ia sedang mempertaruhkan hidupnya (Ester 4:16). Anda dapat membaca kelanjutannya di kitab Ester untuk melihat apa yang terjadi. Raja mengangkat tongkat emasnya, dan ia membiarkan Ester hidup. Setelah mengadakan beberapa jamuan makan khusus untuk raja dan Haman, Ester akhirnya mengungkap rencana Haman dan mengajukan permohonannya bagi bangsanya. Raja memerintahkan agar Haman digantung pada tiang gantungan yang sebetulnya ia siapkan untuk menghukum mati Mordekhai. Raja pun mengeluarkan keputusan baru: Orang-orang Yahudi bebas untuk membela diri dan membinasakan siapa saja yang akan menyerang mereka. Dia mengangkat Mordekhai, dan orang-orang Yahudi diselamatkan. Sampai hari ini, banyak orang Yahudi merayakan hari raya Purim untuk menghormati peristiwa ini. Apa yang bisa kita pelajari? Terkadang rasa takut adalah reaksi manusiawi kita yang wajar ketika kita dihadapkan dengan keputusan yang tampaknya mustahil. Mengakui kurangnya keberanian adalah langkah pertama untuk mengatasi hal itu. Namun, kita tidak harus membiarkan rasa takut melumpuhkan kita untuk tidak mengambil tindakan sama sekali. Anda harus menyadari bahwa Anda perlu pertolongan dan bahwa Anda tidak bisa melakukannya sendiri. Mengakui bahwa Allah berkuasa, bahwa Dia telah berjanji untuk tidak meninggalkan Anda atau membiarkan Anda (Ibrani 13:5). Datanglah kepada-Nya dalam doa dan puasa untuk mencari kehendak-Nya dalam membuat keputusan yang tepat. Kemudian dengan yakin buatlah keputusan, dengan keberanian dan keyakinan bahwa Tuhan ada di pihak Anda. Mungkin kesimpulan yang tepat untuk kisah keberanian yang saleh ini bisa didapat dari kata-kata yang ada pada tanda peringatan di Westminster Abbey. Tertulis di monumen untuk Lord Lawrence kata-kata ini: "He feared man so little because he feared God so much." (Rasa takutnya akan manusia begitu kecil karena rasa takutnya akan Allah jauh lebih besar - Red.) (t/Jing-Jing) Diterjemahkan dari: Nama situs: United Church of God Alamat URL: http://www.ucg.org/christian-living/esther-woman-faith-and-courage/ Judul asli artikel: Esther: A Woman of Faith and Courage Penulis artikel: Donna Butler Tanggal akses: 4 November 2014 WAWASAN WANITA: IMAN DALAM MENGATASI TANTANGAN HIDUP Ditulis oleh: N. Risanti Dari kisah Ester, kita mengetahui bagaimana iman dan kesalehan Ester menjadi kunci dalam menghadapi tantangan dan situasi sulit yang ia hadapi sehingga ia menjadi pahlawan bagi bangsanya. Iman yang sama tidak hanya dimiliki oleh Ester, tetapi juga pada tokoh-tokoh wanita dalam Alkitab seperti Sara, Lea, Hana, Debora, Maria, Elisabet, dan yang lainnya. Mereka semua dapat menjadi pahlawan wanita yang beriman bagi kita melalui kisah hidupnya masing-masing. Mungkin kita tidak menghadapi dilema seperti Ester, harus menghadapi penindas yang kejam seperti Debora, mengalami situasi direndahkan dan dihina seperti Hana, atau dilema untuk menghadapi sesuatu yang dapat mengancam nama baiknya serta hidupnya seperti Maria. Namun, bagaimana dengan persoalan dan pergumulan hidup yang begitu berat yang harus kita hadapi? Bagaimana jika kita ditempatkan dalam situasi terancam kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidup kita? Bahkan, di beberapa wilayah dunia ini, seseorang dapat kehilangan nyawa atau penghidupan jika ia memilih untuk tetap beriman kepada Tuhan Yesus. Apa yang harus kita lakukan untuk dapat memiliki iman dan keteguhan hati ketika menghadapi situasi hidup yang sulit dan menyesakkan? Berikut adalah beberapa langkah yang dapat kita lakukan untuk tetap beriman dan memiliki kekuatan dalam situasi sulit yang kita hadapi. 1. Berpaling kepada Tuhan. Alkitab menjadi buku yang paling banyak memberi referensi kepada kita akan kasih dan pertolongan Tuhan kepada umat-Nya. Dalam kitab Mazmur, kita bahkan berkali-kali menemukan ayat yang menyaksikan iman dan kepercayaan kepada Allah sebagai sumber kekuatan dan pertolongan. Sebelum dan sesudah menjadi raja, Daud selalu menjumpai bahaya, musuh, pengkhianatan, serta pergumulan berat dalam hidupnya. Namun, ia menemukan pengharapan di dalam Tuhan seperti yang dinyatakannya dalam Mazmur 28:7, "TUHAN adalah kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku percaya." Ia tidak pernah gagal dalam pengharapannya. Mazmur 23 menjadi bukti akan pemeliharaan Allah dalam hidupnya. Seperti Pemazmur, hendaknya kita juga berpaling kepada Allah dan mengandalkan Dia dalam setiap kesesakan dan kesukaran yang kita hadapi. Yeremia 17:7 menyatakan berkat yang dijanjikan kepada setiap orang yang mengandalkan Allah. Dan, satu-satunya cara bagi kita untuk mencari dan menemukan Tuhan adalah dengan berdoa dan senantiasa menyediakan waktu untuk membaca firman-Nya. Melalui waktu-waktu itulah, kita dapat berelasi dan menjumpai Dia secara pribadi, dan mencari pertolongan- Nya. 2. Mengenyahkan takut. Khawatir sesungguhnya bersifat manusiawi, tetapi kecemasan yang terus- menerus dirasakan akan menciptakan keadaan paranoia atau ketakutan yang berlebihan dalam diri kita. Firman Tuhan memiliki ratusan pasal yang menekankan kepada kita untuk tidak menjadi takut karena efeknya yang melumpuhkan dan lambat laun mematikan pengharapan dan pertumbuhan iman kita. Kita akan begitu terfokus kepada diri sendiri sehingga tak mampu berfokus kepada Tuhan, untuk melihat karya-Nya dalam hidup ini. Jika kita merasa takut dan cemas akan situasi yang tengah terjadi dalam hidup kita, ingatlah akan perkataan Tuhan dalam Yesaya 41:13 (Draft AYT) yang berkata, "Sebab, Akulah TUHAN, Allahmu, yang menopang tangan kananmu, yang berkata kepadamu, `Jangan takut! Aku akan menolongmu.`" Jadi, buanglah kecemasan atau ketakutan kita dengan segera ketika itu menghampiri. Jangan membuatnya menjadi semakin besar sehingga perlahan-lahan melumpuhkan kita. Camkanlah selalu dalam benak kita bahwa Allahlah yang berkuasa atas hidup kita, bukan masalah atau situasi dalam hidup ini. Ia, yang menciptakan langit dan bumi serta yang tidak menyayangkan putra-Nya untuk menyelamatkan kita, masakan tidak akan menolong kita dari kesesakan atau tekanan yang ada dalam kehidupan ini? 3. Tidak menghindar, tetapi bertumbuh. Ketika Allah mengizinkan kesesakan terjadi dalam hidup kita, ingatlah bahwa Ia menginginkan kita untuk memiliki iman dan karakter yang murni, yang hanya dapat terjadi dan teruji melalui penderitaan dan kesulitan. Ia lebih peduli pada kekudusan kita dibanding kebahagiaan kita karena kekudusan lebih memiliki nilai kekekalan. Setiap orang yang dikasihi-Nya pasti memiliki saat-saat penderitaan dan kesukaran pada waktu-waktu tertentu saat Tuhan menghendakinya. Tidak ada yang akan terbebas dari hal itu. "Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:6) Karena itu, dibanding menghindar atau menjadi takut pada penderitaan atau tantangan hidup, mari kita menghadapinya dengan meminta Tuhan agar menjadikan kita bertumbuh melaluinya dan menggunakannya untuk tujuan yang baik dalam kehidupan kita. Roma 5:3-5 menyatakan: "Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan." Jika kita mengasihi Allah dan sungguh-sungguh menginginkan agar kehendak-Nya terjadi dalam kehidupan kita, kita dapat memercayai-Nya bahwa apa pun yang terjadi kepada kita akan mendatangkan kebaikan dalam diri dan jiwa kita. 4. Percaya akan penyertaan Allah. Sebelum Maria mengandung, Malaikat Gabriel datang kepadanya untuk menyatakan kehendak Tuhan sekaligus juga untuk memberi kekuatan kepadanya. "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau," kata malaikat itu, yang kemudian disambung dengan, "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah." (Lukas 1:28,30). Dalam sapaan Malaikat kepada Maria tersebut terkandung dua pernyataan penting: bahwa Tuhan menyertainya dan bahwa ia akan beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Dari sana, kita mendapat pelajaran, bahwa ketika kita menghadapi pergumulan dan beban berat, Allah sudah mengetahui hal itu sebelumnya. Ia akan menyertai dan memperlengkapi kita seperti halnya kepada Maria serta orang-orang percaya lainnya, dan bahwa kita akan beroleh kasih karunia di hadapan- Nya. Hal itu adalah kekuatan serta garansi utama bagi kita untuk dapat menghadapi dan menjalani masa-masa yang sulit, yang tak dapat kita peroleh dengan sendirinya. Tidak ada satu pun kekuatan dari diri sendiri ataupun orang lain yang dapat menyamai kekuatan serta penyertaan yang berasal dari Allah, atau yang dapat memberi damai sejahtera dan sukacita sejati. Lagi pula, damai sejahtera dan sukacita yang sejati bukanlah yang terdapat pada saat-saat tenang atau nyaman dalam kehidupan, melainkan yang justru tetap ada saat badai hidup melanda. Itulah tanda penyertaan serta kekuatan dari Allah yang memampukan kita untuk terus bertahan dalam melalui penderitaan. Kiranya damai sejahtera dan pemeliharaan Allah yang melampaui akal dan pikiran senantiasa menyertai kita semua terutama dalam saat-saat terberat kehidupan kita. Amin. Sumber bacaan: 1. Patrick, Tim. 2005. "Encouragement for Difficult Times". Dalam http://www.sermoncentral.com/sermons/encouragement-for-difficult-times-tim-patrick-sermon-on-faith-general-86210.asp?Page=1 2. Meyer, Joyce. "Getting Through Hard Times". Dalam http://www.joycemeyer.org/articles/ea.aspx?article=getting_through_hard_times 3. Hopler, Whitney. 2012. "How to Find Strength in Tough Times". Dalam http://www.crosswalk.com/faith/spiritual-life/how-to-find-strength-in-tough-times.html Kontak: wanita(at)sabda.org Redaksi: N. Risanti dan Mei Berlangganan: subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-wanita/arsip BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |