Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/39 |
|
e-Wanita edisi 39 (11-7-2010)
|
|
_________e-Wanita -- Milis Publikasi Wanita Kristen Indonesia_________ Topik: Keputusan untuk Menikah Edisi 39/Juli 2010 ______________________________________________________________________ MENU SAJI - SUARA WANITA - DUNIA WANITA: Menikah... Perlukah? - POTRET WANITA: Konsekuensi Iman: Kisah Ribka - POKOK DOA: Hikmat bagi Wanita Kristen ______________________________________________________________________ - SUARA WANITA Shalom, Beberapa orang berpikir bahwa hidup melajang seolah-olah lebih mudah untuk dijalani daripada mereka yang sudah menikah. Benarkah? Jika kita salah satu dari sebagian orang yang berpandangan seperti itu, maka mulai saat ini kita harus mengubah cara pandang kita. Apa yang sebenarnya membuat kita takut dengan pernikahan? Selama kita hidup masalah akan selalu ada, baik yang hidup melajang atau yang sudah menikah. Pernikahan adalah sesuatu yang dikehendaki Allah supaya pria dan wanita dapat saling melengkapi, berbagi, berjalan, dan bertumbuh bersama dalam Tuhan. Apa pun yang terjadi dalam pernikahan Anda, Allah pasti turut campur tangan karena pernikahan adalah karunia Allah. Bagaimana dengan sahabat wanita? Bagi sahabat wanita yang masih bimbang tentang pernikahan, sudah saatnya Anda memilih yang terbaik untuk kehidupan Anda selanjutnya. Percaya bahwa Allah menyediakan pasangan hidup yang tepat dan waktu Allah pun akan tiba untuk Anda. Selamat menyimak dan Tuhan memberkati! Redaksi Tamu e-Wanita, Santi Titik Lestari http://wanita.sabda.org http://fb.sabda.org/wanita ______________________________________________________________________ IT IS AS HARD FOR GOD TO ARRANGE A GOOD MARRIAGE AS IT WAS FOR HIM TO DIVIDE THE RED SEA ______________________________________________________________________ - DUNIA WANITA MENIKAH... PERLUKAH? Untuk Anda yang sedang bimbang di luar gerbang pernikahan. Dahulu, ada orang yang mengatakan bahwa pernikahan itu seperti sebuah benteng. Yang berada di dalam ingin keluar, tetapi yang berada di luar justru ingin masuk. Tampaknya, pendapat itu sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang ini karena banyak orang yang berada di luar ragu-ragu atau bahkan sama sekali tidak berkeinginan untuk masuk! Jika Anda termasuk salah satu dari orang-orang seperti ini, marilah kita bertukar pikiran. Ada seorang wanita Kristen yang harus menanggung kehidupan keluarganya. Dia adalah seorang yang penuh pengertian dan baik hati. Ia mengharapkan Allah akan memberinya sebuah pernikahan yang juga dapat menerima keluarganya. Setelah berdoa beberapa tahun, Tuhan mengabulkan doanya. Keluarga suaminya sangat mengasihinya dan dapat menerima keluarganya. Seorang pria Kristen selalu khawatir kalau-kalau keluarganya yang belum percaya Tuhan melarangnya menikah dengan seorang wanita yang seiman pula. Maka, ia berdoa agar Allah memberinya pasangan yang dapat diterima oleh keluarganya. Setelah berdoa beberapa tahun, Tuhan juga mengabulkan doanya. Ia menikah dengan seorang wanita percaya dan Tuhan juga membuat keluarganya dapat menerima dan mengasihi pasangannya. Saudara seiman yang lain mengharapkan akan mendapatkan pasangan yang seiman. Walaupun demikian, oleh banyak orang keinginannya ini dianggap sebagai suatu keinginan yang sulit. Tetapi setelah berdoa beberapa tahun, sekarang setiap orang dapat melihatnya berbahagia bersama pasangannya yang seiman sehingga mereka juga turut bersukacita. Jika saya bertanya kepada Anda, "Menurut Anda, apakah mereka akan seterusnya berbahagia?" Mungkin Anda akan menjawab, "Mereka tentu masih akan menghadapi pahit manisnya kehidupan!" Namun bukankah memang untuk itulah seorang laki-laki dan perempuan dipersatukan Allah dalam suatu pernikahan, yaitu agar mereka dapat menghadapi pahit manisnya kehidupan ini bersama-sama? Bila sekarang Anda masih sendiri, Anda juga tetap harus menghadapi pahit manisnya kehidupan ini, jadi apa bedanya? Mengapa Anda tidak berani maju dan melangkah masuk ke dalam gerbang pernikahan? Sebenarnya apa alasannya? Mungkin Anda berpendapat bahwa hidup lajang itu lebih baik, lebih bebas, dan kalau mencuci pakaian pun hanya pakaian 1 orang. Jika menikah, mungkin Anda akan mencuci lebih banyak pakaian. Bila Anda masih lajang, Anda bebas memencet pasta gigi sesuka Anda, tetapi bila Anda sudah menikah, mungkin pasangan Anda akan marah hanya gara-gara Anda salah memencet pasta gigi. Saya tidak memungkiri adanya kemungkinan seperti itu. Tetapi saat Anda yang masih lajang pulang ke rumah, semua pahit manisnya kehidupan harus Anda tanggung sendiri. Ketika Anda masih muda, mungkin Anda masih dapat menanggungnya; Anda masih dapat pergi ke segala tempat yang Anda suka, ngobrol dan pergi dengan beberapa teman, masih memiliki kesehatan yang baik, dan lain-lain. Namun ketika usia Anda semakin bertambah, kesepian dan kesusahan hidup akan menjadi suatu hal yang tidak lagi mudah Anda tanggung sendiri. Kesehatan Anda mulai menurun dan Anda tidak bisa lagi makan atau minum sesuka Anda. Tubuh Anda mulai kurang sehat, sulit untuk pergi ke tempat-tempat yang Anda suka, tidak bisa lagi tidur nyenyak, teman-teman juga sudah sibuk dengan kehidupan keluarga masing-masing, dan lain-lain. Jadi apakah orang yang memilih untuk menikah pasti akan bahagia? Tidak juga! Karena banyak juga pernikahan yang tidak bahagia dan sering diwarnai dengan banyak perselisihan. Namun apakah dengan melarikan diri dari pernikahan, Anda dapat menghindari kesulitan-kesulitan hidup? Mana yang Lebih Baik, Lajang atau Menikah? Apakah lajang itu pasti baik? Apakah tidak ada yang dikhawatirkan itu identik dengan bahagia? Kehidupan seseorang mungkin tidak selamanya baik, namun apakah dengan memilih hidup seorang diri, Anda pasti bahagia? Apa yang Anda takuti? Kehilangan kebebasan? Yakinkah Anda bahwa dengan melajang Anda pasti memiliki kebebasan? Atau Anda mengira bahwa pasangan Anda yang berikutnya pasti akan lebih baik daripada yang sekarang? Apakah Anda masih tenggelam dalam penyesalan karena kehilangan kekasih Anda yang dulu? Mungkin juga Anda terpengaruh oleh media massa, takut kalau apa yang terjadi pada orang lain juga akan terjadi pada diri Anda? Atau Anda takut tidak dapat menjadi pasangan yang sempurna? Banyak orang pada zaman sekarang yang hidupnya "berbahagia namun tidak bersukacita", "berhasil tetapi tidak merasakannya", atau "tidak pernah merasa puas dan dapat disebut sebagai orang yang tamak". Ada dua insan yang hidup bersama di bawah satu atap tetapi belum juga menikah; ada yang sudah menjadi seorang ibu tapi tidak mau atau belum menikah; ada suami istri yang tinggal di kota atau negara yang berbeda; ada yang sudah menikah tapi belum mau memunyai anak, dan sebagainya. Semua yang mengalami hal demikian pasti merasa gelisah. Tetapi janganlah lupa bahwa kita adalah umat Kristen. Kita percaya bahwa pernikahan adalah karunia Allah, sehingga apa pun yang terjadi dalam kehidupan pernikahan kita, Allah pasti akan membantu. Apakah Anda ingin menikah? Apakah Anda takut untuk menikah? Jika saatnya belum tiba, jangan memaksakan diri! Nikmatilah kebahagiaan sebagai lajang, aturlah kehidupan Anda dengan sebaik-baiknya! Jika saatnya tiba, janganlah menghindar, hadapilah kebahagiaan, dan kesusahan hidup dalam pernikahan. Makna pernikahan adalah saling mengasihi dan bertumbuh bersama, sama-sama mengejar cita-cita, saling berbagi sukacita, menjalankan kewajiban, dan yang terpenting adalah menikmati kebaikan dan rahasia pernikahan (Efesus 5:22-33), berjalan bersama Tuhan. Perbedaan pandangan, ekonomi, fisik, impian, dan sebagainya sering kali dapat memengaruhi hubungan suami istri, sehingga dalam setiap pernikahan pasti ada risiko timbulnya masalah karena hal-hal tersebut. Tetapi pandanglah sekeliling kita, bukankah dalam pergaulan kita sehari-hari dengan teman-teman kita, masalah-masalah seperti ini juga dapat timbul? Dan bagaimanakah sebaiknya kita menghadapinya? Berjalan Bersama Tuhan Saya kira, Anda yang masih lajang tentu tidak luput dari rasa takut untuk menikah, tetapi Anda dapat memenangkannya dengan bersandar kepada Allah, sama seperti saudara seiman di atas. Mereka tahu apa yang mereka kejar sehingga akhirnya menerima pemberian Tuhan yang sempurna. Jika sekarang Anda masih lajang, persiapkanlah diri Anda agar dapat menjadi seorang yang mandiri dan dewasa, memahami diri sendiri, menerima diri sendiri, menyukai diri sendiri, belajar berkomunikasi dengan orang lain, dapat menyesuaikan diri, saling menutupi, penuh pengertian, dan berbuat kebajikan! Maka bila saatnya tiba, Anda akan bersama-sama memetik sukacita dan dapat bertumbuh bersama. Janganlah takut! Isi hatimu Allah tahu, saatmu pun Ia tahu! Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buletin: Warta Sejati, Edisi 27/November - Desember 2001 Judul artikel: Menikah ... Perlukah? Penulis: SS Penerbit: Departemen Literatur Gereja Yesus Sejati Pusat Indonesia, Jakarta 2001 Halaman: 37 -- 40 ______________________________________________________________________ - POTRET WANITA KONSEKUENSI IMAN: KISAH RIBKA Ribka tentu termasuk tokoh kunci di antara orang-orang pilihan Tuhan. Dia adalah istri Ishak, ibu dari Esau dan Yakub, dan cucu keponakan Abraham. Kita pertama kali mengetahui keberadaan Ribka dalam Kitab Kejadian pasal 22. Ayat 20 hingga 24 menceritakan tentang Nahor, saudara Abraham. Dari sinilah kita mengetahui bahwa Nahor memiliki banyak anak dari istri dan gundiknya, dan bahwa dia memiliki seorang cucu bernama Ribka. Keputusan Iman Setelah kematian istrinya, Sara, maka Abraham mengutus hamba paling tua dalam rumahnya untuk mencarikan seorang istri bagi Ishak, putranya. (Kejadian 24:2-10) Dia pastilah hamba yang paling dipercayainya; kemungkinan besar hamba tersebut adalah kepala pelayannya. Abraham menyuruh hamba kepercayaannya itu bersumpah bahwa dia akan pergi ke kampung halaman Abraham, kepada sanak keluarganya, untuk menemukan seorang istri bagi Ishak. Dia tidak ingin mencari seorang perempuan dari golongan penyembah berhala yang ada di sekitar Kanaan untuk putranya. Hamba Abraham tersebut merasa dipercaya untuk mengemban misi yang begitu penting. Oleh karena itu, ia pun meminta tanda dari Allah untuk memastikan keberhasilannya. Dia tidak pernah ragu bahwa Allah akan memimpin dia kepada seorang gadis muda yang paling cocok bagi putra tuannya. Ujian yang disusunnya sangatlah terus terang. Dia meminta [gadis yang dipilih Tuhan adalah] seorang perempuan muda yang menimbakan sedikit air baginya untuk diminum. Perempuan yang tepat tersebut tidak hanya akan menimbakan air baginya, tetapi juga akan menawarkan untuk menimbakan air bagi unta-untanya. Ketika Ribka datang ke sumur, hamba itu menerapkan ujiannya, dan Ribka lulus ujian tersebut dengan gemilang. Ribka menimba air bagi hamba itu untuk diminum, dan dengan senang hati menimba air bagi unta-unta, suatu tugas yang biasanya dikerjakan oleh seorang hamba. Waktu hamba itu menceritakan kepada Ribka dan keluarganya tujuan perjalanannya, mereka pastilah menyadari bahwa Abraham adalah seorang yang kaya, dan Ishak akan mewarisi kekayaan tersebut. Ini adalah pernikahan agung bagi Ribka. Ribka menyetujui penawaran itu. Saat membaca kisah tersebut, perbuatan itu nampaknya cukup sederhana untuk dilakukan, tetapi coba bayangkan jika Anda berada dalam situasi berikut ini. Suatu hari, tanpa disangka-sangka, seorang asing muncul di depan rumah Anda dengan mengendarai sebuah limusin yang dipenuhi berbagai macam hadiah mewah. Dia mengaku sebagai utusan saudara ayah Anda yang telah lama tidak berjumpa dan menawarkan kedudukan yang penting dalam rumah tangga paman Anda. Dia menceritakan sebuah kisah tentang bagaimana Tuhan membimbingnya dalam perjalanan mencari Anda, sanak majikannya yang telah lama tidak berjumpa, memimpinnya sampai akhirnya menemukan Anda dengan cara yang ajaib. Dia meminta Anda untuk meninggalkan segala sesuatu yang pernah Anda kenal dan pergi bersamanya ke suatu tempat terpencil yang amat jauh dan tidak dapat dicapai dengan alat transportasi sehari-hari. Dalam dunia modern, situasi ini tentu akan menimbulkan rasa curiga. Walaupun demikian, kita dapat menyelidiki identitas orang asing ini dengan cukup mudah. Malahan, dia pasti punya kartu identitas. Identitas orang yang mengaku sebagai paman Anda pun dapat dipastikan, Anda bahkan dapat berbicara dengannya melalui telepon. Tidak peduli seberapa terpencilnya tempat itu, pasti ada helikopter atau perahu motor yang memungkinkan perjalanan ke sana, dan Anda dapat mengirimkan surat elektronik kepada keluarga Anda. Teknologi memberikan banyak pilihan bagi kita. Namun Ribka tidak memiliki pilihan-pilihan ini. Dia tidak dapat menelepon Abraham untuk memastikan identitasnya ataupun identitas hamba tersebut. Ribka harus percaya pada kata-kata hamba itu. Keputusan ini juga mengharuskan dia meninggalkan rumah dan satu-satunya keluarga yang dia kenal seumur hidupnya. Jarak yang jauh berarti kemungkinan untuk bertemu kembali dengan keluarganya sangatlah kecil. Bagi seorang gadis muda, ini sungguh merupakan suatu keputusan yang berani, dan pastilah merupakan suatu keputusan yang dipengaruhi oleh iman kepada Allah yang telah memimpin hamba itu kepadanya. Abraham sering kali digunakan sebagai teladan dari pelaku iman. Ibrani 11:8-10 berbicara tentang Abraham yang pergi meninggalkan kampung halamannya ketika Allah memanggilnya. Dia tidak tahu ke mana dia akan pergi. Ketika meninggal, dia belum melihat tanah yang dijanjikan Allah ataupun keturunannya yang sebanyak bintang di langit. Namun, dia percaya bahwa hal itu akan terjadi. Ibrani 11:1 mengatakan: "iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Harapan Abraham pada janji Allah tetap teguh hingga kematiannya. Walau jarang sekali disebutkan, tetapi kesediaan Ribka untuk pergi kepada Ishak mencerminkan iman Abraham. Dia tidak mendengar panggilan Allah secara langsung kepada dirinya, hanya seorang hamba yang kesetiaan dan imannya kepada Allah yang menyentuh hatinya dan membuatnya percaya bahwa apa yang dijanjikan hamba tersebut adalah benar. Seperti Abraham, Ribka pergi ke tempat yang tidak dikenal dengan hanya berbekal pengetahuan bahwa Allah turut campur tangan dalam masalah ini dan keyakinan bahwa hal yang dilakukannya adalah benar. Kejadian 24:57-58 menunjukkan bahwa Ribka memiliki pilihan dalam hal ini. Ribka diberikan pertanyaan, apakah dia bersedia pergi dengan hamba tersebut, dan dia setuju. Iman Ribka yang sederhana seperti seorang anak kecil amatlah menyentuh dan merupakan suatu teladan bagi kita. Yesus sendiri menyuruh kita untuk memiliki iman yang sederhana seperti seorang anak kecil. "Aku berkata kepadamu," kata-Nya, "Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." (Markus 10:15) Pada titik ini, iman Ribka merupakan suatu teladan. Karena itu, dia dianugerahi pernikahan yang indah dan seorang suami yang sungguh-sungguh mencintainya. Menghadapi Kesulitan Kehidupan Ribka berubah setelah menjadi istri Ishak. Dia kini menjadi wanita utama yang memimpin sebuah keluarga yang besar dan kaya raya. Walaupun Abraham menikah lagi setelah kematian Sara, kita diberitahu bahwa Ishak adalah pewaris tunggal dari segala milik Abraham (Kejadian 25:5-6). Hal ini tentu memberi Ribka status penting dalam keluarga [Abraham]. Imannya melengkapi iman suaminya. Ketika dia tidak dapat mengandung, Ishak berdoa untuknya (Kejadian 25:21). Ketika dia merasakan bayi kembar dalam rahimnya bergumul, dan dia menjadi khawatir akan kehamilannya, dia berdoa kepada Allah (Kejadian 25:22-23). Sara, mertuanya, juga mandul. Tetapi, Ribka tidak pernah menyuruh suaminya untuk mengambil pelayannya sebagai gundik, suatu pilihan yang diambil Sara. Ribka dan Ishak menunggu selama 20 tahun yang panjang. Kita melihat seorang perempuan yang dengan sabar menunggu doanya terjawab. Banyak di antara kita yang dapat berkata dengan sepenuh hati bahwa menunggu waktu Tuhan bisa jadi sungguh-sungguh amat sulit dan membutuhkan iman yang sangat teguh. Sekali lagi, Ribka cukup berani dalam iman untuk menantikan waktu Allah. Seperti harapan Abraham, putranya memiliki seorang istri yang memiliki iman seperti imannya, dan seluruh keluarga dilimpahi dengan berkat dari Allah (Kejadian 25:11). Kita ingin agar doa-doa kita dijawab dengan segera! Banyak di antara kita yang menjadi tidak sabar dan bahkan mulai meragukan Tuhan ketika tampaknya Dia tidak mendengarkan kita. Walaupun kita merasakan waktu berlalu hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, Tuhan tetap ada setiap saat -- dahulu, sekarang, dan selama-lamanya. Dia mengetahui waktu yang terbaik untuk mengabulkan permohonan kita, dan Dia juga mengetahui permohonan mana yang tidak dapat dikabulkan. Jika kita menyatakan bahwa kita percaya kepada Tuhan, kita juga harus percaya pada pertimbangan-pertimbangan-Nya. Jika ada doa yang belum dijawab, bukan berarti Tuhan tidak mendengar doa. Itu berarti Tuhan meminta kita untuk percaya pada hikmat-Nya. Tentu saja, kita boleh terus meminta, tetapi ketika kita melakukannya, kita juga harus menyelidiki apakah hati kita bersedia tunduk pada apa pun keputusan yang akan dibuat Tuhan. Ribka adalah seorang wanita beriman besar. Dia percaya Allah akan memberinya keturunan. Dia percaya Allah akan menyatakan kepadanya alasan kesulitannya mengandung. Sebagaimana pemazmur menulis: Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; Lalu Ia menjenguk kepadaku Dan mendengar teriakku minta tolong. (Mazmur 40:2) Kita dapat melihat Allah memberkati kehidupan Ribka dan bagaimana Dia memberikan seorang suami yang penuh cinta dan anak kembar. "Berbahagialah orang, yang menaruh kepercayaannya kepada TUHAN..." (Mazmur 40:5) Mengandalkan Diri Sendiri Iman mengharuskan kita memercayakan segalanya kepada Tuhan, dan hal ini lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Sejauh ini, kita dapat melihat bahwa iman Ribka nyata dalam perbuatannya ketika dia bersandar pada Allah dalam mengambil keputusan-keputusan. Tetapi, ketika tiba pada kesejahteraan anak-anaknya, dia lebih mengandalkan dirinya sendiri daripada Allah. Ketika Allah menjelaskan kepada Ribka tentang pergumulan yang dia rasakan dalam rahimnya selama masa kehamilan, Allah menyatakan bahwa ada dua suku bangsa di dalam rahim Ribka. Allah juga menyatakan bahwa anak yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda (Kejadian 25:23). Demikianlah nasib kedua anak tersebut ditetapkan. Ribka tidak percaya bahwa Allah akan menggenapi perkara-perkara. Dia mengambil alih permasalahan ke dalam tangannya sendiri dengan menolong anaknya yang lebih muda menipu Ishak. Dia menjadi ibu yang gagal ketika dia mengasihi Yakub lebih daripada Esau. Yakub menikmati pilih kasih ibunya seraya mengamati dan merasakan pilih kasih ayahnya terhadap kakaknya. Perilaku kedua orang tuanya inilah yang mungkin menyebabkan perasaannya terhadap masing-masing orang tuanya jadi saling bertentangan. Yakub sama sekali tidak menunjukkan kesetiaan kepada ayah atau kakaknya ketika ibunya menyuruh dia menipu ayahnya. Dalam merekayasa situasi agar Ishak memberi Yakub berkat yang seharusnya disediakan bagi anak sulung, Ribka menunjukkan iman yang telah berubah, dari percaya menjadi egois dan manipulatif. Dia berpikir bahwa dia dapat mengandalkan diri sendiri. Dia mengesampingkan pertimbangan dari kepentingan orang lain demi Yakub. "Banyaklah rancangan usia, tetapi keputusan Allah yang terlaksana" (Amsal 19:21). Ada banyak hal yang ditetapkan oleh Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan-Nya, kita harus tunduk pada fakta bahwa apa yang telah ditetapkan Tuhan pasti akan terjadi. Tidak ada sesuatu pun yang dapat kita lakukan yang dapat mengubah situasi yang telah ditetapkan Tuhan. Jika kita memaksakan suatu hal seperti yang dilakukan Ribka, akibat-akibat yang tidak baik akan terjadi, mungkin menyebabkan kesedihan dan kebencian. Kalau Ribka tidak melakukan apa-apa, dia tentu akan melihat kehendak Allah terjadi, dan anak yang tua tetap akan melayani yang muda, karena Allah telah menetapkan demikian. Perbedaannya adalah, ketika Tuhanlah yang mengatur segala sesuatu, tidak seorang pun yang terluka, dan kita diberkati karena kepercayaan kita kepada-Nya. Akibat Ketiadaan Iman Ketika Ribka menggunakan kecerdikannya sendiri untuk membelokkan keadaan, dia menyebabkan kebencian dan permusuhan yang mendalam di antara kedua bersaudara itu, yang membawa akibat yang serius terhadap umat Allah. Dia juga menanggung penderitaan yaitu harus terpisah dari anak kesayangannya seumur hidup karena terpaksa mengirim Yakub ke rumah saudaranya untuk menyelamatkan Yakub dari amarah Esau. Sebagaimana halnya Ribka tidak dapat berharap untuk bertemu dengan keluarganya lagi, Yakub tidak dapat berharap untuk melihat ibunya tercinta lagi. Perbuatan Ribka ini membawa akibat yang terus berlanjut sampai ke banyak generasi berikutnya. Esau menjadi bapa dari bangsa yang besar, yang di kemudian hari dikenal sebagai kaum Edom. Kaum Edom menjadi musuh bebuyutan Israel, yang mencari setiap kesempatan untuk membalas dendam pada kaum Israel, sekalipun mereka bersaudara: Karena kekerasan terhadap saudaramu Yakub, Maka cela akan meliputi engkau, Dan engkau akan dilenyapkan untuk selama-lamanya. Pada waktu engkau berdiri di kejauhan, Sedangkan orang-orang di luar mengangkut kekayaan Yerusalem, Dan orang-orang asing memasuki pintu gerbangnya... Engkau pun seperti salah seorang dari mereka itu. (Obaja 10-11) Dari ayat-ayat ini, kita dapat melihat sejarah mencatat bahwa lama sesudahnya orang-orang Edom bekerja sama dengan musuh-musuh kaum Israel. Ketika kaum Israel ditawan, orang-orang Edom berdiri di samping musuh-musuh Israel. Memang, keturunan Esau terus mencari pembalasan dendam terhadap kaum Israel, dengan akibat yang membawa malapetaka bagi diri mereka sendiri: Beginilah firman Tuhan ALLAH: "Oleh karena Edom membalaskan dendam kesumat terhadap kaum Yehuda dan membuat kesalahan besar dengan melakukan pembalasan terhadap mereka... Aku akan mengacungkan tangan-Ku melawan Edom... " (Yehezkiel 25:12-13) Kita tidak akan pernah mengetahui apa yang mungkin akan terjadi jika saja Ribka tidak mengandalkan diri sendiri. Mungkin kedua bangsa itu tidak akan saling bermusuhan. Mungkin keturunan Esau akan memiliki kesempatan untuk diselamatkan. Dalam pergumulan kita melalui kehidupan atau berbagai keadaan, kita belajar untuk percaya kepada Tuhan karena kita tidak melihat jalan lain. Kita menaruh harapan kita pada Dia ketika kita membutuhkan pertolongan-Nya. Ribka menaruh kepercayaan yang amat besar kepada Allah ketika dia harus mengambil keputusan yang boleh jadi adalah yang terpenting dalam hidupnya -- pernikahannya. Ribka juga memelihara imannya kepada Allah ketika dia ingin tetapi tidak dapat memulai suatu keluarga. Kita cenderung bergayut pada iman kita ketika sesuatu yang sangat penting sedang dipertaruhkan dalam hidup kita. Bahayanya datang ketika kita mengambil alih permasalahan ke dalam tangan kita sendiri dan lupa bahwa Tuhanlah yang pada akhirnya menjadi sutradara kehidupan kita. Karena itu, kita harus berbuat sesuai dengan kehendak-Nya di setiap waktu, dan bukan hanya pada masa-masa ketika kita dihadapkan dengan sesuatu yang tampaknya mustahil. Sebab setiap tindakan -- setiap tindakan iman - memiliki konsekuensinya sendiri-sendiri, dan berdasarkan hal itulah kita akan dihakimi Tuhan. Kiranya Tuhan bermurah hati kepada kita dan terus memimpin kita sehingga kita tidak akan pernah menyimpang dari jalan-Nya. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buletin: Warta Sejati, Edisi 40/Maret - April 2004 Penulis: Yvonne Chan Penerbit: Departemen Literatur Gereja Yesus Sejati Pusat Indonesia, Jakarta 2004 Halaman: 31 -- 36 ______________________________________________________________________ - POKOK DOA 1. Memutuskan untuk menikah bukan merupakan sebuah keputusan yang main-main. Banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum kita mengatakan ya. Doakan agar para wanita Kristen Indonesia, diberi hikmat Tuhan dalam mengambil keputusan yang penting ini. 2. Berdoa bagi para wanita Kristen yang telah menikah, agar Tuhan memampukan mereka untuk menempatkan diri menjadi penolong bagi suami dan taat akan perintah Tuhan. ______________________________________________________________________ Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan kepada redaksi: < wanita(at)sabda.org > atau < owner-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > ______________________________________________________________________ Alamat berlangganan: < subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > Alamat berhenti: < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > Arsip e-Wanita: http://www.sabda.org/publikasi/e-wanita Facebook e-Wanita: http://fb.sabda.org/wanita Twitter e-Wanita: http://twitter.com/sabdawanita ______________________________________________________________________ Pimpinan Redaksi: Novita Yuniarti Staf Redaksi: Truly Almendo Pasaribu Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright (c) 2010 e-Wanita / YLSA -- http://www.ylsa.org Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ________________MILIS PUBLIKASI WANITA KRISTEN INDONESIA______________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |