Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/37 |
|
e-Wanita edisi 37 (3-6-2010)
|
|
_________e-Wanita -- Milis Publikasi Wanita Kristen Indonesia_________ Topik: Relasi Mertua dan Menantu Edisi 37/Juni 2010 ______________________________________________________________________ MENU SAJI - SUARA WANITA - RENUNGAN WANITA: Ibu Mertua Sahabat Menantu - DUNIA WANITA: Awas! Ada Mertua Galak! - WAWASAN WANITA: Belajarlah Mengasihi Ibu Mertua Anda - POKOK DOA: Mengasihi Mertua ______________________________________________________________________ - SUARA WANITA Shalom, Selain menyatukan dua pribadi, pernikahan juga menyatukan dua keluarga. Bahkan ada ungkapan yang mengatakan, "Jika kita menikah, kita tidak hanya menikahi pria atau wanita pilihan kita, namun juga keluarganya." Itu berarti masing-masing pihak harus bisa melebur menjadi satu dan menjadi keluarga baru yang lebih besar lagi. Akan tetapi, dalam kenyataannya proses ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Sering kali kebiasaan-kebiasaan yang dibawa oleh masing-masing pihak dan peran baru yang harus dijalani menyebabkan perbedaan pendapat yang berakibat pada perselisihan. Salah satu hal yang sering terjadi adalah masalah hubungan mertua dan menantu. Ada banyak hal yang bisa menjadi penyebab perselisihan mereka, mulai dari masalah sepele hingga hal-hal yang menyangkut prinsip. Meskipun demikian, tidak berarti perselisihan ini sulit dicegah. Dalam dua edisi e-Wanita Juni ini, Redaksi mengajak Sahabat Wanita melihat cara-cara apa saja yang bisa dilakukan agar relasi antara mertua dan menantu terjalin dengan sehat. Selamat belajar, Tuhan memberkati. Pimpinan Redaksi e-Wanita, Christiana Ratri Yuliani http://wanita.sabda.org http://fb.sabda.org/wanita ______________________________________________________________________ "Those who have courage to love should have courage to suffer." (Anthony Trollope) ______________________________________________________________________ - RENUNGAN WANITA IBU MERTUA SAHABAT MENANTU Pembacaan Alkitab: Rut 1:11-19 "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam; bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, aku pun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya Tuhan menghukum aku, bahkan lebih lagi daripada itu, jikalau sesuatu apa pun memisahkan aku dari engkau, selain daripada maut" (Rut 1:16-17) Ayat yang indah dan paling mengesankan ini diungkapkan oleh seorang menantu perempuan bernama Rut kepada ibu mertuanya, janda yang bernama Naomi. Peristiwa ini terjadi pada waktu Naomi memohon agar Rut meninggalkannya agar ia mau kembali kepada ibu kandungnya sebab suami Rut telah meninggal dan Naomi pun sudah lanjut usia. Naomi memaksanya sebab ia tahu bahwa tidak ada harapan lagi baginya untuk menikmati hidup bahagia sejak kematian suaminya. Pada saat yang mengharukan ini, keluarlah ucapan Rut di atas. Ikatan macam apakah yang menyebabkan hubungan erat dan kuat antara menantu dengan ibu mertuanya? Kita telah banyak mendengar ketidakcocokan dan pertengkaran antara menantu dengan ibu mertua, ipar, dan saudara-saudara lainnya. Tetapi, marilah kita tinjau sebentar cerita Rut dan Naomi yang terdapat di dalam Alkitab (Rut 1:1-9). Mari kita melihat sebab-sebabnya sehingga hubungan yang luar biasa ini dapat terjadi. Peristiwa ini tidaklah mustahil dapat terjadi pada masa sekarang apabila kita hayati inti dari kebenaran cerita. 1. Iman Naomi yang tetap teguh Naomi adalah seorang ibu yang beriman. Rut, menantunya, belum mengenal Allah yang benar. Naomi tinggal di negeri Moab yang kafir setelah ia pindah dari Israel. Imannya kepada Allah dilihat oleh menantunya. Kita tidak tahu bagaimana ia menunjukkan imannya kepada Allahnya, tetapi yang kita tahu dengan pasti ialah bahwa hati Rut telah diserahkan pada Tuhan. Naomi membuktikan iman yang tetap teguh meskipun di dalam kesulitan di tengah-tengah bangsa yang tidak mengenal Allah yang hidup. 2. Kasih yang memenangkan Kasih Naomi terhadap menantunya membuktikan imannya kepada Tuhan. Tidak ada kesempatan yang lebih besar lagi bagi seorang ibu Kristen untuk bersaksi tentang ibadahnya kepada Tuhan yang disembahnya di hadapan istri anaknya supaya terang keselamatan Tuhan bercahaya di dalam hati menantunya yang masih gelap. Tidak ada cara lain yang lebih baik untuk menguji kerohanian seorang ibu selain dari mengasihi istri anaknya. Dan tiada cara lagi yang lebih baik untuk menguji keteguhan iman seorang ibu selain dari kasih yang diberikan menantunya. Kasih yang memenangkan ini dapat dibuktikan kebenarannya, namun memerlukan waktu yang lama serta menghadapi berbagai kesulitan. Kasih dengan sendirinya tidak dapat dibatasi oleh keadaan-keadaan apa pun juga dari hubungan keluarga, karena Allah sendiri tidak dapat dibatasi. Manusia yang menutup hatinyalah yang membatasi kasih itu. Rut, sang menantu, telah dimenangkan kepada Tuhan melalui iman yang teguh dan kasih yang memenangkan dari ibu mertuanya, Naomi. Dengan iman yang teguh Naomi memenangkan seorang jiwa bagi Tuhan. Ia menaburkan kasih yang murni dan ia menuai kasih yang murni pula. Ia menerima kasih karena ia juga memberikan kasih. Inilah dasar dan sebabnya mengapa tercipta hubungan yang erat antara seorang ibu mertua dengan menantunya, yaitu iman yang teguh dan kasih yang tidak memandang keadaan dan risiko. Pokok-pokok diskusi: 1. Naomi berhasil memenangkan menantunya Rut, yang sebelumnya tidak mengenal Tuhan, kepada Allahnya. Melalui cara-cara apakah seorang mertua dapat memenangkan menantunya kepada Tuhan? 2. Kita lazim mendengar bahwa mertua sering bentrok dengan menantu. Cobalah sebutkan sebab-sebab dari perselisihan tersebut. 3. Melalui diskusi kelompok, cobalah cari jalan keluar untuk mengatasi perselisihan pada nomor 2. 4. Dengan cara atau perbuatan apakah hubungan kasih dan pengertian dapat terjalin baik antara mertua dan menantu? Diambil dari: Judul buku: Wanita Kristen Dalam Mengatasi Pergumulan Hidup Penulis artikel: Dr. Ruth F. Selan Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, 1996 Halaman: 24 -- 26 ______________________________________________________________________ - DUNIA WANITA AWAS! ADA MERTUA GALAK! A: Siapa wanita dalam Alkitab yang paling bahagia? B: Ester, Miryam .... A: Salah! Yang betul adalah Hawa. B: Lho... mengapa Hawa? A: Karena Hawa tidak punya mertua! Itulah sebuah anekdot negatif tentang mertua. Banyak orang memunyai gambaran buruk tentang mertua. Biasanya mertua, lebih-lebih ibu mertua, digambarkan sebagai galak, bawel, cerewet, dan serba mau tahu. Akibatnya, hubungan menantu dan mertua sering digambarkan sebagai menegangkan dan sewaktu-waktu dapat meledak menjadi keributan. Perasaan-perasaan apa yang sebenarnya banyak melatarbelakangi hubungan menantu dan mertua? Mari kita telaah dari sudut pandang mereka masing-masing. Cobalah tempatkan diri kita pada perasaan seorang ibu mertua. Sudah lebih dari 25 tahun ia merawat putranya. Ialah yang melahirkan, membesarkan, dan mendidik putranya. Masih segar ingatannya tentang masa kecil putranya: ketika dalam kelelahan dan kelegaan setelah bersalin ia melihat putranya yang kecil mungil, ketika putranya jatuh dari pohon jambu, hari pertama putranya masuk taman kanak-kanak, kecemasannya ketika putranya mengalami demam sangat tinggi berminggu-minggu, bahwa ia pernah memukul putranya ketika ia bandel, ah begitu banyak kenangan.... Ia ingat betapa hangatnya perasaan mendekap, membelai, dan mencium putranya itu. Tetapi sekarang keadaan sudah berubah. Putranya sudah menjadi suami seseorang. Ia sepenuhnya menyadari hal ini. Dengan hati tulus ia bersyukur bahwa putranya telah mendapat istri. Namun, di pihak lain, kadang-kadang ada perasaan yang kurang enak. Entah, apa namanya perasaan itu. Ya, semacam perasaan cemburu, tetapi bukan dalam arti yang buruk. Ia mengerti putranya harus memberi waktu sepenuhnya kepada istrinya, tetapi kadang-kadang agak perih juga rasanya bahwa si putra seolah-olah sudah melupakan dia. Ada semacam perasaan khawatir pada sang ibu kalau-kalau putranya kelak akan menelantarkan dia pada masa tuanya. Selanjutnya, marilah kita tempatkan diri pada perasaan pihak menantu. Ia merasa canggung tiap kali berhadapan dengan mertuanya. Ia merasa seolah-olah segala pekerjaannya diperiksa dan dinilai oleh mertuanya. Rasa kurang pasti menghantui dia: apa gerangan penilaian mertuanya terhadap apa yang baru dimasaknya. Kadang-kadang ia merasa rendah diri di depan mertuanya. Ia tidak sepandai mertuanya dalam hal ini dan itu. Ia takut kalau suaminya lebih memberi perhatian kepada sang ibu mertua atau ayah mertua ketimbang kepada dia. Ya, semacam rasa cemburu. Ketika kita menempatkan diri sebagai pihak lain, seperti di atas, hal tersebut dapat menolong kita untuk lebih berhati-hati, menahan diri, dan tenggang rasa. Kita belajar memahami perasaan pihak mertua. Setelah 25 tahun membesarkan anaknya, sekarang tiba-tiba ia melihat seorang wanita lain "memiliki" anaknya. Ibu itu merasa kehilangan sasaran untuk merawat, mengatur, dan mencintai. Ia merasa kehilangan kekuasaan. Kita juga belajar memahami perasaan pihak menantu. Ia sedang membuka lembaran baru dalam hidupnya: menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga sendiri. Lagipula ia baru mulai menyesuaikan diri dengan suaminya. Ia merasa terganggu jika diawasi dan diatur oleh mertuanya. Sebenarnya, jika pihak mertua maupun menantu memahami kedudukan masing-masing dan juga memahami serta memperhitungkan perasaan satu sama lain, maka salah paham, ketegangan, atau pertikaian antara mereka dapat dihindari. Bahkan, tidak mustahil bahwa kedua orang itu memunyai hubungan yang akrab dan dekat. Dalam cerita Rut dan Naomi kita mendapat kesaksian tentang eratnya hubungan menantu dan mertua. Ketika kedua putra Naomi meninggal, ia merelakan kedua menantunya untuk mencari suami baru. Katanya, "Pergilah, pulanglah masing-masing ke rumah ibunya; ... kiranya atas karunia Tuhan kamu mendapat perlindungan, masing-masing di rumah suaminya." .... (Rut 1:8-9) Tetapi Rut tidak mau meninggalkan mertuanya, "... ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi..." (Rut 1:16). Hubungan menantu dan mertua memang dapat berkembang menjadi semakin akrab. Boleh jadi menantu justru lebih terbuka terhadap ibu mertuanya ketimbang pada suaminya. Atau bisa jadi, menantu itu merasa seolah-olah mendapatkan seorang ibu kandung sendiri dalam diri mertuanya. Sebaliknya bukan mustahil pula bahwa mertua merasa mendapat seorang anak yang bisa dicintainya dalam diri menantunya. Kehadiran menantunya terasa mencerahkan dan membawa kegembiraan dalam hidupnya. Cobalah simak perasaan Grace Crowell dalam doa ini: "There are no words that I`m master of which to thank you, O Lord, for my son`s wife. This girl who is part mother in her love part young girl and part woman in her life. So gathered up in flame to meet the one who is my son. I yield him to her I who have so long been lovingly preparing him for her. I would not bind them with one selfish thong that through its constant chafing might deter their love upon the high road. They must be free as the wind is free. Dear God, I am so grateful that my son in searching for a woman, found this one." "Tiada kata-kata yang memadai `tuk kuucapkan syukur kepada-Mu, ya Tuhan, untuk istri putraku. Perempuan ini, yang adalah ibu adalah perempuan muda, dan adalah seorang wanita. Yang sangat mencintai putraku. Aku merelakan putraku padanya. Aku, yang telah begitu lama menyiapkan putraku dengan penuh kasih sayang untuknya. Aku tidak akan mengikat mereka dengan egois yang menghalang-halangi cinta mereka Mereka harus bebas sebagaimana angin pun bebas. Ya Tuhan, aku sangat bersyukur bahwa dalam mencari seorang wanita, putraku telah menemukan wanita ini." [Puisi dikutip dari: Selamat Ribut Rukun, Dr. Andar Ismail, 2002] PELAJARAN SEBAGAI MENANTU Saat membaca artikel di atas aku langsung berkata dalam pikiranku, "Ya... bersyukurlah kalau mendapatkan mertua yang seperti itu. Bayangkan kalau mendapat mertua seperti yang aku alami. Mertua yang di depan orang selalu berkata yang manis-manis, namun banyak berpura-pura dan selalu ingin anaknya tidak dirugikan." Aku tidak bermaksud menjelekkan mertuaku, namun bagi mertuaku, aku selalu merupakan pihak yang bersalah. Dia tidak merasa bahwa sikapnya tersebut sangat mengganggu serta mencampuri kegiatan dan urusan rumah tanggaku. Lebih lagi, dia tahu bahwa suamiku masih terbiasa bergantung padanya, dan hal itu dimanfaatkannya dengan memberikan ancaman/tekanan yang sering membuat suamiku menjadi bingung dan tidak bisa mengambil keputusan. Ceritanya masih panjang, tetapi yang terpenting adalah aku mau membagikan cara dan jalan yang telah kutempuh ini, yang akhirnya membuatku bahagia. Melalui pengalaman yang tidak menyenangkan bahkan melukai hatiku ini, aku malahan bersyukur karena telah mendapat mertuaku ini. Aku bersyukur karena karakterku bisa berubah menjadi lebih baik, lebih kuat, dan aku bisa memahami perkembanganku secara pribadi sebagai wanita, sebagai seorang istri, dan sebagai seorang ibu. Inilah beberapa introspeksi yang aku lakukan untuk mengatasi persoalan dengan mertua. Cara-cara penyelesaian di bawah ini telah memerdekakan aku [dari luka hati ini]. 1. Aku melakukan koreksi terhadap diri sendiri. Aku sendiri memiliki kekurangan -- keras, kurang bisa menahan emosi dalam menghadapi mertua, dan emosi yang gampang meledak. Aku sendiri mengalami kejutan budaya dan banyak penyesuaian yang harus dilakukan antara aku dan suamiku. Dengan mengoreksi diri sendiri, aku banyak belajar mengakui kesalahan dan kelemahanku, lalu aku berusaha berubah untuk memperbaikinya. 2. Aku kurang basa-basi untuk menyegarkan suasana. Aku kurang bisa berbasa-basi -- yang terkadang diperlukan untuk menyegarkan suasana. Basa basi tidak selalu berarti bersikap munafik; terkadang etika pergaulan dan komunikasi mengharuskan kita berkata-kata yang indah dan manis. Maklum, aku dibesarkan di keluarga campuran yang kurang menerapkan budaya basa-basi. Oleh karena itu, setelah menikah aku banyak berubah untuk beradaptasi dengan mereka; tetapi menyesuaikan diri bukan berarti meleburkan diri menjadi seperti mereka. 3. Aku telah bersedia menikah dengan suamiku, itu berarti aku pun telah bersedia "menikah" dan bersatu dengan keluarganya. Pernikahan bukan hanya menyatukan 2 orang, namun juga menyatukan dua keluarga. Kita harus mengusahakan hubungan kekeluargaan yang baik. Tujuannya bukan untuk mendapatkan penilaian dari orang lain bahwa kami keluarga yang baik-baik, namun karena dalam pernikahan kita memang harus berusaha menyatukan dua pribadi yang berbeda. Dalam hal ini aku selalu bersabar dengan menguatkan diriku sambil berkata dalam hati, "Bersabarlah. Cobalah untuk menghargai mereka, meskipun mereka tidak menghargaiku dan keluargaku seperti yang aku harapkan." Aku tetap menghargai perbedaan yang ada tanpa memandang rendah atau meremehkan pihak lain. 4. Aku tidak lagi terlalu menuntut suatu pernikahan yang indah dan muluk seperti dalam dongeng. Oleh karena itu, aku telah berdamai dengan figur "mertua wanita" yang selama ini begitu menghantui hidupku. Aku bisa menerimanya apa adanya. Dia akan selalu ada dalam hidup kami, dia adalah ibu yang melahirkan suamiku. Tanpa dia aku tidak akan bisa bertemu dengan suamiku. Bisa menerima dia apa adanya akhirnya membuat aku bisa lebih tenang meski kadang masih ada sakit hati dan kecewa. Jika aku menerima perlakuan seperti itu, aku bisa melepaskannya untuk "dibawa angin". Aku belajar bahwa apa yang bisa diubah dan perlu untuk diubah, kita harus berusaha mengubahnya. Namun, aku harus berbesar hati untuk menerima segala sesuatu yang tidak bisa diubah. 5. Aku tahu bahwa mertuaku belum bisa menerima rasa cemburu dan rasa kehilangan anak kesayangannya. Namun seiring berjalannya waktu, mertuaku bisa mengerti dan mengambil pelajaran dari pertengkaran-pertengkaran kami. Semuanya adalah proses hidup yang banyak memberikan pelajaran bagi saya. 6. Aku berdoa bagi diriku, suami, dan mertuaku. Setiap kali aku menghadapi dan menerima rasa yang tidak enak, pahit, getir, sesak di dada, aku berdoa. Aku dengan penuh kejujuran mengatakan kepada Bapa segala rasa yang aku alami; hanya kepada-Nya aku bisa terbuka. Segala situasi dan kondisi yang aku alami dan juga perbaikan serta perkembangannya kulaporkan pada Bapa. 7. Kemudian yang terpenting aku berserah pada Bapa. Aku serahkan kepada-Nya masa depan kami. Aku juga menyerahkan diriku untuk dibentuk dan diubah oleh-Nya, bukan hanya minta Dia mengubah mertuaku saja. Aku siap menerima kelanjutan proses pertumbuhan dan perkembangan rumah tanggaku. Aku berdoa dan berserah. Akhirnya apa yang aku dapat? Aku dan suami mengalami banyak kemajuan dalam hubungan kami. Aku bersyukur atas apa pun yang kualami. Ternyata semua ini membuatku semakin kuat, semakin matang sebagai wanita, dan semakin memahami rencana Allah dalam kehidupan rumah tangga kami. Aku dan suamiku dibentuk-Nya. Yang menjadi harapan dari tulisan ini adalah membantu para menantu yang masih berkeras hati, keras kepala, kecewa, dan sakit hati untuk belajar memerhatikan dan menerima keadaan serta berdoa dan berserah kepada-Nya. Perubahan yang dimulai dari menantu (yang lebih muda umurnya) akan sangat berarti bagi hubungan rumah tangga selanjutnya antara anak, menantu, serta mertua yang juga memengaruhi hubungan nenek-kakek dengan para cucunya. Aku juga berharap para mertua belajar berbesar hati, menerima, dan mengakui keadaan serta kehidupan baru bagi putranya. Kiranya para mertua membuka jalan baru dengan berusaha memperbaiki hubungannya dengan para menantu. Bagi mertua yang notabene lebih tua umurnya, mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada menantunya merupakan hal yang sulit. Namun, jika hal ini dilakukan, aku menjamin para menantu akan menjadi setia dan akan lebih mencintai mertuanya. Jika bukan melalui kata-kata, yang terutama dan terpenting adalah nampak sikap dan perlakuan yang baik terhadap para menantu. Ingatlah bahwa sekeras-kerasnya hati para menantu yang sakit hati, jika para mertua memberikan perubahan yang nyata dan memulai memperlakukan menantu dengan baik (menghargainya), maka para menantu itu akan sembuh dari luka-lukanya, hatinya bergembira, dan bersorak, "Puji Tuhan, mertuaku berubah, aku pun akan berubah terhadapnya." Marilah saling memaafkan dan berusaha memperbaikinya. Saudariku, khususnya yang mengalami kasus yang serupa, kuatkanlah hatimu, bersabarlah, berpikirlah positif dalam menghadapi permasalahan rumah tangga. Bersabarlah, berdoa, dan serahkanlah semuanya pada Tuhan kita, karena di balik semua peristiwa yang boleh kita alami akan ada hikmat dan pelajaran yang berharga bagi kita. Yesus berkata: "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan." (Matius 11:28-30) Diambil dan disunting dari: Judul majalah: Curahan Hati, Januari 2006 Penulis: Cathy (nama samaran) Penerbit: Yayasan Curahan Hati, Belanda Halaman: 16 -- 18 ______________________________________________________________________ - WAWASAN WANITA BELAJARLAH MENGASIHI IBU MERTUA ANDA Kita perlu belajar mengasihi ibu mertua kita karena mengasihi sesama adalah perintah yang tertulis dalam Alkitab, maka Tuhan berjanji memberi kita kekuatan yang kita butuhkan untuk memenuhi perintah itu. 1 Korintus 13 merupakan ukuran kasih yang wajib kita terapkan dalam hubungan kita dengan suami. Namun, bagaimana dengan ibu dari suami kita? Apakah saya mengasihi dia? Maksudnya, apakah saya sudah benar-benar mengasihi dia dengan kasih yang dijelaskan dalam 1 Korintus 13? Mari kita lihat bagaimana hasilnya dalam "Tes Mengasihi Ibu Mertua" berikut ini. 1. Kasih Itu Sabar Itu berarti memberi kesempatan bagi ibu mertua saya untuk menyesuaikan diri dengan perannya. Sabar berarti tidak mengharapkan kesempurnaan yang segera dari beliau namun memberi kesempatan baginya untuk belajar dan bertumbuh. Bersabar termasuk mengingatkannya ketika lupa bahwa anak laki-lakinya sekarang telah dewasa dan memiliki istri. 2. Kasih Itu Murah Hati Ini tentang kata-kata yang membangun bagi ibu mertua kita, bukan yang menghancurkannya. Murah hati juga harus ditunjukkan dengan tindakan-tindakan: murah hati dengan mengirimkan kartu "Saya sayang ibu", berterima kasih karena beliau sudah membesarkan anaknya menjadi seorang suami yang hebat, dll.. 3. Kasih Tidak Cemburu Kasih tidak cemburu ketika suami saya menelepon ibunya untuk mengobrol atau mengatakan, "Nasihat ibu sangat berguna bagiku." Kasih tidak cemburu ketika ibu mertua membuat suasana yang menyenangkan bagi keluarganya sebelum saya menjadi bagian dari keluarga tersebut. Kasih tidak cemburu ketika ibu suami saya membelikan hadiah yang istimewa bagi suami saya dan dia lebih menyukai hadiah tersebut daripada hadiah saya. 4. Kasih Tidak Memegahkan Diri Kasih tidak pernah berkata, "Aku sudah bilang!" Bahkan ketika saya benar dan ibu mertua saya salah, jangan katakan itu. Kasih tidak menyombongkan talenta, prestasi, atau apa saja tentang saya. 5. Kasih Tidak Sombong Kasih tidak terlalu sombong untuk minta maaf bila saya melukai perasaannya. Kasih tidak sombong untuk mengatakan, "Aku tidak tahu pemecahan masalah ini. Ibu punya lebih banyak pengalaman dalam hal ini. Bisakah ibu membantu saya?", 6. Kasih Tidak Melakukan yang Tidak Sopan Kasih tidak kasar, memukul, menyakiti hati, atau kejam. Kasih tidak mudah marah atau berkata kasar di depan ibu mertua atau di belakangnya. 7. Kasih Tidak Mencari Keuntungan Diri Sendiri Kasih tidak merugikan suami, tetapi berbagi waktu suami dengan ibunya (dan ayah, kakak, dan adiknya). 8. Kasih Tidak Pemarah Respons pertama kasih terhadap komentar-komentar yang tampaknya tidak menyenangkan dari ibu mertua saya adalah tidak mudah marah, tetapi mencoba untuk melihat segala hal dari sudut pandangnya, meskipun dia senang dengan keraguan Anda. 9. Kasih Tidak Menyimpan Kesalahan Kasih tidak mengungkit-ungkit kesalahan-kesalahan masa lalu ibu mertua setiap kali terjadi berselisih dengannya. Kasih tidak menyimpan kesalahan (secara mental ataupun lainnya) dan dosa (yang nyata ataupun yang dibayangkan) yang pernah dilakukannya. 10. Kasih Tidak Bersukacita Karena Ketidakadilan Kasih tidak bersukacita atas dosa dan kelemahan ibu mertua jika saya rasa hal itu membuat saya terlihat lebih baik. 11. Kasih Bersukacita Karena Kebenaran Kasih berarti percaya penuh kepada ibu mertua bahkan di saat saya tidak ingin melakukannya sekalipun. 12. Kasih Selalu Menutupi Segala Sesuatu Kasih melindungi nama baik dan perasaan ibu mertua. Ini hanya bisa dilakukan bila saya tidak pernah mengatakan yang tidak baik tentang dia. Ketika dia membuat kesalahan, bila itu bukan masalah besar, saya mengabaikannya. 13. Kasih Percaya Segala Sesuatu Kasih membuat saya percaya pada kata-katanya. Bila dia berkata bahwa dia mengasihi dan menghormati saya, saya percaya kepadanya. 14. Kasih Selalu Mengharapkan Segala Sesuatu Kasih percaya bahwa dengan doa, segala sesuatu antara ibu mertua dan saya bisa lebih baik. Kasih tidak angkat tangan dan mengatakan, "Sudah tidak ada harapan." Kasih berarti optimis dalam hubungan pada masa yang akan datang. 15. Kasih Sabar Menanggung Segala Sesuatu Kasih tidak pernah menyerah atas hubungan saya dengan ibu mertua, meskipun tampaknya tidak dapat diperbaiki lagi. Kasih tidak pernah menyerah dan berkata, "Lupakan! Siapa yang butuh dia?" Kasih terus berlanjut, bahkan ketika saya ingin berhenti [mengasihinya]. 16. Kasih Tidak Berkesudahan Kasih berkata, "Tuhan akan selalu mengasihiku, apa pun yang saya lakukan. Saya juga akan selalu mengasihi ibu mertua saya." Hari ini sediakan waktu untuk mendoakan ibu mertua Anda. Tidak masalah Anda menyukainya atau tidak, mintalah pada Tuhan untuk menolong Anda belajar mengasihi dia dengan kasih yang diajarkan dalam 1 Korintus 13. Ingatlah, Dia berjanji untuk memberi Anda apa yang Anda perlukan untuk bisa melakukannya. (t/Ratri) Diambil dari buku "From Blushing Bride to Wedded Wife"; Hak Cipta (c) 2006 oleh Marla Taviano. Diterbitkan oleh Harvest House Publishers, Eugene, Oregon, Amerika Serikat. Diterjemahkan dan disunting dari: Judul asli artikel: Learning to Love Your Mother-In-Law Nama situs: WT Online Penulis: Marla Taviano Alamat URL: http://wtonline.ag.org/reprints/ learning_to_love_your_mother_in_law.cfm ______________________________________________________________________ - POKOK DOA MENGASIHI MERTUA 1. Doakan agar setiap wanita Kristen dapat mengasihi mertua mereka seperti mereka mengasihi diri sendiri. 2. Doakan juga agar melalui teladan kehidupan para wanita Kristen, mereka dapat membawa mertua mereka yang belum menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. ______________________________________________________________________ Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan kepada redaksi: < wanita(at)sabda.org > atau < owner-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > ______________________________________________________________________ Alamat berlangganan: < subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > Alamat berhenti: < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > Arsip e-Wanita: http://www.sabda.org/publikasi/e-wanita Facebook e-Wanita: http://fb.sabda.org/wanita Twitter e-Wanita: http://twitter.com/sabdawanita ______________________________________________________________________ Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani Staf Redaksi: Novita Yuniarti Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) e-Wanita 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ________________MILIS PUBLIKASI WANITA KRISTEN INDONESIA______________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |