Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/150 |
|
e-Wanita edisi 150 (17-3-2016)
|
|
______________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen______________ Bangkit Bersama Kristus Edisi 150/Maret 2016 e-Wanita -- Bangkit Bersama Kristus Edisi 150/Maret 2016 Salam dalam kasih Kristus, Memasuki bulan ketiga pada tahun 2016 ini, e-Wanita kali ini akan mengajak Anda mengingat dan menghayati pengorbanan Sang Juru Selamat di kayu salib. Kita juga akan merenungkan makna yang sesungguhnya di balik pengorbanan Kristus. Bukan sekadar menebus dosa manusia dan membebaskannya dari belenggu dosa, tetapi dalam kematiannya ada jaminan pemeliharaan secara terus-menerus bagi orang percaya. Dalam edisi ini, kita juga akan belajar dari Maria Magdalena, yang hidupnya mengalami perubahan ketika berjumpa dengan Yesus. Maria sangat mengasihi Yesus dan mewujudkannya dalam tindakan, bukan hanya ucapan. Akhir kata, kiranya sajian artikel dalam edisi ini dapat menuntun kita untuk lebih dekat kepada-Nya dan menolong kita untuk terus bertumbuh di dalam Dia. Seluruh staf redaksi e-Wanita mengucapkan, "Selamat merayakan hari Jumat Agung dan Paskah. Biarlah kita yang sudah dibenarkan melalui karya kematian dan kebangkitan Kristus, hidup berkemenangan setiap hari dalam ketaatan kepada Allah." Tuhan Yesus memberkati. Staf Redaksi e-Wanita, Hossiana < http://wanita.sabda.org/ > DUNIA WANITA: MERESPONS KARYA SALIB DAN KEBANGKITAN KRISTUS Kematian Kristus di kayu salib dan kebangkitan-Nya adalah demonstrasi kasih Allah atas umat manusia, dan demonstrasi kuasa-Nya atas dosa dan maut. Kasih Allah dinyatakan lewat pengorbanan Putra Allah yang memikul dosa seisi dunia sehingga menyediakan jalan pendamaian bagi manusia kepada Allah. Kematian Kristus adalah kematian yang menggantikan hukuman yang seharusnya manusia terima karena dosa- dosanya. Manusia yang percaya kepada Kristus tidak lagi menerima hukuman, melainkan menerima anugerah pengampunan dosa. Salib menjadi lambang pengampunan yang sempurna karena Kristus telah membayar utang dosa secara tuntas di atasnya. Oleh darah Kristus yang telah dicurahkan demi pengampunan dosa, manusia yang percaya kepada karya salib ini boleh dengan berani berkata, "Aku sudah diampuni. Allah tidak lagi melihat aku sebagai orang berdosa. Terpujilah nama Tuhan!" Kebangkitan Kristus menyatakan bahwa kuasa dosa dan maut yang membelenggu manusia telah dipatahkan, sekali untuk selama-lamanya. Dosa dan maut tidak lagi memiliki kuasa untuk memperbudak manusia. Kubur yang kosong membuktikan bahwa orang yang percaya kepada Kristus mengalami pembebasan dari belenggu dosa. Sama seperti karya Kristus di salib menyebabkan manusia bisa berkata, "Darah-Nya menyucikan aku," kebangkitan Kristus menyebabkan setiap orang percaya boleh dengan keyakinan penuh berkata, "Puji Tuhan, hidupku sekarang bukan aku lagi, melainkan Kristus yang hidup dalamku" (Galatia 2:20a). Namun, kasih kayu salib dan kuasa kebangkitan Kristus tidak hanya berhenti pada pengampunan dosa dan pembebasan dari belenggu dosa, tetapi juga menjaminkan pemeliharaan-Nya atas orang percaya secara terus-menerus. Kristus yang bangkit, hadir dalam rupa kehadiran Roh Kudus di dalam hati setiap orang percaya. Itu sebabnya, selepas kebangkitan kita merayakan kenaikan Kristus ke surga, lalu hari Pentakosta, yaitu kedatangan Roh Kudus untuk memimpin umat Tuhan. Roh Kudus mengingatkan kita akan semua pengajaran Kristus dan karya yang sudah dilakukan-Nya dengan sempurna. Setiap kali dosa mengintai dan mau menyatakan otoritas atas hidup orang percaya, kita bisa menolak dengan berkata, "Utang dosa sudah lunas dibayar dan penjara dosa tidak berkuasa menawan aku." Setiap kali godaan datang agar kita menyerah kembali kepada dosa, kita bisa menggunakan senjata ilahi yang diberikan Allah kepada kita: iman, pengharapan, dan kasih. Dengan iman, kita menengok ke belakang kepada karya salib dan kebangkitan Kristus. Dengan iman, kita diingatkan kembali saat karya tersebut diberlakukan atas hidup kita. Apa yang Kristus telah lakukan pada masa lampau dan yang telah kita alami secara pribadi, menjadi pegangan dan jaminan bahwa sekarang ini hidup kita adalah dalam lingkup kasih dan kuasa Allah. Bersama dengan Paulus, kita bisa berkata, "Tak ada suatu hal pun yang dapat memisahkan aku dari kasih Allah" (Roma 8:31-38). Dengan pengharapan, kita melihat ke masa depan. Kristus yang sudah bangkit dan sudah menang terhadap kuasa dosa kelak akan datang menjemput setiap orang percaya menikmati surga yang mulia yang disediakan bagi mereka (Yohanes 14:1-3). Saat itu pasti akan datang, sepasti karya penyelamatan-Nya yang sudah terjadi. Pada saat itu, semua pergumulan hidup selesai. Perjuangan untuk bertahan bahkan menang melawan pencobaan berakhir, diganti dengan persekutuan dan kebahagiaan kekal bersama Allah Bapa dan Kristus. Pengharapan akan bertemu Kristus dan menikmati persekutuan kekal inilah yang membuat kita fokus pada akhir perjalanan hidup kita, bukan pada hal-hal di dunia ini yang mudah mengalihkan perhatian kita dan menjebak kita berputar-putar di tempat (Ibrani 12:1-2). Dengan kasih, kita menjalani hari ini sebagai respons terhadap kasih dan kuasa-Nya yang tidak berubah, baik dahulu, sekarang, dan sampai Kristus datang kembali. Kasih Kristus yang sudah kita alami dan kuasa- Nya yang terus menopang kita menjadi daya pendorong yang tidak pernah bisa padam di dalam hidup kita. Kasih ini bagaikan mata air yang meluap-luap ke luar dari hati yang sudah dihidupkan oleh hidup Kristus (Yohanes 4:14). Kasih ini kita wujudkan dengan menyaksikan Kristus kepada sesama manusia agar mereka pun berjumpa dengan Kristus serta mengalami kasih dan kuasa-Nya dalam hidup mereka. Diambil dari: Judul buletin: Partner, Tahun XXII, Edisi 2, Tahun 2008 Penulis: Hans Wuysang Penerbit: Yayasan Persekutuan Pembaca Alkitab, Jakarta 2008 Halaman: 1 -- 2 POTRET WANITA: MARIA MAGDALENA Anda mengenalku sebagai Maria Magdalena. Padahal, namaku Maria. Titik! Dan, aku lebih suka dipanggil begitu. Disebut "Magdalena" karena aku berasal dari Magdala. Terus terang, hal itu sungguh tidak menguntungkan, sebab sekalipun kota asalku itu sebuah kota yang makmur serta merupakan pusat pertanian, industri perkapalan, dan perdagangan di provinsi Galilea, aku tidak pernah bangga dikenal sebagai "orang Magdala". Anda barangkali mengetahui bahwa kota Magdala mempunyai reputasi buruk. Magdala, kata orang, dikenal sebagai kota yang amoral. Namun, mungkin memang sudah nasibku. Bukan saja kotaku yang mempunyai reputasi buruk, aku juga dikenal dengan bermacam-macam sebutan. Maria Magdalena, perempuan bejat dari kota bejat. Ah, sakitnya! Aku dikenal sebagai Maria, si bekas pelacur. Padahal, sebenarnya ini hanya prasangka belaka. Orang sering mengacaukan aku dengan Maria yang lain. Atau, ya itulah, sebab aku berasal dari Magdala, maka orang mudah saja menyangka yang tidak- tidak. Hanya bila Anda telah pernah merasakannya, Anda akan mengetahui bahwa kadang-kadang masyarakat itu kejam. Dengan sewenang-wenang mereka menuduh dan mendakwa, tanpa memberi kesempatan sedikit pun kepada si terdakwa untuk membela diri. Tidak jarang, yang bersangkutan pun malah tidak pernah mengetahui atau diberi tahu tentang tuduhan itu. Lalu, mereka dengan serta-merta telah menghukumnya seumur hidup, tanpa diberi kemungkinan untuk memperoleh grasi atau amnesti. Entah sudah berapa banyak korban berjatuhan dan entah sudah berapa banyak kehidupan yang hancur karena kesewenang-wenangan seperti ini. Sulitnya, orang baru menyadari itu setelah dirinya sendiri yang mengalami ketidakadilan semacam itu. Ah, sekiranya orang hanya mempunyai prasangka yang baik tentang sesamanya! Sekiranya orang hanya menghakimi dirinya sendiri dan bukan orang lain! Mungkin karena pengalamanku yang pahit itu, perjumpaanku dengan Yesus menjadi titik balik paling bermakna, yang mengubah seluruh hidupku. Terus terang, aku baru sekali itu berjumpa dengan orang seperti itu. Sungguh langka ada seorang tokoh agama yang bersedia menerima orang sepertiku apa adanya. Tanpa sikap menuding, menuntut, atau mendakwa. Bukan saja Dia bersedia menerimaku seperti apa adanya aku, Dia juga bersedia menerima diriku sendiri seperti aku adanya -- dengan segala kelebihanku dan dengan segala kekuranganku. Lalu, dari situ, aku berusaha menjadi diriku yang terbaik. Aku heran mengapa para tokoh agama yang lain tidak rela belajar dari Yesus mengenai hal ini, padahal itulah cara yang paling efektif untuk memungkinkan perubahan sejati pada diri seseorang. Bahwa orang akan lebih mampu mengubah dirinya bila ia pertama-tama merasa dirinya diterima, dan bukan sebaliknya, belum apa-apa sudah dituntut dan dituduh. Bahwa orang sungguh-sungguh akan berubah, bukan karena bersedia memenuhi tuntutan moral dari luar dirinya, melainkan karena dorongan murni yang berasal dari kesadaran di dalam dirinya. Baiklah kuakui tanpa malu-malu, aku, Maria, pernah dikuasai oleh tujuh setan. Aku bukan seorang yang suci. Aku jauh dari itu. Namun, apakah Anda mengetahui apa yang dilakukan Yesus ketika aku datang menjumpai-Nya? Dari mata-Nya, aku mengetahui tidak sedikit pun tersirat rasa jijik di dalam hati-Nya. Jauh dari sikap mengutuk, Dia justru menerima dan mengampuniku. Dengan setulus dan seputih batin-Nya. Dia tak perlu mengatakannya, aku bisa merasakannya. Dengan begitu, Dia membebaskanku. Membebaskan aku dari sikap mengutuki diriku sendiri. Oleh karenanya, aku berharap Anda bersedia mengerti mengapa aku begitu mengasihi-Nya dengan segenap hatiku. Aku berutang hidup kepada-Nya. Aku juga mengetahui bahwa orang sering mengacaukan aku dengan Maria dari Betania yang mengurapi kaki Yesus dengan minyak narwastu, lalu membasuhnya dengan air mata dan menyeka dengan rambutnya yang tergerai. Aku, Maria Magdalena, bukan aku yang melakukan itu. Akan tetapi, sekiranya aku mempunyai kesempatan, pasti akan kulakukan hal yang sama tanpa ragu, malah mungkin lebih dari itu. Aku mengasihi-Nya. Aku tahu Dia pun mengasihiku. Mengenai ini, masyarakat pun lalu menuduh yang tidak-tidak. Tampaknya di dunia ini, kebencian diterima jauh lebih wajar dibanding keakraban. Keakraban bisa dikutuk sebagai amoral, sedangkan permusuhan tidak. Bukankah demikian? Entah bagaimanapun pandangan masyarakat, aku tak dapat menyangkal betapa hancur hatiku pada hari Jumat itu. Dia, Tuhanku, Guruku, Sahabatku, mati. Dan, bersamaan dengan itu, diriku sendiri serasa mati. Karena masih hari Sabat, kutahan sedapat-dapatnya hatiku yang meronta- ronta dengan hebatnya. Sabtu itu, aku cuma tinggal di rumah. Menangis dan menangis. Aku ingin menjerit! Baru saja kunikmati hidup yang bermakna, belum lama. Lalu, kini semuanya tinggal puing-puing belaka. Begitu tiba-tiba. Fajar belum lagi menyingsing, tetapi hari Sabat telah berlalu. Apa lagi yang kutunggu? Ke makam Yesus aku berlari, buru-buru. Tak pernah kuperoleh kesempatan untuk mengungkapkan cintaku kepada-Nya selama Dia masih hidup. Inilah penyesalanku yang paling dalam, yang akan kubawa sampai mati. Kini, Dia telah tiada. Aku hanya dapat mengungkapkan kasih sayangku di depan kubur-Nya. Seperti yang dilakukan Maria dari Betania, bilamana mungkin, akan kubasuh jenazah- Nya dengan air mataku dan kuseka Dia dengan rambutku yang tergerai. Akan tetapi, alangkah terkejutnya aku. Dunia ini rupa-rupanya telah begitu membenciku sehingga untuk itu pun aku tidak diberi kemungkinan melakukannya. Kubur-Nya menganga. Jenazah-Nya tidak ada. Dahulu aku berpikir, bila toh aku tidak boleh menjamah tubuh-Nya, bekas-bekas kehadiran-Nya pun telah cukup bermakna. Akan tetapi, itu pun tiada. Dapatkah Anda memahami perasaanku pada waktu itu? Telah kutekan pengharapanku sampai ke titik yang paling rendah, tetapi untuk itu pun aku masih harus dikecewakan. Aku meratap, aku menjerit, dan aku menangis. Ada rasa duka di dalam hatiku. "Maria!" Aku mendengar suara itu. Ya, aku mendengarnya. Akan tetapi, jeritan di dalam hatiku lebih keras dari suara itu. Sebab itu, aku tidak menengok. "Maria!" Untuk kedua kalinya, suara itu kukenal betul. Suara yang dalam, hangat, tetapi penuh wibawa. Suara Kekasihku, Guruku, Sahabatku, Saudaraku, Penolongku! Aku menengok. Memang Dia! Aku kini tak peduli apa-apa lagi. Yesus! Aku berlari. Aku ingin memeluk-Nya. Aku mau mencium kaki-Nya. Aku bagai menemukan kembali hidupku sendiri. Namun, Dia menghindar. "Nanti, Maria. Belum sekarang. Nanti, di Kerajaan Bapa. Di situ semuanya abadi, indah, dan suci. Sekarang, untuk sementara kita mesti berpisah lagi. Sekarang, pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan saudara-saudaramu. Beritahukanlah kepada mereka agar berkumpul di Galilea dan kita semua akan bertemu di sana!" Dia menghilang! Akan tetapi, kini aku tidak lagi merasa kehilangan. Kehadiran-Nya, sekalipun cuma di batinku, telah membuat hatiku penuh. Hidupku ceria dan bermakna kembali. Sebab itu, kusayangkan benar bila orang mengatakan mengasihi Yesus, tetapi dia tidak pernah sungguh-sungguh mewujudkan kasihnya dalam tindakan. Dia tidak hadir di batin orang itu. Diambil dari: Judul buku: Mengapa Harus Salib? Penulis: Pdt. Eka Darmaputera, Ph.D. Penerbit: Gloria Grafa, Yogyakarta 2004 Halaman: 64 -- 70 STOP PRESS: IKUTILAH KELAS DISKUSI PEMBINAAN IMAN REMAJA (PIR) MEI/JUNI 2016 Remaja adalah masa depan gereja dan bangsa. Remaja Kristen harus dibina dalam iman untuk takut akan Allah, mengasihi sesama dan menjadi terang di mana saja mereka berada. Anda seorang orangtua, pelayan pemuda-remaja, guru, dan lain sebagainya? Bergabunglah dalam kelas Pembinaan Iman Remaja bersama PESTA pada bulan Mei/Juni. Dapatkan materi menarik pembinaan iman bagi remaja, masalah remaja, pengendalian diri remaja dan remaja yang menjadi terang. Daftar segera ke <kusuma@in-christ.net> atau ke Facebook Kusuma Ks dengan subjek [Daftar Kelas PIR]. Formulir Pendaftaran Kelas PIR dapat Anda dapatkan di alamat URL berikut ini: http://pesta.org/formulir_pendaftaran_kelas_pesta. Informasi selengkapnya: Situs: pesta.sabda.org Email: kusuma@in-christ.net Facebook: https://www.facebook.com/sabdapesta/ Kontak: wanita(at)sabda.org Redaksi: Amidya, Hossiana dan Davida Berlangganan: subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-wanita/arsip BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2016 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |