Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/93

e-Wanita edisi 93 (4-10-2012)

Peran dan Tanggung Jawab Suami Istri

_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________
             TOPIK: Peran dan Tanggung Jawab Suami Istri
                        Edisi 93/Oktober 2012

MENU SAJI
DUNIA WANITA: MENGEMBANGKAN ATAU MENGHANCURKAN HUBUNGAN ANDA?

Shalom,

Suami istri memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda. Seperti
apakah peran dan tanggung jawab itu? Temukan jawabannya dengan
menyimak artikel yang telah kami persiapkan. Tuhan Yesus memberkati.

Pemimpin Redaksi e-Wanita,
Novita Yuniarti
< novita(at)in-christ.net >
< http://wanita.sabda.org/ >

                    DUNIA WANITA: MENGEMBANGKAN ATAU
                      MENGHANCURKAN HUBUNGAN ANDA?

Pernikahan yang kokoh dan bertumbuh tidak terjadi begitu saja.
Pasangan-pasangan yang menikah harus termotivasi untuk menempatkan
prioritas yang tinggi bagi hubungan pernikahan mereka. Konsep
pernikahan yang bertumbuh harus terus-menerus mendapat penekanan.

Empat Klasifikasi Pernikahan

Dr. J.A. Fritze mengatakan bahwa pengalaman klinis yang ia miliki
mendorongnya untuk mengklasifikasikan pernikahan ke dalam empat jenis.

1. Pernikahan yang Bahagia

Pernikahan jenis ini mencakup kemampuan yang maksimal dari dua orang
dewasa, untuk menjalankan ketiga aspek cinta dan membangun inti sebuah
pernikahan yang sebenarnya. Jenis ini menghasilkan hubungan timbal
balik yang bahagia, sekaligus membawa kepuasan bagi masing-masing
individu.

Pernikahan yang bahagia memiliki ciri: cinta yang dewasa, usaha, dan
kebebasan yang penuh dalam komunikasi. Cinta yang dewasa adalah
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan orang lain; memberi dengan tulus
tanpa mengharapkan imbalan apa pun; hasrat untuk memenuhi kebutuhan
pasangannya; kedekatan dan tanggapan terhadap pasangannya, baik ketika
amat dekat maupun saat berjauhan dan dalam konflik. Di dalam cinta,
ada kemampuan untuk menerima cinta dari orang lain dengan senang hati.
Ada banyak orang yang tidak menerima dan tidak mau menerima cinta
maupun kasih sayang dari orang lain. Mereka beralasan (dengan
kerendahan hati yang palsu, yang sebenarnya adalah sebuah
kesombongan!) bahwa yang mereka butuhkan adalah memberikan cinta!
Namun, jika seseorang mencintai pasangannya, orang itu harus mau
menerima cinta dari pasangannya sebagai tanggapan atas kasih yang ia
berikan. Ketidakmampuan untuk menerima cinta dari orang lain belum
tentu merupakan sebuah masalah, tetapi dapat menjadi gejala dari
masalah yang lain. Tunjukkanlah kasih sejati kepada pasangan Anda
dengan cara berhenti menuntutnya untuk menjadi seseorang yang
merupakan modifikasi dari pemikiran Anda -- versi revisi dari jati
diri orang yang sebenarnya. Pernikahan yang bahagia juga dicirikan
oleh usaha, yang berarti kerja keras! Pernikahan yang bahagia tidak
terjadi begitu saja. Keadaan itu dapat diraih sebagai hasil dari dua
individu yang bekerja keras untuk dapat berbagi, berhubungan, dan
berkomunikasi.

2. Pernikahan yang Baik

Ciri-ciri pernikahan jenis ini mirip dengan pernikahan yang bahagia,
hanya saja berada dalam tingkatan yang lebih rendah. Pernikahan yang
baik memiliki kesamaan dengan pernikahan yang bahagia karena memiliki
karakteristik yang sama, tetapi tidak memiliki intensitas sebanyak
yang ditunjukkan oleh pernikahan yang bahagia. Tampaknya ada usaha
yang dilakukan dalam pernikahan jenis ini, tetapi hasilnya tidak
maksimal. Dalam pernikahan ini, pemahaman dan usaha dari kedua
individu tampak sangat kurang. Tingkat kedewasaan dari salah satu atau
kedua individu lebih rendah daripada pasangan yang berada dalam
"pernikahan yang bahagia".

3. Pernikahan yang Berdasarkan Persetujuan

Ciri paling menonjol dari pernikahan ini adalah perjuangan. Dalam
pernikahan semacam ini, terdapat kesulitan untuk meraih seni dalam
mencintai. Pernikahan yang berdasarkan persetujuan memiliki ciri yaitu
perjuangan, kesulitan untuk mencintai, dan belajar untuk saling
mencintai. Pasangan yang berjuang ini memiliki sedikit sekali
pengetahuan mengenai apa yang dibutuhkan untuk membangun sebuah
pernikahan yang memenuhi syarat. Pasangan ini tidak termotivasi untuk
menemukan cara baru dan lebih baik dalam membangun pernikahan mereka.
Salah satu dari keduanya mungkin sangat tidak dewasa, sebuah sifat
yang menjadi faktor penghambat sebuah hubungan. Orang-orang yang tidak
dewasa menemui kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain.

4. Pernikahan yang Dapat Dipertahankan

Tanda terbesar yang dimiliki jenis ini adalah bahwa hubungan ini hanya
murni sebagai pernikahan yang sah secara hukum, tetapi tidak memiliki
"inti" yang sebenarnya. Pernikahan yang dapat dipertahankan, bukan
hanya sebuah pernikahan yang "sah secara hukum", melainkan juga
pernikahan yang kosong. Suami istri yang berada dalam pernikahan ini
bermusuhan satu dengan yang lain, saling bersaing, dan sering kali
saling menghancurkan. Mereka tidak memiliki pemahaman yang cukup
tentang arti pernikahan, dan tidak memiliki motivasi untuk menghadapi
masalah. Suatu waktu, mereka akan saling membiarkan, tetapi di waktu
yang lain mereka bertengkar secara terbuka. Dan seperti perang pada
umumnya, yang menjadi korban adalah anak-anak. Anak-anak dalam
pernikahan semacam ini (sama seperti anak-anak dalam pernikahan yang
berdasarkan pada persetujuan) akan menderita. Perceraian secara hukum
mungkin tidak terjadi, tetapi perceraian secara emosional telah
terjadi. Anak-anak yang tinggal di keluarga yang bercerai secara
emosional, kemungkinan akan lebih menderita daripada anak-anak yang
mengalami perceraian yang sebenarnya.

Peranan Suami

Kejadian 2:7,15,19 mengisahkan penciptaan Adam dan maksud
penciptaannya. Tuhan adalah Ilmuwan yang pertama. Tugas manusia adalah
bekerja keras. Untuk memulai pekerjaan dengan mengurus taman Eden
mungkin mudah. Tetapi, setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, tugas
itu menjadi semakin sulit (Kejadian 3:17-19). Pernyataan "engkau harus
bekerja keras seumur hidupmu" diungkapkan sebanyak dua kali, dan Tuhan
tidak pernah menarik kembali perintah yang Ia berikan kepada manusia
(Keluaran 20:8,9; Amsal 22:29; 2 Tesalonika 3:10-12). Sebagai orang
percaya, kita harus menjadi pekerja yang terbaik. Tanggung jawab
seorang pria adalah memimpin dan bertanggung jawab atas rumah
tangganya. Ia juga harus memelihara dirinya sendiri. Ketika Adam dan
Hawa berdosa, Adamlah, bukan Hawa, yang dimintai penjelasan oleh Tuhan
(Kejadian 3:9).

Peranan Istri

Peran wanita berbeda dengan peran pria (Kejadian 1:27; Kejadian 2:18,
21-25). Wanita diciptakan dari pria karena dua alasan. Pertama, wanita
berperan sebagai seorang teman/penolong (Kejadian 2:18). Tanggung
jawab yang sesungguhnya dari wanita adalah bersama suaminya. Bagi
pria, Allah sendiri yang menyatakan bahwa tidak baik bagi seorang pria
hidup seorang diri. Oleh sebab itu, Allah memberikan pemecahan bagi
masalah ini, yaitu dengan memberikan seorang istri. Sediakanlah waktu
untuk bersama-sama, saling menikmati, berbicara, berbagi, tertawa,
menangis, bermain, dan bekerja bersama. Kedua, wanita diciptakan untuk
melengkapi pria. Pria tidak akan lengkap tanpa wanita (1 Korintus
11:8). Oleh karena itu, akan berbahaya jika suami istri terpisah.
Apabila ini sering terjadi, pria akan mencari sesuatu untuk mengisi
kekosongan yang muncul. Hal itu bisa berupa pekerjaan, wanita, anggur
-- apa pun yang ada saat itu.

Wanita diciptakan untuk pria dan wanita adalah mahkota kemuliaannya
(1 Korintus 11:7). Matthew Henry berkata, "The man was dust refined,
the woman was dust double-refined" (pria adalah debu yang disaring,
wanita adalah debu yang disaring dua kali.) Istri tidak sepatutnya
bersaing atau mengkritik suaminya. Dia harus membuat suaminya bangga
atas dirinya, dan menjadikan itu sebagai hal yang utama dalam
hidupnya. Ketundukan dan kerohanian seorang istri dapat memenangkan
suaminya yang belum percaya Kristus. Kasih dan kepemimpinan seorang
suami dapat memenangkan istri dan anak-anaknya yang belum percaya
Kristus. Kesaksian keluarga Kristen dapat membawa orang lain kepada
Kristus.

Tanggung Jawab Suami

1. Mencintai Istrinya (Efesus 5:25)

Cinta harus memiliki kemauan dari pihak individu yang terlibat di
dalamnya untuk menunjukkannya. Cinta tidak menyamaratakan, namun
memahami; cinta tidak membingungkan, namun mengomunikasikan dan
menjelaskan. Cinta tidak menghakimi, tetapi mau mengerti. Cinta adalah
perwujudan dari keinginan hati (Ulangan 6:5; 1 Yohanes 3:23). Cinta
berdasar pada suatu pilihan, bukan berdasarkan emosi. Cinta
ditunjukkan oleh perbuatan (Yohanes 14:21), selalu mementingkan orang
lain (1 Korintus 13:4-7), menganggap orang lain lebih penting dari
dirinya sendiri. Rasa aman yang muncul dari kasih sayang seorang suami
adalah sebuah hal yang sangat penting bagi seorang istri. Rasa aman
berarti memiliki seseorang untuk bersandar. Suami harus menyediakan
rasa aman itu dan cinta bagi istrinya sebagai tempat untuk bersandar.
Cinta adalah memiliki seorang istri, sahabat, dan kekasih dalam diri
seseorang.

2. Memelihara Istrinya (Amsal 31:10; 1 Korintus 7:32-35)

Pria yang menikah harus menempatkan Tuhan di tempat pertama dalam
sebuah pernikahan. Ia juga harus memenuhi kebutuhan istrinya secara
materi (1 Timotius 5:8). Mintalah pertolongan Tuhan untuk dapat
melaksanakannya. Pikiran mengenai kebutuhan-kebutuhan hidup dan
memelihara keluarga adalah sesuatu yang amat penting; tetapi pikiran
ini dapat berubah menjadi sebuah kekhawatiran, dan seperti yang Tuhan
Yesus ingatkan, kekhawatiran ini dapat menghimpit benih iman di dalam
hati seseorang (Lukas 8:14). Menghasilkan uang adalah sesuatu yang
amat penting bagi kehidupan sehari-hari, tetapi menghasilkan uang
dapat berubah menjadi cinta uang, dan kemudian hasutan-hasutan
mengenai kekayaan mulai masuk dan merusak kehidupan rohani. Doa kita
seharusnya adalah "Tuhan, tolonglah agar aku tetap peka terhadap
Roh-Mu, sehingga aku tidak jatuh ke dalam nafsu dunia"
(1 Yohanes 2:15- 16).

Seorang suami harus memerhatikan istrinya secara fisik (Efesus 5:26-28).
Sebuah pengakuan dan ucapan terima kasih atas sesuatu yang dilakukan
oleh seorang istri akan berdampak luas. Yesus sangat mencintai
gereja-Nya, hingga Ia mendampingi dan menolongnya melalui Roh Kudus.
Seorang suami tidak seharusnya membuat istrinya menjadi penggerutu --
seseorang yang selalu mengatakan mengapa kamu tidak menyelesaikannya?,
seorang yang buruk rupa -- seorang yang tidak terlalu memerhatikan
penampilannya sendiri dan tampak seperti orang yang ceroboh, dan
menjadi sebuah karung -- mengacu kepada seseorang yang makan terlalu
banyak sehingga menjadi sangat gemuk! Sangat mungkin bagi seorang
suami untuk mengubah istrinya menjadi seorang "penggerutu, wanita yang
buruk rupa, dan menjadi sebuah karung", dengan tidak melakukan apa
yang seharusnya dilakukannya, sehingga istrinya harus terus-menerus
mengomelinya! Dengan tidak memberi komentar terhadap penampilannya
yang cantik, dan karena sang suami tidak tertarik dengan sang istri,
membuat istri juga tidak tertarik terhadapnya; dan istri dapat menjadi
"sebuah karung", karena ketika seseorang menjadi frustrasi dalam
hidupnya, ia cenderung makan terlalu banyak dan mencoba memakan
emosinya sendiri. Jagalah sebuah kepekaan akan perasaan seorang istri
yang amat rapuh (1 Petrus 3:7). Seorang suami juga harus memerhatikan
keadaan rohani istrinya (Efesus 5:26- 27). Segarkan dan murnikan dia
dengan berkomunikasi secara rohani seperti Kristus dengan gereja.
Komunikasi ini berbicara mengenai mengasuh dan merawat (Efesus 5:29).

3. Memimpin Istrinya

Seorang suami tidak dapat mengalihkan tanggung jawab atas rumah tangga
dan keluarga kepada istrinya. Kepemimpinan memiliki kaitan dengan
cinta (Yohanes 13:3-5; 1 Korintus 11:3; Efesus 5:23). Seorang suami
harus memimpin istri dan anak-anaknya melalui teladan. Pertanyaannya
adalah, "Siapa yang memimpin secara rohani dalam sebuah rumah tangga?"
Suamilah yang bertanggung jawab untuk berdoa, membaca Alkitab, dan
mengajarkan kebenaran kepada anak-anaknya, sama seperti seorang imam
besar memenuhi tanggung jawabnya. Ia harus memeriksa kemajuan rohani
istrinya, menjalankan perannya sebagai seorang ayah (Efesus 6:4).
Seorang suami haruslah menunjukkan teladan, mengajar dengan penjelasan
(Ulangan 6:4), mendorong dengan nasihat (Kisah Para Rasul 16:29-34),
mendisiplin melalui pengalaman (Amsal 3:12, 23:14; 1 Timotius 3:4,5).

Istri dan anak-anak hendaknya berdoa bagi suami dan ayah mereka.
Seorang pria haruslah menjadi seorang suami yang baik dan
memperlakukan istrinya seolah-olah ia masih sebagai pacarnya, menjadi
ayah yang baik, menghadirkan Allah bagi keluarganya, dan lewat doa
membawa keluarganya kepada Tuhan. Tetapi, pertama-tama ia harus
mengenal Bapa Surgawi, menerima disiplin dari-Nya, mengetahui
kehendak-Nya, barulah Ia dapat memampukannya melaksanakan ajaran-Nya.

Tanggung Jawab Istri

1. Tunduk dan Mengabdi pada Suaminya (1 Petrus 3:1; Efesus 5:22, 24;
dan Kolose 3:18)

Istri harus selalu ingat bahwa peran yang mereka jalani tidak
ditentukan oleh pilihan mereka. Peran mereka ditentukan oleh Allah
dalam penciptaan, yang menciptakan wanita dan pria berbeda. Dalam
istilah militer, arti literal dari "mengabdi" adalah "berada di
bawah". Frasa yang sama muncul sebanyak empat kali dalam 1 Korintus
15:27-28. Ayat-ayat tersebut menyebutkan bahwa semuanya berada di
bawah kendali Allah. "Memosisikan diri di bawah kendali" adalah kata
kerja, bukan kata pokok. Kata ini mengacu pada bagaimana seharusnya
kepemimpinan berfungsi di dalam sebuah keluarga.

Istri harus tunduk kepada suaminya sebagaimana dunia harus tunduk
kepada Kristus. Allah telah menetapkan bahwa pria harus memimpin
keluarga (sebuah tim) sebagaimana disebutkan dalam 1 Korintus 11:3 dan
Efesus 5:23. Tunduk tidak menandakan bahwa Allah merendahkan istri.
Fungsinya memang berbeda, tetapi nilainya tetaplah sama. Pria tidaklah
superior atau inferior. Tuhan tidak pernah mengatakan bahwa seseorang
superior atau inferior. Dia menetapkan peranan yang berbeda untuk kita
jalani; Dia menjadikan pria sebagai pemimpin dan wanita sebagai
pengikut. Dia menyatukan mereka untuk saling mendukung, menolong,
menguatkan, memuji, dan melengkapi, bukan untuk bertengkar. Kepatuhan
seorang istri muncul dari kasih Allah dan kerinduan akan keteraturan,
serta keharmonisan dalam rumah tangga.

2. Memunyai Kehidupan Rohani

1 Petrus 3:1-6 menunjukkan bagaimana seorang istri perlu memunyai
kehidupan rohani yang tulus. Dia harus menjadi wanita seperti yang
Tuhan inginkan, menunjukkan perhatian yang nyata terhadap keselamatan
suaminya, dan kekayaan rohani melalui kesederhanaan dan kecantikan
jiwa.

3. Melayani

Amsal 31:10-31 memberikan gambaran penilaian Allah tentang istri yang
cakap. Ayat 11-12 menyebutkan bahwa istri harus mendukung suaminya,
termasuk dalam memberikan cinta kasih dan kesetiaan. Kepercayaan
diberikan melalui kelangsungan dan air mata dalam kehidupan
pernikahan. Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat
sepanjang umurnya. Hal ini termasuk di dalamnya memenuhi kebutuhan
suami dan mengimbangi kekurangannya (Kejadian 2:18). Carilah kekuatan
yang dapat menopang kelemahan pasangan Anda.

Ayat 13-19 menunjukkan bagaimana seorang istri mengelola pekerjaan
rumah tangga, termasuk tenaga, efisiensi, dan ekonomi. Mengelola rumah
bagi pasangan sangatlah penting. Sebuah rumah berbeda dengan hotel.
Rumah adalah tempat di mana orang tinggal dan saling berhubungan.
Rumah membutuhkan peran yang dapat memenuhi dukungan, pengertian, dan
rasa cukup (1 Timotius 6:6). Tidak ada tempat seperti rumah! Istri
melayani keluarga seperti yang disebutkan dalam ayat 27 dan 28. Ayat
20-25 menggambarkan pertolongan yang diberikan istri kepada
tetangga-tetangganya. Pertolongan itu berupa keramahan, ketelitian,
dan sifat suka menolong.

Gambaran yang indah dan seimbang mengenai seorang istri Kristen adalah
istri yang sibuk dalam melayani Tuhan dengan menjadi seorang istri,
ibu, pengurus rumah tangga, dan tetangga yang baik. Jika hanya
menekankan satu aspek, kemungkinan akan dapat mengabaikan aspek yang
lain, sehingga dapat melemahkan hubungan kekeluargaan.

Apakah ada hal-hal tertentu dari seseorang yang perlu diluruskan?
Lakukanlah semuanya dengan baik dan segera. Jangan mencoba menjadi
seseorang yang bukan diri Anda. Diperlukan usaha untuk menjadi
seseorang yang Tuhan inginkan. Senangkanlah hati Allah dengan
menyenangkan hati suami Anda -- jadikanlah hal ini sebagai tujuan
Anda. Bagi para suami yang hendak mengatakan sesuatu kepada istrinya,
bacalah terlebih dulu Efesus 5:25. Permata yang berharga bisa hilang
begitu saja karena kecerobohan. (t/Uly -- Yudo)

Diterjemahkan dari:
Judul buku: I Thee Wed
Judul asli artikel: Developing or Destroying Your Relationship
Penulis: Dr. Joseph Tan
Penerbit: Dr. Joseph Tan, Singapore 1991
Halaman: 39 -- 50

Kontak: < wanita(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti
Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan
         Santi Titik Lestari
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/wanita >
Berlangganan:< subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org