Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/45 |
|
e-Wanita edisi 45 (7-10-2010)
|
|
____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________ TOPIK: Alkitab dan Uang Edisi 45/Oktober 2010 ______________________________________________________________________ MENU SAJI - SUARA WANITA - DUNIA WANITA 1: Alkitab dan Uang - DUNIA WANITA 2: Kekayaan dan Kedewasaan - POKOK DOA: Bijak Mengatur Keuangan ______________________________________________________________________ - SUARA WANITA Shalom, Uang merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Hanya saja, bagaimana cara kita mengelolanya dapat memengaruhi kehidupan kita. Sebagai orang Kristen, Sahabat Wanita perlu bijaksana dalam menangani berkat Tuhan yang satu ini. Uang dapat menjadikan kita taat dengan Tuhan atau justru malah menjadikan kita jauh dengan Tuhan. Harta benda bersaing dengan Tuhan dalam menduduki posisi pertama dalam kehidupan kita. Namun Sahabat Wanita tidak perlu khawatir. Kita dapat belajar banyak dari Alkitab apa saja yang harus kita lakukan untuk mengelola keuangan secara dinamis dan sesuai dengan firman Tuhan. Simaklah beberapa artikel di bawah ini dan Sahabat Wanita akan menemukan hal-hal penting bagaimana menangani keuangan dengan benar sesuai dengan firman Tuhan. Selamat menyimak dan Tuhan memberkati! Redaksi Tamu e-Wanita, Santi Titik Lestari http://wanita.sabda.org http://fb.sabda.org/wanita ______________________________________________________________________ - DUNIA WANITA 1 ALKITAB DAN UANG Terdapat dua sistem ekonomi yang beroperasi di dunia: perekonomian Allah dan sistem-sistem perekonomian yang manusia temukan. Firman Tuhan mewahyukan sejumlah besar perekonomian Allah secara detail. Banyak orang yang cara menangani keuangannya bertentangan dengan prinsip-prinsip keuangan Allah. Di dalam ekonomi Allah, Tuhan yang hidup memainkan peranan utama. Sedangkan, bagi sejumlah orang, sulit untuk memikirkan bahwa Allah terlibat dalam keuangan kita. Hal ini dikarenakan Allah telah memilih untuk menjadi Pribadi yang tidak kasat mata dan bergerak dalam alam adikodrati yang tidak terlihat. Dalam Alkitab, ada lebih dari 2.350 ayat mengenai cara menangani uang dan benda. Yesus Kristus berbicara tentang topik uang lebih banyak dari pada lainnya. Tuhan kita menyampaikan masalah uang ini secara konsisten dengan 3 alasan. 1. Cara kita menangani uang memengaruhi persekutuan kita dengan Tuhan. Yesus membuat perbandingan antara cara kita menangani uang kita dengan kualitas kehidupan rohani kita. Dalam Lukas 16:11 (BIS), Ia berkata, "Jadi, kalau mengenai kekayaan dunia ini kalian sudah tidak dapat dipercayai, siapa mau mempercayakan kepadamu kekayaan rohani?" Bila kita menangani uang kita dengan tepat sesuai dengan prinsip-prinsip firman Tuhan, kita akan bertumbuh semakin intim dengan Kristus. Akan tetapi, jika kita tidak setia dengan hal itu, persekutuan kita dengan Dia akan berantakan. Hal ini diilustrasikan lewat perumpamaan tentang talenta. Sang tuan memberikan selamat kepada hamba yang telah mengatur keuangan dengan setia: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan Tuanmu." (Matius 25:21) Pada saat kita menangani uang dengan cara Allah, kita memperoleh kesempatan untuk masuk dalam sukacita yang lebih lagi dari suatu keintiman hubungan dengan Tuhan kita. Yang menyedihkan, ini adalah suatu kebenaran yang gagal ditangkap oleh banyak orang. 2. Harta benda bersaing dengan Tuhan untuk menduduki tempat pertama dalam hidup kita. Uang adalah kompetitor utama Kristus, dalam hal siapakah yang akan menjadi tuan dalam kehidupan kita. Yesus mengatakan bahwa kita harus memilih hanya melayani satu dari tuan ini. "Tidak seorang pun dapat bekerja untuk dua majikan. Sebab ia akan lebih mengasihi yang satu daripada yang lain. Atau ia akan lebih setia kepada majikan yang satu daripada kepada yang lain. Begitulah juga dengan kalian. Kalian tidak dapat bekerja untuk Allah dan untuk harta benda juga." (Matius 6:24, BIS) Mustahil bagi kita untuk melayani uang -- bahkan walaupun itu dalam jumlah kecil -- dan masih tetap melayani Tuhan. Waktu tentara salib diserang pada sekitar abad ke-12, tentara-tentara salib ini menyewa tentara bayaran untuk berperang bagi mereka. Karena itu adalah perang agama, para tentara bayaran tersebut dibaptis sebelum berperang. Pada saat mereka dibaptis, mereka akan mengacungkan pedang mereka dan mengangkatnya di atas air sebagai lambang bahwa Yesus Kristus tidak memiliki kendali atas pedang mereka. Mereka memiliki kebebasan untuk menggunakan senjata mereka sebagaimana yang mereka kehendaki. Walaupun tidak segamblang apa yang terjadi dengan para tentara itu, banyak orang hari-hari ini yang menangani uang mereka dengan gaya yang serupa. Sejumlah orang mengacungkan dompet mereka "di atas air", yang maksudnya adalah berkata, "Tuhan, Engkau boleh menjadi Tuhan atas seluruh kehidupanku, kecuali dalam area uang -- saya sepenuhnya sanggup menanganinya sendiri.", 3. Sebagian besar kehidupan berkisar tentang penggunaan uang. Tuhan begitu banyak berbicara tentang uang karena Ia tahu bahwa sebagian besar kehidupan kita berkisar tentang penggunaannya. Sepanjang minggu normal yang Anda jalani, seberapa banyak waktu yang Anda habiskan untuk menghasilkan uang lewat pekerjaan Anda, membuat keputusan-keputusan bagaimana Anda akan menggunakan uang, memikirkan tentang di manakah Anda akan menabung dan menginvestasi uang, atau berdoa tentang persembahan/pemberian? Syukurlah, Allah telah menyiapkan kita dengan memberikan Alkitab kepada kita sebagai peta jalan bagi kehidupan. Pembagian Tanggung Jawab Seorang sahabat, Jim Seneff, meminta saya untuk bergabung bersamanya dalam pelajaran Alkitab untuk menemukan apa saja yang Tuhan katakan tentang penanganan uang. Kami membaca seluruh Alkitab, mengidentifikasi 2.350 ayat, kemudian mengaturnya sesuai dengan topik. Ada 4 alasan rohani utama mengapa Alkitab berbicara begitu banyak tentang uang: bagaimana cara kita menangani uang akan berdampak pada persekutuan kita dengan Tuhan, yang adalah kompetitor utama dengan Kristus dalam hal ketuhanan dalam kehidupan kita dan uang membentuk karakter-karakter kita. Alasan lainnya adalah karena Tuhan menghendaki kita untuk memiliki cetak biru, sebuah peta jalan, dan untuk menangani uang, sehingga kita secara keuangan dapat menjadi setia dengan cara-cara yang sangat sederhana. Kami tidak hanya tercengang dengan kenyataan betapa mudah diterapkannya firman Tuhan dalam area ini, tapi juga menemukan pembagian tanggung jawab dalam menangani uang kita. Secara sederhana dapat dikatakan, Allah memilki bagian-Nya, dan kita memiliki bagian kita. Allah memiliki tanggung jawab tertentu dan telah memberi tanggung tanggung jawab-Nya yang lainnya kepada kita. Kita sering kali mengalami frustrasi ketika menangani uang karena tidak menyadari manakah tanggung jawab kita dan manakah yang bukan tanggung jawab kita. Delapan Area Tanggung Jawab Kita 1. Hutang: hindari hutang 2. Nasihat: carilah nasihat 3. Kejujuran: praktikkan kejujuran 4. Memberi: memberi dengan murah hati 5. Pekerjaan: kerja keras 6. Investasi: menabung secara konsisten 7. Perspektif: membelanjakan dengan bijaksana 8. Kekekalan: hidup untuk kekekalan Kesetiaan Adalah Sebuah Perjalanan Kesetiaan dalam perkara-perkara kecil adalah hal yang mendasar. Sejumlah orang merasa frustasi dengan ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah-masalah keuangan mereka dengan cepat. Ingat, setialah saja dengan apa yang telah Anda miliki -- baik itu sedikit maupun banyak. Sejumlah orang menyingkirkan tujuan untuk bebas dari hutang atau meningkatkan tabungan mereka atau memberi, karena tugas-tugas itu nampaknya tidak mungkin. Dan itu mungkin saja -- tanpa pertolongan Tuhan. Tugas Anda adalah untuk berusaha dengan setulusnya, tidak peduli seberapa kecilnya itu terlihat dan kemudian membiarkan hasil-hasilnya di tangan Allah. Saya suka sekali dengan apa yang Tuhan katakan kepada nabi Zakharia, "Sebab siapa yang memandang hina hari peristiwa-peristiwa kecil?" (Zakharia 4:10) Jangan patah semangat. Tetaplah rajin. Tetaplah tekun. Tetaplah setia bahkan dalam perkara-perkara yang paling kecil. Berulang kali kami telah melihat bahwa Tuhan memberkati mereka yang mencoba untuk setia. Memulai Perjalanan Anda akan menemukan bahwa mempelajari dan mengaplikasikan prinsip-prinsip keuangan Allah adalah sebuah perjalanan yang memakan waktu. Mudah sekali untuk menjadi patah semangat saat keuangan Anda pada akhir pelajaran ini tidak sepenuhnya berada di bawah kendali. Ketika kita mempelajari tanggung jawab-tanggung jawab Allah dan melakukan tanggung jawab kita dengan setia, kita dapat mengalami rasa puas, pengharapan, dan kepercayaan diri akan masa depan keuangan kita. Diambil dan disunting dari: Judul buku: Pelajaran Keuangan Menurut Alkitab Penulis: Howard Dayton Penerjemah: Tim Crown Financial Ministries Indonesia Penerbit: Crown Financial Ministries Indonesia, Jakarta Halaman: 9 -- 10, 72 ______________________________________________________________________ - DUNIA WANITA 2 KEKAYAAN DAN KEDEWASAAN Uang adalah sebuah aspek penting dalam hidup, dan seluruh hidup itu bersifat rohani. Pemisahan antara yang sakral dan yang sekuler itu tidak benar. Kita dapat memuliakan Allah dengan uang kita dan kita dapat menikmati uang dengan ucapan syukur. Kita harus selalu mensyukuri pemeliharaan Allah. Kita adalah makhluk jasmani rohani yang hidup dalam sebuah dunia materi. Allah menciptakan kita dengan sifat-sifat jasmani dan rohani. Tubuh kita terdiri dari materi dan ditunjang oleh materi. Materi adalah suatu aspek dasar kehidupan yang tidak mungkin diabaikan. Dunia materi sekarang ini mungkin bersifat sementara, tetapi Alkitab tidak menunjukkan bahwa materi itu sesuatu yang rendah nilainya. Jadi materi adalah satu bagian dari hidup kita yang penting, utama, dan tetap. Apabila falsafah kita tentang dunia materi tidak seimbang dengan sifat alami kita seperti yang diciptakan Allah dan dunia seperti yang diciptakan Allah, maka akan timbul masalah-masalah serius. Alkitab memberi petunjuk yang memadai untuk mengembangkan suatu falsafah yang seimbang tentang harta kekayaan. Uang mewakili hal-hal materi. Sebagai alat penukar dan penyimpan nilai, uang mempermudah penanganan kita akan harta kekayaan. Jadi, uang merupakan satu masalah yang mendasar dan umum bagi manusia. Dikatakan bahwa rata-rata 50 persen dari hidup kita berhubungan dengan uang. Hal ini berarti bahwa 50 persen waktu, perhatian, kekuatan mental, emosi, percakapan, keberhasilan, kegagalan, masalah kita -- 50 persen dari hidup kita. Itulah sebabnya Alkitab begitu banyak berbicara tentang uang: siapa yang menyediakannya bagi kita, bagaimana cara yang harus kita tempuh untuk mendapatkannya, dan cara yang justru tidak boleh kita tempuh untuk mendapatkannya, apa yang seharusnya kita lakukan dengannya, masalah-masalah dan kesempatan-kesempatan berkenaan dengannya, dan akhirnya -- dan yang paling penting bagaimana seharusnya sikap kita terhadap uang. Tahap-Tahap Kebutuhan Dr. Abraham Maslow, seorang ahli ilmu jiwa, berbicara tentang tingkat-tingkat kebutuhan yang bermula dengan tuntutan-tuntutan badaniah yang dasar, kemudian keselamatan dan keamanan, kasih dan pengakuan, dan akhirnya kesadaran akan potensi dan harga diri. Bagi orang-orang Kristen, setiap tahapan ini dipengaruhi dan diubah oleh hubungan kita dengan Allah dan Kerajaan-Nya. Kesadaran akan potensi diri akan sangat berbeda di dalam Kerajaan Allah daripada di luarnya, tetapi tahap-tahap itu masih tetap berlaku. Maslow membuktikan bahwa tahap-tahap kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi lebih dulu sebelum seseorang dapat meningkat ke tahap yang lebih tinggi. Hal ini tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa Yesus meletakkan kesejahteraan rohani kita pada tahapan dasar: "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya" (Matius 6:33). Di sini Yesus berbicara tentang majikan kita yang utama -- apakah itu Allah atau uang -- dan dasar kepercayaan kita, sikap, serta motivasi hidup kita. Ia selanjutnya berjanji bahwa sementara kita menetapkan urutan prioritas yang tepat, semua tahap kebutuhan hidup kita akan dipenuhi. Apabila kita merasa bahwa landasan rohani yang teguh memperkuat seluruh kehidupan sudah kita temukan, kita masih harus menghadapi kenyataan analisis Maslow. Kita masih harus menjalani semua tahap kehidupan, termasuk materi. Menempatkan Kerajaan Allah dalam prioritas utama adalah langkah awal, tetapi Matius 6:33 tidak menghapuskan banyak ajaran Alkitab mengenai hal-hal materi. Sebagian dari aspek ekonomi dalam kehidupan terutama berkenaan dengan tahap-tahap dasar Maslow, yaitu kebutuhan-kebutuhan badani dan keamanan. Pemenuhan tahap-tahap yang lebih maju mungkin bisa diperluas atau disimpangkan oleh falsafah ekonomi seseorang. Seseorang mungkin mencoba membeli kasih dan penghargaan dengan uang, yang lain mungkin merasa tidak berharga mungkin karena kegagalan ekonomi. Uang yang terkumpul mungkin disamakan dengan kesadaran akan potensi dan harga diri. Sebaliknya, kemurahan hati dapat memperlihatkan kasih dan membawa ke arah kesadaran akan potensi diri dalam melayani orang-orang lain. Tetapi yang saya maksudkan di sini adalah bahwa apabila tahap-tahap kebutuhan yang pertama belum terpenuhi, kita tidak mungkin menyadari sepenuhnya potensi kita pada tahap-tahap yang lebih tinggi. Apabila aspek-aspek keuangan masih merupakan persoalan pokok kita maka kita tidak akan pernah bebas untuk memusatkan perhatian pada aspek-aspek hidup dan pelayanan yang lebih maju. Mengendalikan Finansial Allah menghendaki agar kita secara dinamis dapat mengendalikan aspek keuangan dari hidup kita, artinya agar kita merdeka. "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka!" (Yohanes 8:36). Seorang Kristen dapat memiliki kebebasan finansial dalam arti yang murni, tetapi bukan dalam arti yang biasa digunakan untuk menunjukkan banyaknya uang. Sesungguhnya, kebebasan dalam aspek keuangan tidak banyak hubungannya dengan jumlah uang yang kita miliki, tetapi dengan sikap kita terhadap uang, penggunaan yang tepat serta berdisiplin terhadap apa yang kita miliki, dan pemahaman kita, serta ketaatan kepada ajaran-ajaran Alkitab tentang uang dan harta kekayaan. Kebebasan ini meliputi beberapa hal. 1. Kebebasan dari kekhawatiran dan perhatian yang terus-menerus tentang kekayaan. 2. Kebebasan dari perbudakan oleh hal-hal materi. 3. Kebebasan untuk menggunakan harta kekayaan untuk maksud kekal. 4. Kebebasan untuk menikmati pemeliharaan Allah tanpa diperbudak oleh materialisme. Banyak orang Kristen yang begitu berusaha menghindari materialisme sehingga mereka tidak dapat menikmati kebebasan-kebebasan yang positif. Perasaan apa yang segera muncul pada saat Anda mendengar kata "uang"? Biasanya yang muncul ialah rasa khawatir, risau, rasa bersalah, dan keinginan untuk memiliki. Seharusnya perasaan itu diganti dengan sukacita, pujian, dan ucapan syukur! Sayang apabila kita memiliki perasaan-perasaan positif ini, sering kali kita justru cenderung menekannya. Entah bagaimana perasaan-perasaan tersebut tampaknya "materialistis" bagi kita. Kita lupa bahwa "Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati (1 Timotius 6:17). Paulus mengatakan hal itu dalam kaitan langsung dengan kekayaan. Uang adalah bagian dari "segala sesuatu" yang telah disediakan Allah bagi kita. Kedewasaan Finansial Salah satu tolok ukur kehidupan rohani kita adalah kedewasaan dalam hubungannya dengan uang. Yesus berkata, "Orang yang bisa dipercayai dalam hal-hal kecil, bisa dipercayai juga dalam hal-hal besar. .... Jadi, kalau mengenai kekayaan dunia ini kalian sudah tidak dapat dipercayai, siapa mau mempercayakan kepadamu kekayaan rohani?" (Lukas 16:10-11, BIS) Perkara-perkara kecil adalah harta kekayaan, harta yang sesungguhnya adalah hal-hal yang bernilai kekal. Walaupun materi adalah pemeliharaan Allah bagi kita dan harus dinikmati dan dimanfaatkan dengan ucapan syukur, tetapi materi tidak memiliki nilai tetap dan akan berlalu. Alam semesta dalam bentuknya saat ini adalah sebuah arena sementara bagi penyataan Allah. Jadi uang tidak memiliki nilai kekal maupun nilai dasar, tetapi hanya merupakan sebuah alat. Iblis menggunakan uang dan kekayaan untuk menimbulkan ketamakan, iri hati, egoisme, cemburu, kesombongan, dan penyembahan berhala. Sebaliknya, Allah menggunakan kekayaan untuk menunjukkan kasih dan pemeliharaan-Nya yang berlimpah bagi kita. Ia ingin agar kita menggunakan uang untuk membawa kita kepada kedewasaan, yaitu untuk menyempurnakan kita dalam kasih, kemurahan hati, kerajinan, pengendalian diri, disiplin rasa syukur, dan sifat-sifat rohani lain. Allah ingin melihat pada kedewasaan, pertumbuhan, dan kemajuan kita dalam "mencapai ... tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus." (Efesus 4:13) Seperti pada segi lain dari kehidupan, Allah tertarik akan apa yang terjadi di dalam diri kita. Ia lebih tertarik pada siapa kita daripada apa yang kita lakukan: "Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7) Jadi Dia lebih tertarik dengan bagaimana dampak proses penggunaan uang pada kita daripada apa yang kita lakukan dengan uang. Dalam kaitannya dengan uang, Paulus ingin agar orang-orang Korintus juga "kaya dalam pelayanan kasih ini" (2 Korintus 8:7). Pusat perhatian kita cenderung kepada berapa banyak uang yang kita berikan. Dengan mudah kita lupa bahwa Allah tidak tertarik untuk mencari uang, tetapi membawa anak-anak-Nya kepada kedewasaan. Ia tertarik pada menjadi apa kita nanti. Kebudayaan Sebagai orang-orang Kristen, kita memiliki tanggapan yang berbeda-beda terhadap kebudayaan masyarakat di sekitar kita. Sebenarnya tanggapan kita terhadap kebudayaan kita itu akan menentukan keefektifan kesaksian kita. Agar kesaksian kita itu tetap tulus, kita harus memperlihatkan "kepribadian yang sama sekali baru" seperti yang dikatakan Roma 12:2a, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu". Pada saat yang sama kita harus menjaga kepribadian yang baru itu agar selalu tampak di dalam diri kita. Mari kita melihat sekilas tentang bagaimana tanggapan orang-orang Kristen terhadap kebudayaan, khususnya yang berkenaan dengan masalah ekonomi. 1. Penolakan. Sering orang tidak mau ikut campur dalam kehidupan ekonomi dalam kebudayaan itu. Ini dapat menimbulkan penarikan dan isolasi diri yang mengakibatkan kita menjadi terasing dari masyarakat. Sejarah membuktikan hal ini dengan kehidupan para biarawan dan kelompok-kelompok persekutuan Kristen. Tanggapan ini tidak hanya menimbulkan konsekuensi yang serius terhadap masalah ekonomi, tetapi juga membuahkan dampak negatif di dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam abad ke-20 hal ini terlihat sebagai hal yang tidak produktif, baik waktu bersekolah (nilainya biasa-biasa saja), maupun di dalam pekerjaan (kerja seenaknya), hidup seenaknya, dan tidak mau melayani dengan sungguh-sungguh karena mereka hanya tertarik pada hal-hal yang "rohani". Mereka yang menanggapi kebudayaan secara demikian telah mengabaikan teladan-teladan Alkitab tentang kerajinan dan teguran, seperti perintah Paulus: "Taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus ... dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia." (Efesus 6:5-7) Bahkan para majikan dan pengusaha sering mencari jalan semudah mungkin dengan keterlibatan sesedikit mungkin. Sebagai perbandingan, kita melihat Hizkia, yang "dalam setiap usaha yang dimulainya ..., ia mencari Allahnya. Semuanya dilakukannya dengan segenap hati, sehingga segala usahanya berhasil." (2 Tawarikh 31:21) Paulus melanjutkan hal ini di dalam 1 Korintus 10:31, "Jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah," dan dalam Kolose 3:22-24, "Dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." Ia melanjutkan, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.... Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya." Apabila kita tidak menyumbangkan sesuatu bagi ekonomi kita dan tidak mau terlibat di dalam struktur modalnya, kita kehilangan hak dan kesempatan untuk memengaruhi arah masyarakat. Kita harus mau menerima tanggung jawab jika kita ingin menikmati hak-hak istimewa dalam sistem itu. 2. Penerimaan sepenuhnya, yang melibatkan identifikasi secara menyeluruh dengan dunia di sekitar kita. Hal ini jelas bertentangan dengan doa Yesus bahwa kita memang berada di dunia, tetapi tidak disamakan dengan dunia (Yohanes 17). Paulus mengatakan, "Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah." (Efesus 4:17-18) Sebaliknya, "hiduplah sesuai dengan kedudukanmu sebagai orang yang sudah dipanggil oleh Allah" dan "[j]angan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak berguna yang dilakukan oleh orang-orang yang hidup dalam kegelapan." (Efesus 4:1b, 5:11a, BIS). Jika orang Kristen mengambil tanggapan seperti ini terhadap kebudayaan, maka tidak ada perbedaan yang radikal antara gaya hidup kita dengan dunia. Tanggapan ini menghilangkan pengasingan diri sebagai akibat dari penolakan, tetapi dampak keberadaannya di dunia ini menjadi kecil. Jika orang Kristen memilih untuk menyesuaikan diri dengan dunia, maka mereka tidak mungkin menjadi garam dan terang. 3. Penyesuaian yang setengah-setengah. Maksudnya ialah dengan mengikuti ajaran Alkitab di dalam lingkungan rohani, tetapi menyesuaikan diri kepada patokan-patokan kebudayaan di bidang ekonomi. Pendekatan ini menghasilkan orang-orang Kristen yang baik pada hari Minggu, tetapi pada hari lain tidak tampak perbedaan penting dengan masyarakat sekitarnya. Contoh untuk ini ialah pengusaha yang merasa bahwa ia harus mengompromikan patokan-patokannya supaya berhasil. Penyesuaian setengah-setengah adalah tanggapan yang paling tidak taat -- karena hal itu berarti mengetahui apa yang benar, namun tidak menerapkannya. Orang-orang Kristen yang dengan sengaja mengompromikan keyakinan-keyakinan mereka adalah orang Kristen yang paling tidak mencerminkan Kristus; hal itu akan mengakibatkan hancurnya kepercayaan orang kepada kita dan memudarkan kesaksian kita. Ketiga pendekatan terhadap kebudayaan ini tidaklah cocok. Tanggapan yang benar seharusnya adalah peran serta secara kritis. Tanggapan ini meliputi keterlibatan di dalam masyarakat dan ekonomi kita, termasuk struktur modalnya, namun tetap memperlihatkan perbedaan yang mencolok sebagai bukti bahwa kita memunyai kerangka kerja sesuai dengan prinsip-prinsip Kristen. Peran serta kita di dalam apa yang baik memberi kita hak untuk memberi kritik dan koreksi terhadap hal-hal yang buruk. Peran serta itu memberi kita kredibilitas, penerimaan, dan keakraban. Kegiatan ekonomi kita memberi kita kesempatan yang unik untuk memperlihatkan dan menekankan pesan kristiani. Hubungan kita dengan uang dapat merupakan sebuah demonstrasi akan kasih karunia Allah dan kehidupan ekonomi kita dapat menjadi satu alat pelayanan kepada orang lain, juga satu pelayanan bagi Kerajaan Allah. Diambil dari: Judul buku: Harta dan Hikmat Judul artikel: Kekayaan dan Kedewasaan Penulis: Jake Barnett Penerjemah: C. Th. Enni Sasanti, SP Penerbit: Kalam Hidup, Bandung Halaman: 19 -- 26 ______________________________________________________________________ - POKOK DOA 1. Berdoa bagi wanita Kristen Indonesia, agar bijaksana dalam mengelola berkat yang sudah Tuhan percayakan kepada mereka. 2. Doakan juga agar setiap wanita Kristen tidak terjebak dalam pola hidup konsumtif, melainkan dapat memilah mana yang menjadi kebutuhan dan mana yang hanya merupakan keinginan. ______________________________________________________________________ Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan kepada redaksi: < wanita(at)sabda.org > atau < owner-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > ______________________________________________________________________ Berlangganan via email: < subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > Berhenti berlangganan < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > Arsip e-Wanita: http://www.sabda.org/publikasi/e-wanita Facebook e-Wanita: http://fb.sabda.org/wanita Twitter e-Wanita: http://twitter.com/sabdawanita ______________________________________________________________________ Pimpinan Redaksi: Novita Yuniarti Staf Redaksi: Truly Almendo Pasaribu Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright (c) 2010 e-Wanita / YLSA -- http://www.ylsa.org Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ________________MILIS PUBLIKASI WANITA KRISTEN INDONESIA______________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |