Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/73 |
|
e-Wanita edisi 73 (1-12-2011)
|
|
_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________ TOPIK: Orang Majus (I) Edisi 73/Desember MENU SAJI DUNIA WANITA: ORANG-ORANG MAJUS DARI TIMUR (I) KESAKSIAN WANITA: NATAL TERAKHIR BAGI IBU Shalom, Suasana Natal mungkin sudah terasa di sekitar tempat tinggal Anda atau di gereja Anda. Sudah mulai tampak pohon Natal, kerlap-kerlip lampu hias, kertas warna-warni, rangkaian bunga berwarna hijau dan merah, dan pernak-pernik dekorasi Natal lainnya. Namun, tentu saja kita tidak ingin suasana Natal itu hanya sebatas dekorasi saja, bukan? Kerinduan sejati kita adalah merayakan Natal itu setiap hari dalam hati dan kehidupan kita. Edisi e-Wanita sepanjang bulan Desember ini menemani Sahabat Wanita sekalian dengan sajian-sajian seputar Natal. Kiranya semakin menolong Anda untuk menemukan makna sebenarnya dari balik kisah-kisah Natal, khususnya melalui kisah orang-orang Majus dan Bintang Betlehem. Selamat menyimak, Tuhan Yesus memberkati. Redaksi Tamu e-Wanita, Davida Welni Dana < http://wanita.sabda.org/ > DUNIA WANITA: ORANG-ORANG MAJUS DARI TIMUR (I) Banyak kisah Natal yang digambarkan dengan bebas oleh beberapa seniman populer. Kebanyakan, penggambaran tersebut hanya fiksi dan bertentangan dengan Alkitab. Salah satunya adalah kisah mengenai orang-orang Majus dari Timur dan pemahaman mengenai Bintang Betlehem yang dilihat oleh mereka. Untuk memahami cerita tersebut, kita perlu berpegang pada fakta-fakta sejarah yang ada dan terlebih lagi berpegang pada kebenaran Alkitab. Pemahaman tentang orang-orang Majus penting untuk setiap pemahaman tentang Bintang Betlehem dan penyelidikan kita tentang hal itu. Hanya merekalah yang disebut telah melihat bintang itu. Karena laporan mereka, Herodes mengadakan pencarian besar-besaran untuk menemukan dan membunuh kanak-kanak Kristus. Jadi, siapakah orang-orang Majus ini? Dari mana mereka berasal? Cahaya macam apa yang mereka lihat di angkasa, dan mengapa mereka tergerak untuk mengikutinya? Sebelum kita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, kita harus lebih dulu membaca perikop Injil Matius dalam Matius 2:1-16, yang memberi satu-satunya gambaran tentang orang-orang Majus dan Bintang Betlehem. Siapa pun mereka, orang-orang ini hidup pada masa penantian akan Mesias, masa penantian munculnya pembebas politik dan spiritual. Sejarawan Romawi, Suetonius, menulis, "Telah merebak di seluruh daratan Timur suatu kepercayaan kuno yang turun-temurun bahwa suatu saat telah ditakdirkan orang-orang datang ke Yudea untuk memerintah dunia." Literatur Yahudi dipenuhi oleh nubuat dan ramalan tentang kedatangan Mesias. Kitab Daniel adalah naskah pokok Perjanjian Lama mengenai kedatangan Juru Selamat bagi bangsa Yahudi, namun juga ada karya tulis non-Alkitab yang tersebar luas seperti Kitab Henokh, kitab-kitab Sibilin Yahudi, dan Wahyu Barukh. Ada perasaan sangat kuat bahwa waktunya telah tiba bagi Mesias, sehingga sedikitnya ada tiga Mesias palsu yang muncul selama masa itu. Mereka adalah Yudas dari Galilea, seorang mantan budak Herodes, dan seorang pria bernama Atrongeus. Yosefus, sejarawan Yahudi Kuno, berpendapat bahwa masing-masing mengenakan mahkota dan menginginkan takhta Yudea. Penantian spiritual serupa melekat dalam banyak Kekaisaran Persia di timur Palestina, yang sekarang menjadi wilayah Iran. Bagian penting dalam kepercayaan agama Persia adalah gagasan bahwa seorang nabi besar atau Juru Selamat akan muncul di hari-hari akhir untuk menyelamatkan umat manusia dari kejahatan dan kesengsaraan. Pada abad pertama SM, bangsa Persia memunyai alasan untuk mencari suatu bentuk pertolongan. Raja Frates IV, yang memerintah Persia antara tahun 37 sebelum Masehi sampai tahun 2 sesudah Masehi, adalah salah satu penganiaya paling kejam pada masa itu. Pemerintahannya ditandai oleh perang yang nyaris terus-menerus melawan pasukan Romawi yang dipimpin oleh Markus Antonius dan Kaisar Agustus. Frates juga bertarung melawan para pemberontak dalam kerajaannya sendiri dan kerajaan-kerajaan tetangga yang tidak tahan dengan kelakuan buruknya. Jadi, baik di Yudea maupun wilayah sekitarnya, ada kerinduan yang hebat akan Juru Selamat yang akan membebaskan umat manusia dari kemiskinan dan penderitaan. Barangkali, sebagai bagian dari lingkungan pada umumnya, orang-orang Majus merasakan hal yang sama dalam penantian akan Mesias. Namun, siapa mereka dan dari mana mereka berasal? Matius hanya mengatakan bahwa orang-orang Majus datang dari `timur` yang bisa berarti salah satu dari sejumlah tempat. Para ahli berbeda pendapat apakah mereka berasal dari Arab, Babilonia, Esenia, India, atau Persia. Masing-masing kemungkinan memunyai fakta pendukung. 1. Arab Jika kita berjalan ke timur daratan kuno Palestina (Israel masa kini), pertama kali akan sampai di padang gurun Siro-Arabia, lalu daratan Babilonia di Mesopotamia, dan akhirnya Persia. Sumber-sumber yang paling kuno membenarkan pendapat umum masa kini bahwa orang-orang Majus datang dari tempat terdekat, yaitu Arab. Arab dipertimbangkan karena tiga alasan. Pertama, persembahan berupa emas, kemenyan, dan mur yang diberikan orang-orang Majus kepada Yesus dianggap sebagai ciri khas bangsa Arab. Namun, itu tidak sepenuhnya benar. Emas, misalnya, adalah logam pemberi hidup dan penangkal maut bagi bangsa Mesir. Kemenyan, getah dari jenis pepohonan tertentu di Timur Tengah, tersedia melimpah bukan hanya di barat daya Arab, tetapi juga di Abesinia (Ethiopia) dan India. Bangsa Ibrani kuno juga menggunakannya untuk penyembahan. Mur, getah pepohonan jenis lain, tidak hanya terdapat di Arab, tetapi juga di banyak daerah lain di Timur Tengah. Bangsa Yahudi, misalnya, menggunakannya sebagai minyak urapan kudus dan kosmetika; benda ini juga dipakai sebagai campuran obat yang ditawarkan kepada Kristus di Kalvari dan sebagai rempah- rempah dalam pemakaman-Nya. Alasan kedua, mengapa Arab dikutip banyak orang sebagai negeri asal orang-orang Majus adalah kedekatannya dengan Yerusalem dan Betlehem. Ada tradisi bahwa bintang yang mengiringi kelahiran Kristus dan kunjungan orang-orang Majus muncul di hari kedua belas setelah kelahiran Kristus. Jika tanggal ini benar, betapa lamanya jarak yang harus ditempuh menuju Betlehem dari Babilonia atau Persia. Namun, tidak ada bukti kuat bahwa tradisi ini lebih dari sekadar legenda. Injil Matius, sumber utama kita yang menggambarkan orang-orang Majus dan Bintang Betlehem, tidak menulis apa pun tentang kunjungan pada hari kedua belas, sebagaimana juga sumber-sumber sejarah tepercaya lainnya yang muncul lebih awal. Alasan ketiga, yang mendukung kemungkinan ini adalah bahasa dan kebiasaan bangsa Arab yang lebih mirip dengan adat Palestina kuno daripada bahasa dan kebiasaan bangsa-bangsa lain. Bangsa Arab mungkin lebih mudah memahami orang-orang Yahudi berbahasa Aram daripada bangsa Persia, misalnya, yang berbicara dialek Indo-Eropa yang lebih asing. Lagipula, bangsa Arab boleh jadi lebih menaruh perhatian terhadap nubuat tentang Mesias oleh Bileam, tokoh Perjanjian Lama, dalam Bilangan 24:17: "...; bintang terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel, ..." Namun, semua bukti ini kurang kuat untuk menjadikan Arab sebagai kemungkinan utama asal orang-orang Majus. Orang-orang pandai di setiap zaman mampu berbicara bermacam bahasa ketika situasi mengharuskan -- atau setidaknya mereka piawai dalam memilih penerjemah yang efektif. Cuplikan Kitab-kitab Suci Ibrani juga telah dikenal di banyak tempat selain Arab. Oleh karena itu, masih mungkin untuk mempertimbangkan daerah yang lebih timur sebagai negeri asal orang-orang Majus. 2. Babilonia Bangsa Babilonia atau Khaldea, menghuni padang gurun antara Arab bagian utara dan Teluk Persia. Mereka lebih mungkin menjadi negeri asal orang-orang Majus karena mereka dikenal sebagai astronom piawai dan astrolog ambisius. Jika Bintang Betlehem benar-benar sebuah bintang, planet, atau benda angkasa lainnya, bangsa Babilonia pastilah menjadi yang pertama menyelidiki maknanya dan berangkat menuju Palestina. Ada kepercayaan umum pada masa Kristus bahwa kelahiran dan kematian tokoh-tokoh besar ditandai oleh peristiwa-peristiwa aneh di langit, seperti kemunculan komet, bintang baru, atau konjungsi (kesejajaran) sejumlah planet penting. Banyak bangsa beranggapan segala yang terjadi di bumi merupakan reaksi terhadap apa yang terjadi di alam dewa-dewi di surga. Pemahaman tentang bintang-bintang diperlukan bagi mereka yang ingin melihat masa depan dan kehendak dewa-dewi mereka. Para astrolog pada zaman itu memainkan peran yang sangat penting di masa penderitaan atau penantian akan pewahyuan. Mereka memercayai planet Saturnus melambangkan raja-raja di bumi. Yupiter juga salah satu planet yang dikaitkan dengan takhta kerajaan. Jadi, ketika konjungsi Yupiter dan Saturnus terjadi pada tahun 7 SM, orang-orang yang menekuni pengamatan bintang boleh jadi sangat gembira. Sejumlah ahli Alkitab percaya bahwa 7 SM boleh jadi merupakan tahun kelahiran Kristus yang sebenarnya. Babilonia pastilah kemungkinan terbesar sebagai negeri asal orang-orang Majus. Namun ada pertimbangan lain yang mungkin menghubungkan mereka dengan banyak tempat lainnya. 3. Esenia Sejumlah orang percaya bahwa orang-orang Majus dalam adegan kelahiran Kristus berasal dari komunitas Qumran, para rahib Yahudi yang hidup di gua-gua di pesisir barat Laut Mati. Bangsa Esenia tertarik untuk mencoba meramal masa depan dan berspekulasi tentang bintang Yakub yang telah mereka baca di Kitab Bilangan. Mereka juga melaksanakan praktik astronomi sehingga mereka pasti tahu peristiwa-peristiwa aneh yang terjadi di langit Yudea. Persoalannya, tidak ada bukti sejarah yang kuat untuk hal ini, baik dalam dokumen pada masa itu maupun catatan Matius. Implikasi yang jelas dalam Matius: orang-orang Majus datang dari negara lain, bukan dari daerah lain di Palestina. Lagipula, dibandingkan dengan bangsa Esenia, tampaknya mereka agak kurang paham tentang nubuat dalam Kitab-Kitab Suci Ibrani dan kondisi geografis. Para rahib Yahudi mungkin tidak perlu mencari petunjuk dari Herodes di Yerusalem. 4. India Asal orang-orang Majus yang demikian jauhnya mungkin sekilas terkesan dibuat-buat, namun ada beberapa landasan teorinya. Seorang ahli kebudayaan Timur, Valdas Stanka, menarik beberapa kemiripan antara pencarian seorang Dalai Lama yang baru, pemimpin spiritual Tibet, dan pencarian kanak-kanak Kristus oleh orang-orang Majus. Tampaknya setelah setiap Dalai Lama wafat, sekelompok orang bijak dari Tibet akan pergi mencari seorang anak yang menerima jiwa mendiang Dalai Lama. Stanka membenarkan bahwa Lamaisme belum muncul di Tibet sampai abad enam atau tujuh Masehi, sedangkan cara pemilihan Dalai Lama berkembang berabad-abad setelahnya. Namun, ia beranggapan bahwa akar Buddha dari Lamaisme, yang diawali bertahun-tahun sebelum kelahiran Kristus, memunyai unsur-unsur yang berhubungan dengan peristiwa Bintang Betlehem di Matius. Stanka melihat kesamaan dalam pengajaran Yesus dan Buddha Gautama, pendiri agama Buddha, yang dapat membenarkan kesamaan akar cerita tentang bintang. Sebuah tradisi muncul dalam ajaran Buddha bahwa `Roda Angkasa` yang besar dengan ribuan jari-jari muncul di langit. Ketika roda itu menampakkan diri seutuhnya kepada raja yang adil, ia menjadi penguasa dunia. Beberapa prasasti awal di India menghubungkan kisah tentang Roda Angkasa dan kemunculan raja adil dengan pemimpin India legendaris, Asoka, yang menjadi raja pada 270 atau 272 SM. Ia mengumumkan serangkaian titah sebagai bagian dari Dharma-nya, atau `Hukum Kebajikan`, yang memuji perbuatan baik, kasih sayang, kebebasan, kejujuran, dan kemurnian. Asoka mengirim utusan ke daerah-daerah lain di dunia untuk menyatakan pandangannya tentang Hukum Kebajikan, dan kisah Buddha tentang Roda Angkasa muncul untuk menggambarkan upaya ini secara simbolis. Stanka menyimpulkan bahwa meskipun Asoka hidup jauh lebih dulu sebelum kelahiran Kristus, boleh jadi ada hubungan antara Roda Angkasa Asoka dan Bintang Betlehem yang mewartakan kelahiran Putra kasih dan damai sejahtera. Teori ini memunyai beberapa unsur menarik, namun dari semua teori yang diajukan substansinya paling sedikit. Ketidaksesuaian kronologis antara tahun pemerintahan Asoka dan kelahiran Kristus menghapus penafsiran orang-orang Majus dan bintang itu sebagai ajaran Buddha dari ranah kenyataan sejarah. Lagipula, tujuan utama orang-orang Majus di Matius bertentangan dengan para utusan Asoka. Orang-orang Majus datang untuk menemukan dan menyembah raja baru, sedangkan para utusan Asoka menyebarkan kata-kata pujian tentang raja yang sudah ada. Jadi, kita perlu melihat melampaui gagasan imajinatif kepada teori yang paling mungkin tentang orang-orang Majus: mereka datang dari Persia, atau Iran masa kini. 5. Persia Ada lebih banyak bukti bahwa Persia adalah asal orang-orang majus. Sejarawan Yunani kuno, Herodotus, mencatat pada abad kelima SM bahwa orang-orang majus berasal dari salah satu suku bangsa Midian (Persia). Orang-orang ini berasal dari kasta pendeta, seperti kaum Druid bangsa Kelt atau suku Lewi di Ibrani. Istilah "majus" muncul untuk mengacu kepada profesi keimaman yang berhubungan dengan hal magis alih-alih secara eksklusif kepada kebangsaan tertentu, namun akar-akarnya masih ada Persia. (t/Dicky) Diterjemahkan dan disunting dari: Judul buku: The Return of the Star of Bethlehem Judul asli artikel: Gurus From the East Penulis: Ken Boa dan William Proctor Penerbit: Zondervan, Michigan 1980 Halaman: 15 -- 22 KESAKSIAN WANITA: NATAL TERAKHIR BAGI IBU Kami tinggal di daerah pertanian di Pegunungan Virginia, dan ibu saya sudah bertahun-tahun tinggal bersama kami. Tetapi suatu pagi waktu ibu bangun, ia lupa segalanya. Bertahun-tahun sesudah itu keadaannya semakin memburuk. Kemampuannya untuk berkomunikasi dengan orang lain sudah sirna. Saya tidak berdaya menghadapi keadaannya, sepertinya ia tidak lagi menjadi bagian dari kami. Bagi saya, rasanya ia juga tidak lagi menjadi milik Allah. Sehari sebelum malam Natal, beberapa orang datang ke bukit menyanyikan lagu-lagu Natal. Kelompok pemuda -- yang dipimpin Nona Winnie dan Nona Naomi, penginjil dari gereja kami dan Phyllia, istri pendeta dari gereja kami -- menyanyi di muka pintu rumah kami meskipun salju sedang turun. Lalu saya memaksa mereka masuk ke dalam dapur kami yang lapang dan hangat untuk minum cokelat panas dan makan kue. Ketika saya mengajak mereka ke kamar ibu, Phyllis bersandar di sisi tempat tidur dan berkata, "Nek, sekarang hari Natal." Tidak ada tanggapan. Phyllis memegang tangannya dan berkata sekali lagi, "Nek, tahukah apa artinya Natal?" Dan peristiwa itu terjadi. Mata ibu tiba-tiba terbuka, seakan-akan ada cahaya yang dinyalakan di balik matanya. Senyum yang manis mengembang di wajahnya yang tua renta, dan dengan suara biasa ia menjawab mantap, "Oh, ya! Natal adalah kelahiran Juru Selamat saya yang mulia." Kami ingin sekali bertanya banyak kepada ibu, tetapi sudah terlambat. Kata-kata itu adalah kata-kata terakhir yang ibu ucapkan, tetapi itu sudah cukup. Saya menyadari, melebihi keraguan manusia, kelahiran Yesus Kristus memiliki kuasa yang melampaui segala sesuatu yang dapat kita pahami. Dan bahwa ibu berada dalam genggaman tangan-Nya untuk selama-lamanya. Diambil dari: Judul buku: Kisah Nyata Seputar Natal Judul artikel: Natal Terakhir bagi Ibu Penulis artikel: Betty Banner Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung Halaman: 43 "KASIH ADALAH ORANG KRISTEN DALAM AKSI" Kontak: < wanita(at)sabda.org > Redaksi: Novita Yuniarti, Fitri Nurhana (c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/wanita > Berlangganan:< subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |