Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/99

e-Wanita edisi 99 (3-1-2013)

Mengatasi Rasa Kesal

_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________
                    TOPIK: Mengatasi Rasa Kesal
                      Edisi 99/Januari 2013


e-Wanita -- Mengatasi Rasa Kesal
Edisi 99/Januari 2013

Shalom,

Selamat Tahun Baru 2013, Sahabat Wanita. Kami berharap e-Wanita akan 
bisa menemani Anda sepanjang tahun ini dengan menghadirkan berbagai 
bahan bacaan yang bermanfaat.

Bagaimana suasana hati Sahabat Wanita pada tahun yang baru ini? 
Pastinya penuh dengan sukacita, ya? Tetapi, apakah ada juga yang 
sedang merasakan kekesalan? Setiap kita tentu pernah merasa jengkel 
terhadap orang lain, entah itu suami, anak, teman, tetangga, bahkan 
orang yang baru pertama kali kita jumpai. Apa yang menyebabkan 
seseorang menjadi jengkel? Apa yang Alkitab katakan tentang rasa 
jengkel? Apa yang seharusnya anak-anak Tuhan lakukan jika ada 
seseorang yang membuatnya jengkel? Jangan menyimpan rasa jengkel dan 
kesal lama-lama di dalam hati Anda. Mari kita tepis semua itu dengan 
firman Tuhan dan kasih-Nya. Dengan menyimak artikel-artikel yang kami 
sajikan dalam edisi ini, kiranya hari-hari Anda selanjutnya lebih 
menyenangkan dan bebas dari rasa kesal. Tuhan Yesus memberkati.

Redaksi e-Wanita,
Novita Yuniarti
< http://wanita.sabda.org/ >


      RENUNGAN WANITA: HATI YANG MENGAMPUNI (MAZMUR 25:18)

Suatu saat dalam kehidupan ini, kita semua mengalami pengkhianatan 
yang menyakitkan dari seorang teman; dan juga mengalami rasa sakit dan 
kekecewaan yang ditinggalkan oleh pengkhianatan itu. Saat hal ini 
terjadi, wajar apabila kita merasakan gelombang amarah kian meninggi 
di dalam hati kita. Bahkan, kita mungkin ingin balas dendam. Tidak ada 
sesuatu pun dari pengalaman ini yang membuat kita nyaman. Pengalaman 
itu membuat kita merasa gelisah, terganggu, pedih, dan tegang yang 
disertai dengan dorongan fisik untuk melakukan pembalasan.

Saat semua hal ini terjadi, ingatlah untuk mengambil napas yang dalam 
dan membiarkan semuanya itu berlalu. Ya, biarkan itu berlalu! Sama 
seperti Tuhan yang telah berulang kali mengampuni kita untuk semua 
sikap buruk kita terhadap-Nya, Ia akan membantu menyembuhkan rasa 
sakit itu dan membersihkan amarah dari hati kita. (t/Berlin B.)

Diterjemahkan dari:
Judul buku: Psalms for Women: God`s Gifts of Inner Beauty, Peace, and 
Happiness
Judul asli artikel: The Forgiving Heart
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Honor Books, Tulsa, Oklahoma 2000


      DUNIA WANITA 1: MENJADI KESAL DAN MUDAH TERSINGGUNG

Aku kesal! Apakah ini benar-benar suatu dosa, ataukah semata-mata 
suatu kesalahan kecil dalam diri seseorang yang dapat dilakukan oleh 
setiap manusia? Firman Allah memberitahukan kepada kita apa yang dapat 
ditimbulkan oleh hal ini. Matius 15:12 menceritakan tentang bagaimana 
pekerjaan Tuhan Yesus menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi. 
Mula-mula mereka "hanya" kesal, akan tetapi betapa hebat akibatnya! 
Penduduk kota Nazaret, tempat Ia dibesarkan, merasa dihina oleh sabda-
Nya. Lalu, mereka menghalau Tuhan Yesus dan berusaha membunuh Dia 
dengan cara melemparkan Dia dari tebing gunung (Lukas 4:29). 
Kejengkelan seperti itulah yang menyebabkan Tuhan Yesus sangat 
menderita, dan mereka yang bersangkutan melakukan kesalahan besar. 
Pada masa kini, hal tersebut juga mendatangkan akibat yang serupa.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat akibat-akibat yang 
menggemparkan dari "dosa yang agaknya tidak berbahaya ini". Betapa 
sering suatu hubungan kasih terganggu oleh karena seseorang merasa 
jengkel, lalu saling mempersalahkan. Contoh lain, banyak pernikahan 
hancur karena suami atau istri selalu marah ketika mereka 
memperbincangkan sesuatu.

Apa yang dapat membuat kita jengkel? Karena kita tidak bersatu dengan 
kehendak Allah; karena ego kita sendiri. Segala sesuatu harus sesuai 
dengan maksud kita. Jika tidak sesuai dengan maksud kita, maka hal 
tersebut mengacaukan pikiran kita. Kita tidak menyadari bahwa segala 
sesuatu, kecil atau besar, yang datang dari manusia sesungguhnya 
diletakkan oleh Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari. Apabila 
pikiran kita menjadi kacau, maka kita memberontak terhadap Tuhan, dan 
ini mendukakan Dia.

Perasaan jengkel atau mudah tersinggung sifatnya sama seperti marah. 
Orang yang mudah jengkel, kemungkinan adalah seorang pemarah. Jika 
kita membiasakan hal tersebut menguasai kita, maka kita telah menjadi 
alat Iblis yang merusak persekutuan kasih. Selain itu, jika kita tidak 
dapat menguasai diri kita, maka kita telah melakukan tindakan yang 
berlawanan dengan kehendak Allah.

Kita sering berusaha meminta maaf karena kita jengkel. Kita mengatakan 
bahwa hal itu disebabkan syaraf kita yang lemah atau kita sedang 
merasa "putus asa". Perasaan mudah tersinggung dan jengkel, sebenarnya 
keluar dari hati kita yang jahat dan tidak ada sangkut-pautnya dengan 
kelelahan atau syaraf yang lemah.

Kita menyadari bahwa ada banyak hal yang bisa membuat kita mudah 
tersinggung, namun kita sering menganggapnya sebagai sesuatu yang 
lazim dan bukan dosa. Untuk itu, kita harus membawa hal-hal tersebut 
kepada-Nya, serta bersandar pada penebusan Tuhan Yesus dan darah-Nya 
yang mengandung kesembuhan bagi setiap dosa. Dengan demikian, kita 
akan merasa malu saat kita menjadi jengkel. Kita seharusnya mengetahui 
bahwa kita mendukakan Tuhan Yesus dan berbuat salah karena merusak 
sebagian dari kerajaan-Nya.

Jika kita mulai merasa kesal, kita harus menghadapinya dan berkata, 
"Tuhan telah menetapkan hal ini. Keadaan ini, kata-kata ini, orang 
ini, atau apa pun adanya, sesungguhnya didatangkan oleh Tuhan 
kepadaku. Ini adalah sebagian dari rencana-Nya." Jika hal itu terjadi 
dalam suatu situasi yang genting sehingga mengakibatkan kita "meledak" 
dalam sebuah pembicaraan, segeralah meminta maaf. Hal membenci dosa 
dan merasa menyesal karena dosa, akan mendorong kita untuk 
menyelesaikan hal itu dengan Tuhan dan mengatakan kepada-Nya bahwa 
kita telah menjadi kesal hati. Jika kita mohon pengampunan kepada 
Tuhan Yesus, kita juga harus bersedia untuk bertobat secara konkret 
dan meminta maaf kepada mereka yang kita sakiti.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buletin: Gema Kalvari, Edisi 67, Mei -- Juni 2006
Penulis: LKS
Penerbit: Lembaga Pelayanan Terpadu "GEMA KALVARI", Salatiga
Halaman: 15 -- 18


              DUNIA WANITA 2: BELAJAR MENGAMPUNI

Pengampunan tidak dimaksudkan untuk keuntungan diri kita saja. Kita 
harus menjadi saluran dari kasih Allah. Kita yang telah mendapat 
pengampunan harus menjadi orang yang mau mengampuni -- mengampuni 
sesama atas kesalahan dan ketidakadilan yang mereka lakukan terhadap 
kita. Masing-masing kita perlu belajar untuk mengampuni (Matius 6:12; 
Efesus 4:32).

Kristus berharap agar kita mengampuni orang lain dengan sepenuhnya dan 
dengan rela (hati), dengan cara yang sama sebagaimana Dia mengampuni 
kita. Ia bercerita tentang pengampunan dan ketidaksediaan untuk 
mengampuni dalam Matius 18:23-35. Perikop ini berkenaan dengan seorang 
penguasa yang menjumpai salah satu hambanya yang berutang padanya 
sebesar 10.000 talenta. Ini adalah jumlah yang besar! Jumlah yang tak 
mungkin terbayar, bahkan kalau hamba itu bekerja seumur hidupnya untuk 
hal itu. Raja adalah gambaran dari Bapa Surgawi, sedangkan hamba 
adalah gambaran dari kita.

Karena hamba itu tidak memiliki apa pun untuk membayar utangnya, 
penguasa itu memerintahkan supaya ia, keluarganya, dan semua yang ia 
miliki, dijual. Maka sujudlah hamba itu menyembah tuannya. Hamba itu 
seharusnya sudah mengetahui ketidakmampuannya dan kira-kira berkata 
seperti ini, "Maafkanlah kiranya atas utang-utang itu. Aku mohon, 
janganlah menjual aku, keluargaku, dan milikku; kalau pun tuan 
mengambil itu semuanya, belumlah cukup untuk melunasi utangku." Tapi 
hamba itu tidak mengatakan begitu. Dia berkata, "Sabarlah dahulu, 
segala utangku akan kulunaskan." Acap kali dalam diri kita ada 
kecenderungan untuk menaruh percaya pada diri sendiri, merasa sombong 
dalam perkara-perkara yang kita kira dapat kita kerjakan. Sikap 
seperti ini tidak benar. Kita tak dapat berbuat sesuatu tanpa anugerah 
Allah.

Lalu tergeraklah hati tuan itu oleh belas kasihan, sehingga ia 
membebaskannya dari utangnya dan mengampuninya. Kemudian hamba itu 
keluar dan bertemu dengan seorang hamba lain (kawannya) yang berutang 
sedikit padanya -- 100 dinar (satu dinar sama dengan gaji satu hari). 
Hamba yang telah diampuni tersebut (hamba pertama) tidak mau 
mengampuni kawannya yang berutang padanya sebagaimana ia telah 
mendapat pengampunan, meskipun kawannya membuat permohonan yang sama 
seperti seperti dirinya. Hamba yang pertama tidak menaruh belas 
kasihan sedikit pun dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara, 
sehingga ia tidak akan mampu melunasi utangnya. Ada orang-orang, yang 
kalau saja kita mau bersabar terhadap mereka, ada kemungkinan anugerah 
Allah akan bekerja dalam diri mereka, mereka dapat berubah. Allah 
dapat mengubah mereka untuk hal-hal yang bagi kita tak dapat diampuni 
dan diterima.

Apa yang terjadi atas hamba yang telah mendapat pengampunan total, 
tetapi tidak mau mengampuni yang sedikit? Tuannya mendapati apa yang 
telah dia perbuat dan menyerahkan hamba yang jahat itu kepada algojo-
algojo. Yesus tidak mengajarkan bahwa orang-orang Kristen yang tidak 
mengampuni orang lain tidak akan masuk surga, tetapi Tuhan mengajarkan 
bahwa dengan ketidaksediaan kita untuk mengampuni orang lain, akan 
mendatangkan banyak kesusahan dan siksaan bagi diri kita sendiri 
selama di dunia ini. Kita akan menjumpai bahwa kepahitan, kemarahan, 
dan ketidaksediaan untuk mengampuni, akan membuat tuntutan yang 
dahsyat atas kita secara jasmani dan emosi. Kita akan menjadi aus, 
bahkan menderita sakit jasmani, sebab hati kita penuh kebencian dan 
kepahitan.

Pada hakikatnya, kita bukanlah orang yang suka mengampuni orang lain. 
Kalau seseorang berbuat salah kepada kita, kita cenderung ingin 
membalasnya. Paulus mengingatkan, "Janganlah kamu sendiri menuntut 
pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada 
tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut 
pembalasan, firman Tuhan" (Roma 12:19). Bila kita membiarkan pikiran-
pikiran yang tidak mengampuni tinggal dan tumbuh dalam hati kita, hal-
hal ini akan menumbuhkan akar kepahitan (Ibrani 12:15).

Jauh lebih baik mengampuni dan melupakan daripada membenci dan 
mengingatnya. Meskipun hal tersebut tidaklah mudah dilakukan, namun 
hanya oleh anugerah Allah dan kuasa Roh Kudus, kita dapat mengampuni. 
Kita dapat mendoakan orang yang telah bersalah kepada kita. Dengan 
cara ini, kita menaruh berkat atas mereka dan bukan kutuk, memberi 
mereka yang baik bukan yang jahat (Amsal 19:11).

Jangan biarkan kesalahan yang dilakukan satu hari berkelanjutan 
menjadi dendam, suatu ketidaksediaan untuk mengampuni. Tiap hari, kita 
harus berlatih untuk mengampuni (Efesus 4:26).

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah: Hidup dalam Kristus, Vol.18 No.2
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Yayasan Pusat Hidup Baru, Solo
Halaman: 14 -- 15


Kontak: wanita(at)sabda.org
Redaksi: S. Setyawati, N. Risanti, dan Novita Yuniarti
Berlangganan: subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-wanita/arsip/
BCA Ps Legi Solo, No.0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org