Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/37

e-Wanita edisi 37 (3-6-2010)

Relasi Mertua dan Menantu

_________e-Wanita -- Milis Publikasi Wanita Kristen Indonesia_________
                   Topik: Relasi Mertua dan Menantu
                          Edisi 37/Juni 2010
______________________________________________________________________
                              MENU SAJI

- SUARA WANITA
- RENUNGAN WANITA: Ibu Mertua Sahabat Menantu
- DUNIA WANITA: Awas! Ada Mertua Galak!
- WAWASAN WANITA: Belajarlah Mengasihi Ibu Mertua Anda
- POKOK DOA: Mengasihi Mertua
______________________________________________________________________
- SUARA WANITA

  Shalom,

  Selain menyatukan dua pribadi, pernikahan juga menyatukan dua
  keluarga. Bahkan ada ungkapan yang mengatakan, "Jika kita menikah,
  kita tidak hanya menikahi pria atau wanita pilihan kita, namun juga
  keluarganya." Itu berarti masing-masing pihak harus bisa melebur
  menjadi satu dan menjadi keluarga baru yang lebih besar lagi. Akan
  tetapi, dalam kenyataannya proses ini tidaklah semudah membalikkan
  telapak tangan. Sering kali kebiasaan-kebiasaan yang dibawa oleh
  masing-masing pihak dan peran baru yang harus dijalani menyebabkan
  perbedaan pendapat yang berakibat pada perselisihan.
  Salah satu hal yang sering terjadi adalah masalah hubungan mertua
  dan menantu. Ada banyak hal yang bisa menjadi penyebab perselisihan
  mereka, mulai dari masalah sepele hingga hal-hal yang menyangkut
  prinsip. Meskipun demikian, tidak berarti perselisihan ini sulit
  dicegah. Dalam dua edisi e-Wanita Juni ini, Redaksi mengajak Sahabat
  Wanita melihat cara-cara apa saja yang bisa dilakukan agar relasi
  antara mertua dan menantu terjalin dengan sehat.

  Selamat belajar, Tuhan memberkati.

  Pimpinan Redaksi e-Wanita,
  Christiana Ratri Yuliani
  http://wanita.sabda.org
  http://fb.sabda.org/wanita
______________________________________________________________________

   "Those who have courage to love should have courage to suffer."
                        (Anthony Trollope)
______________________________________________________________________
- RENUNGAN WANITA

                      IBU MERTUA SAHABAT MENANTU

  Pembacaan Alkitab: Rut 1:11-19

  "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak
  mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku
  pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam;
  bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati,
  aku pun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah
  kiranya Tuhan menghukum aku, bahkan lebih lagi daripada itu, jikalau
  sesuatu apa pun memisahkan aku dari engkau, selain daripada maut"
  (Rut 1:16-17)

  Ayat yang indah dan paling mengesankan ini diungkapkan oleh seorang
  menantu perempuan bernama Rut kepada ibu mertuanya, janda yang
  bernama Naomi. Peristiwa ini terjadi pada waktu Naomi memohon agar
  Rut meninggalkannya agar ia mau kembali kepada ibu kandungnya sebab
  suami Rut telah meninggal dan Naomi pun sudah lanjut usia. Naomi
  memaksanya sebab ia tahu bahwa tidak ada harapan lagi baginya untuk
  menikmati hidup bahagia sejak kematian suaminya. Pada saat yang
  mengharukan ini, keluarlah ucapan Rut di atas.

  Ikatan macam apakah yang menyebabkan hubungan erat dan kuat antara
  menantu dengan ibu mertuanya?

  Kita telah banyak mendengar ketidakcocokan dan pertengkaran antara
  menantu dengan ibu mertua, ipar, dan saudara-saudara lainnya.
  Tetapi, marilah kita tinjau sebentar cerita Rut dan Naomi yang
  terdapat di dalam Alkitab (Rut 1:1-9). Mari kita melihat
  sebab-sebabnya sehingga hubungan yang luar biasa ini dapat terjadi.
  Peristiwa ini tidaklah mustahil dapat terjadi pada masa sekarang
  apabila kita hayati inti dari kebenaran cerita.

  1. Iman Naomi yang tetap teguh

  Naomi adalah seorang ibu yang beriman. Rut, menantunya, belum
  mengenal Allah yang benar. Naomi tinggal di negeri Moab yang kafir
  setelah ia pindah dari Israel. Imannya kepada Allah dilihat oleh
  menantunya. Kita tidak tahu bagaimana ia menunjukkan imannya kepada
  Allahnya, tetapi yang kita tahu dengan pasti ialah bahwa hati Rut
  telah diserahkan pada Tuhan. Naomi membuktikan iman yang tetap teguh
  meskipun di dalam kesulitan di tengah-tengah bangsa yang tidak
  mengenal Allah yang hidup.

  2. Kasih yang memenangkan

  Kasih Naomi terhadap menantunya membuktikan imannya kepada Tuhan.
  Tidak ada kesempatan yang lebih besar lagi bagi seorang ibu Kristen
  untuk bersaksi tentang ibadahnya kepada Tuhan yang disembahnya di
  hadapan istri anaknya supaya terang keselamatan Tuhan bercahaya di
  dalam hati menantunya yang masih gelap.

  Tidak ada cara lain yang lebih baik untuk menguji kerohanian seorang
  ibu selain dari mengasihi istri anaknya. Dan tiada cara lagi yang
  lebih baik untuk menguji keteguhan iman seorang ibu selain dari
  kasih yang diberikan menantunya.

  Kasih yang memenangkan ini dapat dibuktikan kebenarannya, namun
  memerlukan waktu yang lama serta menghadapi berbagai kesulitan.
  Kasih dengan sendirinya tidak dapat dibatasi oleh keadaan-keadaan
  apa pun juga dari hubungan keluarga, karena Allah sendiri tidak
  dapat dibatasi. Manusia yang menutup hatinyalah yang membatasi kasih
  itu.

  Rut, sang menantu, telah dimenangkan kepada Tuhan melalui iman yang
  teguh dan kasih yang memenangkan dari ibu mertuanya, Naomi. Dengan
  iman yang teguh Naomi memenangkan seorang jiwa bagi Tuhan. Ia
  menaburkan kasih yang murni dan ia menuai kasih yang murni pula. Ia
  menerima kasih karena ia juga memberikan kasih. Inilah dasar dan
  sebabnya mengapa tercipta hubungan yang erat antara seorang ibu
  mertua dengan menantunya, yaitu iman yang teguh dan kasih yang tidak
  memandang keadaan dan risiko.

  Pokok-pokok diskusi:

  1. Naomi berhasil memenangkan menantunya Rut, yang sebelumnya tidak
     mengenal Tuhan, kepada Allahnya. Melalui cara-cara apakah seorang
     mertua dapat memenangkan menantunya kepada Tuhan?

  2. Kita lazim mendengar bahwa mertua sering bentrok dengan menantu.
     Cobalah sebutkan sebab-sebab dari perselisihan tersebut.

  3. Melalui diskusi kelompok, cobalah cari jalan keluar untuk
     mengatasi perselisihan pada nomor 2.

  4. Dengan cara atau perbuatan apakah hubungan kasih dan pengertian
     dapat terjalin baik antara mertua dan menantu?

  Diambil dari:
  Judul buku: Wanita Kristen Dalam Mengatasi Pergumulan Hidup
  Penulis artikel: Dr. Ruth F. Selan
  Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, 1996
  Halaman: 24 -- 26
______________________________________________________________________
- DUNIA WANITA

                      AWAS! ADA MERTUA GALAK!

  A: Siapa wanita dalam Alkitab yang paling bahagia?
  B: Ester, Miryam ....
  A: Salah! Yang betul adalah Hawa.
  B: Lho... mengapa Hawa?
  A: Karena Hawa tidak punya mertua!

  Itulah sebuah anekdot negatif tentang mertua. Banyak orang memunyai
  gambaran buruk tentang mertua. Biasanya mertua, lebih-lebih ibu
  mertua, digambarkan sebagai galak, bawel, cerewet, dan serba mau
  tahu. Akibatnya, hubungan menantu dan mertua sering digambarkan
  sebagai menegangkan dan sewaktu-waktu dapat meledak menjadi
  keributan.

  Perasaan-perasaan apa yang sebenarnya banyak melatarbelakangi
  hubungan menantu dan mertua? Mari kita telaah dari sudut pandang
  mereka masing-masing.

  Cobalah tempatkan diri kita pada perasaan seorang ibu mertua. Sudah
  lebih dari 25 tahun ia merawat putranya. Ialah yang melahirkan,
  membesarkan, dan mendidik putranya. Masih segar ingatannya tentang
  masa kecil putranya: ketika dalam kelelahan dan kelegaan setelah
  bersalin ia melihat putranya yang kecil mungil, ketika putranya
  jatuh dari pohon jambu, hari pertama putranya masuk taman
  kanak-kanak, kecemasannya ketika putranya mengalami demam sangat
  tinggi berminggu-minggu, bahwa ia pernah memukul putranya ketika ia
  bandel, ah begitu banyak kenangan.... Ia ingat betapa hangatnya
  perasaan mendekap, membelai, dan mencium putranya itu. Tetapi
  sekarang keadaan sudah berubah. Putranya sudah menjadi suami
  seseorang. Ia sepenuhnya menyadari hal ini. Dengan hati tulus ia
  bersyukur bahwa putranya telah mendapat istri. Namun, di pihak lain,
  kadang-kadang ada perasaan yang kurang enak. Entah, apa namanya
  perasaan itu. Ya, semacam perasaan cemburu, tetapi bukan dalam arti
  yang buruk. Ia mengerti putranya harus memberi waktu sepenuhnya
  kepada istrinya, tetapi kadang-kadang agak perih juga rasanya bahwa
  si putra seolah-olah sudah melupakan dia. Ada semacam perasaan
  khawatir pada sang ibu kalau-kalau putranya kelak akan menelantarkan
  dia pada masa tuanya.

  Selanjutnya, marilah kita tempatkan diri pada perasaan pihak
  menantu. Ia merasa canggung tiap kali berhadapan dengan mertuanya.
  Ia merasa seolah-olah segala pekerjaannya diperiksa dan dinilai oleh
  mertuanya. Rasa kurang pasti menghantui dia: apa gerangan penilaian
  mertuanya terhadap apa yang baru dimasaknya. Kadang-kadang ia merasa
  rendah diri di depan mertuanya. Ia tidak sepandai mertuanya dalam
  hal ini dan itu. Ia takut kalau suaminya lebih memberi perhatian
  kepada sang ibu mertua atau ayah mertua ketimbang kepada dia. Ya,
  semacam rasa cemburu.

  Ketika kita menempatkan diri sebagai pihak lain, seperti di atas,
  hal tersebut  dapat menolong kita untuk lebih berhati-hati, menahan
  diri, dan tenggang rasa.
  Kita belajar memahami perasaan pihak mertua. Setelah 25 tahun
  membesarkan anaknya, sekarang tiba-tiba ia melihat seorang wanita
  lain "memiliki" anaknya. Ibu itu merasa kehilangan sasaran untuk
  merawat, mengatur, dan mencintai. Ia merasa kehilangan kekuasaan.

  Kita juga belajar memahami perasaan pihak menantu. Ia sedang membuka
  lembaran baru dalam hidupnya: menjadi seorang istri dan ibu rumah
  tangga sendiri. Lagipula ia baru mulai menyesuaikan diri dengan
  suaminya. Ia merasa terganggu jika diawasi dan diatur oleh
  mertuanya.

  Sebenarnya, jika pihak mertua maupun menantu memahami kedudukan
  masing-masing dan juga memahami serta memperhitungkan perasaan satu
  sama lain, maka salah paham, ketegangan, atau pertikaian antara
  mereka dapat dihindari. Bahkan, tidak mustahil bahwa kedua orang itu
  memunyai hubungan yang akrab dan dekat.

  Dalam cerita Rut dan Naomi kita mendapat kesaksian tentang eratnya
  hubungan menantu dan mertua. Ketika kedua putra Naomi meninggal, ia
  merelakan kedua menantunya untuk mencari suami baru. Katanya,
  "Pergilah, pulanglah masing-masing ke rumah ibunya; ... kiranya atas
  karunia Tuhan kamu mendapat perlindungan, masing-masing di rumah
  suaminya." .... (Rut 1:8-9) Tetapi Rut tidak mau meninggalkan
  mertuanya, "... ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi..."
  (Rut 1:16).

  Hubungan menantu dan mertua memang dapat berkembang menjadi semakin
  akrab. Boleh jadi menantu justru lebih terbuka terhadap ibu
  mertuanya ketimbang pada suaminya. Atau bisa jadi, menantu itu
  merasa seolah-olah mendapatkan seorang ibu kandung sendiri dalam
  diri mertuanya.

  Sebaliknya bukan mustahil pula bahwa mertua merasa mendapat seorang
  anak yang bisa dicintainya dalam diri menantunya. Kehadiran
  menantunya terasa mencerahkan dan membawa kegembiraan dalam
  hidupnya. Cobalah simak perasaan Grace Crowell dalam doa ini:

                 "There are no words that I`m master of
                      which to thank you, O Lord,
                           for my son`s wife.
                This girl who is part mother in her love
               part young girl and part woman in her life.
         So gathered up in flame to meet the one who is my son.
                           I yield him to her
                           I who have so long
                  been lovingly preparing him for her.
              I would not bind them with one selfish thong
             that through its constant chafing might deter
                     their love upon the high road.
                  They must be free as the wind is free.
    Dear God, I am so grateful that my son in searching for a woman,
                            found this one."


                     "Tiada kata-kata yang memadai
              `tuk kuucapkan syukur kepada-Mu, ya Tuhan,
                          untuk istri putraku.
                     Perempuan ini, yang adalah ibu
           adalah perempuan muda, dan adalah seorang wanita.
                     Yang sangat mencintai putraku.
                     Aku merelakan putraku padanya.
                      Aku, yang telah begitu lama
         menyiapkan putraku dengan penuh kasih sayang untuknya.
              Aku tidak akan mengikat mereka dengan egois
                  yang menghalang-halangi cinta mereka
            Mereka harus bebas sebagaimana angin pun bebas.
   Ya Tuhan, aku sangat bersyukur bahwa dalam mencari seorang wanita,
                  putraku telah menemukan wanita ini."

  [Puisi dikutip dari: Selamat Ribut Rukun, Dr. Andar Ismail, 2002]

  PELAJARAN SEBAGAI MENANTU

  Saat membaca artikel di atas aku langsung berkata dalam pikiranku,
  "Ya... bersyukurlah kalau mendapatkan mertua yang seperti itu.
  Bayangkan kalau mendapat mertua seperti yang aku alami. Mertua yang
  di depan orang selalu berkata yang manis-manis, namun banyak
  berpura-pura dan selalu ingin anaknya tidak dirugikan."

  Aku tidak bermaksud menjelekkan mertuaku, namun bagi mertuaku, aku
  selalu merupakan pihak yang bersalah. Dia tidak merasa bahwa
  sikapnya tersebut sangat mengganggu serta mencampuri kegiatan dan
  urusan rumah tanggaku. Lebih lagi, dia tahu bahwa suamiku masih
  terbiasa bergantung padanya, dan hal itu dimanfaatkannya dengan
  memberikan ancaman/tekanan yang sering membuat suamiku menjadi
  bingung dan tidak bisa mengambil keputusan. Ceritanya masih panjang,
  tetapi yang terpenting adalah aku mau membagikan cara dan jalan yang
  telah kutempuh ini, yang akhirnya membuatku bahagia.

  Melalui pengalaman yang tidak menyenangkan bahkan melukai hatiku
  ini, aku malahan bersyukur karena telah mendapat mertuaku ini. Aku
  bersyukur karena karakterku bisa berubah menjadi lebih baik,
  lebih kuat, dan aku bisa memahami perkembanganku secara pribadi
  sebagai wanita, sebagai seorang istri, dan sebagai seorang ibu.

  Inilah beberapa introspeksi yang aku lakukan untuk mengatasi
  persoalan dengan mertua. Cara-cara penyelesaian di bawah ini telah
  memerdekakan aku [dari luka hati ini].

  1. Aku melakukan koreksi terhadap diri sendiri. Aku sendiri memiliki
     kekurangan -- keras, kurang bisa menahan emosi dalam menghadapi
     mertua, dan emosi yang gampang meledak. Aku sendiri mengalami
     kejutan budaya dan banyak penyesuaian yang harus dilakukan antara
     aku dan suamiku. Dengan mengoreksi diri sendiri, aku banyak
     belajar mengakui kesalahan dan kelemahanku, lalu aku berusaha
     berubah untuk memperbaikinya.

  2. Aku kurang basa-basi untuk menyegarkan suasana. Aku kurang bisa
     berbasa-basi -- yang terkadang diperlukan untuk menyegarkan
     suasana. Basa basi tidak selalu berarti bersikap munafik;
     terkadang etika pergaulan dan komunikasi mengharuskan kita
     berkata-kata yang indah dan manis. Maklum, aku dibesarkan di
     keluarga campuran yang kurang menerapkan budaya basa-basi. Oleh
     karena itu, setelah menikah aku banyak berubah untuk beradaptasi
     dengan mereka; tetapi menyesuaikan diri bukan berarti meleburkan
     diri menjadi seperti mereka.

  3. Aku telah bersedia menikah dengan suamiku, itu berarti aku pun
     telah bersedia "menikah" dan bersatu dengan keluarganya.
     Pernikahan bukan hanya menyatukan 2 orang, namun juga menyatukan
     dua keluarga. Kita harus mengusahakan hubungan kekeluargaan yang
     baik. Tujuannya bukan untuk mendapatkan penilaian dari orang lain
     bahwa kami keluarga yang baik-baik, namun karena dalam pernikahan
     kita memang harus berusaha menyatukan dua pribadi yang berbeda.
     Dalam hal ini aku selalu bersabar dengan menguatkan diriku sambil
     berkata dalam hati, "Bersabarlah. Cobalah untuk menghargai
     mereka, meskipun mereka tidak menghargaiku dan keluargaku seperti
     yang aku harapkan." Aku tetap menghargai perbedaan yang ada tanpa
     memandang rendah atau meremehkan pihak lain.

  4. Aku tidak lagi terlalu menuntut suatu pernikahan yang indah dan
     muluk seperti dalam dongeng. Oleh karena itu, aku telah berdamai
     dengan figur "mertua wanita" yang selama ini begitu menghantui
     hidupku. Aku bisa menerimanya apa adanya. Dia akan selalu ada
     dalam hidup kami, dia adalah ibu yang melahirkan suamiku. Tanpa
     dia aku tidak akan bisa bertemu dengan suamiku. Bisa menerima dia
     apa adanya akhirnya membuat aku bisa lebih tenang meski kadang
     masih ada sakit hati dan kecewa. Jika aku menerima perlakuan
     seperti itu, aku bisa melepaskannya untuk "dibawa angin".
     Aku belajar bahwa apa yang bisa diubah dan perlu untuk diubah,
     kita harus berusaha mengubahnya. Namun, aku harus berbesar hati
     untuk menerima segala sesuatu yang tidak bisa diubah.

  5. Aku tahu bahwa mertuaku belum bisa menerima rasa cemburu dan rasa
     kehilangan anak kesayangannya. Namun seiring berjalannya waktu,
     mertuaku bisa mengerti dan mengambil pelajaran dari
     pertengkaran-pertengkaran kami. Semuanya adalah proses hidup yang
     banyak memberikan pelajaran bagi saya.

  6. Aku berdoa bagi diriku, suami, dan mertuaku. Setiap kali aku
     menghadapi dan menerima rasa yang tidak enak, pahit, getir, sesak
     di dada, aku berdoa. Aku dengan penuh kejujuran mengatakan kepada
     Bapa segala rasa yang aku alami; hanya kepada-Nya aku bisa
     terbuka. Segala situasi dan kondisi yang aku alami dan juga
     perbaikan serta perkembangannya kulaporkan pada Bapa.

  7. Kemudian yang terpenting aku berserah pada Bapa. Aku serahkan
     kepada-Nya masa depan kami. Aku juga menyerahkan diriku untuk
     dibentuk dan diubah oleh-Nya, bukan hanya minta Dia mengubah
     mertuaku saja. Aku siap menerima kelanjutan proses pertumbuhan
     dan perkembangan rumah tanggaku. Aku berdoa dan berserah.

  Akhirnya apa yang aku dapat?

  Aku dan suami mengalami banyak kemajuan dalam hubungan kami. Aku
  bersyukur atas apa pun yang kualami. Ternyata semua ini membuatku
  semakin kuat, semakin matang sebagai wanita, dan semakin memahami
  rencana Allah dalam kehidupan rumah tangga kami. Aku dan suamiku
  dibentuk-Nya.
  Yang menjadi harapan dari tulisan ini adalah membantu para menantu
  yang masih berkeras hati, keras kepala, kecewa, dan sakit hati untuk
  belajar memerhatikan dan menerima keadaan serta berdoa dan berserah
  kepada-Nya. Perubahan yang dimulai dari menantu (yang lebih muda
  umurnya) akan sangat berarti bagi hubungan rumah tangga selanjutnya
  antara anak, menantu, serta mertua yang juga memengaruhi hubungan
  nenek-kakek dengan para cucunya.

  Aku juga berharap para mertua belajar berbesar hati, menerima, dan
  mengakui keadaan serta kehidupan baru bagi putranya. Kiranya para
  mertua membuka jalan baru dengan berusaha memperbaiki hubungannya
  dengan para menantu. Bagi mertua yang notabene lebih tua umurnya,
  mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada menantunya merupakan hal
  yang sulit. Namun, jika hal ini dilakukan, aku menjamin para menantu
  akan menjadi setia dan akan lebih mencintai mertuanya. Jika bukan
  melalui kata-kata, yang terutama dan terpenting adalah nampak sikap
  dan perlakuan yang baik terhadap para menantu.

  Ingatlah bahwa sekeras-kerasnya hati para menantu yang sakit hati,
  jika para mertua memberikan perubahan yang nyata dan memulai
  memperlakukan menantu dengan baik (menghargainya), maka para menantu
  itu akan sembuh dari luka-lukanya, hatinya bergembira, dan bersorak,
  "Puji Tuhan, mertuaku berubah, aku pun akan berubah terhadapnya."
  Marilah saling memaafkan dan berusaha memperbaikinya.

  Saudariku, khususnya yang mengalami kasus yang serupa, kuatkanlah
  hatimu, bersabarlah, berpikirlah positif dalam menghadapi
  permasalahan rumah tangga. Bersabarlah, berdoa, dan serahkanlah
  semuanya pada Tuhan kita, karena di balik semua peristiwa yang boleh
  kita alami akan ada hikmat dan pelajaran yang berharga bagi kita.
  Yesus berkata: "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan
  berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk
  yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan
  rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang
  Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan." (Matius 11:28-30)

  Diambil dan disunting dari:
  Judul majalah: Curahan Hati, Januari 2006
  Penulis: Cathy (nama samaran)
  Penerbit: Yayasan Curahan Hati, Belanda
  Halaman: 16 -- 18
______________________________________________________________________
- WAWASAN WANITA

                 BELAJARLAH MENGASIHI IBU MERTUA ANDA

  Kita perlu belajar mengasihi ibu mertua kita karena mengasihi sesama
  adalah perintah yang tertulis dalam Alkitab, maka Tuhan berjanji
  memberi kita kekuatan yang kita butuhkan untuk memenuhi perintah
  itu. 1 Korintus 13 merupakan ukuran kasih yang wajib kita terapkan
  dalam hubungan kita dengan suami. Namun, bagaimana dengan ibu dari
  suami kita? Apakah saya mengasihi dia? Maksudnya, apakah saya sudah
  benar-benar mengasihi dia dengan kasih yang dijelaskan dalam
  1 Korintus 13?

  Mari kita lihat bagaimana hasilnya dalam "Tes Mengasihi Ibu Mertua"
  berikut ini.

  1. Kasih Itu Sabar

  Itu berarti memberi kesempatan bagi ibu mertua saya untuk
  menyesuaikan diri dengan perannya. Sabar berarti tidak mengharapkan
  kesempurnaan yang segera dari beliau namun memberi kesempatan
  baginya untuk belajar dan bertumbuh. Bersabar termasuk
  mengingatkannya ketika lupa bahwa anak laki-lakinya sekarang telah
  dewasa dan memiliki istri.

  2. Kasih Itu Murah Hati

  Ini tentang kata-kata yang membangun bagi ibu mertua kita, bukan
  yang menghancurkannya. Murah hati juga harus ditunjukkan dengan
  tindakan-tindakan: murah hati dengan mengirimkan kartu "Saya sayang
  ibu", berterima kasih karena beliau sudah membesarkan anaknya
  menjadi seorang suami yang hebat, dll..

  3. Kasih Tidak Cemburu
  
  Kasih tidak cemburu ketika suami saya menelepon ibunya untuk
  mengobrol atau mengatakan, "Nasihat ibu sangat berguna bagiku."
  Kasih tidak cemburu ketika ibu mertua membuat suasana yang
  menyenangkan bagi keluarganya sebelum saya menjadi bagian dari
  keluarga tersebut. Kasih tidak cemburu ketika ibu suami saya
  membelikan hadiah yang istimewa bagi suami saya dan dia lebih
  menyukai hadiah tersebut daripada hadiah saya.

  4. Kasih Tidak Memegahkan Diri

  Kasih tidak pernah berkata, "Aku sudah bilang!" Bahkan ketika saya
  benar dan ibu mertua saya salah, jangan katakan itu. Kasih tidak
  menyombongkan talenta, prestasi, atau apa saja tentang saya.

  5. Kasih Tidak Sombong

  Kasih tidak terlalu sombong untuk minta maaf bila saya melukai
  perasaannya. Kasih tidak sombong untuk mengatakan, "Aku tidak tahu
  pemecahan masalah ini. Ibu punya lebih banyak pengalaman dalam hal
  ini. Bisakah ibu membantu saya?", 6. Kasih Tidak Melakukan yang Tidak Sopan

  Kasih tidak kasar, memukul, menyakiti hati, atau kejam. Kasih tidak
  mudah marah atau berkata kasar di depan ibu mertua atau di
  belakangnya.

  7. Kasih Tidak Mencari Keuntungan Diri Sendiri

  Kasih tidak merugikan suami, tetapi berbagi waktu suami dengan
  ibunya (dan ayah, kakak, dan adiknya).

  8. Kasih Tidak Pemarah

  Respons pertama kasih terhadap komentar-komentar yang tampaknya
  tidak menyenangkan dari ibu mertua saya adalah tidak mudah marah,
  tetapi mencoba untuk melihat segala hal dari sudut pandangnya,
  meskipun dia senang dengan keraguan Anda.

  9. Kasih Tidak Menyimpan Kesalahan

  Kasih tidak mengungkit-ungkit kesalahan-kesalahan masa lalu ibu
  mertua setiap kali terjadi berselisih dengannya. Kasih tidak
  menyimpan kesalahan (secara mental ataupun lainnya) dan dosa (yang
  nyata ataupun yang dibayangkan) yang pernah dilakukannya.

  10. Kasih Tidak Bersukacita Karena Ketidakadilan

  Kasih tidak bersukacita atas dosa dan kelemahan ibu mertua jika
  saya rasa hal itu membuat saya terlihat lebih baik.

  11. Kasih Bersukacita Karena Kebenaran

  Kasih berarti percaya penuh kepada ibu mertua bahkan di saat saya
  tidak ingin melakukannya sekalipun.

  12. Kasih Selalu Menutupi Segala Sesuatu

  Kasih melindungi nama baik dan perasaan ibu mertua. Ini hanya bisa
  dilakukan bila saya tidak pernah mengatakan yang tidak baik tentang
  dia. Ketika dia membuat kesalahan, bila itu bukan masalah besar,
  saya mengabaikannya.

  13. Kasih Percaya Segala Sesuatu

  Kasih membuat saya percaya pada kata-katanya. Bila dia berkata bahwa
  dia mengasihi dan menghormati saya, saya percaya kepadanya.

  14. Kasih Selalu Mengharapkan Segala Sesuatu

  Kasih percaya bahwa dengan doa, segala sesuatu antara ibu mertua
  dan saya bisa lebih baik. Kasih tidak angkat tangan dan mengatakan,
  "Sudah tidak ada harapan." Kasih berarti optimis dalam hubungan pada
  masa yang akan datang.

  15. Kasih Sabar Menanggung Segala Sesuatu

  Kasih tidak pernah menyerah atas hubungan saya dengan ibu mertua,
  meskipun tampaknya tidak dapat diperbaiki lagi. Kasih tidak pernah
  menyerah dan berkata, "Lupakan! Siapa yang butuh dia?" Kasih terus
  berlanjut, bahkan ketika saya ingin berhenti [mengasihinya].

  16. Kasih Tidak Berkesudahan

  Kasih berkata, "Tuhan akan selalu mengasihiku, apa pun yang saya
  lakukan. Saya juga akan selalu mengasihi ibu mertua saya."

  Hari ini sediakan waktu untuk mendoakan ibu mertua Anda. Tidak
  masalah Anda menyukainya atau tidak, mintalah pada Tuhan untuk
  menolong Anda belajar mengasihi dia dengan kasih yang diajarkan
  dalam 1 Korintus 13. Ingatlah, Dia berjanji untuk memberi Anda apa
  yang Anda perlukan untuk bisa melakukannya. (t/Ratri)

  Diambil dari buku "From Blushing Bride to Wedded Wife"; Hak Cipta
  (c) 2006 oleh Marla Taviano. Diterbitkan oleh Harvest House
  Publishers, Eugene, Oregon, Amerika Serikat.

  Diterjemahkan dan disunting dari:
  Judul asli artikel: Learning to Love Your Mother-In-Law
  Nama situs: WT Online
  Penulis: Marla Taviano
  Alamat URL: http://wtonline.ag.org/reprints/
              learning_to_love_your_mother_in_law.cfm
______________________________________________________________________
- POKOK DOA

                            MENGASIHI MERTUA

  1. Doakan agar setiap wanita Kristen dapat mengasihi mertua mereka
     seperti mereka mengasihi diri sendiri.

  2. Doakan juga agar melalui teladan kehidupan para wanita Kristen,
     mereka dapat membawa mertua mereka yang belum menerima Kristus
     sebagai Tuhan dan Juru Selamat.
______________________________________________________________________
Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan kepada redaksi:
< wanita(at)sabda.org > atau < owner-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >
______________________________________________________________________
Alamat berlangganan: < subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >
Alamat berhenti: < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >
Arsip e-Wanita: http://www.sabda.org/publikasi/e-wanita
Facebook e-Wanita: http://fb.sabda.org/wanita
Twitter e-Wanita: http://twitter.com/sabdawanita
______________________________________________________________________
Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani
Staf Redaksi: Novita Yuniarti
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) e-Wanita 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org
Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

________________MILIS PUBLIKASI WANITA KRISTEN INDONESIA______________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org