Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/95 |
|
e-Wanita edisi 95 (8-11-2012)
|
|
_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________ TOPIK: Memahami Warga Usia Lanjut (WULAN) Edisi 95/November 2012 MENU SAJI DUNIA WANITA 1: KETIKA MUDA AKU DIMUDAKAN, KETIKA TUA AKU DIANGGAP KUNO DUNIA WANITA 2: BAGAIMANA MELAYANI WARGA USIA LANJUT (WULAN) Shalom, Tidak jarang kita mendengar seseorang yang mengeluhkan keberadaan orang tuanya yang sudah memasuki usia lanjut di tengah-tengah keluarga mereka. Oleh karena itu, redaksi tertarik untuk mengangkat topik seputar Warga Usia Lanjut (WULAN) dalam salah satu edisi e-Wanita. Tujuannya adalah agar setiap kita semakin mengerti dan memahami, apa yang Alkitab katakan tentang WULAN dan bagaimana seharusnya kita menyikapi WULAN yang ada di lingkungan atau di tengah-tengah keluarga kita. Semoga menjadi berkat. Tuhan Yesus memberkati. Pemimpin Redaksi e-Wanita, Novita Yuniarti < novita(at)in-christ.net > < http://wanita.sabda.org/ > DUNIA WANITA 1: KETIKA MUDA AKU DIMUDAKAN, KETIKA TUA AKU DIANGGAP KUNO Salah satu filsuf terkenal, Bertrand Russel, melontarkan sebuah pemeo yang menjadi judul tulisan ini. Kutipan ini menggambarkan posisinya yang ketika masih muda tidak diterima oleh generasi tua pada zamannya. Segala pemikirannya dianggap masih mentah, tidak perlu ditanggapi dan dipikirkan. Dia dianggap remeh karena usia muda. Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya merupakan kegiatan yang tidak berarti bagi generasi yang memegang kendali pada saat itu. Apalagi kalau ia mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan arus pemikiran pada masa itu, pendapatnya akan ditertawakan. Waktu berjalan dan generasi beralih. Sang filsuf menjadi tua dan generasi muda menganggapnya sudah terlalu tua untuk mereka. Arus pemikirannya berbeda sama sekali. Generasi muda menganggapnya sudah ketinggalan zaman. Apakah artinya? Seorang filsuf selalu melampaui zamannya. Ia berada pada posisi garis depan yang tidak diterima pada zamannya. Pemikiran yang dilontarkannya jauh ke depan, visinya melampaui visi orang sezamannya, sehingga ia sering berpikir dan bertanya-tanya kepada dirinya, apakah dia hadir pada waktu yang salah? Ia berada di antara ada dan tiada, walaupun orang tidak sadar bahwa mereka sedang melaksanakan apa yang dipikirkan oleh sang filsuf. Proses Berpikir Manusia dibedakan dari binatang melalui proses berpikirnya. Hewan pun sesungguhnya memiliki daya pikir. Buktinya, dengan bunyi-bunyian mereka berkomunikasi dengan sesamanya, walaupun dipisahkan oleh jarak yang jauh. Ada burung yang dapat berkicau dan didengar oleh kawannya dari jarak beberapa kilometer. Hewan-hewan yang lain pun membentuk dunia mereka sendiri dengan cara komunikasi yang khas. Daya pikir mereka yang terbatas membuat dunia mereka berbeda dari dunia manusia. Manusia dikaruniai Tuhan kemampuan berpikir yang luar biasa. Otak manusia diberi kemampuan yang tidak pernah dapat dipikirkan oleh manusia itu sendiri. Tuhan menciptakan manusia dengan daya kreativitas yang tinggi. Selain berpikir secara rasional, manusia dikaruniai Tuhan dengan akal budi, daya imajinasi yang tinggi. Tatkala Tuhan menjadikan manusia (Adam), dilihat-Nya manusia itu "baik adanya" sesuai dengan citra-Nya. Dunia makhluk hewan tidak pernah berubah, tetapi dunia makhluk manusia selalu berubah sesuai dengan kreativitas yang dimilikinya. Proses berpikir manusia berkembang sejalan dengan pertumbuhan usianya. Setiap manusia mengikuti proses perkembangan jasmani, mulai dari masa kanak-kanak, masa dewasa, dan masa tua. Pada waktu usia 0-2 tahun, pikiran manusia berfungsi sebagai alat rekam. Bayi menyesuaikan diri dengan lingkungannya sesuai dengan batas usianya. Masa dua tahun pertama kehidupannya digunakan untuk menyeleksi kata dan bunyi, menyimpannya di dalam memori, dan setelah itu merangkai di dalam hati. Ia dapat membedakan bunyi dan getar suara, dapat membedakan gerak bibir orang tuanya. Memorinya berkembang dalam batas tertentu dan bertumbuh sesuai dengan perkembangan jasmani dan rohaninya. Intelektualnya pun semakin cerdas seiring dengan rasa ingin tahunya yang tinggi. Memori adalah sarana yang paling penting dalam pertumbuhan seorang anak. Kalau ada jaringan otak yang putus, maka daya ingat bayi akan berkurang dan berakibat pada perkembangan komunikasi yang kurang baik. Kekayaan memori dan seleksi yang ketat membuat seorang anak menjadi cerdas. Proses berpikirnya semakin meningkat. Pertumbuhan dan perkembangan ini dipengaruhi oleh lingkungannya, orang tua yang mengasuh dan mendidiknya, teman sepermainannya, dan kesempatan yang diberikan kepada anak itu untuk mengembangkan proses kreatifnya sebagai anak yang sedang bertumbuh. Yang menjadi pertanyaan sekarang, mengapa ada anak yang sering lupa? Apakah memorinya mengalami gangguan? Daya ingat selalu ada hubungannya dengan pendengaran. Pendengaran selalu berkaitan dengan proses berpikir. Apabila ada sesuatu yang penting yang perlu direkam di dalam benak, maka hal itu akan direkamnya dan digunakan pada saat-saat tertentu. Akan tetapi, seorang anak menjadi lupa karena apa yang dikatakan kepadanya tidak dianggapnya penting, ia mencoba menutup pendengarannya agar tidak masuk ke dalam hati dan direkam di dalam benaknya. Hal-hal yang tidak disenangi dari lingkungannya cenderung untuk dilupakan. Hal-hal yang menggembirakan, harapan dan janji yang menyenangkan dalam kehidupannya, akan dimasukkan ke dalam kenangan dan akan bertahan di sana sampai hari tuanya. Begitu pula hal-hal yang menyedihkan, hal-hal yang mengagetkan, peristiwa yang mengejutkan, cenderung tertanam jauh di lubuk hati dan muncul ke permukaan pada waktu kejadian yang serupa. Tuhan menyediakan tempat di dalam benak kita untuk belajar melupakan sesuatu. Keadaan lupa tidaklah selalu merupakan hal yang negatif. Sifat lupa pun ada gunanya. Sejak awal, leluhur kita telah diberi kemungkinan seperti itu. "Jika kamu berpaling kepada-Ku dan mengikuti firman-Ku, maka Aku akan melupakan dosa dan kesalahanmu. Aku akan mengampunimu," adalah salah satu dari sekian banyak janji di dalam Alkitab -- Kitab Kejadian sampai Wahyu. Tuhan menyediakan kemungkinan di dalam otak kita untuk lupa, bahkan Tuhan mengajar kita "mengampuni" orang yang bersalah kepada kita, dengan catatan melupakan kesalahannya dan menghapusnya dari ingatan kita. Kalau hal ini tidak diberikan kepada kita, kemungkinan besar manusia akan menjadi pendendam, yang membalaskan kejahatan dengan kejahatan. Mengapa Terjadi Proses Pikun? Bagaimanapun, manusia sebagai makhluk yang fana memiliki pertumbuhan sel dan keausan sel di dalam jaringan tubuh. Proses penuaan terjadi seiring dengan pertambahan usia. Tiga periode dalam kehidupan manusia yakni: masa kanak-kanak dan remaja, dewasa, dan tua. Secara administratif, manusia membagi dirinya menjadi masa produktif dan masa tidak produktif, yang ditandai dengan masa bakti dengan saat untuk pensiun. Masa pertumbuhan berhubungan dengan masa kreativitas dan energi yang digunakan untuk mewujudkan imajinasi kepada hasil yang konkret. Dulu orang menggunakan kuda untuk menarik kereta, sekarang orang menggunakan mesin untuk menarik kendaraan. Mobil diikuti dengan pesawat terbang, dan pesawat terbang diikuti oleh pesawat luar angkasa. Manusia dalam usia produktif menggunakan imajinasi dan kreativitasnya secara maksimal, sampai tiba saatnya masa pensiun, saat kreativitas semakin surut dan akhirnya berhenti karena usia lanjut. Mengapa orang menjadi pikun? Kata orang awam karena sakit-sakitan. Mungkin karena gangguan saraf tertentu, serangan stroke, dan lain-lain. Akan tetapi, orang-orang yang normal, selepas usia pensiun masih dapat mempertahankan kreativitasnya sampai tua, apabila ia terus mengasah pikirannya, menggunakannya secara kreatif. Ia terus berpikir dalam jalur yang telah dibentuknya sejak masa muda. Misalnya, penulis-penulis terkemuka yang menjadi pemenang Nobel adalah penulis yang tetap tekun sampai tua: menulis dan menulis, terus mengolah daya kreativitasnya sehingga serangan kepikunan tidak menyentuhnya. Otak yang digunakan untuk berpikir terus cenderung menahan kepikunan atau kelupaan yang total. Orang yang terus berpikir dan tidak membiarkan dirinya tenggelam dalam kenangan masa lampau, akan dapat mengatasi ancaman kepikunan. Di negara-negara maju, kita membaca sejarah kepemimpinan mereka bahwa negeri itu banyak dipimpin oleh orang yang sudah lewat usia pensiun. Mereka yang sudah berusia di atas enam puluh masih mencalonkan diri menjadi pemimpin negara. Bahkan, Lee Kuan Ju (pemimpin Singapura) dalam usianya yang sudah di atas 80-an, masih ingin mencalonkan diri dalam pertarungan kepemimpinan negaranya. Mengapa? Karena ia dari hari ke hari memiliki kegiatan yang produktif dan kreatif, walaupun tidak sebaik pada masa mudanya. Ia berusaha mempertahankan kemampuannya dan mengatasi proses penuaan dengan terus berpikir secara kreatif, serta tidak meratapi masa lalu yang sarat dengan kegagalan. Ia selalu memandang ke depan, bukannya menoleh ke belakang. Cara Mengatasi Sifat Lupa Tidak ada cara singkat untuk mengatasi sifat pelupa. Banyak orang yang lupa pada nama-nama orang lain, nama kota, bahkan kadang-kadang lupa pada nama cucunya. Cara sederhana untuk mengatasi kelupaan (tentunya bukan waktu sudah tua) dibentuk dari masa muda. Misalnya, agar Anda tidak lupa di mana kaca mata Anda, taruhlah selalu di tempat yang sama dan lokasi yang sama. Begitu pula dengan kunci, tempatkan kunci di tempat yang sama sehingga kalaupun listrik padam, Anda akan menemukannya. Disiplin diri, ketertiban, sangat besar andilnya untuk mencegah sifat lupa. Bila ini sudah dibina sejak masa muda, pada waktu tua tidak akan menjadi pelupa yang parah. Namun, sifat lupa itu sendiri adalah sangat manusiawi karena Tuhan pun menyediakan ruang di dalam benak kita, di mana kita dapat melupakan sesuatu. Kalau Anda tidak pelupa sebelum pensiun, setelah pensiun tingkat kelupaan Anda tidaklah begitu parah. Diambil dari: Judul majalah: Kalam Hidup, Februari 2007 Penulis: Dr. Wilson Nadeak, M.A. Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 2007 Halaman: 30 -- 31 DUNIA WANITA 2: BAGAIMANA MELAYANI WARGA USIA LANJUT (WULAN) Di sekitar kita, bahkan mungkin dalam keluarga kita, terdapat orang-orang yang dianugerahi Tuhan usia lanjut (WULAN = warga usia lanjut). Usia lanjut merupakan berkat Tuhan yang dikaruniakan kepada anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan dan kedaulatan-Nya sendiri. Dalam realitas kehidupan, ada keluarga-keluarga yang diberkati dengan kehadiran WULAN, tetapi ada juga keluarga yang justru merasa terganggu dengan kehadiran mereka. Apa yang Alkitab katakan tentang WULAN? Bagaimana bersikap terhadap WULAN? Dasar Alkitab Mazmur 92:13-15 menjelaskan tentang WULAN dalam persahabatan mereka dengan Tuhan, di mana mereka dipenuhi oleh kesegaran, vitalitas, dan semangat. Dalam Amsal 16:31, Allah memandang "rambut putih adalah mahkota yang indah, yang didapat pada jalan kebenaran", dan di bagian lain dinyatakan bahwa uban merupakan keindahan orang tua (Amsal 20:29). Alkitab mencatat sejumlah peristiwa, di mana Allah tetap memberkati dan memakai para WULAN, seperti Abraham, Musa, Kaleb, Naomi, Simeon, dll.. Alkitab juga mencatat WULAN yang hidupnya semakin jauh dari Allah, misalnya Salomo (1 Raja-raja 11:4). WULAN yang Tetap Berprestasi Orang sering mengatakan bahwa masa produktif adalah pada usia di bawah 50 tahun, tetapi dalam kenyataannya, ada pula WULAN yang tetap produktif dan mencapai prestasi luar biasa, antara lain William Stone yang mempelajari bahasa baru ketika berusia 70-an. Pada usia 83 tahun, ia menjadi perdana menteri Inggris Raya untuk keempat kalinya. Immanuel menulis buku "Anthropology, Metaphysics of Ethics, Strife of the Faculties" ketika berusia 74 tahun. Komposer Giuseppe Verdi menghasilkan karya besarnya "Otello" pada usia 74 tahun, lagu "Ave Maria" pada usia 85 tahun. John Wesley berkhotbah sampai ia dipanggil pulang ke rumah Bapa pada usia 90 tahun. Ternyata para WULAN yang disebutkan dalam deretan tersebut masih bisa menunjukkan eksistensi mereka. Mereka memang terbatas dalam memberikan respons secara fisik, tetapi benih firman terus bekerja. Sekalipun secara fisik ia mengalami penyusutan, tetapi secara rohani ia tetap bisa menjadi raksasa iman! Beberapa Tip Merawat WULAN: 1. Tinggal bersama keluarga anak. Untuk meringankan beban anak dan untuk mengurangi kebosanan, ada baiknya WULAN tinggal secara bergiliran di rumah anak-anaknya. Dengan demikian, WULAN tetap bisa berkumpul dengan anak-anak dan cucu-cicitnya. Jika masih kuat bepergian, ajaklah mereka berekreasi bersama keluarga. Hal ini bisa membuat mereka bersukacita (Amsal 17:22). 2. Disediakan rumah sendiri. Jika sudah tidak kuat bepergian, tetapi masih bisa melakukan pekerjaan ringan, sediakan sebuah rumah yang layak bagi mereka, dan sebaiknya disertai seorang pembantu/perawat yang sabar. Biarkan mereka tetap melakukan pekerjaan ringan, seperti memasak, menyapu, menjahit, dsb., karena aktivitas itu akan memperlambat ingatannya menjadi pikun. 3. Tinggal di Panti Wreda. Jika memang tidak bisa tinggal di salah satu anaknya ataupun di rumah tersendiri, bisa dititipkan di Panti Wreda, dengan terlebih dulu menjelaskan kepada anggota keluarga mengapa hal itu perlu dilakukan. Jika perlu, panggillah seorang hamba Tuhan untuk menjelaskan kepadanya. Namun setelah tinggal di Panti Wreda, mereka harus tetap dikunjungi agar tidak merasa seperti orang yang disisihkan atau dibuang. Menitipkan orang tua di Panti Wreda bukan perbuatan anak yang kurang berbakti kepada orang tua seperti kata sebagian orang, melainkan merupakan salah satu wujud tanggung jawab anak kepada orang tua karena di Panti Wreda, mereka tetap bisa menikmati persekutuan, persahabatan, pembinaan, dsb. yang justru membuat WULAN kembali menemukan jati dirinya. Akhirnya, di mana pun WULAN kita tempatkan, kita harus selalu mendoakan mereka, membimbing mereka menerima Yesus Kristus bagi yang belum mengenal Kristus, dan menopang iman mereka hingga mereka dipanggil pulang oleh Bapa. Selama kehidupan masih berdetak, tak ada kata terlambat. Allah sendiri memberikan janji yang indah bagi para WULAN (Yesaya 46:4). Jika Tuhan saja menaruh kepedulian besar kepada WULAN, masakan kita mengabaikannya? Lagi pula, suatu hari predikat WULAN mungkin akan melekat pada diri kita. Diambil dari: Judul majalah: Crescendo, Tahun 40/2005 Penulis: Pdt. Drs. Petrus F Setiadarma, M.Div Penerbit: Yayasan Gema Kasih Halaman: 50 -- 51 Kontak: < wanita(at)sabda.org > Redaksi: Novita Yuniarti Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan Santi Titik Lestari (c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/wanita > Berlangganan:< subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |