Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/98 |
|
e-Wanita edisi 98 (20-12-2012)
|
|
_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________ TOPIK: Natal Edisi 98/Desember 2012 MENU SAJI DUNIA WANITA: KUNCI-KUNCI MENUJU MISTERI KUNO KESAKSIAN WANITA: MENGISI JERAMI KE DALAM PALUNGAN YESUS -- TRADISI MENYAMBUT HARI NATAL Shalom, Berita Natal tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang Bintang Betlehem. Orang-orang Majus meyakini bintang itu sebagai penunjuk jalan ke tempat Juru Selamat dilahirkan. Kenyataannya, bintang itu benar-benar menghantar mereka menemui Bayi Yesus. Artikel yang kami sajikan pada edisi kali ini masih ada kaitannya dengan artikel edisi lalu. Jangan lewatkan juga sebuah kesaksian mengenai tradisi menyambut hari Natal. Kiranya menjadi berkat. Redaksi Tamu e-Wanita, Amy Grace < http://wanita.sabda.org/ > DUNIA WANITA: KUNCI-KUNCI MENUJU MISTERI KUNO Benarkah ada sebuah Bintang Betlehem? Atau, itu hanyalah isapan jempol beberapa orang Kristen yang terlalu bersemangat? Jika kita percaya bahwa itu hanyalah fantasi, artikel ini akan menjadi jauh lebih singkat. Namun, ini merupakan pertanyaan bagus untuk diajukan jika ada keraguan tentang peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam Alkitab. Penyelidikan serius mengenai fenomena kuno seperti Bintang ini, awalnya memerlukan pertanyaan-pertanyaan ilmiah yang gigih untuk memastikan validitas penyelidikan tersebut. Pertama-tama, Anda harus yakin bahwa naskah-naskah kuno mengenai Bintang yang akan Anda baca itu dapat dipercaya. Kedua, Anda harus mengetahui arti keseluruhan istilah kuno yang ada dalam naskah-naskah penting itu. Untuk kita, hal ini berarti bahwa memahami arti sebenarnya dari kata `bintang` pada masa Matius menuliskannya adalah sangat penting. Marilah kita melihat secara berurutan masing-masing kunci menuju misteri kuno Bintang Betlehem itu. 1. Apakah naskah Kitab Injil Matius dapat dipercaya? Ada banyak tulisan yang berbicara tentang betapa solid dan dapat dipercayanya kitab-kitab dalam Perjanjian Baru. Banyak ahli Alkitab dan teolog menyimpulkan bahwa, terpisah dari pertimbangan iman, naskah-naskah ini jauh lebih dapat dipercaya daripada tulisan-tulisan kuno lainnya, yang kita terima sebagai "kitab injil" di universitas- universitas kita zaman sekarang. Dokumen-dokumen Perjanjian Baru, termasuk yang berisikan Kitab Matius, lulus dari pengujian yang telah diadakan oleh para ahli untuk menentukan keaslian teks-teks kuno. Berikut adalah beberapa alasan mengapa para ahli Alkitab seperti F.F. Bruce dan yang lainnya mau memasukkan Perjanjian Baru, termasuk Matius, di antara semua catatan kuno yang paling dapat dipercaya secara historis: a. Menurut berbagai ahli Alkitab, Kitab Matius ditulis antara tahun 65 dan 90 M. Ini berarti bahwa penyusunan teks asli yang sebenarnya, sudah harus diselesaikan dalam periode di mana para saksi mata dari peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Yesus masih hidup. Keabsahan dokumen apa pun akan diakui jika dapat menunjukkan bahwa tulisan itu dibuat, segera setelah peristiwa- peristiwa yang digambarkan dalam dokumen tersebut. b. Sekitar 5.000 naskah Yunani mula-mula dari Perjanjian Baru bertahan, dan dua dari yang terbaik bertanggal sekitar tahun 350 M. Ada juga beberapa penggalan naskah Perjanjian Baru yang berasal dari abad ke-2, hanya sekitar 1 abad setelah Yesus ada di bumi. Bertolak belakang dengan berlimpahnya naskah Perjanjian Baru yang tersedia ini, sebuah karya klasik seperti karya Caesar berjudul "Gallic War" -- yang tak seorang pun akan mempertanyakan keasliannya -- hanya didasarkan pada 10 naskah yang dalam keadaan baik. Bukan hanya itu saja, karya istimewa ini aslinya ditulis sekitar tahun 50 sM dan naskah kuno yang dicatat baru muncul 900 tahun kemudian! Begitu juga, hanya ada sedikit sekali bukti naskah untuk karya-karya seperti "The History of Thucydides" (Sejarah Thucydides) dan "The History of Herodotus" (Sejarah Herodotus), namun sejarawan modern menerima teks-teks yang ada sebagai naskah yang dapat dipercaya. c. Keabsahan suatu naskah juga dapat ditentukan dari penemuan kutipan-kutipan, yang berasal dari naskah tersebut di dalam karya-karya lain di masa itu. Ada banyak referensi dan kutipan panjang dari Matius dan kitab-kitab lain Perjanjian Baru, ditemukan dalam tulisan-tulisan di akhir abad pertama oleh Clement, uskup Roma, dan para pemimpin gereja lainnya. Terdapat juga referensi Perjanjian Baru dalam sumber-sumber non-Kristen dari periode ini -- sebuah fakta yang menghilangkan semua persoalan yang mungkin muncul dari prasangka orang-orang non- Kristen. d. Para ahli telah menetapkan bahwa 606 dari 661 ayat dalam Kitab Markus, muncul dalam Kitab Matius. Meskipun teks lengkap Kitab Matius mungkin ditulis setelah Kitab Markus, namun banyak bagian dari Kitab Matius mungkin ditulis jauh lebih awal -- sekitar tahun 60 Masehi, penanggalan yang banyak diyakini para ahli sebagai tahun penulisan Kitab Markus. e. Banyak bagian Kitab Matius, terutama bagian-bagian yang berisi perkataan Yesus, disajikan dalam bentuk puisi. Dengan cara demikian jugalah, para guru Yahudi zaman itu menyampaikan kata- kata hikmat kepada murid-murid mereka. Para ahli modern percaya bahwa sejarah dan pengajaran lisan yang disampaikan dalam bentuk ini, cenderung lebih bertahan secara akurat karena bentuknya yang mudah diingat. Para pendengar Yesus dapat dengan mudah menyimpan pengajaran puitis-Nya dalam ingatan, sampai semua perkataan-Nya itu dituliskan secara permanen di atas papirus. Pada bagian pertama abad kedua, Papias, uskup Hieropolis di Asia Kecil, menulis bahwa Matius telah mengumpulkan sebuah "Logia" atau kumpulan perkataan dan pengajaran Yesus. Perkataan- perkataan puitis ini, kemungkinan berasal dari mulut mereka yang mendengarkan Khotbah di Bukit, atau hadir di tempat-tempat lain yang dikisahkan dalam Perjanjian Baru. f. Karena isi Injil Matius dan Kitab Injil lainnya berdasarkan pada laporan saksi mata, sepertinya tidaklah mungkin terdapat perbedaan yang besar dari peristiwa yang sebenarnya. Hal itu disebabkan karena pertama, banyak orang Kristen yang menyaksikan rangkaian peristiwa itu kemungkinan masih hidup, dan mereka cenderung akan bertindak sebagai korektor satu sama lain. Juga, banyak penentang Yesus dan orang percaya mula-mula yang kemungkinan masih hidup, dan jika Injil ingin lolos dari tujuan kebenaran dengan menghasilkan pertobatan, maka sangatlah penting bagi Injil untuk benar-benar bebas dari kesalahan dan sekaligus tidak mempan diserang sama sekali. g. Bukti arkeologis mendukung keberadaan tokoh-tokoh dan lokasi- lokasi fisik tertentu Kitab Injil. Misalnya, nama Pilatus ditemukan pada sebuah prasasti di pelabuhan kuno Kaisarea; dan kolam Betesda -- lokasi di mana Yesus menyembuhkan orang yang sakit lumpuh dalam Yohanes 5:2-18 -- telah digali secara lengkap di Yerusalem. h. Yesus jelas telah diakui sebagai tokoh historis baik oleh para penulis bangsa Yahudi maupun bangsa-bangsa non-Yahudi di masa itu. Josephus, sejarawan Yahudi yang membantu bangsa Roma dalam operasi militernya melawan Yerusalem, tepat sebelum runtuhnya Yerusalem pada tahun 70 M, mencatat tentang Yesus beberapa kali. Meskipun beberapa pernyataan Josephus tidak diakui oleh beberapa sejarawan karena naskah aslinya dianggap mengalami perubahan di kemudian hari, tampaknya cukup pasti bahwa Josephus melihat Yesus sebagai saudara Yakobus; sebagai Orang yang disalibkan di bawah pemerintahan Pilatus; sebagai Pembuat mukjizat yang terkenal; sebagai Orang yang hidup di masa yang disebutkan oleh Kitab Injil; sebagai orang yang mengakui diri-Nya sebagai Mesias; dan sebagai Perintis iman Kristen. Dengan demikian, ada beberapa alasan kuat mengapa kita harus memandang Perjanjian Baru secara umum -- khususnya tentang catatan Matius mengenai Bintang Betlehem -- sebagai catatan tentang peristiwa-peristiwa historis aktual yang dapat dipercaya. Namun, jika kita menerima Matius 2 sebagai catatan yang aktual dan dapat dipercaya, apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh penulis tentang benda yang dilihat oleh para Majus? Terjemahan Bahasa Indonesia untuk benda yang dilihat para Majus itu ada "bintang", namun kata tersebut memiliki arti yang lebih kaya, baik dalam tradisi Ibrani maupun Yahudi, daripada dalam tradisi Indonesia. Jadi, kunci utama kedua yang akan memampukan kita untuk membuka misteri tentang "apa yang terjadi pada malam itu", mencakup pemahaman yang lebih dalam tentang kata yang mengagumkan ini di dalam Alkitab. 2. Arti kuno dari kata "bintang". Bahasa Ibrani untuk kata "bintang" hanya muncul tiga puluh tujuh kali di Perjanjian Lama, namun ada berbagai arti yang berkaitan dengan kata itu. Arti kata `bintang` tersebut biasanya mencakup "bintang" dalam pengertian fisik atau berhubungan dengan langit. Misalnya, dalam Ulangan 4:19 (RSV), matahari, bulan, dan bintang-bintang disebut "semua tentara langit". Bahasa Ibraninya juga digunakan dengan perbandingan untuk menekankan jumlah yang sangat banyak. Periksalah Kejadian 15:5, kata "bintang" dipakai oleh Allah untuk menekankan begitu banyaknya keturunan Abraham nantinya. Dalam empat bagian di Perjanjian Lama, kata itu menunjuk pada sesuatu yang bukan bintang di langit. Misalnya, Yusuf bermimpi bahwa "matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." (Kejadian 37:9) Penafsiran Yusuf tentang mimpinya sendiri menyamakan sebelas bintang dengan sebelas saudaranya, dan matahari dan bulan dengan orang tuanya, Yakub dan Rahel. Di bagian lain -- lebih langsung berkaitan dengan pencarian kita mengenai Bintang Betlehem -- Nabi Bileam menubuatkan "bintang terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel." (Bilangan 24:17) Mesias yang akan datang dikaitkan secara langsung dengan beberapa macam bintang. Kata `aster` dalam bahasa Yunani, yang digunakan dalam Matius 2, juga kaya makna. Sering kali, dalam Perjanjian Baru kata ini hanya berarti sebuah bintang sebagai lawan kata bagi sebuah kumpulan/rasi bintang. Kadang-kadang, kata itu digunakan untuk mengacu pada benda-benda fisik di langit, seperti saat Paulus menulis, "Kemuliaan matahari berbeda dari kemuliaan bulan, kemuliaan bulan berbeda dari kemuliaan bintang; dan kemuliaan bintang yang satu berbeda dari kemuliaan bintang yang lain." (1 Korintus 15:41) Namun lebih sering, referensi Perjanjian Baru tentang bintang memiliki interpretasi apokaliptik – yaitu, beberapa referensi tentang Akhir Zaman, ketika Kristus datang kembali ke bumi. Dua contoh penggunaan dari intepretasi ini dalam kitab Injil terdapat dalam Matius 24:29 dan Markus 13:25, yang mengacu pada gelapnya matahari, bulan, dan bintang di akhir masa kesengsaraan, atau masa kesukaran dan penderitaan di bumi, tepat sebelum kedatangan Kristus yang kedua. Sebagian besar penggunaan makna yang bersifat apokaliptik tentang "bintang" muncul di Kitab Wahyu. Kadang-kadang kata itu mengacu pada Iblis, setan, atau malaikat yang telah jatuh. Kata `bintang` yang mungkin mengacu pada kata Iblis terdapat dalam Wahyu 9:1, di mana Yohanes menulis "Malaikat kelima meniup sangkakalanya, dan aku melihat sebuah bintang jatuh dari langit ke atas bumi. Kepadanya diberikan kunci lubang jurang maut" – "jurang maut" sepertinya berarti neraka. Seharusnya, sudah jelas sekarang bahwa ketika kita melakukan penyelidikan mendalam mengenai Bintang Betlehem, kita memiliki kebebasan yang luas dalam menentukan secara tepat arti kata "bintang". Alkitab telah memakai kata ini untuk menggambarkan benda-benda langit secara harfiah, meteor, malaikat, Kristus, Iblis, suku-suku Israel, dan setan-setan. Apakah Bintang Betlehem mengacu ke salah satu dari semua ini, ataukah itu merupakan sesuatu yang sama sekali berbeda? Dalam bergerak menuju jawaban atas pertanyaan ini, kita tahu sekarang bahwa kita memunyai dua kunci penting untuk membuka misteri-misteri kuno -- kunci catatan historis yang dapat dipercaya, yaitu Alkitab, dan kunci pemahaman historis yang luas dari kata "bintang". Sebelum kita melanjutkan pencarian kita tentang Bintang, mari kita mengumpulkan bersama semua urutan informasi yang telah kita peroleh ke dalam sebuah skenario yang berhubungan secara logis. (tJing Jing) Diterjemahkan dari: Judul buku: The Return of the Star of Bethlehem Judul asli artikel: The Keys to Ancient Mysteries Penulis: Ken Boa dan William Proctor Penerbit: Zondervan, Michigan 1980 Halaman: 34 -- 39 KESAKSIAN WANITA: MENGISI JERAMI KE DALAM PALUNGAN YESUS -- TRADISI MENYAMBUT HARI NATAL Semuanya dimulai beberapa tahun yang lalu. Beberapa minggu menjelang Natal, keluarga kami sibuk menyiapkan keperluan untuk liburan Natal. Suasana gembira terasa di mana-mana. Kedua anak kami, Adam (3 tahun) dan Shannon (8 tahun), dengan gembira memandang kue untuk hari Natal. Saya pergi ke toko, berbelanja untuk Natal. Dan suami saya, Larry, mencari pohon cemara yang baik. Di pintu depan tergantung hiasan Natal berupa bunga dan daun yang dipilin membentuk lingkaran, dan di dalam rumah, lilin, daun untuk hiasan Natal menyempurnakan suasana pesta. Tetapi pada suatu sore, setelah hari yang panjang yang penuh dengan kegiatan memanggang kue dan membungkus hadiah, saya berjalan ke ruang duduk, menghempaskan badan yang penat ke sofa yang empuk, dan menumpangkan kaki yang letih ke atas meja kecil. Keceriaan menyambut hari Natal sudah berubah menjadi keletihan dan sukacitanya perlahan- lahan memudar. Saya bertanya-tanya, "Di manakah dalam semua persiapan ini tersirat pesan bahwa Kristus telah datang ke dunia?" Kelihatannya, keluarga kami begitu sibuk mempersiapkan perayaan Natal, sehingga kami mungkin telah melupakan makna Natal yang sebenarnya. Malam itu, saya menceritakan keprihatinan saya kepada Larry. "Bagaimana caranya supaya kita dapat memasukkan Kristus pada perayaan Natal?" tanya saya kepadanya. Rupanya, ia sependapat dengan saya bahwa materialisme telah menguasai keluarga kami, dan kami harus kembali memerhatikan hal yang rohani -- kedatangan Kristus. Kami tidak membatalkan pesta Natal yang sudah kami persiapkan, tetapi kami menambahkan sesuatu yang berarti bagi kami semua. Kami mengeluarkan hiasan yang menggambarkan suasana di palungan dan menempatkannya di tempat yang jelas terlihat di ruang makan. Seperti biasanya, anak-anak mengeluarkan dengan hati-hati patung-patung hiasan yang disimpan sejak suami saya masih kecil, dan menempatkan patung- patung hiasan itu di sekeliling palungan. Tetapi, kami membiarkan tempat tidur bayi itu tetap kosong. Di dekat palungan, kami menaruh sebuah mangkuk kecil yang diisi dengan beberapa batang jerami. Karena semua tahu, bayi memerlukan tempat tidur yang empuk dan nyaman, kami menjelaskan bahwa kami semua harus bersiap-siap untuk menyambut kedatangan Bayi Yesus, dan kami akan mengisi tempat tidur-Nya dengan batang-batang jerami. Lalu, kami berdua mengemukakan bagian yang paling penting dari kebiasaan baru ini kepada mereka. "Memberikan hadiah pada hari Natal adalah suatu ungkapan kasih," jelas Larry. "Kalian juga dapat memberikan hadiah untuk bayi Yesus." Wajah mereka tampak berseri-seri. "Benar," lanjut saya. "Kita tidak akan memberikan hadiah yang terbungkus dan berpita sambil berlutut di hadapan tempat tidur-Nya, tetapi kita mengungkapkan kasih kita dengan berbuat baik untuk orang lain atas nama-Nya. Dan, setiap kali kita berbuat baik untuk orang lain, kita akan menaruh jerami di tempat tidur yang masih kosong. Sebelum Natal tiba, kita semua sudah memberikan hadiah yang istimewa untuk Bayi Yesus." Anak-anak kami mengangguk-angguk penuh semangat. Mereka ingin cepat-cepat memulainya. Dalam minggu-minggu menjelang Natal, antisipasi istimewa ini menambah semarak suasana rumah kami. Kebaikan hati yang dilakukan diam-diam, palungan itu sedikit demi sedikit mulai terisi. Suatu sore waktu saya pulang ke rumah, piring-piring kotor yang dipakai untuk sarapan sudah dicuci. Setelah seharian bermain kereta luncur di salju, Adam (dibantu ayahnya) diam-diam membersihkan kereta luncur Shannon. Telepon dari Nana memberitahukan bahwa anak-anak telah mengirimkan kartu Natal istimewa, yang mereka gambar sendiri. Dan suatu pagi ketika bangun, kami mendapati dua wajah bulat berseri-seri yang siap melayani kami dengan "sarapan di tempat tidur", dengan semangkuk susu dan beberapa sendok penuh sereal. Demikianlah suasana ini terus berlanjut. Bahkan saya memergoki teman Adam berjingkat-jingkat masuk ke rumah meletakkan beberapa batang jerami. Kejutan-kejutan kecil tak pernah berhenti, tumpukan jerami yang semakin tebal membuat palungan itu tampak nyaman. Dan di hari Natal, tempat tidur itu sudah penuh dengan jerami dan dengan hati-hati, Shannon menempatkan bayi itu di atas kasur jerami yang sudah diisi dengan kasih. Setelah sarapan, kami berkumpul mengelilingi palungan, membawa kue yang istimewa, dan menyanyikan lagu "Selamat Ulang Tahun" untuk Yesus. Setiap tahun, kami mengulangi tradisi ini dan setiap kali menjadi semakin istimewa. Waktu kami menyanyi untuk Dia di pagi hari Natal, kami mengingat kembali bahwa hari itu adalah hari kelahiran-Nya, dan kami sudah bersiap-siap menyambut kedatangan-Nya, serta memberikan banyak hadiah sebagai ungkapan kasih kepada-Nya. Diambil dan disunting dari: Judul buku asli: The New Guideposts Christmas Treasury Judul buku terjemahan: Kisah Nyata Seputar Natal Penulis: Lynne Laukhuf Penerjemah: Ir. Ny. Christine Sujana Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1998 Halaman: 14 -- 16 Kontak: < wanita(at)sabda.org > Redaksi: Novita Yuniarti Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan Santi Titik Lestari (c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/wanita > Berlangganan:< subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |