Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/2

e-Wanita edisi 2 (18-12-2008)

Firman itu Telah Menjadi Manusia

_________e-Wanita -- Milis Publikasi Wanita Kristen Indonesia_________
                Topik: Firman Itu Telah Menjadi Manusia
                       Edisi 02/Desember II/2008
______________________________________________________________________
MENU SAJI

- SUARA WANITA
- RENUNGAN WANITA: Firman Itu Telah Menjadi Manusia
- DUNIA WANITA: Bersinar
- POTRET WANITA: Maria
- PENA WANITA: Ucapan-Ucapan Terima Kasih
- EDISI BERIKUTNYA: Januari 2009
______________________________________________________________________
- SUARA WANITA

  Shalom,

  Kelahiran Kristus merupakan anugerah terindah yang Allah berikan
  bagi semua umat manusia, khususnya mereka yang percaya kepada-Nya.
  Karena melalui kelahiran-Nya, semua yang telah dinubuatkan oleh para
  nabi sebelumnya akan segera tergenapi, bahwa Ia akan menyelamatkan
  dunia dari hukuman kekal. Ya, Ia telah lahir, Ia lahir di dalam hati
  setiap orang percaya. Pertanyaannya sekarang adalah adakah tempat di
  hati kita bagi kelahiran-Nya?

  Melalui e-Wanita edisi kedua ini, kami mengajak Anda semua untuk
  merenungkan sejenak apa sebenarnya Natal itu. Simak juga sebuah
  kisah tentang bagaimana seorang wanita merayakan Natal di tengah
  musibah yang menimpanya. Bagaimana ia dapat tetap bersukacita
  merayakan kedatangan Bayi Kudus itu, sama sukacitanya dengan Maria,
  yang dipakai Allah untuk menggenapi visi besar-Nya dalam dunia ini.
  Silakan tengok kolom Potret Wanita untuk belajar dari Maria, sikap
  seperti apa yang harus kita miliki dalam memaknai Natal itu.

  Kami ucapkan selamat menyimak dan tidak lupa kami mengucapkan pula:

             SELAMAT NATAL 2008 DAN TAHUN BARU 2009

  Biarlah kelembutan kasih Tuhan menguasai hati Sahabat Wanita
  terkasih, dan Ia yang rela mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa
  sebagai manusia itu bertakhta di hati Sahabat Wanita sekalian
  selama-lamanya.

  Tuhan Yesus memberkati!

  Staf Redaksi e-Wanita,
  Novita Yuniarti

______________________________________________________________________

                 A Christmas candle is a lovely thing;
                       It makes no noise at all,
                     But softly gives itself away;
                 While quite unselfish, it grows small.
                             - Eva Logue -
______________________________________________________________________
- RENUNGAN WANITA

                  FIRMAN ITU TELAH MENJADI MANUSIA

  "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita."
  (Yohanes 1:14)

  Yesus adalah Allah dalam wujud manusia. Dengan datang ke dalam
  dunia, Dia menyatakan Bapa Surgawi kepada kita. Itulah yang dimaksud
  oleh Yohanes ketika dia mengatakan bahwa "Firman itu telah menjadi
  manusia".

  F.W. Boreham menerapkan kebenaran ini ketika dia menulis, "Orang
  Kristen harus menyampaikan pesan kekristenan. Firman itu harus
  disampaikan dalam bentuk yang sesuai untuk manusia .... Firman yang
  menjadi manusia itu dinyatakan dengan suatu aksen dan penyampaian
  yang menarik .... Kata-kata manusia akan menjadi penuh semangat dan
  kuasa hanya bila dinyatakan dalam bentuk manusia. Demikian pula
  dengan rencana Allah atas manusia hanya akan seimbang menjadi
  menarik bila diekspresikan."

  Boreham juga mengutip perkataan George Elliot, seorang penulis yang
  berasal dari Inggris, "Terkadang (Firman) telah menjadi manusia,
  Firman itu bernapas di sekitar kita dengan napas yang hangat,
  menyentuh kita dengan tangan halus yang peka, mereka melihat kita
  dengan sedih, mata yang tulus, dan berbicara pada kita dengan nada
  yang menarik; mereka berjubahkan jiwa manusia yang hidup."

  Jika orang-orang ingin "mendengar" firman Tuhan, mereka harus
  "melihat" firman itu dilakukan dalam hidup kita. Yesus berkata,
  "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya
  mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di
  sorga" (Matius 5:16). Orang kristen yang hidup menurut apa yang
  mereka percayai, membuat firman itu menjadi manusia. (t/Yohanna)

            Orang percaya, ingatlah kau menanggung nama-Nya
            Hidupmu adalah apa yang dilihat oleh orang lain;
     Kau adalah contoh -- orang lain bisa memuji atau menyalahkanmu
                Dan menilai Penyelamatmu melalui dirimu
                                 - NN -

  Diterjemahkan dari:
  Judul buku: Our Daily Bread, Large Print-Annual Edition
  Edisi: Kamis, 18 Desember
  Judul asli artikel: The Word Made Flesh
  Penulis: Richard W. De Haan
  Penerbit: Yayasan Gloria, Yogyakarta 1996

______________________________________________________________________
- DUNIA WANITA

                              BERSINAR

  Saat kami menyantap makan malam sembari membaca kalender adven,
  tokoh orang Majus hampir tiba di kota Bethlehem. Kini giliran Sanna
  yang berusia 15 tahun untuk membaca dengan suara nyaring, namun
  pikirannya melayang-layang sehingga ketiga orang Majus tersebut
  sepertinya tidak bisa sampai ke palungan di kandang domba
  secepatnya. Gigi saya bergemeretak saat adik laki-lakinya, Jonathan,
  menatap Sanna dengan wajah lucu, penuh rasa kemenangan melihat Sanna
  kehilangan konsentrasi dan tertawa terkekeh-kekeh. Laura, anak kami
  yang berusia 17 tahun, terlihat acuh tak acuh, mengunyah makanannya
  dengan santai.

  Sekarang sudah tidak seperti dulu lagi, pikir saya berusaha menutupi
  kekecewaan. Biasanya rumah ini dipenuhi semangat Natal. Tetapi,
  anak-anak tidak antusias lagi melakukan tradisi tua yang biasa
  mereka tunggu-tunggu, seperti membaca kalender adven setiap malam.

  Setelah makan malam, saya mengembalikan kalender ke pintu lemari es
  dan menyalakan mesin cuci piring, berangan-angan tentang kontes
  Natal tahunan yang biasa dipersiapkan anak-anak untuk Whitney dan
  saya. Saya membiarkan mereka mengambil kain linen dari lemari untuk
  dibuat kostum. Setiap tahun, tengkuk anjing kami yang berwarna hitam
  menjadi tiga orang Majus. Ekornya terkulai di alas tidurnya. Saat
  saya melihatnya berjalan, tua dan kaku, melintasi dapur menuju
  kandangnya, saya berpikir apakah anjing itu juga mengingat Natal.

  Keadaan agak berubah keesokan harinya saat anak tertua kami, Wendy,
  pulang dari kampus. "Aku pulang!" suaranya terdengar saat ia membuka
  pintu dari dapur, mendorong koper besar melintasi lantai linoleum.
  Saya menyebut Wendy anak angin puyuh. Saya tak henti-hentinya
  mengingatkan Wendy agar melakukan segala sesuatu dengan santai dan
  dipikirkan dahulu, namun tak pernah didengar. Tetapi, Whitney dan
  saya sangat bersyukur atas kemurahan hatinya mengajak adik-adiknya
  untuk makan malam di luar malam ini. Ia memberi kami waktu untuk
  menyiapkan sentuhan akhir hari Natal di rumah. Rumah kami sudah
  bersih dari noda dan dipenuhi wangi jeruk lemon dan pinus, serta
  pai-pai yang baru dipanggang. Saya ingin memberikan yang terbaik
  pada saat kedatangan Anak Allah. Ketika Whitney akhirnya menyalakan
  lampu hias di pohon Natal, saya merasakan kegembiraan semangat Natal
  yang sudah tua. "Nah," kata saya, bersandar di bahu Whitney. "Sudah
  sempurna."

  Keesokan harinya adalah malam Natal. Rumah disibukkan oleh keriuhan
  kami sekeluarga berdandan untuk pergi ke gereja. Whitney, Jonathan,
  dan saya mengikuti kebaktian pukul lima sore. Anak-anak perempuan
  saya memilih mengikuti kebaktian berikutnya. Namun, kami berjanji
  akan bertemu di sebuah restoran untuk makan malam. "Sampai ketemu
  pukul 7 nanti, ya," sahut Whitney sebelum kami pergi. Sesaat sebelum
  menutup pintu depan, saya melihat untuk terakhir kalinya hasil kerja
  kami yang rapi. Ya, sepertinya sudah terasa nuansa Natalnya.

  Kebaktian pukul lima sore dipenuhi oleh jemaat. Para ibu yang gugup
  membantu anak-anak mereka mengenakan kostum. Saya merasa iri,
  mengingat bagaimana dulu menolong anak saya bersiap-siap mengikuti
  pertunjukan. Saya merasa lelah melakukan semua kerja keras mengikuti
  kebiasaan saat Natal. Lampu diredupkan dan panggung kecil berubah
  menjadi kandang hewan. Kesederhanaan kandang itu mengingatkan saya
  betapa bercahayanya Natal pertama berlangsung, namun hanya untuk
  sementara. Drama Natal diakhiri adegan bintang berkerlap-kerlip yang
  menuntun ketiga orang Majus menuju palungan bayi, tempat mereka
  berlutut sambil membawa hadiah. Seluruh jemaat menyanyikan lagu "We
  Three Kings of Orient Are", dan kebaktian pun usai.

  Whitney memasuki lahan parkir di restoran dan mata saya dengan cepat
  mencari mobil Dodge tua yang biasa dipakai Wendy. Kami memasuki
  restoran. Lilin bulat menyala di rangkaian ranting pohon pinus yang
  ada di atas meja. Lagu Natal berkumandang dari pengeras suara yang
  tersembunyi. Ada di mana anak-anak perempuan saya?

  Pelayan membawa kami ke meja dekat jendela. Saya sangat bersyukur
  bisa melihat ke arah parkir sehingga saya bisa berhenti khawatir di
  menit mobil Dodge tua memasuki tempat tersebut. Ketika mobil Wendy
  benar-benar tiba, amarah, dan kelegaan bertarung berusaha menguasai
  perasaan saya. Kemudian saya melihat wajah anak-anak perempuan saya
  yang murung saat melirik ke arah jendela dan masuk ke dalam
  restoran.

  Mereka duduk di kursi yang tersedia. Saya tidak yakin ingin
  mendengar penjelasan yang sebentar lagi akan saya dengar. "Bu,"
  Wendy memulai percakapan, meremas serbet hijau bertuliskan "SELAMAT
  NATAL", "Tadi terjadi kebakaran. Hanya kebakaran kecil di dapur,
  tetapi mengakibatkan jelaga hitam."

  Daftar menu makanan jatuh dari tangan saya. "Seberapa besar
  jelaganya?"

  Kemudian Wendy mulai menangis, raung tangisan yang sudah lama sekali
  tidak pernah saya lihat selama bertahun-tahun. Ia melelehkan lilin
  untuk mencabut bulu kakinya (cara mencukur yang ia tiru dari
  Perancis), dan seperti kebiasaannya yang selalu terburu-buru, Wendy
  berpikir sudah mematikan api di dapur, namun ternyata kenyataannya
  berbeda. Itulah awalnya panci menjadi terbakar. "Paling tidak rumah
  kita tidak terbakar seluruhnya," kata Laura menenangkan, melihat
  secercah sinar di langit yang gelap. "Puji Tuhan, kalian semua
  selamat," ujar Whitney.

  "Aku benar-benar minta maaf, Bu," pinta Wendy.

  Saat kami memasuki rumah, bau jelaga yang menyengat tercium dengan
  jelas. Lantai bawah berantakan -- langit-langit, dinding, perabotan
  rumah, dekorasi Natal, dan hiasan tentang kelahiran Kristus,
  semuanya bertebaran dan penuh kotoran berwarna hitam. Jelaga
  ternyata sampai ke ruangan ini, di perlengkapan makan dan peralatan
  dari perak, toples bumbu masak, dan makanan kalengan. Kue pai saya
  hancur berantakan. Sol sepatu kami menghitam gara-gara berjalan di
  lantai yang terkena jelaga. Tangan saya pun menjadi hitam.

  Di lemari es, kalender adven dengan gambar orang Majus yang melekat
  di pintu terkena jelaga hitam, bintangnya sepertinya juga ikut
  terbakar. Cukup bagi saya melihat kerusakan akibat kebakaran ini.
  Kami beristirahat di lantai atas dan menghabiskan malam berdiam di
  rumah. Tetapi, bau asap sangat terasa dan dapur benar-benar tidak
  bisa digunakan, sehingga pada keesokan paginya kami terpaksa
  menelantarkan rumah. Pada hari Natal.

  Satu-satunya tempat yang dapat kami pakai untuk makan malam adalah
  di kedai kopi sebuah hotel. Kami merasa malas memberitahu keadaan
  rumah kepada teman-teman. "Sepertinya tidak ada kamar kosong di
  hotel ini sekarang," komentar Whitney saat kami menyantap hamburger.

  "Betul," tutur Laura menyetujui, "kurasa keadaan kita sama seperti
  di Bethlehem waktu dulu." Suami saya menyeringai dan anak-anak
  tertawa -- saya juga berusaha tertawa, betul-betul berusaha, namun
  sulit. Rasa marah masih menguasai saya. Wendy sudah meminta maaf. Ia
  merasa menyesal dan telah belajar dari kejadian tersebut, ujarnya
  kepada saya. Saya katakan kepada Wendy bahwa saya telah
  memaafkannya. Perusahaan asuransi membayar semua kerusakan, bahkan
  biaya menginap kami di hotel sampai lantai bawah selesai dibersihkan
  dan dicat kembali. Namun, di hati saya masih berkecamuk perasaan
  marah yang sepertinya bertambah besar setiap kali saya berpikir
  tentang Natal keluarga yang berantakan. Hancur berantakan.

  Keesokan harinya, kami sekeluarga pergi untuk bermain boling.
  Tetapi, saya tidak ikut. "Kamu saja yang pergi," ujar saya kepada
  Whitney. "Aku perlu waktu untuk sendirian." Wendy meremas tangan
  saya sesaat sebelum mereka menutup pintu kamar.

  Setelah mereka pergi, saya mengambil mantel dan berjalan menuju
  rumah, berpikir untuk mengambil beberapa hiasan Natal dan
  membersihkannya sebisa saya. Saya perlu melakukan sesuatu.

  Kabut dan gerimis menyelimuti rumah saat saya berada di tempat
  parkir. Di dalam rumah, udara masih berbau asap. Sepertinya noda
  2jelaga bertambah banyak. Rumah saya terasa pengap dan menyedihkan.
  Saya membuat kesalahan dengan kembali ke rumah.

  Saya mulai mencabut hiasan-hiasan dari pohon Natal dan menggosoknya
  hingga bersih dengan kain lap. Dengan cepat, tangan saya menjadi
  hitam, hidung saya dipenuhi jelaga. Apakah ini benar-benar tempat
  sempurna yang sama dengan tempat saat saya dan Whitney berdiri dan
  merasakan kedatangan Kristus?

  Ornamen-ornamen Natal jatuh dari jemari tangan saat mata saya
  dipenuhi air mata dan mengalir turun di pipi saya yang penuh
  kotoran. Saya memang sudah merasakan sesuatu yang tak biasa di Natal
  kali ini. Bahkan sebelum kebakaran terjadi. Anak-anak terlihat
  berbeda -- lebih tua dan lesu. Tak satu pun dari mereka yang peduli
  terhadap hiasan Natal yang saya persiapkan dengan hati-hati. Saya
  mendekat ke sebuah kursi dan menghempaskan badan di atasnya.

  Kemudian mata saya melihat ke arah "creche" (boneka Bayi Yesus di
  palungan, yang biasanya dikelilingi oleh figur Maria, Yusuf, para
  gembala, binatang, dan para Majus). Secara naluriah, saya meraihnya
  dengan satu tangan sambil membersihkan pipi yang penuh bekas tetesan
  air mata dengan tangan lainnya. Saya menarik boneka bayi Yesus dari
  palungan-Nya. Boneka itu berada di telapak tangan saya, terlihat
  abu-abu akibat jelaga, berantakan, sama seperti semua benda lainnya
  di ruangan ini, seperti juga keluarga saya pada Natal ini. Saya
  menggosokkan boneka itu di lengan baju denim tua saya. Air mata saya
  turut membantu membersihkan beberapa noda kotoran. Saya menyekanya
  sekali lagi dan lagi. Saya ingin paling tidak boneka ini bisa
  menjadi bersih, sempurna. Akhirnya boneka Kristus ini bersinar.

  Dan kemudian saya mulai merasakannya, untuk pertama kalinya
  sepanjang tahun ini, semangat Natal. Luar biasa, pikir saya,
  bagaimana boneka kecil ini, diseka hingga bersih, bersinar mengatasi
  semua hal.

  Tidak ada hiasan saat Ia turun dari surga di Natal pertama. Dunia
  ini berantakan, sama sekali tidak sempurna, sama seperti saat ini.
  Tapi, hal itu tidak menghalangi kasih Allah bagi kita tercurah dari
  Bethlehem.

  Perayaan Natal tak pernah sama. Senantiasa berubah dari tahun ke
  tahun, dan tak pernah berjalan benar-benar sempurna, tak peduli
  betapa besarnya usaha kita untuk membuatnya sempurna. Hal yang
  sempurna adalah keajaiban yang terjadi di Bethlehem 2000 tahun yang
  lalu dan kasih Allah yang terus tercurah di tengah kekacauan manusia
  yang tak sempurna; Natal adalah menemukan pancaran Bayi Kristus di
  tengah-tengah kehidupan yang menyesakkan.

  Setelah mengucapkan doa ucapan syukur, saya dengan hati-hati
  meletakkan kembali Bayi Kristus ke dalam palungan. Acara
  bersih-bersih bisa menunggu untuk dilanjutkan di kemudian hari. Saya
  harus menemukan Whitney dan anak-anak. Saya tahu mereka mungkin
  sedang menyantap hamburger di kedai kopi hotel. Saya tak sabar
  bergabung bersama mereka

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Guideposts bagi Jiwa: Kisah-Kisah Iman Natal
  Judul asli buku: Guideposts for The Spirit: Christmas Stories of
                   Faith
  Penulis: Shari Smyth
  Penerjemah: Mary N. Rondonuwu
  Penerbit: Gospel Press, Batam 2006
  Halaman: 261 -- 271

______________________________________________________________________
- POTRET WANITA

                    Maria: Pujian dalam Kesesakan
                   Diringkas oleh: Novita Yuniarti

  Pada bulan keenam, Maria tiba-tiba dikunjungi oleh malaikat Gabriel
  yang menyampaikan sebuah pesan Allah untuknya, bahwa ia akan
  mengandung dan melahirkan seorang anak yang akan disebut sebagai
  Mesias. Pesan itu sungguh sangat membingungkannya, mengingat
  kondisinya saat itu belum bersuami. Namun, Maria tetap mengambil
  sebuah keputusan untuk tetap taat dan memercayai perkataan Allah.

  Maria sadar betul akan risiko dari keputusan yang ia ambil. Ia dapat
  saja dianggap sebagai wanita yang tidak setia, wanita yang telah
  mencemarkan nama baik keluarga dan agamanya, bahkan yang lebih
  parah, ia dapat saja dijatuhi hukum mati. Tapi risiko-risiko ini
  sama sekali tidak membuatnya mundur, melainkan sebagai hamba Tuhan,
  ia tetap bersyukur dan memuji Tuhan, serta berserah kepada-Nya.

  Keputusan tersebut telah mengubah seluruh perjalanan hidup Maria. Ia
  "terhisap" ke dalam karya Allah untuk seluruh umat manusia. Meskipun
  demikian, Maria tidak merasa dirinya orang yang hebat. Ia sadar
  bahwa ia hanyalah "pengemban tugas", sementara segala pujian dan
  kebesaran hanyalah menjadi milik "Sang Pemberi Tugas". Dari kisah
  hidup Maria, ada satu hal yang dapat kita pelajari, yakni hidup kita
  tidak selamanya berjalan seperti apa yang kita harapkan. Tidak
  jarang Tuhan membelokkan arah kehidupan kita. Dalam situasi semacam
  ini, apakah yang kita lakukan? Jawabannya bersikaplah seperti Maria.

  Diringkas dari:
  Judul buku: Penggenapan Pengharapan
  Penulis: Ayub Yahya
  Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta 2007
  Halaman: 8 -- 14

______________________________________________________________________
- PENA WANITA

  Dari: Anggriani Gabe <anggriani_gabe@>
  > terima kasih redaksi e-wanita atas kiriman renungannya
  > saya tunggu renungan berikutnya
  > Tuhan Yesus memberkati

  Dari: Rita Silaban <rita_silaban@>
  > Dear Redaksi,
  > Terima kasih atas welcome letter nya. Saya suda menerima Edisi
  > Perdana nya. Semoga dgn hadirnya E-Wanita, banyak wanita dan
  > keluarganya diberkati Tuhan. Amen
  > Salam
  > Rita

  Dari: Erna L. Kusoy <elkusoy@>
  > Dear redaksi,
  > Saya ucapkan terima kasih atas email ibu dan memnberitahukan bahwa
  > publikasi perdana Wanita sudah sampai dan pasti saya akan
  > menikmatinya.
  > Banyak terima kasih saya ucapkan atas bantuan dan perhatian anda.
  > Have a wonderful day.
  > Warm regards,
  > Erna L. Kusoy

  Redaksi:
  Kami juga mengucapkan terima kasih atas e-mail yang telah dikirimkan
  oleh Sahabat-Sahabat Wanita sekalian. Hal ini benar-benar menjadi
  motivasi dan penguatan bagi redaksi untuk bekerja lebih giat lagi.
  Kami bersukacita karena edisi wanita ini bisa menjadi berkat bagi
  Sahabat Wanita. Ayo, perkenalkan e-Wanita pada teman atau saudara
  Sahabat Wanita yang lain, agar makin banyak wanita-wanita Kristen
  Indonesia yang ikut diberkati. Jika ingin mengirimkan alamat e-mail
  rekan-rekan Anda agar dapat kami daftarkan untuk menjadi pelanggan
  e-Wanita, silakan kirimkan ke: ==> wanita(at)sabda.org

  Melalui alamat di atas pula, kami mengundang Sahabat Wanita
  memberikan saran maupun kritik untuk pengembangan e-Wanita
  selanjutnya. Terima kasih.

______________________________________________________________________
- EDISI BERIKUTNYA

  Sahabat Wanita yang setia jangan lupa membaca edisi e-Wanita bulan
  Januari dengan tema Tahun Baru. Adapun topiknya adalah:

  - e-Wanita 03: Harapan Baru dalam Kristus
  - e-Wanita 04: Menjadi Intim dengan Tuhan

  Kami juga mengajak Sahabat Wanita sekalian untuk mengirimkan cerita,
  kesaksian, dan pokok doa. E-mail Anda akan kami publikasikan setiap
  bulannya melalui kolom Surat Anda, supaya menjadi berkat bagi orang
  lain. Kami tunggu e-mail Anda di meja redaksi yang beralamat di:

  ==> wanita(at)sabda.org

  Selamat melayani, Tuhan memberkati!

______________________________________________________________________
Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan kepada redaksi:
<wanita(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-wanita(at)hub.xc.org>
______________________________________________________________________
Pimpinan Redaksi: Yohanna Prita Amelia
Staf Redaksi: Novita Yuniarti dan Christiana Ratri Yuliani
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) e-Wanita 2008 -- YLSA
http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`)
Alamat berlangganan: <subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org>
Alamat berhenti: <unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org>
Arsip e-Wanita: http://www.sabda.org/publikasi/e-wanita/

______________MILIS PUBLIKASI WANITA KRISTEN INDONESIA________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org